Danantara, Antara Mimpi dan Realitas

Danantara antara mimpi dan realitas

Danantara diisi oleh tokoh-tokoh politik tertentu. Bisa dibayangkan, ada menteri yang mengawasi menteri lain, sudah bisa dipastikan akan kurang objektif dalam pelaksanaan tugasnya.

Oleh. Tinah Asri
(Kontributor Narasiliterasi.id & Aktivis Muslimah)

Narasiliterasi.id-Biarkan anjing menggonggong, kafilah tetap berlalu. Peribahasa ini sangat cocok jika dipakai untuk menggambarkan kondisi negeri kita saat ini. Seolah tidak peduli, meskipun menuai banyak kritik Presiden Prabowo Subianto tetap meresmikan Danantara pada tanggal 24 Februari 2025 yang lalu. Prabowo yakin, ke depannya Danantara bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi tanah air sehingga mampu bersaing dalam kancah persaingan ekonomi global.

Danantara adalah singkatan dari Daya Anagata Nusantara. Daya sama dengan kekuatan (energi), Anagata berarti masa depan, sementara Nusantara adalah nama lain dari wilayah Indonesia. Danantara dibentuk sebagai Badan Pengelola Investasi (BPI) yang membawahi semua Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti Bank Mandiri, Bank Republik Indonesia (BRI), Pertamina, PLN, Bank Nasional Indonesia (BNI), PT Garuda Indonesia, dll. (ketik.co.id, 02-03-2025)

Sementara Guru Besar Bidang Manajemen Keuangan Perusahaan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga (Unair), Rahmat Setiawan justru meragukan keberhasilan lembaga pengelola investasi tersebut. Ada beberapa kejanggalan yang menurutnya bisa berpotensi menimbulkan masalah di masa mendatang. Dalam pembentukannya, komposisi dewan pengurus Danantara diisi oleh tokoh-tokoh politik tertentu. Selain itu, Menteri BUMN sebagai Ketua Dewan Pengurus juga harus mengawasi Menteri Investasi yang justru menjabat sebagai Ketua Umum. Bisa dibayangkan, ada menteri yang mengawasi menteri lain, sudah bisa dipastikan akan kurang objektif dalam pelaksanaan tugasnya.

Ada Riba di Balik Danantara

Danantara pada dasarnya adalah Sovereign Wealth Funds (SWF) sebuah lembaga yang berfungsi sebagai kendaraan finansial milik negara, yang menguasai, mengelola, dan mengadministrasikan dana publik ke dalam aset-aset yang lebih luas. Ke depannya, Danantara akan melakukan pengelolaan terhadap aset-aset negara yang selama ini berada di bawah lembaga kementerian badan usaha milik negara.

Artinya, Danantara akan mengambil alih kepemimpinan terhadap lembaga-lembaga negara tersebut, kemudian keuntungan dari lembaga BUMN disetor langsung ke Danantara, selanjutnya akan dikembangkan menjadi aset-aset baru. Hasil dari aset-aset baru inilah yang akan digunakan untuk biaya proyek-proyek berkelanjutan seperti ketahanan pangan, pengembangan industri, energi terbarukan, dan hilirisasi sumber daya alam. Dengan adanya Danantara ini diharapkan ekonomi Indonesia bisa mengalami peningkatan hingga mencapai 8 persen dalam kurun lima tahun mendatang.

Ibarat judi, nasib BUMN dipertaruhkan. Apalagi kondisi sejumlah BUMN saat ini sedang tidak baik-baik saja, hampir semua tersandung kasus mega korupsi. Ada Pertamina dengan kasus Pertamax oplosannya. PLN yang mengalami kerugian hingga 1,2 triliun terkait proyek PLTU di Kalimantan Barat. Belum lagi para pejabat yang terlibat dalam pengelolaan Danantara masih orang-orang yang dulu. Pejabat dengan rekam jejak yang buruk di mata rakyat, ada yang diduga tersandung kasus korupsi dan pengemplang pajak. Maka wajar, jika ada sejumlah tokoh justru meragukan keberhasilan lembaga yang baru saja dibentuk.

Kapitalisme Menghalalkan Riba

Mungkin, jika dilihat dari niat dan tujuannya, apa yang dilakukan Presiden Prabowo ini baik, yakni ingin memperbaiki dan meningkatkan ekonomi negara sehingga dampaknya bisa dirasakan oleh masyarakat. Meski begitu, niat baik saja tidaklah cukup. Presiden Prabowo sebagai seorang muslim seharusnya tahu, bahwa mengalokasikan dana BUMN yang bergelut dengan riba ke dalam bisnis baru hasilnya pun mengandung unsur riba. Sementara Allah Swt. dengan tegas mengharamkan riba, sebagaimana yang tertulis di dalam Al-Qur'an surah Al- Baqarah Ayat 275, yang berbunyi: "… Allah Swt. telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …"

Baca: Balada Danantara

Dalam ayat tersebut sebelumnya juga dijelaskan bahwa orang-orang yang memakan riba, mereka tidak akan bisa berdiri tegak, melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan setan karena gila. Maka bisa dibayangkan bagaimana nasib negeri ini ke depannya jika pembangunan infrastruktur, ketahanan pangan, pendidikan, dan kesehatan, semuanya dibiayai dari hasil riba. Oleh karena itu, mengharapkan keberkahan akan menghampiri negeri ini ibarat mimpi di siang hari. Prabowo seharusnya berpikir ulang, belajar dari pengalaman, dan hati-hati dalam membuat keputusan, apalagi menyangkut hajat hidup rakyat.

Sistem Ekonomi Islam Solusi Pasti

Sebenarnya, tidak ada cara yang lebih baik untuk menyejahterakan rakyat kecuali dengan cara yang berasal dari Allah Swt. Sang Pemilik kehidupan. Cara yang tepat adalah dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam institusi Daulah. Islam memandang bahwa mengurusi urusan rakyat adalah amanah yang diberikan kepada para penguasa dan tidak akan sempurna keimanan seseorang yang tidak melaksanakan amanah. Maka, seorang khalifah akan melaksanakan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, sebagai wujud dari keimanan dan ketaatannya kepada Allah Swt. Diriwayatkan oleh Anas bin Malik ra., Rasulullah saw. bersabda:

"Tidak sempurna keimanan bagi orang yang tidak amanah, dan tidak sempurna agama seseorang yang tidak memenuhi janji." (HR. Ahmad)

Negara Khilafah tidak akan menggunakan harta hasil riba untuk mewujudkan kesejahteraan rakyatnya. Sebaliknya, negara Khilafah akan memanfaatkan sumber daya alam yang dimiliki, seperti batubara, nikel, timah, minyak bumi, dll. Sebab, sumber daya alam dalam negara Khilafah terkategorikan ke dalam kepemilikan umum, yang berarti semua rakyat berhak untuk menikmatinya. Untuk itu, negara akan mengolah sumber daya alam tersebut dan hasilnya untuk kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, tidak peduli yang kaya maupun miskin, di kota maupun di desa.

Demikian pun dengan pejabat, Seorang khalifah ketika memilih pejabat akan memprioritaskan orang-orang yang mempunyai dedikasi tinggi, sekaligus orang beriman dan takwa, serta takut hanya kepada Allah Swt. semata. Orang-orang yang bisa menjaga amanah jabatannya, yaitu untuk melayani bukan dilayani oleh rakyat. Orang-orang yang yakin bahwa apa pun yang kita lakukan di dunia, semua akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt.

Saatnya kita tinggalkan sistem rusak demokrasi kapitalis, kita ganti dan sistem Islam. Sebab hanya sistem Islam yang mampu untuk mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat, bukan kapitalisme dengan Danantara yang bisa jadi malah akan mengundang bencana dan murka Allah Swt. Nauzubillahi mindzalik.

Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tinah Asri Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Siklon Alfred Menghantam Australia
Next
Minyakita Menyakiti Hati Rakyat
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram