Presidential Threshold, Pemimpin Demagog, dan Demokrasi

presidential threshold, pemimpin demagog, dan demokrasi

Selama masih menerapkan demokrasi, dihapus atau tidaknya presidential threshold tetap akan memunculkan potensi lahirnya pemimpin demagog.

Oleh. Arum Indah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Penghapusan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai sebagai tonggak baru sejarah demokrasi di Indonesia. Banyak yang menyambut positif keputusan ini karena dianggap akan mengukuhkan prinsip demokrasi. Semua warga negara akan memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri ataupun dicalonkan. Langkah ini juga diharapkan akan mampu memunculkan peluang munculnya karakter pemimpin yang lebih beragam. Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Saleh Pertaonan Daulay mengatakan bahwa selama ada president threshold, para calon yang maju hanya mereka yang memiliki dukungan politik dalam skala besar, padahal dukungan itu akan sulit diperoleh orang yang berada di luar sistem kepartaian. (narasi.tv, 7-5-2025)

Akan tetapi, benarkah penghapusan presidential threshold akan membawa perubahan yang lebih baik bagi perpolitikan Indonesia?

Memunculkan Banyaknya Calon Pemimpin

Banyaknya pihak yang mendukung penghapusan presidential threshold ini beralasan akan menguatkan akuntabilitas parpol dan mereformasi sistem pemilu. Mereka menilai bahwa Indonesia memiliki banyak akademisi, tokoh masyarakat, dan aktivis yang mumpuni untuk menjadi pemimpin, tetapi figur-figur ini terhambat oleh aturan pemilu yang harus didukung oleh partai besar. Dengan penghapusan itu, tokoh-tokoh independen dan profesional diharapkan akan banyak bermunculan sehingga akan menghapus rasa apatis masyarakat terhadap pemilu.

Sudah menjadi rahasia umum, jika selama ini calon pemimpin yang ada lahir dari hasil koalisi dan kompromi antarpartai besar. Pencalonan seperti ini dianggap tidak mencerminkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu, penghapusan president threshold akan membuka gerbang bagi seluruh partai besar maupun kecil dan koalisi alternatif untuk mengajukan calon. Konsep ini dianggap akan memicu kompetisi yang lebih sehat antarpartai sebab mereka harus bekerja keras untuk menyusun visi misi yang relevan terhadap kondisi masyarakat. Peniadaan ambang batas presidential threshold ini juga mengejawantahkan prinsip kedaulatan rakyat dalam demokrasi sebab rakyat mempunyai banyak opsi untuk memilih pemimpin yang terbaik.

Lini Masa President Threshold di Indonesia

Pada Pemilu 2004 silam, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2003 telah ditetapkan bahwa pengusungan terhadap capres dan cawapres harus memperoleh 15% jumlah kursi DPR atau 20% perolehan suara sah pada pemilu periode sebelumnya. Aturan ini berubah lagi dengan diberlakukannya UU Nomor 42 Tahun 2008 yang menetapkan perolehan 20% jumlah kursi DPR atau 25% perolehan suara sah. Aturan ini tidak berubah hingga pemilu terakhir.

Sebelumnya, sebanyak 30 kali gugatan telah dilayangkan oleh politisi, LSM, dan individu  MK untuk uji materi atau judicial review terhadap Pasal 222 UU Pemilu, tetapi terus mengalami penolakan. Keputusan MK untuk mengetok palu menghapus presidential threshold terjadi setelah empat mahasiswa dari Fakultas Hukum dan Syariah UIN Sunan Kalijaga mengajukan gugatan. Adapun alasan MK menghapus Pasal 222 UU Pemilu karena dianggap bertentangan dengan konstitusi dan UUD 1945. Pertimbangan lainnya yakni ambang batas presiden berpotensi memunculkan calon tunggal, didominasi oleh partai-partai tertentu, cenderung hanya menghasilkan dua paslon dalam tiap pemilu, serta terpisahnya mandat pemilih pada lembaga eksekutif dan yudikatif.

Dampak Penghapusan Presidential Threshold

Meski banyak pihak yang menyambut positif akan keputusan MK, tak sedikit pula pihak yang mengkhawatirkan ketetapan ini. Sistem perpolitikan yang masih sarat dengan feodalisme dan keberpihakan kepada para oligarki justru membawa keputusan ini pada tantangan yang sangat serius, yakni meningkatnya konflik, politik praktik dagang sapi, dan tingginya politik transaksional. Banyaknya para kandidat pemimpin juga dikhawatirkan akan meningkatkan praktik-praktik culas seperti kampanye gelap, jual beli suara, dan kongkalikong elite-elite politik lain.

Banyaknya kandidat calon juga akan membuat suara rakyat terpecah ke banyak arah sehingga kemungkinan terjadinya pemilu dua putaran lebih besar. Saat putaran kedua berlangsung, bukan tidak mungkin akan terjadi koalisi antarpartai yang sebelumnya sudah mengusung paslon lain. Koalisi antarpartai ini sudah pasti akan sarat dengan kesepakatan dan kompromi elite politik. Ujung-ujungnya, calon yang terpilih akan tersandera dan lebih memilih memenuhi janji-janji koalisi ketimbang janji pada rakyat.

Selain itu, beberapa pihak juga mengkhawatirkan legitimasi hasil pemilu. Andai pemilu dua kali putaran tidak terjadi dan pemenang hanya ditentukan oleh perolehan suara tertinggi, kondisi ini justru rawan terjadinya konflik di tengah masyarakat. Suara yang terpecah ke banyak calon akan menyulitkan perolehan suara mayoritas dan akan berujung pada delegitimasi kekuasaan.

Demokrasi Lahirkan Pemimpin Demagog

Dihapus atau tidaknya presidential threshold tidak akan banyak berpengaruh pada konstelasi politik di Indonesia. Meski digadang-gadang akan berdampak positif, penghapusan ambang batas pencalonan ini tetap tidak akan melepaskan jati diri sistem demokrasi yang sarat dengan politik uang. Pasalnya, sistem politik demokrasi sering kali memerlukan biaya yang sangat besar untuk pencalonan kandidat, biaya kampanye, dan lain sebagainya.

Sistem politik demokrasi meningkatkan peluang munculnya para pemimpin demagog, yakni pemimpin yang sering membuai rakyat dengan janji-janji manis, menghasut, lebih mementingkan nafsu kekuasaan daripada kepentingan masyarakat, dan pandai bersilat lidah. Setelah mereka terpilih, mereka justru lebih mengutamakan kepentingan partai, fokus untuk memperkaya kelompoknya, dan penuh dengan praktik politik balas budi.

Selama negara ini masih berpijak pada sistem politik demokrasi sekuler, perombakan ataupun revisi seperti apa pun terhadap aturan dan undang-undang tidak akan memberikan perubahan yang hakiki sebab sistem inilah yang menjadi pangkal kerusakan dan menimbulkan banyak masalah.

Islam Lahirkan Pemimpin Ideal

Sosok pemimpin yang ideal hanya bisa diwujudkan dalam sistem Islam. Pemimpin dalam Islam disebut sebagai khalifah. Khalifah adalah orang yang mewakili umat dalam menjalankan pemerintahan, kekuasaan, dan penerapan hukum-hukum syariat. Islam menetapkan kedaulatan ada di tangan syarak, bukan umat. Inilah esensi utama perbedaan sistem Islam dengan sistem demokrasi. Islam mewajibkan pemimpin untuk menerapkan hukum syarak di seluruh lini kehidupan. Jadi, siapa pun pemimpinnya, ia wajib untuk menerapkan hukum Islam.

https://narasiliterasi.id/syiar/01/2025/pemimpin-harapan-umat/

Seorang khalifah diangkat oleh umat dan menjadi wakil umat untuk menjalankan hukum syarak. Islam juga telah menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang khalifah, yaitu muslim, laki-laki, balig, berakal, adil, merdeka, dan mampu. Syariat Islam juga telah menetapkan bagaimana metode pengangkatan seorang khalifah, yaitu baiat. Rasul bersabda, “Siapa saja yang telah membaiat seorang khalifah, lalu ia telah memberikan kepadanya genggaman tangannya dan buah hatinya, maka hendaklah ia menaatinya sesuai dengan kemampuannya.” (HR. Muslim)

Prosedur Praktis Pengangkatan Khalifah

Prosedur pengangkatan khalifah sebelum dibaiat bisa menggunakan bentuk yang berbeda-beda dan bisa jadi memiliki banyak calon atau bahkan calon tunggal. Setelah wafatnya Rasulullah, sebagian kaum muslim telah berdiskusi untuk mencalonkan khalifah. Para calon itu terdiri dari Saad, Abu Ubaidah, Umar, dan Abu Bakar, tetapi Abu Ubaidah dan Umar mengundurkan diri karena merasa Abu Bakar lebih layak untuk menjadi pemimpin. Setelah diskusi berlangsung, dibaiatlah Abu Bakar oleh kaum muslim.

Saat Abu Bakar merasa dirinya tidak mampu lagi menjalankan amanah sebagai pemimpin, Abu Bakar pun mencalonkan Umar sebagai penggantinya. Akan tetapi, penunjukan ini bukanlah akad pengangkatan Umar menjadi khalifah. Setelah Abu Bakar wafat, kaum muslim tetap membaiat Umar untuk menjadi pemimpin mereka.

Begitulah mekanisme pengangkatan khalifah, bisa lewat penunjukan ataupun pemilu. Namun, pemilu dalam Islam tidaklah sama dengan pemilu pada hari ini. Kaum muslim hanya memiliki waktu tiga hari untuk kekosongan pemimpin.

Khatimah

Selama masih menerapkan demokrasi, dihapus atau tidaknya presidential threshold tetap akan memunculkan potensi lahirnya pemimpin demagog. Alhasil, penghapusan ambang batas ini tidak akan memberikan perubahan hakiki pada konstelasi politik di Indonesia. Penting untuk diingat, sebaik dan sebanyak apa pun calon pemimpin, kezaliman akan tetap terjadi selama masih menerapkan hukum kufur.

Berbeda dengan Islam, dengan penetapan syarat bagi calon khalifah maka akan lahir pemimpin yang ideal. Selain itu, singkatnya batas waktu kekosongan pemimpin juga membuat sistem Islam terhindar dari praktik politik uang. Mekanisme pengangkatan khalifah ini hanya bisa diwujudkan ketika negara ini mau menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah.

Wallahu’alam bishawab []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Arum Indah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Membangun Kesadaran Umat di Bulan Rajab
Next
Nasib Tragis Anak-Anak Gaza
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram