Kekuatan Mimpi

Kekuatan Mimpi

Kekuatan mimpi membuat mereka terus semangat menuju masa depan yang telah lama mereka impikan hingga makin dekat untuk menjadi nyata

Oleh. Dian Mayasari
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-

**Chapter 1:  Mimpi Bintang**

Bintang menatap undangan penerimaan beasiswa di tangannya. Tak pernah ia bayangkan, perjalanannya dari SMP hingga SMA akan membawanya sampai ke Fakultas Teknik di universitas terkemuka. Beasiswa ini bukan hanya hasil dari kerja kerasnya, tetapi juga karena seseorang yang sangat berarti dalam hidupnya—Pak Adrian, ayah dari sahabat karibnya, Sheren.

Pak Adrian telah melihat potensi besar dalam diri Bintang sejak mereka SMP. Meski Sheren memiliki keterbatasan dalam berjalan, ia adalah sosok yang mandiri dan penuh tekad, tidak pernah membiarkan keterbatasannya menjadi penghalang untuk meraih mimpinya. Sahabat karib sejak SMP hingga SMA, Sheren dan Bintang selalu mendukung satu sama lain, tumbuh bersama sebagai siswa berprestasi.

Saat makan malam di rumah Sheren seminggu yang lalu, Pak Adrian menatap Bintang dengan penuh keyakinan. "Bintang," ucapnya lembut, "Aku tahu kamu punya masa depan yang cerah di depan sana. Aku juga tahu bahwa Sheren akan menghadapi banyak tantangan, bukan hanya karena kuliahnya, tapi juga karena lingkungannya yang baru. Aku ingin kamu mendampinginya, bukan karena dia butuh bantuanmu, tapi karena aku yakin kalian berdua bisa saling melengkapi."

Sheren yang mendengar ucapan ayahnya tersenyum kecil, tetapi segera berkata, "Bintang tidak perlu merasa terbebani. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Tapi, kalau kita bisa kuliah bersama, tentu akan menyenangkan."

Bintang menatap sahabatnya itu. Ia tahu betul bahwa Sheren memang selalu mampu menjaga dirinya. Meski harus menggunakan alat bantu untuk berjalan, Sheren adalah orang yang paling mandiri yang pernah ia kenal. Tidak ada keraguan sedikit pun tentang kemampuan Sheren untuk menghadapi tantangan. Namun, ada alasan lain mengapa Pak Adrian ingin Bintang berada di sisi Sheren—persahabatan mereka yang telah terjalin erat selama bertahun-tahun adalah sesuatu yang istimewa. Mereka selalu memotivasi satu sama lain, bersaing sehat, dan saling mendukung dalam setiap langkah.

"Aku tidak pernah menganggap ini beban, Sher," kata Bintang, menatap sahabatnya dengan penuh keyakinan. "Aku senang kita bisa menghadapi ini bersama. Kamu tahu, kita sudah melewati banyak hal sejak SMP. Ini hanya langkah berikutnya."

Malam itu, Bintang menerima tanggung jawab bukan sebagai beban, melainkan sebagai kesempatan. Bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk tetap berjalan berdampingan dengan Sheren, seperti yang selalu mereka lakukan. Mereka berdua akan menjalani perkuliahan dengan penuh tekad, dan di Fakultas Teknik ini, mereka akan membuktikan bahwa tidak ada rintangan yang tak bisa dihadapi bersama.

Di hari pertama kuliah, Bintang mempersiapkan diri dengan perasaan campur aduk—antusias, gugup, tetapi juga penuh semangat. Ia melirik Sheren yang sudah siap dengan segala keperluannya. "Siap untuk hari besar kita, Sher?"

Sheren, yang sudah berdiri dengan alat bantu jalannya, tersenyum lebar. "Lebih dari siap, Bintang. Aku sudah menunggu momen ini sejak lama."

Dengan semangat yang sama, mereka melangkah ke depan, siap menaklukkan dunia baru yang penuh dengan tantangan dan mimpi besar. Sebuah awal baru, dan perjalanan panjang yang baru dimulai.

