
Ibadah haji yang dikelola oleh negara dalam kepemimpinan Islam tidak akan menimbulkan kekisruhan. Pemimpin akan mempermudahkan segala urusan haji dan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi terbaik, serta layanan premium bagi para tamu Allah.
Oleh. Arda Sya'roni
Kontributor Narasi literasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Ibadah haji termasuk dalam rukun Islam yang kelima. Bisa melaksanakan ibadah haji tentu idaman setiap muslim, hanya saja tak semua muslim mampu melaksanakannya. Ada banyak syarat yang harus dipenuhi dalam ibadah ini, di antaranya adalah mampu baik dari segi dana, pikiran, tenaga dan kesehatan karena lamanya dalam melaksanakan ibadah ini. Tak hanya itu antrian yang panjang untuk bisa diberangkatkan juga menjadi salah satu faktor penyebab gagal berangkat.
Tahun ini jemaah haji Indonesia banyak yang dikecewakan atas kegagalan pelaksanaan haji. Bahkan, jemaah haji furoda pun yang semestinya langsung bisa diberangkatkan, juga mengalami kegagalan. Hal ini disebabkan karena adanya aturan baru dari pemerintahan di Arab Saudi terkait jemaah haji yang diperketat.
Fakta Pelaksanaan Haji
Salah satu masalah yang sempat viral seperti dilansir dari Republika.co.id, 02-06-2025, yang diungkapkan oleh Ketua Komnas Haji, Mustolih Siradj adalah ketika calon jemaah haji reguler asal Bandung, Heri Risdyanto bin Warimin tertolak saat tiba di Tanah Suci. Heri yang semula berangkat bersama istri dan kedua orang tuanya dinyatakan tidak lolos pemeriksaan sejenak setelah pesawat Saudia Airlines yang ditumpanginya mendarat di Bandara Jeddah. Tentu hal ini menjadi tanda tanya besar, sebab istri dan kedua orang tuanya tidak ada masalah apapun. Anehnya lagi dokumen dan administrasi yang disertakan telah lengkap.
Pada saat yang sama dikutip Beritasatu.com, 07-06-2025, telah terjadi penangkapan sebanyak 49 jamaah haji oleh pasukan keamanan haji Arab Saudi. Sejumlah Warga Negara Indonesia turut tertangkap dalam penangkapan ini terkait dengan tidak adanya izin resmi untuk melakukan ibadah haji.
Izin Bermasalah
Terjadinya penangkapan terkait izin ini terjadi karena pada pelaksanaan haji tahun ini Kementerian Dalam Negeri Arab Saudi telah mengeluarkan regulasi bau mengenai pelaksanaan haji. Regulasi baru ini ditujukan pada pelaku transportasi ilegal, kaki tangan mereka serta jamaah haji yang datang tanpa izin. Sanksi yang diberikan berpaham menurut tingkat kesalahan mulai dari hukuman penjara, denda yang mencapai maksimal 100 ribu Riyal Saudi atau sekitar Rp425 juta, pengumuman identitas pelanggar di depan umum, deportasi bagi warga asing hingga larangan masuk kembali ke Arab Saudi selama 10 tahun. Kebijakan baru ini jelas mengejutkan karena terkesan tiba-tiba. Alhasil, banyak jemaah haji yang kemudian terkendala tidak bisa memasuki tanah suci.
Bagaimanapun, tanggung jawab negara perlu dipertanyakan hingga terjadi kekisruhan yang berujung ricuh ini. Serangkaian masalah yang memicu kisruh juga banyak ditemukan saat Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina). Meski kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi menjadi penyebab kekisruhan ini, tetapi tanggung jawab kepengurusan haji di Indonesia juga perlu dipertanyakan. Negara seakan lepas tanggung jawab begitu saja dengan memberikan jawaban yang berbelit serta tidak adanya kepastian nasib jemaah haji yang tertolak tersebut.
Baca juga: Dari Ibadah Haji Menuju Persatuan Hakiki
Kapitalisasi Ibadah Haji
Sejatinya semua permasalahan ini berpangkal dari kapitalisasi ibadah haji dan lepasnya tanggung jawab negara atas hal ini. Antrean calon jemaah haji reguler yang terlalu panjang hingga mencapai puluhan tahun, administrasi yang berbelit, keterlambatan paspor, keterbatasan kuota, nomor antrian yang sering berubah, juga pungutan liar masih menjadi permasalahan yang kerap menyertai kepengurusan haji di Indonesia. Tak hanya itu, penginapan dan transportasi pun juga sering bermasalah. Kasus yang dialami oleh Bapak Heri adalah salah satu contoh kisruhnya pengurusan haji di Indonesia. Bagaimana mungkin adminstrasi dinyatakan lengkap tetapi tertolak saat tiba di Jeddah. Sedang istri dan kedua orang tuanya dinyatakan tak bermasalah, bukankah administrasi mereka diurus bersamaan?
Ya, begitulah yang terjadi saat kapitalisme menjadi landasan dalam setiap urusan kehidupan, bahkan saat ibadah sekalipun tak luput dari kapitalisasi. Hal yang berbeda saat Islam menjadi landasan kehidupan. Islam menetapkan haji sebagai rukun Islam dan diwajibkan atas muslim yang mampu. Karenanya sudah pasti pengurusan ibadah haji akan menjadi perhatian utama dalam kepemimpinan Islam.
Kepengurusan Ibadah Haji dalam Islam
Dalam kepemimpinan Islam, penguasa adalah raa'in atau pengurus rakyat yang wajib mengurus semua keperluan rakyatnya termasuk dalam pelaksanaan ibadah. Pelaksanaan ibadah haji adalah salah satu urusan yang menjadi tanggung jawab negara. Oleh sebab itu, sudah seharusnya penguasa memudahkan segala urusan jemaah mulai dari administrasi, perizinan, paspor, penyediaan fasilitas seperti penginapan, transportasi, tenda dan berbagai kebutuhan yang diperlukan selama di Armuzna.
Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah saw. bersabda, "Hendaklah kalian bersegera mengerjakan haji karena sesungguhnya seseorang tidak pernah tahu halangan yang akan merintanginya." (HR Ahmad).
Berdasarkan hadits ini, penguasa dalam kepemimpinan Islam yang menjadikan syariat sebagai landasan akan senantiasa merasa takut akan pertanggungjawaban kepemimpinannya. Alhasil, pemimpin dalam kepemimpinan Islam akan mempermudahkan segala urusan haji dan menyiapkan mekanisme terbaik, birokrasi terbaik, serta layanan premium bagi para tamu Allah. Bahkan, bila pengurusan diserahkan pada pihak Haramain pun, segala kebutuhan calon jemaah haji tetap dalam pengawasan dan pengarahan negara Islam. Hal ini tentu saja karena wilayah negara Islam tak hanya meliputi satu daerah saja, melainkan seluruh dunia dengan satu kepemimpinan dan dengan satu aturan yang sama, yaitu syariat Islam.
Oleh karena itu, layanan paripurna ini memang hanya mungkin terjadi dalam sistem kepemimpinan Islam atau Khilafah. Hal ini karena pemimpin nwgara Islam atau Khalifah tak hanya mengurus calon jemaah haji sebagai sebuah ibadah saja, tetapi juga akan menggunakan sistem keuangan Islam yang berupa sistem ekonomi, keuangan, dan moneter Islam dalam melaksanakan kepengurusannya. Dengan demikian ibadah haji pun dapat terlaksana dengan lancar dan aman.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
