Janji Manis Pendidikan, Kapan Terealisasikan?

janji manis pendidikan kapan terealisasi

Pendidikan sebagai kebutuhan pokok wajib dipenuhi oleh negara secara langsung. Dalam sistem Islam, negara tidak boleh menyerahkan urusan pendidikan kepada swasta.

Oleh. Riena Enjang
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Dilansir dari kompas.com (8-5-2025), Pemerintah pusat melalui Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) berencana memberikan bantuan langsung tunai sebesar Rp300.000 per bulan. Bantuan itu ditujukan kepada guru honorer non-Aparatur Sipil Negara (ASN) yang belum tersertifikasi. Langkan itu sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi mereka dalam dunia pendidikan.

Selain itu, pemerintah juga menyediakan bantuan pendidikan sebesar Rp3 juta per semester bagi guru yang belum memiliki gelar D4 atau S1. Jumlah penerima ditargetkan sebanyak 12.000 guru di seluruh Indonesia. Bantuan pendidikan ini akan disalurkan melalui tiga skema, yaitu program Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL), pengakuan bagi lulusan D4/S1 yang belum terdata secara administratif, serta kerja sama dengan perguruan tinggi untuk guru yang belum kuliah.

Janji Manis Pendidikan

Dalam momentum peringatan Hari Pendidikan Nasional, Presiden meresmikan sejumlah program untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Di antaranya adalah renovasi sekolah dan pemberian bantuan kepada para guru. Terlihat realitas di lapangan saat ini menunjukkan berbagai permasalahan serius dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Di antaranya adalah fasilitas pendidikan yang tidak memadai juga rendahnya gaji guru, khususnya guru honorer. Minimnya anggaran pendidikan dan maraknya praktik korupsi pun turut memperburuk kondisi sekolah, serta kesejahteraan tenaga pengajar.

Semua permasalahan ini merupakan konsekuensi dari kebijakan yang berpijak pada sistem kapitalisme. Dalam sistem ini, peran negara sangat terbatas, dan cenderung menyerahkan tanggung jawab segala urusan termasuk bidang pendidikan kepada sektor swasta. Akibatnya, penyediaan sarana dan prasarana pun dilakukan secara terbatas, hanya sesuai anggaran yang ada. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis menyebabkan negara kesulitan dalam mengalokasikan dana pendidikan. Hal ini karena dalam sistem ekonomi kapitalisme, kas negara bergantung pada pajak, bahkan pada utang untuk membiayai pembangunan.

Garis Besar Permasalahan Pendidikan

Pertama, kapitalisme sebagai akar masalah pendidikan.

Sistem kapitalisme memandang pendidikan bukan sebagai kebutuhan publik yang wajib dipenuhi negara, melainkan sebagai lahan bisnis atau investasi. Dalam logika ini, efisiensi dan keuntungan menjadi orientasi utama.

Tak heran, jika guru terutama guru honorer dianggap sebagai sumber daya murah yang bisa dibayar rendah. Negara tidak berperan aktif untuk melindungi atau menyejahterakan guru, melainkan hanya menjadi pengawas agar mekanisme pasar tetap berjalan. Hal ini membuat pendidikan kehilangan ruh, pelayanan pendidikan berubah menjadi komoditas yang diperjualbelikan.

Dampaknya sangat jelas, yaitu anggaran pendidikan sering dipotong atau dialihkan ke proyek strategis nasional yang dianggap lebih “menguntungkan”, seperti pembangunan infrastruktur atau proyek bisnis. Bahkan, ketika anggaran sudah dialokasikan pun, penyalurannya tersendat akibat birokrasi yang kacau, regulasi yang tumpang tindih, serta minimnya transparansi. Kondisi ini menyebabkan banyak sekolah kekurangan fasilitas, guru tidak digaji layak, dan kualitas pendidikan menurun. Semua ini adalah akibat sistemis dari ideologi kapitalisme yang menilai segala hal berdasarkan nilai ekonomi semata.

Kedua, ketimpangan dan ketidakpastian kebijakan.

Ketidakjelasan tujuan dan pedoman pendidikan makin memperburuk nasib guru, terutama guru honorer. Banyak dari mereka harus menghadapi kebingungan status kepegawaian, penundaan gaji, dan perubahan regulasi yang tak menentu. Misalnya, aturan tentang seleksi PPPK atau proses sertifikasi guru sering berubah di tengah jalan tanpa kejelasan. Akibatnya, guru dipaksa menunggu kepastian yang tak kunjung datang, menggantungkan masa depan mereka pada kebijakan yang bisa berubah sewaktu-waktu.

Ironisnya, program yang awalnya digadang-gadang sebagai solusi seperti PPPK, justru menimbulkan kecemasan baru. Guru-guru yang telah mengabdi puluhan tahun bisa tersingkir hanya karena nilai tes mereka kalah dari guru baru yang belum berpengalaman. Hal ini mengakibatkan ketimpangan yang tidak adil dan mengebiri semangat pengabdian. Bukannya memberikan kepastian, kebijakan yang inkonsisten ini justru memperparah ketidakpastian hidup guru di lapangan.

Ketiga, krisis martabat dan kesejahteraan guru.

Masalah yang dihadapi guru honorer bukan hanya soal materi, tapi juga soal martabat. Mereka merasa tidak dihargai atas dedikasi dan pengorbanannya dalam mendidik generasi bangsa. Hal ini karena dalam sistem kapitalisme memandang guru hanya sebagai tenaga kerja, bukan sebagai agen perubahan. Akhirnya, posisi guru menjadi semakin terpinggirkan. Mereka harus bekerja keras dengan beban yang tinggi namun tidak mendapatkan penghargaan atau perlindungan yang layak.

Baca juga: Komersialisasi Pendidikan

Akibatnya, para guru tidak hanya miskin secara ekonomi, tetapi juga secara psikologis dan sosial. Mereka kehilangan rasa aman dan harga diri. Padahal, guru adalah salah satu bagian utama dari pilar peradaban. Jika mereka terus-menerus diperlakukan sebagai "pekerja murah", maka jangan berharap kualitas pendidikan akan membaik. Sebab, bagaimana mungkin mereka bisa mencetak generasi unggul jika kehidupan mereka sendiri penuh tekanan dan ketidakpastian?

Pilar Peradaban

Kedudukan guru bukanlah sekadar tenaga pengajar, tapi lebih dari itu, yaitu sebagai pembentuk generasi, penjaga moral bangsa, dan pilar peradaban. Oleh sebab itu, jika negara membiarkan guru tidak berdaya dan sejahtera, maka yang rusak bukan hanya individu, tetapi masa depan seluruh bangsa. Pendidikan yang berkualitas tidak mungkin terwujud jika guru terus diperlakukan sebagai pihak yang bisa diabaikan. Dengan demikian, untuk membangun peradaban yang gemilang, maka guru harus dimuliakan dan didukung sepenuhnya.

Sistem kapitalisme sudah terbukti gagal memenuhi hal tersebut. Ia hanya memperpanjang penderitaan guru dengan solusi tambal sulam, bukan penyelesaian dari akar masalah. Sementara itu, Islam menawarkan paradigma yang utuh dan sistemis, dengan menjadikan pendidikan sebagai bagian dari pelayanan publik, bukan komoditas. Inilah saatnya umat beralih dari sistem yang timpang ke sistem yang adil, agar guru benar-benar dimuliakan dan pendidikan bisa menjadi fondasi peradaban yang unggul.

Solusi Pendidikan

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memandang pendidikan sebagai kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi oleh negara secara langsung. Dalam sistem Islam, negara tidak boleh menyerahkan urusannya kepada swasta apalagi membiarkan rakyat menanggung biayanya sendiri. Pendidikan harus bisa diakses dengan mudah, bahkan secara gratis, berkualitas, dan merata untuk seluruh warga negara tanpa diskriminasi. Negara memiliki tanggung jawab penuh, bukan hanya sebagai fasilitator, tetapi sebagai penyelenggara utama. Hal ini karena menuntut ilmu adalah wajib hukumnya sebagaimana dalil berikut :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)

Adapun sumber pembiayaan dalam sistem Islam juga tidak bergantung pada utang atau pajak rakyat semata. Biaya akan diambil dari hasil pengelolaan sumber daya alam yang ada. Oleh karena itu, negara harus mengelola kekayaan alam seperti tambang, minyak, hasil hutan, sumber air, maupun hasil laut sebagai milik rakyat, dan hasilnya digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan rakyat. Hal ini karena hasil kekayaan adalah milik rakyat, bukan milik individu, maupun golongan. Bahkan negara pun hanya sebagai pengelola, tidak boleh menguasai. Rasulullah saw. bersabda,

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار

"Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dalam pendidikan, guru diposisikan sebagai pihak yang sangat dihormati dan dijamin kesejahteraannya. Mereka tidak perlu cemas soal gaji, status kepegawaian, atau masa depannya, karena sistem Islam menjamin semua itu secara menyeluruh dan adil.

Dengan demikian, berbagai janji manis pemerintah dalam sektor pendidikan saat ini, hanya bersifat populis. Hal ini karena solusi yang ditempuh tidak menyentuh akar permasalahan yang sesungguhnya. sistem kapitalisme yang menempatkan pendidikan sebagai komoditas dan guru sebagai tenaga kerja murah.

Ketimpangan kebijakan, rendahnya kesejahteraan guru, serta ketidakpastian status mereka mencerminkan kegagalan sistemis yang tidak bisa diatasi dengan solusi parsial. Sebaliknya, sistem Islam menawarkan pendekatan menyeluruh yang menjadikan pendidikan sebagai kebutuhan publik yang dijamin negara, dengan guru sebagai pilar peradaban yang dimuliakan dan dijamin kesejahteraannya secara nyata. Selama menerapkan sistem kapitalisme demokrasi, kesejahteraan bidang pendidikan mustahil direalisasikan. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Riena Enjang Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Program MBG: Ketika Gizi Tak Lagi Aman
Next
Hubungan Sedarah Bukti Hancurnya Sendi Kemuliaan Manusia
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram