Mujahid Syahid, Perjuangan Kian Solid

Mujahid Syahid, Perjuangan kian Solid

Mujahid dan pemimpin tangguh dibutuhkan untuk membebaskan Palestina. Mereka yang berani bersikap tegas seperti pemimpin kaum muslim terdahulu.

Oleh. N' Aenirahmah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Mujahid Palestina Yahya Sinwar, sang martir perlawanan telah syahid. Bumi Palestina menderita selama puluhan tahun. Kemuliaan dan kesuciannya dirampas oleh penjahah Israel. Muslim Gaza bersedih karena kehilangan para pemberani yang lantang menyuarakan perlawanan dan membuat gentar hati lawan. Namun demikian, Hamas dan seluruh rakyat Palestina akan tetap solid memperjuangkan kesucian tanah ribath dan bumi para nabi.

Yahya Sinwar diberitakan tewas dalam serangan Israel pada Rabu, 16 Oktober 2024. Sang mujahid telah gugur sebagai pahlawan sejati. Terlihat dalam video di detik terakhirnya masih melakukan perlawanan walaupun hanya melempar sebilah kayu ke arah drone yang mengincarnya. Ia tidak bersembunyi di terowongan atau di bawah tanah sebagaimana yang dinarasikan penjajah Israel. (CNNIndonesia.com, 19-10-2024)

Masa Muda Yahya Sinwar

Yahya Sinwar lahir pada 29 Oktober 1962 di kamp Khan Younis di Gaza. Orang tua sang mujahid adalah korban peristiwa Nakba 1948, dengan terpaksa mengungsi meninggalkan tempat kelahiran Ashkelon yang direbut Zionis Israel.

Yahya Sinwar sejak usia muda sudah aktif dalam politik perjuangan pembebasan Palestina. Mujahid pemberani ini mengalami beberapa kali penangkapan oleh tentara Israel. Pada tahun 1982 dalam usia 19 tahun, ia terlibat aktivitas anti-Zionis yang menyebabkannya jadi tahanan. Pada tahun 1985, dirinya kembali tertangkap dalam perjuangan yang serupa.

Di dalam penjara ia bertemu dengan Ahmad Yasin pendiri Hamas. Pertemuannya ketika menjadi seorang mujahid muda dengan Ahmad Yasin menjadi amunisi perjuangan makin menggelora. Setelah dibebaskan yang kedua inilah dia mendirikan organisasi Al-Majd dan kemudian bersatu dengan Hamas serta berkomitmen untuk membersihkan Gaza dari pengkhianat.

Pada tahun 1988, mujahid perkasa ini ditangkap untuk ketiga kalinya karena dituduh telah merusak rencana spionase dan tindakan subversif Israel di Gaza. Ia dijatuhi vonis hukuman seumur hidup.

Namun, pada tanggal 18 Oktober 2011, Israel menukar 1.027 tahanan termasuk mujahid Yahya Sinwar dalam kesepakatan pertukaran tahanan tingkat tinggi. Yakni menukar Yahya Sinwar dengan prajurit IDF (Israel Defence Forces) Gilad Shalit yang diculik tentara Hamas.

Perjalanan sang Mujahid

Berbekal pengalamannya sebagai pemimpin penjara, Yahya Sinwar pun meraih reputasi di Hamas. Pada tahun 2017, ia terpilih sebagai ketua Hamas di jalur Gaza. Kecerdasannya dalam strategi dan politik telah membawa sang mujahid menjadi pemimpin dalam Great Match of Return atau protes damai menuntut pembukaan blokade Gaza pada tahun 2018.

Dalam perkembangan selanjutnya, Yahya Sinwar berhasil membakar semangat perlawanan para mujahid lain beserta rakyat Palestina. Dirinya menyerukan agar setiap orang bangkit membela Al-Aqsa. Seruan ini disampaikan dalam pidatonya pada peringatan hari jadi Hamas yang ke-35.

Petikan pidato menggugah dari sang mujahid adalah sebagai berikut, "Kami akan datang padamu. Insyaallah dalam badai yang kencang. Dengan roket tak berujung, dalam banjir pejuang yang tidak kenal lelah, dan jutaan rakyat kami seperti pasang surut yang tak berkesudahan."

Gagasan Yahya Sinwar, sang mujahid mulia inilah yang kemudian dikenal dengan Operasi Badai Al-Aqsa. Serangan ini telah berhasil membobol kekuatan keamanan Israel dengan melumpuhkan 1.200 pasukan, melukai 2.000 orang, dan menawan ratusan lainnya.

Sosok Yahya Sinwar sebagai seorang mujahid pemberani sekaligus pemimpin Hamas pun sudah lama menjadi target incaran Israel. Hal ini karena dia menjadi dalang di balik ide Operasi Badai Al-Aqsa pada 7 Oktober 2023. Bahkan Israel menyebutnya sebagai Mastermind atau Sang Wajah Kejahatan.

Begitulah perjalanan hidup Yahya Sinwar, sosok mujahid yang teguh pendirian yang hari-harinya dipenuhi dengan perjuangan dan pengabdian untuk memerdekakan Palestina. Ia bagaikan singa di siang hari dan menjadi rahib yang bersimpuh di hadapan Rabb-nya di malam hari. Bahkan ia merindukan mati sebagai syuhada dalam membela agama, kesucian jiwa, dan kemuliaan Al-Aqsa.

Baca juga: Yahya Sinwar

Keimanan sang Mujahid Sekokoh Baja

Mata dunia tertuju pada Palestina. Bagaimana mungkin ada penduduk dan mujahid yang tidak pernah tergoyahkan. Berbagai derita tidak menyurutkan langkah perjuangan. Kesabaran telah melekat pada diri dan keimanan terpatri dalam dada. Setiap diri dari mereka rindu darahnya menetes sebagai syuhada. Mereka telah memilih jual beli dengan Allah Swt. sebagai sebaik-baik pilihan mengakhiri kehidupan dalam jihad fi sabilillah.

Kondisi di atas sesuai dengan firman-Nya dalam surah At-Taubah ayat 111 yang artinya, "Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah sehingga mereka membunuh atau terbunuh. Sebagai janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung."

Ke Mana para Penguasa Muslim?

Israel terus melakukan pembantaian terhadap Gaza tanpa perikemanusiaan. Seakan tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan Zionis Israel dalam pembantaian ini. Bahkan kecaman dunia berupa tekanan dalam dan luar negeri tidak mampu menghentikan kebiadabannya. Israel tetap melakukan genosida terhadap seluruh rakyat Palestina tanpa terkecuali anak-anak dan perempuan. Mulai dari menyerang pemukiman warga, kamp-kamp pengungsian, fasilitas kesehatan, dan tempat ibadah.

Berdalih untuk melawan Hamas secara brutal serangan pun dilancarkan. Israel berniat menghilangkan dan mencegah Hamas untuk hidup kembali. Israel mengira Hamas akan lemah dan tidak punya daya untuk bangkit jika pemimpinnya gugur. Namun, di luar dugaan Hamas beserta para mujahidnya tetap berdiri kokoh menuntut Israel agar menarik pasukan, memberi ruang bagi pengungsi Gaza untuk pulang ke rumahnya, dan memerdekakan Palestina.

Selama puluhan tahun Palestina bekerja sendiri melawan kezaliman Israel. Para penguasa negeri-negeri muslim hanya menjadi penonton dan diam melihat saudara muslim lainnya dalam pembantaian. Mereka tersandera national state. Narasi yang dibangun adalah konflik perbatasan sebagaimana yang disuarakan negara adidaya. Bahkan para penguasa negeri-negeri muslim cenderung memfasilitasi Israel dengan memberikan jalur darat untuk moda angkutan Israel bebas mengangkut kebutuhan melalui Bahrain, Dubai, dan Arab Saudi.

Miris, penguasa muslim justru memberikan karpet merah bagi penjajah Palestina. Di sisi lain, tutup mata dengan penderitaan dan hilangnya nyawa saudaranya di Palestina.

Dunia melihat perlawanan yang dilakukan rakyat Palestina dan para mujahidnya sebetulnya tidak seimbang. Hamas sebagai organisasi nonpemerintah melawan Israel yang didukung negara adikuasa AS dan sekutunya. Patut diakui dalam kiprah perjuangannya, Hamas dan mujahid-mujahidnya berhasil menciptakan terapi kejut dalam setiap serangan terhadap Israel, termasuk badai topan pada 7 Oktober 2023. Seandainya Israel berani melawan pejuang Palestina secara berhadapan tentu mereka kalah, apalagi jika seluruh negeri-negeri muslim bersatu melawan Israel. Dalam hitungan hari tentu bisa mengusir Israel untuk angkat kaki dari bumi Palestina.

Khatimah

Membebaskan Palestina membutuhkan pemimpin dan para mujahid tangguh yang berani mengambil sikap tegas sebagaimana para pemimpin kaum muslim terdahulu. Sultan Salahudin al-Ayyubi mampu membebaskan Palestina dengan membangun kekuatan militer dan menyatukan wilayah kaum muslim yang terpecah belah.

Pemimpin itu adalah khalifah yang akan memimpin perang secara langsung dengan Israel dan menyerukan jihad bagi setiap muslim dari berbagai penjuru dunia. Hanya khalifah yang mampu mengembalikan Palestina menjadi negara yang aman bagi tiga agama. Allahu Akbar!
Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
N' Aenirahmah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kabinet Gemoy, Politik Balas Budi dalam Demokrasi
Next
Politik Dinasti dan Demokrasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Dyah Pitaloka
Dyah Pitaloka
20 days ago

Orang tua beliau korban peristiwa Nakba, titik balik Palestina. Semoga Allah menempatkan beliau di sisi terbaik. Suka malu sendiri membaca perjuangan orang-orang Gaza. Kita jauh masih mengeluh kehidupan dunia saja, sementara itu mereka berjuang jiwa raga demi tanah air dan al Aqsha. Astaghfirullah.. syukron tulisannya bunda..

Een Aenirahmah
Een Aenirahmah
17 days ago
Reply to  Dyah Pitaloka

Betul teh, ibrahnya bagi kita harus semaki n semangat memperjuangkan Islam. Sebab hanya dengan tegak Islam, Palestina bisa terbebas dari penjajahan Israel dan sekutunya

Een Aenirahmah
Een Aenirahmah
17 days ago
Reply to  Yuli Sambas

Aamiin yaa rabbal alamiin
Menuju Palestina merdeka secara hakiki

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram