Politik dinasti merupakan satu hal yang niscaya dalam demokrasi. Ide dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya sebatas jargon.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-“Wakil rakyat kumpulan orang hebat. Bukan kumpulan teman-teman dekat. Apalagi sanak famili."
Potongan lirik lagu Surat Buat Wakil Rakyat yang dinyanyikan oleh Iwan Fals ini seolah mewakili harapan rakyat terhadap para wakil mereka. Mereka berharap para wakil rakyat tersebut adalah orang-orang hebat yang memiliki kompetensi. Mereka menjadi anggota dewan karena punya prestasi, bukan karena politik dinasti.
Sayangnya, harapan itu hanya tinggal harapan. Politik dinasti terus terjadi. Yang terbaru adalah masuknya Romy Sukarno sebagai anggota DPR RI dari Dapil Jatim VI. Romy Sukarno mendapat 51.245 suara dan menempati peringkat keempat dalam perolehan suara. Lantas, bagaimana ia dapat melenggang ke Senayan, padahal di dapil ini PDIP hanya mendapat jatah dua kursi?
Politik Dinasti Terus Terjadi
Ada sembilan kursi yang diperebutkan di Dapil Jatim VI meliputi wilayah Blitar, Kediri, serta Tulungagung. Pada Pileg 2024, PDIP mendapat jatah dua kursi. Otomatis yang akan menduduki kursi tersebut adalah peringkat pertama dan kedua, yaitu Pulung Agustanto yang mendapat 165.869 suara dan Sri Rahayu yang mendapat 111.284 suara.
Pulung Agustanto yang tak lain adalah adik Pramono Anung pun memastikan untuk menempati posisi tersebut. Sementara itu, Sri Rahayu mengundurkan diri. Oleh karena itu, yang berhak menggantikan Sri Rahayu adalah Arteria Dahlan yang mendapat 62.242 suara dan berada di posisi ketiga. Namun, Arteria Dahlan kemudian juga mengundurkan diri. KPU kemudian menetapkan Hendra Rahtomo alias Romy Sukarno yang menjadi anggota DPR RI melalui Keputusan KPU Nomor 1401 Tahun 2024. (tempo.co, 02-10-2024)
Baik Sri Rahayu maupun Arteria Dahlan mengatakan bahwa mereka diminta mundur untuk memuluskan jalan Romy Sukarno untuk menjadi anggota DPR. Romy adalah anak Rachmawati Soekarnoputri, adik Megawati Soekarnoputri. Arteria mengatakan bahwa sebagai petugas partai, ia merasa mulia jika posisinya digantikan oleh Romy yang merupakan bagian dari royal family, yakni keturunan langsung dari Presiden Pertama RI Ir. Soekarno. (cnnindonesia.com, 30-09-2024)
Masuknya Romy Sukarno sebagai anggota DPR RI makin menguatkan dugaan adanya politik dinasti di negeri ini. Namun, masyarakat sepertinya menganggap hal itu wajar. Tidak ada penolakan, apalagi demo besar-besaran untuk mencegahnya. Rakyat tidak merasa ditipu karena calon yang mereka pilih tidak menduduki kursi tersebut. Kursi itu justru diberikan kepada orang lain yang pada awalnya tidak berhak menempatinya.
Penolakan Masyarakat
Sikap masyarakat terhadap kasus Romy ini berbeda dengan sikap mereka terhadap kasus Kaesang. Penolakan masyarakat terhadap pencalonan Kaesang karena masyarakat khawatir ada upaya untuk mengubah undang-undang. Sementara itu, dalam kasus Romy, telah ada undang-undang yang mengatur hal tersebut sehingga masyarakat membiarkan.
Politik dinasti bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat. Sebenarnya, para pendiri negara Paman Sam ini menolak politik dinasti. Hal ini tercantum dalam konstitusi AS yang menyatakan bahwa pemimpin dihasilkan dari surat suara (ballot), bukan keturunan (blood). Oleh karena itu, kata “dinasti” dianggap sebagai dirty word.
Meskipun demikian, politik dinasti seperti tidak dapat dielakkan di negara itu sejak dahulu. Pada 1848, lebih dari 16 persen kursi Kongres AS diisi oleh keluarga dari anggota parlemen sebelumnya. Yang lebih mengejutkan, pada 2006 terdapat 40 persen anggota Kongres yang menduduki kursi parlemen selama lebih dari satu periode dan memiliki keluarga yang melanjutkan karier politik mereka.Dinasti politik yang paling terkenal di AS adalah dinasti Kennedy. Dinasti politik ini dimulai dengan karier Joseph Kennedy sebagai Dubes AS untuk Inggris. Saat menjadi Dubes, anak keduanya yang bernama John F. Kennedy menjadi sekretarisnya. John kemudian berhasil menjadi Presiden AS pada usia 35 tahun dan menjadi presiden termuda.
John kemudian memberikan jabatan kepada saudara-saudaranya, yaitu Robert Kennedy dan Edward Kennedy. Ia terbunuh pada 1963, disusul Robert yang juga terbunuh pada 1968. Sementara itu, Edward Kennedy menjadi senator yang paling lama menduduki jabatannya, yaitu antara 1962–2009. (liputan6.com, 15-07-2024)
Politik dinasti juga terjadi di banyak negara lain. Laman theconversation.com menyebutkan bahwa di Kanada ada dinasti Trudeau, sedangkan di India ada dinasti Nehru-Gandhi. Hingga saat ini, keluarga Nehru-Gandhi masih memegang peranan penting dalam dunia perpolitikan di India.
Bahaya Politik Dinasti
Politik dinasti dianggap berbahaya bagi demokrasi. Politik dinasti dipandang dapat menyebabkan terkonsentrasinya kekuasaan pada satu keluarga atau kelompok dalam jangka waktu yang lama. Keluarga atau kelompok ini berpotensi menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka.
Selain itu, politik dinasti juga akan membentuk struktur pemerintahan yang dapat melindungi anggota keluarga dari pengawasan eksternal serta memfasilitasi praktik korupsi. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya praktik nepotisme serta patronasi. Mereka juga akan melakukan institutional drift, yakni mengubah aturan sedemikian rupa untuk mendukung kelanggengan dinasti.
Dampak politik dinasti bagi rakyat adalah diabaikannya kepentingan rakyat. Pelaku politik dinasti akan sibuk mempertahankan kekuasaan daripada melayani masyarakat. Persoalan-persoalan penting yang berkaitan dengan kebutuhan rakyat cenderung diabaikan. Akibatnya, layanan pendidikan, kesehatan, maupun fasilitas umum lainnya akan makin buruk.
Mengapa Terjadi Politik Dinasti?
Politik dinasti terjadi karena demokrasi mengakui kebebasan berpolitik bagi setiap orang. Oleh karena itu, tidak ada yang berhak melarang seseorang untuk menjadi anggota DPR maupun menduduki jabatan di pemerintahan. Tidak ada larangan bagi anak atau cucu presiden maupun mantan presiden untuk menjadi pejabat, selama ia tidak melanggar konstitusi.
Apalagi dalam sistem demokrasi, konstitusi dapat dirancang sesuai kepentingan dan keinginan para pemegang kekuasaan. Memang, salah satu pilar demokrasi adalah kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat dapat membuat konstitusi melalui wakil-wakil mereka di parlemen.
Celakanya, para pencetus ide ini lupa kalau manusia mempunyai nafsu sehingga cenderung mementingkan kepentingan diri atau kelompoknya. Inilah yang kemudian terjadi. Saat membuat undang-undang, mereka tidak memperhatikan kepentingan rakyat. Sebaliknya, undang-undang yang mereka buat hanya untuk kepentingan segelintir orang.
Segelintir orang yang mereka perjuangkan ini adalah para pemilik modal yang telah berjasa dalam membantu mereka meraih kursi kekuasaan. Para kapitalis inilah yang membantu mereka dengan dana yang sangat besar. Oleh karena, mereka akan terus memperjuangkan sekelompok kecil rakyat ini agar dapat terus berkuasa.
Demikianlah, pemegang kekuasaan dan para wakil rakyat pun bersekongkol untuk mengkhianati rakyat yang telah memilih mereka. Mereka dekat dengan rakyat hanya saat membutuhkan suara rakyat. Namun, setelah mereka berhasil meraih kekuasaan, mereka pun mengucapkan selamat tinggal kepada rakyat.
Tidak Ada Politik Dinasti dalam Islam
Hal ini berbeda dengan sistem Islam yang meletakkan kedaulatan di tangan Allah Swt. Oleh karena itu, hanya Allah Swt. yang berhak membuat aturan. Sementara itu, manusia berkewajiban untuk melaksanakan aturan ini.
Allah Swt. telah menetapkan aturan-Nya dalam Al-Qur’an dan hadis. Hadis dapat berupa ucapan, perbuatan, maupun pengakuan Rasulullah saw. Rasulullah saw. telah memberikan penjelasan tentang cara mengangkat pemimpin yang memegang kekuasaan. Seseorang dapat diangkat menjadi pemimpin jika ia memenuhi beberapa kriteria, yaitu muslim, laki-laki, berakal, balig, merdeka, adil, dan mampu.
Dalam sistem Islam, kaum muslim juga memiliki wakil yang dapat menyampaikan aspirasi mereka yang disebut majelis syura atau majelis umat. Untuk menjadi anggota majelis syura, seseorang harus memenuhi kriteria, yaitu merdeka, balig, dan berakal. Anggota majelis syura adalah orang yang benar-benar mewakili kelompoknya. Hal ini telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Beliau meminta kaum muslim untuk memilih 14 orang untuk mewakili kaum muhajirin dan ansar.
Baca juga: Demokrasi Kian Ringkih Inilah Kondisi Darurat Negeri
Namun, dalam sistem Islam, majelis syura tidak mempunyai wewenang dalam membuat undang-undang. Wewenang utama mereka adalah memberikan usulan kepada khalifah dalam masalah pendidikan, kesehatan, serta ekonomi. Mereka juga dapat melakukan muhasabah terhadap penguasa. Selain itu, mereka juga dapat memberikan pandangan mengenai undang-undang yang akan ditetapkan. Jika anggota majelis syura menampakkan ketidaksukaan terhadap wali (gubernur) atau mu’awin (wakil khalifah), khalifah harus memberhentikan wali atau mu’awin tersebut.
Contoh dari Rasulullah saw. inilah yang seharusnya diikuti oleh kaum muslim. Hal itu karena Rasulullah saw. adalah teladan yang baik yang telah disiapkan oleh Allah Swt. untuk kita. Allah Swt. telah berfirman dalam QS. Al-Ahzab [33]: 21
,لَقَدْ كَانَ فِي رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوْا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًا
Artinya: “Sungguh, pada diri Rasulullah terdapat teladan yang baik bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan datangnya hari kiamat serta banyak mengingat Allah.”
Khatimah
Demikianlah, politik dinasti merupakan satu hal yang tidak terelakkan dalam penerapan sistem demokrasi. Pada akhirnya, ide demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat hanya sebatas jargon. Ide ini dapat disebut sebagai ide yang khayali (khayalan) karena tidak dapat diterapkan dalam kehidupan.
Wallahua’lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca juga: Politik Dinasti dan Demokrasi […]
Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat sebatas jargon,,, betul pisan Mbak Qib
[…] Baca juga: politik-dinasti-dan-demokrasi/ […]