**Chapter 2: Menatap Gerbang**

Pagi itu, sinar matahari menerobos lembut di antara dedaunan, memantul di gerbang besar universitas yang berdiri kokoh di hadapan Bintang dan Sheren. Di depan mereka, perkuliahan yang selama ini hanya terlintas dalam angan-angan, kini menjadi kenyataan. Semua mimpi, kerja keras, dan impian masa lalu terasa makin dekat di ujung langkah pertama ini.

Bintang berhenti sejenak, menatap gerbang yang megah. Di kepalanya, bayangan masa lalu berputar, terutama saat mereka masih duduk di bangku SMA. Di sela-sela kesibukan belajar, Sheren pernah membangun sebuah konter HP kecil di rumahnya. Konter itu adalah simbol kemandirian dan semangat Sheren yang selalu ingin berdiri di atas kaki sendiri, meski harus menggunakan alat bantu berjalan.

Baca juga: Pa, Ma, Khawatirku Ada Banyak

Yang paling Bintang ingat, di dinding belakang konter itu, mereka pernah menempel sebuah gambar. Gambar itu adalah versi imajinasi mereka berdua—Bintang dan Sheren mengenakan toga, tersenyum bahagia di hari wisuda. Mimpi itu mereka cetak dan pajang, sebagai pengingat bahwa suatu hari, mereka akan benar-benar mencapai momen itu.

"Kamu ingat gambar wisuda kita di konter HP dulu?" tanya Bintang tiba-tiba, suaranya penuh nostalgia.

Sheren menoleh, mengangguk sambil tersenyum. "Tentu saja. Aku ingat kita menggambar wajah kita di toga itu dengan penuh harapan. Sekarang, kita benar-benar ada di sini. Mimpi itu semakin dekat."

Bintang tertawa kecil, mengingat betapa naifnya mereka dulu. Tetapi ada kekuatan di balik kenangan itu—sebuah tekad yang tumbuh dari mimpi sederhana namun besar. Gambar itu bukan hanya pajangan iseng, tetapi simbol perjuangan yang mereka mulai sejak lama.

"Saat itu, kita hanya bisa membayangkan seperti apa rasanya berdiri di depan universitas ini," lanjut Sheren sambil menatap gerbang megah. "Dan sekarang, lihatlah kita. Kita benar-benar akan memulai perjalanan ini."

Mereka berdua berdiri diam sejenak, menikmati momen ini. Di depan mereka, dunia yang pernah mereka impikan kini ada dalam genggaman. Meskipun jalan di depan penuh tantangan, Sheren dan Bintang tahu bahwa mereka telah menempuh perjalanan panjang untuk sampai di sini—dari konter kecil Sheren hingga universitas besar ini.

"Ini lebih dari sekadar kuliah," kata Bintang dengan nada yang lebih serius. "Ini tentang mewujudkan apa yang dulu hanya ada di gambar itu. Tentang membuktikan bahwa kita bisa mencapai mimpi kita."

Sheren tersenyum lebar, penuh semangat. "Dan kita akan sampai di sana, Bintang. Bersama, seperti biasa."

Bintang mengangguk. Mimpi mereka untuk mengenakan toga bukanlah hal yang mudah diraih, tetapi mereka selalu percaya bahwa dengan kerja keras dan tekad yang kuat, mereka akan berhasil.

Mereka pun melangkah bersama melewati gerbang, memasuki dunia baru yang penuh dengan tantangan dan peluang. Di balik gerbang ini, mimpi yang dulu hanya ada di gambar sederhana di konter Sheren kini mulai terwujud dalam kehidupan nyata.

Dengan semangat yang membara, mereka melangkah menuju masa depan yang telah lama mereka impikan—mimpi yang akhirnya, makin dekat untuk menjadi nyata.

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Dian Mayasari Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Quick Win, Kesejahteraan Hanya Ilusi
Next
Program Quick Win, Mampukah Mendongkrak Perekonomian?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca: Kekuatan Mimpi […]

trackback

[…] Baca juga: Kekuatan Mimpi […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram