Dalam persoalan pendidikan, Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus diperoleh setiap individu.
Oleh. Maftucha
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Universitas Indonesia (UI) boleh berbangga karena masih bisa mempertahankan statusnya sebagai perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Hal ini sebagaimana hasil dari pemeringkatan yang dilakukan Times Higher Education (THE) World University Rankings (WUR) 2024.
Dikutip dari laman Kompas.com (09-10-2024), Universitas Indonesia masuk dalam rangking 801-1.000 dan menjadikannya sebagai kampus terbaik di Indonesia serta menempati posisi kedelapan di Asia Tenggara. Namun, kabar baik ini sekaligus menjadi kabar menyedihkan karena rangking yang dicapai masih jauh dari harapan, apalagi dengan nasib kampus Indonesia lainnya.
Perguruan Tinggi Terbaik Dunia
Hasil dari THE WUR 2024, universitas yang menempati lima besar dunia masih didominasi oleh negara Eropa dan negara Barat yaitu Universitas Oxford, Inggris; Universitas Standford, AS; Institut Teknologi Massachussetts, AS; Universitas Harvard, AS; dan Universitas Cambridge, Inggris.
Tingginya reputasi Universitas Oxford ini dilihat dari perannya dalam berbagai penelitian sehingga memberikan kontribusi pada ilmu pengetahuan secara global. Hasil penelitian Universitas ini juga dijadikan rujukan oleh para akademisi.
Selain itu, kampus yang namanya dijadikan sebagai judul sebuah kamus bahasa Inggris ini lulusannya memiliki kemampuan akademik yang tinggi dan kompetitif di dunia kerja. Banyak tokoh level dunia yang lahir dari kampus ini, seperti Indira Gandhi, Tony Blair, Bill Clinton, dan seterusnya.
Nasib Perguruan Tinggi di Indonesia
Sungguh sangat disayangkan, prestasi UI tidak diikuti oleh perguruan tinggi Indonesia lainnya. Dari beberapa perguruan tinggi hanya UI yang berada di rangking 801-1.000, selainnya ada di posisi 1.501+, padahal universitas tersebut juga memiliki prestise bagus di mata masyarakat. Ini menunjukkan bahwa kualitas perguruan tinggi kita masih kalah jauh dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Vietnam, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura.
Dikutip dari laman THE, Minggu (13-10-2024) sebanyak 13 universitas di Malaysia masuk dalam top 1.000 dunia, seperti Universitas Teknologi Petronas yang berada pada rangking 201-250 atau Universitas of Malaya pada rangking 251-300. Begitu juga dengan Singapura, Vietnam, Thailand, dan Brunei Darussalam yang menempati rangking di bawah 1.000.
Pendidikan Penentu Tingginya Peradaban
Tidak dapat dimungkiri bahwa pendidikan menjadi faktor penting bagi kemajuan sebuah peradaban. Pendidikan menjadi senjata yang efektif untuk kemajuan atau kehancuran suatu negara. Dahulu, setelah Kota Nagasaki dan Hiroshima hancur akibat bom atom yang diluncurkan oleh Amerika, hal pertama yang dilakukan oleh pemerintah Jepang adalah membangun sistem pendidikannya secepat mungkin. Hal ini dilakukan untuk merekonstruksi pola berpikir rakyat Jepang yang telah mengalami kekacauan.
Sayangnya, Indonesia justru menjadikan pendidikan sebagai sesuatu yang mewah dan sulit didapatkan. Bagi pemerintah Indonesia, wajib belajar hanya sampai pada jenjang sekolah menengah atas (SMA), selebihnya terserah anda dan bukan kewajiban negara.
Karut-marut Persoalan Pendidikan di Indonesia
Indonesia memiliki jumlah sumber daya manusia (SDM) yang besar. Negara yang memiliki SDM yang besar seharusnya berpeluang menjadi negara maju, apalagi jika penduduk usia muda mendominasi. Dengan banyaknya usia produktif maka kesempatan untuk mengembangkan diri dan memberikan kontribusi untuk negara lebih besar.
Namun, kenyataannya generasi muda Indonesia tidak banyak yang bisa mengenyam pendidikan. Jangankan sampai level perguruan tinggi, level SMA saja banyak yang tidak mampu. Sungguh sangat miris, dari sekian banyak lulusan SMA, yang mampu melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi hanya 10,15%. Tentu ini menjadi tanda tanya besar. Kenapa Indonesia yang memiliki kekayaan melimpah, justru pendidikannya rendah? Lalu bagaimana caranya program Indonesia emas bisa diwujudkan?
Persoalan dunia pendidikan seolah tiada habisnya, mulai dari kurikulum yang coba-coba, sarana prasarana yang terbatas, kualitas pengajar yang rendah, mahalnya biaya pendidikan, hingga rendahnya kualitas output yang dihasilkan. Mana mungkin generasi hebat bisa muncul dari kondisi pendidikan yang demikian?
Baca juga: Generasi Rusak, Buah Sekularisme Pendidikan
Penyebab Karut-marut Persoalan Pendidikan
Indonesia memang berdiri sebagai sebuah bangsa, tetapi segala kebijakan yang dibuat tidak bisa lepas dari perjanjian internasional yang telah disepakati. Dalam hal dunia pendidikan, Indonesia telah terikat perjanjian dengan World Trade Organization (WTO). Dalam kesepakatan tersebut, pendidikan adalah salah satu jasa yang masuk pada pasar bebas.
Dibuatlah undang-undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) supaya perguruan tinggi bisa mengatur dan memenuhi kebutuhan operasional kampusnya secara mandiri. Hal ini juga sebagai upaya lepas tangan negara dalam pelayanan pendidikan di perguruan tinggi yang tentunya butuh biaya sangat besar.
Lalu dari manakah kampus mendapatkan dana untuk biaya operasional kampus? Ya, mau tidak mau akhirnya kampus membebankan biaya ini kepada mahasiswa. Atas nama subsidi silang, pihak kampus seenaknya menaikkan biaya pendidikan. Apalah arti jalur prestasi jika mahasiswa tetap harus membayar mahal untuk biaya pendidikan.
Dari sisi kurikulum, Indonesia menerapkan kurikulum baru yakni kurikulum MBKM. Tujuan akhir dari kurikulum ini adalah menyiapkan mahasiswa dalam bidang karier saja atau lulus siap kerja. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa pekerjaan sangat sulit didapatkan. Banyak lulusan perguruan tinggi yang menjadi pengangguran.
Selain itu, akibat dari lepas tangannya pemerintah dalam membiayai pendidikan di tingkat tinggi, aktivitas riset sangat sedikit. Riset tentu membutuhkan biaya yang tidak sedikit, jika pemerintah tidak mau mendanai, lalu siapa? Jadilah para mahasiswa ini bekerja sama dengan perusahaan dengan risiko hasil penelitian menjadi milik perusahaan.
Kualitas pengajar yang kurang juga turut memperlemah output pendidikan. Dosen yang mangkir atau hanya memberikan tugas saja adalah hal yang biasa. Belum lagi banyaknya kasus asusila yang kerap terjadi.
Inilah akibatnya jika penguasa mengatur urusan negara dengan sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, orientasi mereka hanya materi sehingga pendidikan pun tidak luput dari komersialisasi. Sedangkan penguasa dalam sistem kapitalisme hanya menjadi regulator, "penguasa" yang sebenarnya adalah para kapitalis yang siap melakukan apa saja demi keuntungan pribadinya.
Pendidikan dalam Islam
Dalam persoalan pendidikan, Islam memiliki paradigma yang berbeda dengan kapitalisme. Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok yang harus diperoleh setiap individu dan negara harus memberikan akses secara cuma-cuma. Ini sebagaimana hadis Rasulullah yang artinya,
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Tujuan pendidikan dalam Islam bukan untuk meraih materi, tetapi mencetak manusia yang berkepribadian Islam, yakni pemikiran dan perbuatannya sesuai dengan akidah Islam. Pendidikan adalah sarana seseorang untuk mendapatkan ilmu. Dengan memiliki ilmu maka dia akan terhindar dari kebodohan dan sempitnya kehidupan.
Dalam sejarah peradaban Islam telah tercatat besarnya perhatian Islam kepada dunia pendidikan. Perhatian ini diwujudkan dengan penyediaan pendidikan secara gratis mulai dari level terkecil hingga perguruan tinggi. Juga penyediaan sarana prasarana seperti gedung, perpustakaan, laboratorium untuk penelitian, dan seterusnya.
Layanan pendidikan pada level pendidikan tinggi sangatlah penting karena jenjang pendidikan ini bertujuan untuk mencetak para ulama yang ahli dalam agama serta ilmu pengetahuan dan teknologi. Semua itu diwujudkan untuk menyelesaikan berbagai masalah manusia.
Selain menjunjung tinggi ilmu, Islam juga menghormati sang pemilik ilmu. Hal ini diwujudkan dengan memberikan gaji yang besar kepada para pengajar atau dosen. Khalifah Umar bin Khattab memberikan gaji kepada para pengajar sebesar 15 dinar per bulan. Anda bisa menghitung sendiri berapa jumlahnya jika dihitung dengan harga dinar saat ini. Begitu juga pada masa Khilafah Abbasiyah, gaji pendidik mencapai 1.000 dinar per tahun. Sungguh angka yang fantastis.
Pendidikan yang dibangun oleh Islam telah banyak melahirkan generasi berkualitas hebat. Sebut saja Ibnu Sina atau yang dikenal dengan Avicena, seorang ahli di bidang kedokteran dan filsafat. Juga ada Al-Khawarizmi ahli matematika dan astronomi, sekaligus penemu algoritma. Demikian juga Al-Jazari sebagai Bapak Robot. Di kalangan muslimah ada Fatimah al-Fihri dari Tunisia yang merupakan rektor pertama. Beliau mendirikan perguruan tinggi pertama di Fes, Maroko, jauh sebelum universitas di Barat didirikan.
Pada masa Khilafah Islamiah terdapat universitas yang tersohor seperti Universitas Al-Azhar, Universitas Nizhamiyah, Universitas Al-Mustansiria, serta lembaga-lembaga informal lainnya. Universitas ini menjadi rujukan bagi para pencari ilmu di seluruh dunia.
Khatimah
Inilah bukti kesungguhan Islam dalam bidang pendidikan atau keilmuan. Islam melahirkan peradaban yang gemilang dengan limpahan ilmu pengetahuan yang dibangun di atas dasar keimanan.
Wallahua'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Sistem pendidikan terbaik memang hanya milik Islam. Di sini generasi muda dididik dengan sungguh-sungguh dengan aturan Islam agar mampu menjadi pejuang dakwah yang nantinya bisa diandalkan untuk mengembalikan kejayaan Islam.
Barakallah mba @Maftucha Teguh
[…] Baca juga: pendidikan-bernasib-tragis-di-bawah-kapitalisme/ […]
[…] Baca juga : Pendidikan Bernasib Tragis di Bawah Kapitalisme […]