
Hari ini minyak hanya salah satu komoditas yang dikorupsi, dan akan banyak lagi produk yang muncul dengan berita kecurangan yang sama jika masih menggunakan demokrasi kapitalisme.
Oleh. Ummu Rahmat
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Tak habis pikir. Itulah agaknya kalimat yang tepat untuk menggambarkan betapa karut marutnya persoalan di negeri ini. Betapa tidak, belum selesai isu bensin oplosan, kini rakyat dibuat marah lagi kecewa lantaran minyak yang selama ini dinilai merakyat ternyata isinya tak sesuai dengan kemasannya. Ya, Minyakita yang pada kemasan tertulis 1 liter, tetapi pada faktanya hanya 700–900 mililiter saja. Sungguh, ini sebuah kezaliman yang nyata!
Sebagaimana yang diwartakan oleh media Tirto.id (09-03-2025), bahwa Satgas Pangan Polri tengah melakukan sebuah penyelidikan atas temuan kasus Minyakita yang tak sesuai takaran dan beredar bebas di pasaran. Brigjen Pol. Helfi pun menyeret tiga nama perusahaan selaku pihak yang memproduksi minyak yang bermasalah ini. Mentan Andi Amran Sulaiman meminta agar tiga perusahaan ini diberi tindakan tegas bila perlu disegel dan ditutup bila memang terbukti melakukan penyelewengan.
Minyak dan Hilangnya Kejujuran
Miris, itulah kondisi negeri kita hari ini. Seolah tiada hari tanpa pemberitaan negatif yang kita dengar dari para pemangku kebijakan di negeri ini. Mereka yang diamanahi untuk memenuhi hajat hidup rakyat. Begitu mudah melakukan pengkhianatan. Sampai menjual produknya dengan penuh ketidakjujuran. Padahal, minyak ini digunakan oleh seluruh rakyat Indonesia. Bukankah ini amat berisiko apabila ketahuan melakukan kecurangan?
Sayangnya, sanksi hukum pun hari ini tak lagi membuat segan. Semua ditabrak demi sebuah keuntungan. Pun, hukum seolah bisa dibeli asal ada uang di tangan. Alhasil, hukum tak lagi ditakuti. Kemungkaran pun bak jamur di musim penghujan. Dan ini bisa kita lihat dari fakta dan kondisi hari ini. Kasus korupsi seperti sebuah lomba lari. Susul menyusul dari satu lembaga ke lembaga lain. Wah, subur nian korupsi di negeri ini!
Hari ini minyak hanya salah satu komoditas yang dikorupsi, dan akan banyak lagi produk yang muncul dengan berita kecurangan yang sama jika masih menggunakan demokrasi kapitalisme.
Minyak Oplosan Buah Kapitalisme
Sungguh, inilah gambaran ketika penduduk negeri tak ada lagi yang mereka segani dan takuti. Dan ini adalah buah dari paradigma sekuler yang hari ini menyelimuti atmosfer kehidupan alam nyata saat ini. Tak heran, bila banyak penduduk negeri seolah tak sungkan lagi berbuat dosa. Sebab baginya perkara dosa adalah urusan nanti di kemudian hari. Intinya hari ini, materi dikejar sekalipun nyaris mati. Halal dan haram pun urusan nanti kalau sudah mati. Subhanallah, sungguh miris potret umat dewasa ini.
Maka wajar bila fenomena korupsi terus terjadi. Dari bensin oplosan hingga minyak goreng tak sesuai takaran dan lain sebagainya adalah bukti nyata bahwa negeri ini sedang tak baik-baik adanya. Mereka yang diamanahi untuk mengurus hajat hidup publik justru mereka pula yang merampok hasil negeri. Sungguh, ini miris sekali!
Inilah kejamnya bila kita mengadopsi cara berpikir yang dibangun dari asas pemisahan agama dari kehidupan. Paradigma ini telah melahirkan sosok-sosok yang berilmu dan beragama. Namun, krisis adab dan mental. Ilmu bisa tinggi tapi adap nihil. Sumber daya manusia mumpuni tapi miskin iman yang menemani. Alhasil, kemajuan bukan untuk kemaslahatan tetapi jalan menuju kebinasaan.
Satu yang diingat, bahwa selama sistem ini masih dipakai, maka kecurangan demi kecurangan akan terus terjadi. Karena hakikat korupsi dipengaruhi oleh sistem demokrasi itu sendiri. Ya, sistem ini telah membuka ruang dan jalan bagi pemegang kendali untuk korupsi. Juga nekat melakukan tindakan tak manusiawi lainnya. Maka selama demokrasi masih kukuh berdiri, korupsi juga masih akan terus terjadi. Penyelewengan lain pun mengikuti. Jadi, bagaimana untuk mengakhiri?
Islam Memberi Solusi
Islam adalah agama yang paripurna. Ia hadir membawa petunjuk juga pedoman bagi umat seluruh alam agar selamat hidupnya baik di dunia maupun di akhirat. Karenanya Islam hadir dengan seperangkat aturan yang komprehensif yang mencakup segala lini dalam kehidupan ini tanpa satu pun dilewati.
Tak hanya perkara ibadah, urusan perniagaan pun Islam punya aturan mainnya. Bahkan perdagangan adalah salah satu aktivitas yang Allah Swt. sukai sebagaimana firman-Nya yang termaktub dalam surah Al-Baqarah ayat 275 yang bunyinya bahwa Allah Swt. telah halalkan perdagangan dan mengharamkan riba.
Saking concern-nya Islam terhadap perdagangan, maka ada aturan atau etika yang digariskan oleh syariat yang mana ini wajib diadopsi oleh mereka yang mendalami profesi sebagai pedagang.
Etika tersebut ialah:
Pertama, wajib baginya untuk tidak menjual sesuatu yang diharamkan oleh agama.
Kedua, tidak melakukan sistem perdagangan terlarang.
Ketiga, tidak terlalu banyak mengambil untung.
Keempat, tidak disertai dengan bersumpah ketika berjualan.
Kelima, menghindari ucapan bohong selama bertransaksi. Keenam, penjual melebihkan timbangan.
Ketujuh, tidak boleh menimbun atau memonopoli barang tertentu.
Terakhir, mudah memaafkan serta lemah lembut dalam berjual beli. Inilah beberapa etika yang dipegang oleh seseorang dalam berdagang.
Adapun terkait dengan perkara mengurangi timbangan atau takaran ini sebagaimana yang terjadi saat ini adalah perbuatan yang Allah Swt. haramkan. Bahkan mereka yang gemar mengurangi timbangan atau takaran disebut oleh Allah Swt. dalam QS. Al-Muthafifin ayat 1-3 sebagai orang yang celaka. Bukan sembarang celaka melainkan kecelakaan besar yang akan merugikannya tak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak.
Baca: Ganja di Bromo dan Semeru
Di mana hal ini pernah terjadi di masa Nabi saw. yang mana pada saat itu banyak warga yang melapor kepada Nabi saw. bahwa ada pedagang yang bernama Abu Juahainah yang berbuat curang dalam berdagang. Diketahui bahwa Abu Juahainah memiliki dua timbangan dalam menakar sesuatu. Satu timbangan yang ia gunakan saat membeli barang. Dan satu timbangan lagi yang ia gunakan tatkala menjual sesuatu. Keduanya ia gunakan demi untuk menguntungkan dirinya. Ketika membeli barang ia menggunakan timbangan yang merugikan penjual. Dan saat menjual ia menggunakan timbangan yang merugikan pembeli. Inilah kemudian yang terus-menerus dilakukan oleh Abu Juahainah dalam bertransaksi dagang.
Namun, tatkala kabar ini sampai kepada Rasulullah saw. Nabi pun datang padanya dan mengingatkan Abu Juahainah sembari membacakan firman Allah Swt. dalam surah Al-Muthafifin ayat 1-3.
“Celaka besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar dan menimbang untuk orang lain mereka mengurangi. Tidaklah orang itu yakin, bahwa sesungguhnya mereka dibangkitkan, pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.”
Dalam hadis Imam Thabrani juga dijelaskan bahwa ketika para pedagang mempermainkan timbangan dalam hal ini mengurangi jumlah takaran pada suatu barang, maka bumi akan kekurangan tanaman dan akan dilanda bencana musim. Maka bila hari ini musim datang seolah tak beraturan hingga berpengaruh pada daya tumbuh berbagai tanaman, mungkin saja kecurangan dalam hal timbangan sudah merebak di muka bumi.
Agaknya, inilah pula mengapa Allah Swt. sebut dengan kecelakaan besar akan menimpa manusia bila gemar mengurangi timbangan. Sebab kekurangan tanaman akan berdampak bagi kelangsungan hidup umat manusia seluruhnya. Subhanaallah! Semoga Allah Swt. menjaga kita semua dari sifat tercela ini.
Khatimah
Walaupun sistem dan kondisi hari ini yang kian materialistis terus menuntun, memengaruhi, serta membentuk pribadi manusia untuk bermental curang dalam mengejar sebuah laba dalam niaga. Karena sejalan dengan slogan kapitalisme, mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya.
Sungguh, hanya dengan Islam maka kemuliaan membersamai alam semesta dan manusia di dalamnya. Sistem selainnya hanya menuntun manusia untuk tidak manusiawi dalam menata kehidupannya. Wallahu’alam. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
