Rencana pembentukan kabinet zaken berujung kabinet seken memang hal yang lumrah dalam demokrasi yang bermahar fantastis. Niat hati ingin perubahan namun harus membalas budi pada parpol dan pendukungnya.
Oleh. Novianti
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Prabowo Subianto resmi dilantik menjadi presiden Indonesia ke-8 pada 20 Oktober 2024. Saat pelantikan, Prabowo menyampaikan pidato dengan berapi-api sembari menyampaikan janji-janji untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Mulai dari pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, stunting, pemberantasan korupsi, dan menjadi negara berdaulat.
Kurang dari 24 jam pasca pelantikan, Prabowo mengumumkan kabinetnya yang disebut Kabinet Merah Putih (KMP). Masyarakat berharap, sebagai seorang yang berlatar belakang militer, Prabowo membuat gebrakan perubahan yang berani.
Kabinet Seken
Akan tetapi, harapan masyarakat bagai layu sebelum berkembang. Demi menjalankan pemerintahan lima tahun ke depan, Prabowo bukan membentuk kabinet zaken, melainkan kabinet seken. Istilah "zaken" berasal dari bahasa Belanda yang berarti urusan atau masalah. Kabinet zaken dicirikan terdiri dari orang-orang yang memiliki keahlian atau kompetensi di suatu bidang, bukan karena afiliasi politik tertentu. Mereka para profesional yang bebas dari kepentingan partai politik (parpol) atau suatu kelompok, fokus menyelesaikan persoalan-persoalan demi mencapai tujuan.
Ciri kabinet zaken tidak tampak dalam KMP. Prabowo memasukkan 22 wajah lama seperti Sri Mulyani, Zulkifli Hasan, Bahlil Lahadalia, dan Erick Thohir pada posisi strategis. Total ada 48 menteri, 56 wakil menteri, dan lima kepala badan. Posisi Kemenko didominasi oleh orang-orang parpol, sementara nama-nama lain berasal dari parpol yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju dan aktor penting di Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran.
Sudah bisa diprediksi bagaimana roda pemerintahan periode 2024-2029 ini berjalan. Prabowo akan dibantu kabinet seken, kabinet baru rasa lama. Tidak akan ada perubahan kebijakan yang mendasar. Meskipun menyadari Indonesia menghadapi persoalan serius, tetapi apalah daya, Prabowo sudah terjebak. Ia harus membalas budi pada parpol dan pendukungnya.
Kabinet Boros Anggaran
Di tahun pertama kepemimpinannya, Prabowo dihadapkan pada utang jatuh tempo sebesar Rp800,33 triliun berikut bunganya Rp552,9 triliun. Disusul oleh utang baru sebesar Rp775,9 triliun yang sebagian besar akan digunakan untuk membayar utang yang sudah jatuh tempo. Indonesia sudah dalam situasi gali lubang, tutup lubang. Jangankan mau membangun, untuk bayar utang dan biaya pegawai saja sudah ngos-ngosan.
Dalam keadaan defisit semacam ini, Prabowo seharusnya tidak bermewah-mewahan dalam membelanjakan anggaran. Akan tetapi, struktur bentukan Prabowo malah tambah gemuk dan tentunya berimbas pada ruang fiskal yang makin sempit. Menurut analisis Center of Economic and Law Studies, total estimasi kebutuhan gaji dan tunjangan kabinet Prabowo mencapai Rp777 miliar per tahun. Diperkirakan ada peningkatan sekitar Rp389,4 miliar per tahun dibandingkan dengan era Jokowi. Jika dihitung selama lima tahun, ada estimasi anggaran tambahan sebesar Rp1,95 triliun dari periode sebelumnya.
Angka tersebut belum termasuk gaji para staf pendukung, pengadaan mobil dinas, fasilitas kantor, hingga pembayaran gaji pensiun bagi menteri dan wakil menteri tersebut. KMP berpotensi menimbulkan pemborosan anggaran yang sangat signifikan. Tentunya ini memperparah kerentanan fiskal yang sudah terseok-seok akibat tanggungan utang dan bunganya. Lalu, bagaimana Prabowo dapat mewujudkan komitmennya dalam kondisi negara yang sudah reyot, digerogoti pula oleh para politisi dan oligarki yang rakus?
Misleading Kekuasaan
Setiap pergantian presiden, rakyat gegap gempita menyambutnya. Akan tetapi hanya sesaat, berganti dengan jeritan rakyat yang tak berkesudahan. Inilah konsekuensi dari penerapan sistem demokrasi. Rakyat harus berulang menelan pil pahit, menjadi korban kebohongan parpol. Semua janji yang diumbar selama pemilu berlalu begitu saja. Para penguasa dan pejabat amnesia massal terhadap amanah suara dan nasib rakyat.
Hal yang belum banyak dipahami, mempertahankan sistem demokrasi untuk meraih kesejahteraan dan keadilan merupakan misleading. Siapa pun yang ingin menjadi presiden harus memberikan mahar politik kepada kendaraannya. Keterlibatan para oligarki sudah tidak terelakkan sebagai pemilik modal yang juga punya kepentingan terhadap kekuasaan.
Baca juga: Di Balik Kabinet Gemoy, Ada Bagi-Bagi Kekuasaan
Antarpartai saling berkoalisi seperti dalam tubuh Koalisi Indonesia Maju. Beberapa partai bergabung mendukung Prabowo. Partai yang menjadi pesaing saat pemilu pun seperti Nasdem, PPP, Perindo, dan PKS akhirnya ikut bergabung. Tidak ada check and balance dalam tubuh pemerintah. Peran DPR pun sudah tidak bisa diharapkan karena dikuasai partai pro pemerintah. Parahnya lagi, dari 580 anggota DPR yang baru saja dilantik, 60 persennya atau sebanyak 354 orang terafiliasi dengan bisnis.
Presiden terpilih hanya mengagregasi kepentingan pendukungnya. Inilah cacat demokrasi yang sangat menonjol, tidak ada parpol besar yang menguasai mayoritas mutlak di parlemen dan tersusun kabinet tanpa koalisi dengan parpol lainnya. Alih-alih stabil, justru kabinet mudah terguncang yang kemudian memaksa ada tawar-menawar di antara partai.
Pemimpin dalam Sistem Islam
Berbeda dengan sistem demokrasi, Islam telah mengatur cara pemilihan pemimpin berikut dengan struktur pemerintahannya. Rasulullah saw. memberikan contoh tata kelola negara yang kemudian dilanjutkan oleh pemimpin negara berikutnya yaitu para khalifah. Calon pemimpin harus memenuhi tujuh syarat yaitu Islam, balig, laki-laki, berakal, merdeka, adil, dan mampu.
Dengan syarat yang ketat, bukan sembarang orang bisa menjadi khalifah. Tugas khalifah adalah melayani umat dengan menerapkan syariat Islam secara kaffah. Tidak ada peluang permainan antara penguasa dengan pihak lain untuk mengubah aturan yang akan menguntungkan pihak tertentu. Ini dikarenakan Islam menjunjung tinggi hukum Allah, bahwa kedaulatan ada pada hukum syarak. Allah Swt. mengingatkan umat Islam dalam surah Al-An’am ayat 57 ,”…Menetapkan (hukum itu) hanyalah hak Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia pemberi keputusan yang terbaik.”
Di dalam sistem Islam, kekuatan terpusat pada tangan seorang khalifah, betul-betul bulat. Tidak terbagi seperti dalam konsep trias politika. Dengan kekuasaan yang besar dan kuat, tidak berarti seorang khalifah kebal hukum. Sebaliknya, justru ia harus tunduk kepada hukum Allah yang didorong atas dasar ketakwaannya.
Dengan demikian, seorang khalifah benar-benar independen, hanya tunduk kepada Allah. Tidak terjerat oleh kepentingan yang menuntut hubungan balas jasa atau balas dendam. Sebagai satu-satunya pemimpin di tengah kaum muslimin, ia fokus mengurus seluruh urusan rakyat, tanpa pandang bulu. Dengan cara inilah, tradisi transaksi dalam sistem politik sekuler demokrasi tidak akan terjadi dalam sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah.
Khatimah
Berharap Indonesia berdaulat dan berkah dengan bertahan dalam sistem demokrasi adalah mimpi di siang bolong. Pun prinsip-prinsip dalam demokrasi bertentangan dengan akidah Islam. Ini harus dipahami umat, demokrasi bukan sebatas cara melainkan haram dipilih. Dengan mendukung demokrasi berarti melanggengkan kemungkaran dan membiarkan gaya hidup liberal.
Islam sebagai agama sempurna tidak pernah melalaikan satu pun perbuatan kecuali ada dalil yang menghukuminya. Begitu pula tentang sistem pemerintahan, baik dalam pemilihan pemimpin, struktur pemerintahan, dan tugas tanggung jawabnya. Opini inilah yang harus dideraskan ke tengah umat agar tidak terus-menerus berjuang dalam sistem demokrasi yang pasti sia-sia dan berujung kecewa.
Wallahu a'lam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com