
Sungguh tipu daya setan begitu dahsyat untuk menyesatkan manusia. Terlebih lagi dengan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.
Oleh. Sri Yana, S.Pd.I.
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Sungguh miris melihat berbagai kasus perundungan yang terjadi saat ini. Beritanya tak kunjung usai dari tahun ke tahun. Teranyar, kasus perundungan yang dialami oleh seorang siswa SMP di wilayah Kabupaten Bandung. Kasus ini pun menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani meminta agar pelaku kasus perundungan yang menyeburkan korban ke sumur ditindak secara administrasi dan hukum, karena menyangkut tindak pidana (rri.co.id, 27-6-2025)
Astagfirullah, sungguh menyesakkan dada menyaksikan berbagai pola sikap generasi saat ini, terutama yang masih berstatus sebagai pelajar SMP. Apa yang ada di benak mereka hingga melakukan perundungan terhadap teman sebayanya? Tindakan seperti itu jelas tergolong berlebihan dan bahkan dapat menjurus pada tindak kriminal.
Generasi Lemah dalam Sistem Kapitalisme
Inilah kondisi generasi yang makin pintar dalam menggunakan teknologi canggih zaman sekarang, tetapi belum mampu memanfaatkannya untuk hal yang positif dan mencerminkan kecemerlangan diri. Kemajuan teknologi justru menjadi racun bagi sebagian besar generasi saat ini. Alih-alih menjadikannya sebagai alat belajar dan berkarya, salah penggunaan justru berubah menjadi “senjata makan tuan”.
Faktanya, generasi saat ini begitu mudah mengakses internet, termasuk konten berbau pornografi dan kekerasan. Tayangan-tayangan tersebut dengan mudah ditonton atau bahkan dicontohkan dalam lingkungan keluarga sendiri. Akibatnya, anak terbiasa dengan kekerasan, tanpa adanya pemahaman menyeluruh bahwa kekerasan, baik yang ditonton maupun disaksikan secara langsung, tidak layak dijadikan teladan, melainkan pelajaran.
Baca juga: Perundungan Anak dan Kegagalan Sistem Sekuler
Jika ditelaah lebih dalam, banyak kasus perundungan yang terjadi karena pelakunya menyimpan luka masa lalu, baik dari pola asuh orang tua maupun pengalaman di lingkungan keluarga, meskipun hanya berupa candaan. Apalagi setiap anak memiliki kepekaan dan sensitivitas yang berbeda dalam merespon berbagai permasalahan yang menimpa mereka.
Keluarga Fondasi Utama
Keluarga sejatinya adalah fondasi utama untuk melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Namun, sayangnya, dalam sistem kapitalisme, keluarga yang memiliki peran ideal kerap sulit diwujudkan oleh rakyat. Seorang ibu, yang seharusnya berperan sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga) dan madrasatul ula (pendidik pertama dan utama bagi anak), justru sibuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sementara ayah, yang seharusnya menjadi teladan, pengayom, dan pembimbing anak-anaknya justru kerap disibukkan oleh pekerjaan, hobi, atau media sosial. Alhasil, anak-anak pun tidak dekat dengan orang tuanya.
Akibatnya, anak tumbuh tanpa kehadiran emosional orang tua. Tak jarang, anak tidak pernah bercerita pada orang tuanya, bahkan tidak merasa dekat dengan mereka. Inilah yang menyebabkan anak merasa kosong secara emosional atau tidak terpenuhi "tangki cintanya". Mereka akhirnya rawan melakukan tindakan di luar nalar, seperti perundungan, perzinahan, penyimpangan seksual (LGBT), kriminalitas, dan bentuk penyimpangan lainnya.
Sesungguhnya, berbagai bentuk penyimpangan seperti perundungan, pembunuhan, perzinahan, dan LGBT telah terjadi sejak zaman keturunan Nabi Adam. Namun, seiring bertambah tuanya bumi, kejadian-kejadian tersebut makin marak dan kompleks.
Hal ini tidak terlepas dari sumpah Iblis untuk senantiasa menyesatkan manusia dari jalan Allah Swt. dengan berbagai godaannya, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 16–17, Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)".
Tipu Daya Setan
Sungguh tipu daya setan begitu dahsyat untuk menyesatkan manusia. Terlebih lagi dengan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama seolah hanya sebuah identitas di atas kertas, bukan sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
Maka tidak heran jika generasi muda menjadi sasaran utama kerusakan. Sebab, mereka adalah calon pembangun peradaban masa. Di tangan merekalah peradaban Islam kembali ke pangkuan umat.
Islam adalah Solusi
Jika kita ingin mewujudkan kembali kejayaan peradaban Islam maka kita harus memulai dengan membenahi diri dan menerapkan Islam secara kaffah. Hanya dengan itu, generasi akan terhindar dari perundungan dan kriminalitas. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh generasi emas Islam seperti Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, dan tokoh-tokoh lainnya yang mengharumkan nama Islam. Bukan generasi yang lahir dalam pusaran kapitalisme yang gemar membuat kerusakan dan biang masalah. Wallahu a’lam bish-shawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
