Maaf, Ayah!

Maaf Ayah

Ia selalu meminta maaf pada ayahnya, karena ia belum bisa memberikan yang terbaik sebagai seorang anak.

Oleh. Firda Umayah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

Narasiliterasi.id-Seorang anak perempuan menatap raut wajah ayahnya yang kian menua. Tak terasa, ada air mata yang jatuh menetes di pipinya. Ia menyesal atas kejadian beberapa waktu lalu. Serasa belum ikhlas melepaskan impian yang telah direncanakannya. Namun, ada harap yang selalu ia panjatkan kepada Sang Pemilik kehidupan. Ia kembali menata hati menerima segala ketetapan atas peristiwa yang terjadi pada saat itu.  

Impian Ayah

Sebut saja namanya Ida. Ia merupakan anak kedua dari pasangan Bapak Ahmad dan Ibu Rani. Sejak kecil, ia tinggal bersama ayah, ibu, dan adiknya di sebuah desa. Kakak Ida yang juga perempuan, telah lama meninggalkan rumah sejak menempuh pendidikan di pondok pesantren pada tingkat SMP dan SMA. Setelah lulus SMA, kakaknya bekerja kemudian menikah dan tinggal di kota tempat tinggal suaminya. Sehingga, kakak Ida tak lama membersamai keluarganya.

Ida yang seakan menjadi anak tertua di rumah, merasakan betul perjuangan hidup keluarganya. Sejak duduk di kelas enam tingkat SD, ia telah membantu ekonomi keluarga untuk berjualan. Ia bekerja hanya untuk mendapatkan uang jajan dan membayar kebutuhan sekolahnya. Ia bekerja hingga lulus SMA. Ia merasakan betapa sulitnya mencari nafkah. Sekalipun ia mengetahui bahwa kewajiban mencari nafkah ada pada ayahnya, tetapi kondisi ekonomi sulit membuatnya turut menopang ekonomi keluarga.

Dalam satu kesempatan, ayahnya bercerita bahwa ia bermimpi melaksanakan ibadah haji. Bapak Ahmad bermimpi melakukan tawaf dan mengucapkan kalimat talbiah dengan keras. Suara itu terdengar hingga ke telinga istrinya, Bu Rani. Mendengar teriakan kalimat talbiah pada saat suaminya tertidur, Bu Rani pun membangunkannya.

Baca juga: Kekuatan Mimpi

Ayah Ida menceritakan kisah itu dengan penuh semangat dan air mata yang tergenang. Ida melihatnya dengan tatapan sayang dan sejak saat itu ia memutuskan akan memenuhi impian sang ayah. Jika ia tidak bisa memberangkatkan ayahnya untuk menunaikan ibadah haji, setidaknya ia ingin memberangkat ayahnya untuk menunaikan ibadah umrah.

Sedikit demi sedikit, Ida mengumpulkan uang dan menabung untuk umrah ayah. Di tengah perjalanan menabung, ayahnya mengalami kecelakaan. Tangannya patah dan terpaksa tidak bisa bekerja selama 6 bulan. Mau tidak mau, kini Ida dan ibunya menjadi tulang punggung keluarga. Ida mengajar les SD saat ia SMA. Ia menjadi guru les di salah satu bimbingan belajar milik seorang guru di salah satu sekolah swasta. Ia tak peduli dengan upah yang diterima. Ia tak peduli jika harus pulang tiap hari.

Ia merasa memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya dan adiknya. Ujian hidup yang menimpa keluarganya membuat tabungan umrah untuk ayahnya terpakai untuk kehidupan sehari-hari. Harapan untuk mengumrahkan ayahnya hilang saat itu juga. Maaf, Ayah!

Kejadian Malang Menimpa

Setelah ayahnya sembuh dan kembali bekerja, Ida kembali menabung untuk impian ayahnya. Butuh beberapa tahun sampai tabungannya mencapai sepuluh juta rupiah. Melihat kondisi ayah yang makin tua, ia hanya berharap tabungannya dapat terjaga dan tidak terpakai. Di saat itulah seorang teman bernama Ira menawarkan agar uang tabungan itu dititipkan kepada temannya yang ia percaya. Ida memercayainya karena ia adalah orang yang Ida kenal. Beberapa teman Ida juga menabung pada orang yang sama.

Setelah dicek, teman yang dititipi uang miliknya rajin membagikan info pengembalian dan penarikan uang milik orang-orang yang menabung di tempatnya. Ida pun percaya orang tersebut amanah apalagi ia juga menggunakan pakaian muslimah sesuai syariat Islam. Banyak testimoni yang menyampaikan ucapan terima kasih kepadanya. Ida merasa tenang ia dapat menabung di orang tersebut.

Hari terus berganti, Ida makin rajin menabung untuk ayahnya. Namun, sebuah pesan masuk ke gawainya. Seseorang yang ia titipi uang dikabarkan menghilang. Ida mulai menghubungi temannya, Ira, dan bertanya mengenai kabar yang beredar. Ira pun mengaku tidak dapat menghubungi orang tersebut. Uang Ira pun dibawa oleh orang tersebut meski jumlahnya tak sebanyak milik Ida. Ida dan Ira kini mulai mencari keberadaan orang tersebut. Keduanya telah menjadi korban penipuan.

Ada kabar beredar bahwa kenalan Ira dilaporkan pihak polisi atas kasus penipuan dengan total diperkirakan mencapai empat miliar rupiah. Ia menjadi buronan polisi karena laporan yang masuk kepada pihak polisi telah mencapai ratusan orang. Nominal kerugian para pelapor beragam. Mulai dari ratusan ribu hingga ratusan juta rupiah. Curhatan para korban mulai naik ke permukaan. Bahkan, kabar itu sampai diberitakan oleh salah satu televisi swasta.

Maaf, Ayah!

Kejadian hilangnya uang Ida yang dibawa oleh kenalan Ira membuat dirinya terguncang. Ia selalu pusing saat mengingat kejadian itu. Air matanya menetes teringat wajah sang ayah saat menceritakan impiannya. Maaf, Ayah! Ia merasakan berat dalam menghadapi ujian itu. Ia tak berani menceritakan kejadian itu pada siapa pun. Ia tidak ingin membuat keluarga bertambah sedih.

Dalam doanya, Ida selalu memohon agar Allah Taala memberikan kemudahan baginya untuk mewujudkan impian sang ayah. Ia selalu meminta maaf pada ayahnya karena ia belum bisa memberikan yang terbaik sebagai seorang anak. Ujian kehilangan materi yang ia rasakan baru bisa ia terima ketika ia membaca salah satu ayat Al-Qur’an dalam kesempatan yang lain. Dalam surah Al-Baqarah ayat 155, Allah Taala berfirman,

“Dan pasti Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira pada orang-orang yang sabar.”

Sungguh, menerima setiap ketetapan yang ada dalam kehidupan adalah bagian dari perkara hati yang harus selalu diasah. Mungkin bagi sebagian orang kehilangan harta bukanlah ujian yang berat. Namun bagi sebagian yang lain, itu merupakan ujian berat dengan segala keterbatasan yang mereka miliki. Bahkan, kata maaf pun tak bisa menebus rasa bersalah ini.

Adalah kewajiban setiap muslim untuk meyakini bahwa segala yang terjadi adalah kehendak Allah Taala. Namun perlu diingat, setiap muslim harus berhati-hati dalam mengambil tindakan dalam kehidupan. Muslim harus memerhatikan segala risiko yang ditimbulkan atas tindakannya. Sebab, setiap orang akan dimintai pertanggungjawaban dari setiap area yang ia kuasai.

Terlebih lagi, dalam sistem yang tidak diterapkan Islam di dalamnya, segala bentuk kejahatan bisa saja terjadi. Banyak orang yang dengan mudah mencederai amanah yang diberikannya. Banyak pula orang yang termakan janji-janji manis pada orang yang terlihat baik. Inilah kondisi kehidupan yang jauh dari suasana keimanan.

Wallahu a’lam bishawaab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Firda Umayah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
My Lovely Mom
Next
Di Balik Kabinet "Gemoy" Ada Bagi-Bagi Kekuasaan
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

3 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
28 days ago

Alhamdulillah, jazakumullah khoiron

Maftucha
Maftucha
27 days ago

Barakallah mbak,, kasihan ya... Hari ini begitu banyak penipuan, parahnya yang melakukan justru sepertinya "islami".. Kita harus berhati-hati

trackback

[…] Baca juga: Maaf, Ayah! […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram