
Perundungan dapat diatasi dengan perubahan yang fundamental dan komprehensif dalam kehidupan. Negara harus beralih ke sistem kehidupan yang berbasis syariat Islam, bukan hanya membuat peraturan atau sanksi yang ketat.
Oleh. Titi Raudhatul Jannah
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Perundungan anak merupakan salah satu fenomena yang makin marak terjadi di Indonesia. Kasus perundungan anak sering terjadi di sekolah, dunia maya, hingga lingkungan sosial yang lebih luas.
Dikutip dari kompas.com (10-06-2025) Kasus kekerasan terhadap siswa SMP di Cicendo, Kota Bandung, Jawa Barat, ramai diperbincangkan di media sosial. Korban mengalami dipukul dan ditendang bergantian oleh sekelompok pelaku. Polisi melakukan mediasi, tetapi para pelaku tidak terima dan melakukan perundungan lagi.
Orang tua korban melaporkan kasus tersebut ke Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Bandung untuk memberikan efek jera kepada para pelaku. Korban mengalami sakit di bagian leher, pinggang, dan tangan, serta trauma psikis. Polisi melakukan penyelidikan dan akan mengambil tindakan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Sekularisme Kapitalisme, Akar Masalah Perundungan
Perundungan terjadi ketika seseorang yang memiliki kekuatan untuk menindas orang yang lemah. Perundungan bisa dilakukan secara fisik, verbal, maupun tidak langsung. Perundungan telah menjadi budaya yang tidak patut untuk terus dilestarikan. Apabila generasi muda telah menjadi korban dan pelaku, maka ini menjadi tugas bagi orang tua, masyarakat, dan negara dalam melindungi generasi muda dari perundungan. Sungguh berbahaya bagi generasi muda jika kasus perundungan terus dibiarkan tanpa adanya pencegahan dan penyelesaian masalah dengan tepat.
Pemerintah telah berupaya dalam menyelesaikan kasus perundungan. Regulasi yang mengatur masalah perundungan anak ini yakni, UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, khususnya Pasal 76C dan Pasal 80, mengatur larangan kekerasan terhadap anak, termasuk di lingkungan sekolah, serta sanksi bagi pelakunya.
Meskipun upaya pemerintah untuk mengatasi perundungan telah dilakukan, kasus tersebut tetap marak terjadi. Ini mengindikasikan bahwa peraturan yang ada belum efektif dalam melindungi anak dari perundungan dan kelemahan sistem sanksi. Sekularisme kapitalisme adalah akar masalah munculnya perundungan di dunia pendidikan.
Sistem sekulerisme telah mengakar dalam tiga ruang lingkup kehidupan yang mempengaruhi generasi muda yaitu:
Pertama, sistem pendidikan di dalam keluarga masih dikendalikan oleh pola asuh sekulerisme. Sistem sekulerisme membawa pengaruh yang besar. Orang tua abai terhadap anaknya dalam menanamkan akidah Islam, adab, dan ketakwaan kepada Allah sehingga anak makin jauh dari agama.
Selain itu, dalam sistem sekularisme, peran ibu yang seharusnya menjadi madrasah pertama bagi anaknya justru lebih banyak di luar rumah untuk mencari nafkah dalam memenuhi kebutuhan hidup. Sehingga, peran ibu dalam mendidik anak kurang maksimal.
Kedua, lingkungan sekolah dan masyarakat yang sekuler cenderung tidak menerapkan nilai-nilai amar makruf nahi mungkar, sehingga menghasilkan generasi yang individualis dan kurang peduli terhadap orang lain.
Ketiga, lemahnya peran negara dalam mencegah dan menyelesaikan masalah perundungan meliputi beberapa indikator:
1) Perangkat hukum yang ada tidak efektif dalam menangani kasus kekerasan dan kriminalitas anak. Pandangan dalam hukum sekularisme menetapkan bahwa anak yang berusia di bawah usia 18 tahun tidak dikenakan hukuman dikarenakan di usia tersebut dianggap belum matang secara mental dan emosional, sehingga sulit untuk dimintai pertanggungjawaban penuh atas tindakan mereka.
Hal inilah menjadi dasar orang tua untuk melindungi perbuatan anak mereka yang masih bawah umur padahal perbuatan anak mereka dikategorikan sebagai tindakan kejahatan. Walaupun pelaku telah baligh, pelaku dianggap sebagai anak dibawah umur sehingga sanksi yang ditetapkan berbeda dengan orang dewasa. Paradigma ini menyebabkan pelaku di bawah umur merasa kurang bertanggung jawab atas tindakan kriminal yang dilakukannya.
2) Kurikulum yang digunakan saat ini masih berbasis sekuler, sehingga cenderung menjauhkan anak dari proses pembentukan karakter dan kepribadian yang baik.
3) Negara gagal mengatur media dan konten yang berisi pornografi, kekerasan, dan konten negatif lainnya. Hasilnya, generasi muda begitu mudah mengakses hal-hal negatif tanpa adanya filter ketat dari negara.
Oleh karena itu, diperlukan perubahan yang fundamental dan komprehensif dalam kehidupan. Negara harus beralih ke sistem kehidupan yang berbasis syariat Islam, bukan hanya membuat peraturan atau sanksi yang ketat.
Baca juga: Perundungan Anak dan Kegagalan Sistem Sekuler
Pencegahan dan Penyelesaian Perundungan dalam Islam
Berbeda halnya dengan sistem sekuler kapitalis, dalam Islam telah menawarkan solusi yang sahih dalam menangani kasus perundungan. Allah Swt. melarang tindakan perundungan karena perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Larangan ini telah dijelaskan dalam QS. Al Hujurat: 11 yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok); dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela dan saling memanggil dengan julukan yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) fasik setelah beriman. Siapa yang tidak bertobat, mereka itulah orang-orang zalim."
Dalam Islam, tidak ada konsep anak di bawah umur. Setiap individu yang telah mencapai usia baligh dan terikat oleh hukum syariat, maka ia akan bertanggung jawab atas semua tindakannya yang melanggar hukum sesuai dengan ketentuan syariat Islam. Apabila di keluarga dan sekolah menerapkan kurikulum pendidikan yang berlandaskan Islam, mereka akan memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang tanggung jawab dan konsekuensi hukum atas perbuatannya
Ibu berperan penting dalam mengasuh, mendidik dan menanamkan nilai-nilai akidah Islam yang kokoh dalam diri anak-anaknya. Negara tidak memaksakan para ibu untuk bekerja, sehingga mereka dapat fokus pada peran sebagai pendidik utama (al-madrasatul ula) bagi anak-anaknya. Negara telah menjamin ekonomi keluarga dengan membuka lapangan pekerjaan sehingga kaum laki-laki tidak kesulitan mencari nafkah dan dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka.
Kendati demikian, perempuan tetap dibolehkan untuk bekerja di area publik, seperti menjadi guru, perawat, dan sebagainya. Akan tetapi, Islam telah mengatur jam kerja, misalnya tidak diberlakukan kerja di jam malam bagi perempuan. Dengan pengaturan jam kerja tersebut, perempuan dapat melaksanakan kewajibannya untuk mengasuh dan mendidik anak-anaknya di rumah.
Negara melarang semua bentuk media dan konten yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti pornografi, kekerasan, dan konten maksiat lainnya yang dapat merusak generasi. Selain itu, negara juga akan mengenakan sanksi yang tegas dan adil terhadap pelaku perundungan. Islam memberikan sanksi bagi anak yang baligh, artinya dia telah dibebani hukum syariat bukan dilihat dari batas usianya. Maka jika generasi muda melakukan tindakan kejahatan, dia akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan syariat Islam.
Khatimah
Seperti inilah Islam yang memiliki cara efektif dalam mencegah dan menyelesaikan perundungan melalui penerapan sistem hukum yang tegas dan adil. Dengan diterapkannya syariat Islam, masalah perundungan pun dapat terhenti apabila generasi muda mempunyai akidah Islam yang kokoh dan pemberlakuan sistem sanksi yang tepat kepada pelaku kriminal. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
