PMI Bernasib Tragis di Perbatasan Malaysia

PMI bernasib tragis di perbatasan Malaysia

Nasib tragis yang menimpa PMI ilegal sebagai korban TPPO tersebut sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, tingginya tingkat pendidikan yang rendah, dan minimnya lapangan pekerjaan di negeri ini.

Oleh. Muthiah Al Fath
(Kontributor Narasiliterasi.Id)

Narasiliterasi.id-“Satu-satunya kejahatan kami adalah merantau ke negeri orang, meninggalkan keluarga kami demi mencari kehidupan yang lebih baik. Anehnya, kami dianggap sebagai penjahat. Kami dikejar, disiksa, dan dibunuh.

Lima pekerja migran Indonesia (PMI) ditembak oleh Petugas Agensi Penguatkuasa Maritim Malaysia (APMM), di Perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia (24-1-2025). Insiden ini menewaskan satu orang anak buah kapal (ABK), sementara empat korban lainnya tengah menjalani perawatan di RS Serdang dan Klang, Malaysia. Berdasarkan keterangan Kemenlu RI, dua orang korban dalam kondisi kritis usai menjalani operasi, sementara dua korban lainnya dalam kondisi stabil dan masih dalam perawatan. (kompas.com, 30-1-2025)

Insiden penembakan ini bukan kasus yang pertama. Migrant Care mencatat bahwa sedikitnya 75 PMI telah menjadi korban penembakan hingga tewas oleh aparat bersenjata Malaysia selama 20 tahun terakhir (2005 hingga 2025). Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo menegaskan bahwa peristiwa berdarah tersebut tergolong sebagai extrajudicial killing (pembunuhan di luar hukum) dalam perspektif HAM.

Kasus penembakan PMI menunjukkan adanya impunitas dan kurangnya upaya dari pemerintah Malaysia dan Indonesia dalam memberikan perlindungan maksimal bagi pekerja migran ilegal. Oleh sebab itu, insiden berulang ini menjadi pengingat agar selalu memasuki negara lain secara legal untuk mencegah masalah fatal. Pertanyaannya, mengapa banyak PMI yang justru memilih menempuh jalur ilegal?

Kronologi Penembakan PMI Ilegal

Singkatnya, insiden ini bermula ketika 26 WNI berusaha melarikan diri secara ilegal menggunakan boat. Namun, keberadaan boat tersebut diketahui oleh APMM, lalu mereka dikejar oleh kapal patroli Malaysia. Di tengah kegelapan malam dengan jarak sekitar 20-25 meter, petugas APMM melepas tembakan ke arah boat. Meski menerima tembakan, boat tersebut berhasil lolos dan merapat di kawasan hutan bakau daerah Banting, Selangor, Malaysia.

Direktur Jenderal APMM Laksamana Datuk Mohd Rosli Abdullah mengatakan bahwa penembakan terjadi sebagai respons terhadap perlawanan dari WNI. Namun, berdasarkan keterangan Dubes RI Hermono menyebut tidak ada perlawanan dari pihak WNI. Keterangan tersebut bersumber dari pengakuan korban penembakan tersebut.

Artinya, ada perbedaan fakta antara petugas APMM dan pihak korban. Akan tetapi, banyak pihak meragukan pernyataan petugas APMM. Banyak pihak menyebut bahwa tindakan APMM tidak dapat dibenarkan karena menyasar warga sipil yang “mustahil” melakukan perlawanan. Sebab jika benar imigran ilegal maka “umumnya” mereka akan melarikan diri, bukan melawan apalagi sampai sengaja menabrak kapal petugas yang relatif besar.

PMI Terpaksa Memilih Jalur Ilegal

Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada 2024 mencapai 282.477.584 dan berada di peringkat keempat sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Alhasil, Indonesia membutuhkan lapangan pekerjaan yang lebih besar. Kurangnya lapangan pekerjaan tentu berdampak pada tingginya angka pengangguran dan keterbatasan lowongan pekerjaan membuat banyak WNI terpaksa mencari pekerjaan ke luar negeri.

Bukan hanya masalah kurangnya lapangan pekerjaan, rendahnya upah di dalam negeri juga menjadi faktor banyaknya WNI lebih memilih bekerja ke luar negeri. Pasalnya, Indonesia menjadi negara dengan gaji paling kecil di Asia Tenggara dengan rata-rata sebesar USD325. Itulah mengapa banyak WNI memilih pergi ke Malaysia dengan rata-rata gaji yang lebih besar, yakni USD817.

Sekadar informasi, biaya visa kerja Malaysia bervariasi dengan proses yang dinilai cukup rumit. Dalam prosesnya tentu membutuhkan berbagai macam legalisasi dokumen dengan biaya mulai dari RM 1000 hingga RM 5000 (tergantung jenis pekerjaan, kualifikasi, dan kebutuhan tambahan). (jangkagroups.co.id, 20-1-2025)

Berbelitnya proses pengurusan dan mahalnya biaya visa membuat sebagian PMI dari kelompok masyarakat ekonomi bawah terpaksa memilih jalur ilegal. Kasus PMI ilegal akibat ulah calo nakal sering dikaitkan dengan kasus TPPO yang diatur dalam UU No.21 Tahun 2007.

PMI Ilegal Korban TPPO

Dalam praktiknya, banyak PMI yang menggunakan jasa calo tenaga kerja. Para calo sering kali memberi iming-iming informasi lapangan kerja dengan gaji tinggi untuk mengumpulkan sebanyak mungkin calon PMI potensial untuk dikirim ke negara tujuan. Mirisnya, para calo melakukan hal ini untuk menguntungkan diri sendiri.

Di balik kemudahan pengurusan visa kerja, ternyata para calo justru melanggar prosedur dan ketentuan pemerintah, serta melalui jalur tidak resmi. Hal ini berisiko memunculkan kasus PMI ilegal, kasus eksploitasi, dan perdagangan orang. Tentu saja korban para calo nakal tersebut kebanyakan adalah kelompok masyarakat ekonomi bawah yang tidak mampu membayar visa dan mayoritas memang pekerja kasar (unskilled labor) atau asisten rumah tangga. Alhasil, banyak PMI ilegal yang tertangkap karena tidak memiliki surat izin yang lengkap.

PMI ilegal dapat dikatakan sebagai korban TPPO karena hak-hak mereka rentan untuk dilanggar, baik dari pihak negara maupun di tempat ia bekerja. PMI ilegal jelas tidak memperoleh hak-hak layaknya PMI yang legal. Inilah bukti paradoksnya aturan HAM, di mana hak manusia ditentukan oleh selembar dokumen dan visa. Bukankah setiap manusia tidak pantas mendapat pembatasan HAM hanya karena perbedaan agama, ras, suku, dan status sosial? Betapa sulitnya memperoleh hak-hak kerja yang aman dan layak bagi mereka yang miskin dan terbelakang di sistem hari ini.

Perlindungan Hukum Terhadap PMI

Betapa kebijakan pemerintah terkait pasar kerja memiliki pengaruh yang amat besar, tidak hanya menyangkut kesejahteraan rakyatnya tetapi juga memengaruhi arus migrasi, perdagangan arus modal, dan mobilitas kerja. Dalam hal ini, pemerintah wajib melindungi dan menjamin hak warga negaranya untuk memperoleh pekerjaan yang layak, adil, dan tanpa diskriminasi.

Berdasarkan data dari BP2MI (Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia) mayoritas dari PMI periode 2018 hingga April 2020 adalah perempuan, yakni sebanyak 46.133 orang. Mayoritas bekerja pada sektor rumah tangga. Akibatnya, banyak terjadi kasus pelanggaran hak seperti kasus penyiksaan, eksploitasi fisik, dan kekerasan seksual. Berdasarkan data aduan yang diterima SBMI (Serikat Buruh Migran Indonesia), jumlah kasus PMI pada sektor rumah tangga mencapai 1.519 kasus. Tentu ini bukan jumlah yang sedikit.

Artinya, adanya UU No.39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan PMI belum mampu memberi perlindungan hukum yang kuat bagi PMI di luar negeri, baik legal maupun ilegal. Adapun langkah preventif dari pihak pemerintah hanya sebatas sosialisasi terkait PMI aman antara Kementerian Dalam Negeri dengan seluruh pemerintah desa dan Pemda. Padahal kita tahu bahwa nasib tragis yang menimpa PMI ilegal sebagai korban TPPO sangat dipengaruhi oleh kemiskinan, tingginya tingkat pendidikan yang rendah, dan minimnya lapangan pekerjaan. Di mana semua itu merupakan buah dari penerapan sistem pemerintahan sekuler-kapitalisme.

Bukti Bobroknya Kapitalisme

Persoalan ketenagakerjaan masih menjadi isu krusial di negeri ini. Berulangnya insiden penembakan PMI di jalur perbatasan Malaysia menjadi bukti bahwa bentuk perlindungan hukum baik preventif dan represif tidak mampu menutup celah terjadinya TPPO. Kematian para PMI ilegal merupakan salah satu bukti bobroknya kapitalisme beserta paham nasionalismenya.

Bagaimana masyarakat miskin yang tak mampu menempuh jalur legal untuk mencari kehidupan yang lebih baik bagi diri dan keluarganya dianggap sebagai sebuah pelanggaran, bahkan kejahatan. Kebijakan nasionalisme memang tidak berperasaan dan melihat segala sesuatu lewat kacamata keuntungan materi. Perlindungan batas negara suatu negara lebih diprioritaskan daripada martabat dan nyawa manusia.

Insiden penembakan PMI seolah menampakkan wajah asli sistem kapitalisme dengan nasionalistisnya yang tidak bermoral. Mirisnya, sistem ini dianut oleh negara-negara di seluruh dunia. Akibatnya, politik diwarnai oleh kepentingan ekonomi nasional yang egois dan menutup mata terhadap penderitaan rakyat kecil. Kapitalisme memang memiliki pandangan yang rabun, melihat rakyat kecil yang datang ke negaranya sebagai beban ekonomi.

Pihak pemerintah bukan tidak tahu kehadiran pekerja ilegal. Kehadiran pekerja ilegal dibutuhkan karena bisa dibayar murah dan tanpa tunjangan apa pun. Terkadang sebuah perusahaan membutuhkan pekerja ilegal untuk menghemat biaya produksi. Dengan begitu, perusahaan atau pabrik-pabrik bisa bertahan membayar sewa, pajak dan kewajiban lain yang dibebankan oleh negara. Adapun pihak pemerintah “berpura-pura” tidak tahu demi menjaga stabilitas perekonomian negaranya. Sebab mayoritas rakyat negara maju tidak berminat bekerja sebagai pekerja kasar dan asisten rumah tangga dengan gaji yang murah. Pihak calo biasanya telah bekerja sama dengan pihak perusahaan untuk menampung PMI ilegal tersebut.

Dunia Butuh Sistem Islam

Nasionalisme tidak hanya memecah-belah persatuan antara kaum muslim Indonesia dan Malaysia, bahkan melemahkan persatuan kaum muslim seluruh dunia. Sistem yang bersumber dari penjajah ini terbukti melemahkan kekuatan kaum muslim karena memandang penderitaan umat Islam di negara lain sebagai masalah asing yang tidak ada hubungannya dengan negaranya. Politik nasionalisme menyebabkan para rezim mengusir muslim dari negara lain yang mencari pekerjaan karena dipandang sebagai warga asing. Racun nasionalisme juga membuat para rezim memilih mengusir pengungsi asing dan membiarkannya mati di tengah laut daripada memberi mereka perlindungan.

Padahal Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 10, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Karena itu, damaikanlah kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah supaya kamu mendapat rahmat”.

Dunia ini membutuhkan sistem Islam sebagai alternatif. Sebuah sistem yang peduli terhadap kemanusiaan dan benar-benar bertujuan mengangkat penindasan dari muka bumi. Sistem yang menolak konsep nasionalisme dan mampu memberi perlindungan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang jenis kelamin, agama, ras, suku, kebangsaan, dan status sosial. Sistem yang memprioritaskan kesejahteraan seluruh rakyatnya dan menjadikan seluruh muslim bersaudara.

Dalam hadis riwayat Muttafaqun ‘Alayh, Rasulullah saw. pernah bersabda, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu perisai, orang-orang akan berperang (mendukungnya) dan berlindung dari musuh dengan kekuasaannya”.

Hadis di atas bermakna bahwa seorang pemimpin (khalifah) adalah perisai dan pelindung bagi rakyatnya. Untuk itu, negara Islam berkewajiban memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang yang membutuhkan perlindungan. Khilafah juga wajib memberi pekerjaan yang layak bagi seluruh laki-laki dewasa agar mereka mempunyai sumber nafkah untuk diri dan keluarganya. Negara juga memberi bantuan modal dan keterampilan melalui pendidikan agar mereka bisa bekerja atau membuat usaha mandiri.

Khatimah

Kemiskinan dan minimnya lapangan pekerjaan secara tidak langsung berpengaruh pada meningkatnya jumlah PMI ilegal. Dengan kata lain, kasus penembakan PMI di perbatasan Malaysia tidak bisa diselesaikan hanya dengan memperbaiki hubungan bilateral antara kedua negara. Sebab masalah ini begitu kompleks, yakni akibat penerapan sistem sekuler-kapitalisme yang membuat para rezim abai dalam memenuhi kewajibannya sebagai pengurus umat. Sebaliknya, melalui penerapan sistem Islam secara kaffah maka seluruh kaum muslim di wilayah mana pun akan hidup mulia di bawah panji Khilafah. Wallahu a’lam bi ash-shawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Muthiah Al Fath Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Pemimpin Sejati: Pelayan Rakyat yang Melindungi
Next
Eksploitasi Anak di Balik Gedung GISBH Malaysia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: PMI Bernasib Tragis di Perbatasan Malaysia […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram