
Fenomena bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian yang tinggi dan mengancam semua kelompok umur. Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan besar yang mendorong penyelesaian yang utuh.
Oleh. Annisa Wayyu Zahari
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)
NarasiLiterasi.Id-Fenomena mengakhiri hidup dengan melompat dari atas jembatan tampaknya tengah menjadi sebuah topik yang ramai diperbincangkan pada masyarakat Sulawesi Tenggara. Bagaimana tidak? Sejak Maret hingga Juli 2025, telah dilaporkan lima kasus percobaan bunuh diri, tiga di antaranya berakhir dengan kematian, sementara dua lainnya berhasil diselamatkan dan menerima perawatan medis.
Jika kita melihat jauh ke belakang. Kasus bunuh diri yang terjadi di Jembatan Teluk Kendari ini bukan kali pertama, sebab aksi ini juga pernah terjadi pada tahun 2023 lalu. Seorang dosen muda berinisial YM (32) ditemukan dalam kondisi tak bernyawa akibat tenggelam di perairan Teluk Kendari setelah melompat dari atas jembatan. Jasadnya berhasil ditemukan setelah dilakukan pencarian selama tiga hari oleh tim SAR. (CNN Indonesia, 30-6-2023)
Aksi serupa kembali berulang di tahun 2025 dan menarik perhatian publik karena terjadi dalam 5 bulan berturut-turut yang diduga sebagian besar terjadi akibat depresi yang menewaskan pemuda RN (19), EG (23) dan AI (22). (Edisiindonesia, 3-6-2025).
Menanggapi insiden tersebut, Walikota Kendari Siska Karina Imran menyampaikan komitmennya untuk menjaga keamanan jembatan yang telah menjadi sorotan nasional pada kegiatan sosialisasi keselamatan yang diadakan oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN), Sulawesi Tenggara. Walikota Kendari Siska mengumumkan akan dilakukannya kegiatan patroli sebagai bagian dari upaya menetapkan SOP pengamanan.
Fenomena ini tentu menimbulkan pertanyaan besar yang mendorong penyelesaian yang utuh. Bukan hanya sekedar tentang standar keamanan jembatan, tetapi lebih dari itu mengenai kondisi sosial dan psikologi dari masyarakat yang bisa mendorong terjadi hal serupa.
Akar Masalah Bunuh Diri
Saat ini, fenomena bunuh diri merupakan salah satu penyebab kematian yang tinggi dan mengancam semua kelompok umur. Data yang dikeluarkan oleh Pusat Informasi Kriminal Nasional menunjukkan angka kasus bunuh diri di Indonesia pun meningkat 60% dalam 5 tahun terakhir. Beragam faktor pendorong seperti masalah psikologis, gaya hidup, perilaku menyimpang hingga tekanan dari keluarga, ekonomi, lingkungan sosial, dan pendidikan turut berpengaruh terhadap kondisi mental yang memicu seseorang memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya.
Terlebih dalam kondisi saat ini, di mana pembangunan lebih banyak difokuskan pada aspek material, sementara perhatian terhadap kesehatan mental sering kali terabaikan. Inilah kerangka berpikir ala sekuler kapitalisme yang telah masuk menggerogoti setiap aturan. Sikap materialistik dan individualis membuat tekanan hidup semakin berat yang berujung pada tekanan mental seseorang. Akibatnya, menciptakan generasi yang kuat dan tangguh pun sulit diwujudkan karena rusaknya tiga pilar pembentuk generasi.
Baca juga: Bunuh Diri, Potret Kegagalan Pendidikan Sekuler
Rusaknya Tiga Pilar Pembentuk Generasi
Pertama, adalah keluarga. Hilangnya fungsi dan peran dari keluarga terkadang membuat seseorang kehilangan tempat untuk menyalurkan setiap perasaan yang tengah dihadapi. Hilangnya perasaan nyaman di rumah mendorongnya untuk mencari kenyamanan di tempat yang lain. Alih-alih berharap mendapatkan support system terbaik, ia justru jatuh dalam lingkungan toxic. Keadaan ini biasanya terjadi pada kondisi keluarga yang broken home ataupun keluarga yang berada pada kondisi ekonomi menengah ke bawah. Kesibukan orang tua dalam bekerja untuk mencukupi kehidupannya terkadang membuat mereka lupa untuk memberikan perasaan aman dan nyaman bagi anak di rumah.
Kedua, masyarakat. Hal ini diperparah dengan kondisi masyarakat sekuler yang menempatkan tujuan hidup dan standar kebahagiaan hanya berfokus pada perolehan materi dan kesenangan duniawi semata. Sikap liberalistis yang diterapkan membuat seseorang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan tujuannya. Hal ini termasuk menghalalkan berbagai cara dan tidak peduli terhadap kerugian yang akan ditimbulkan. Perilaku ini juga membuat seseorang tidak siap dengan kegagalan sehingga depresi menjadi tak terelakkan karena merasa kegagalan akan tujuannya seperti tidak ada lagi tempat untuk memperoleh kebahagiaannya.
Ketiga, negara. Salah satu hal yang harus diperhatikan dalam kasus bunuh diri ini juga adalah adanya copycat suicide yaitu tindakan bunuh diri karena telah mencontoh kasus bunuh diri sebelumnya. Sayangnya, negara sampai saat ini hanya mampu membatasi akses konten yang ada tetapi yang menjadi biang kerok permasalahan seperti pemikiran dan gaya hidup sekuler justru dipertahankan. Padahal, akibat pemikiran inilah generasi kita mempunyai mental dan kepribadian yang rapuh.
Islam Mencegah Bunuh Diri
Islam memuliakan kehidupan setiap individu dan menganggap nyawa manusia sebagai sesuatu yang sangat berharga, sehingga tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam dan tergolong sebagai dosa besar. Sebagaimana dalam firman Allah Swt.:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.” (TQS. An-Nisa: 29)
Pun dalam hadis Rasulullah saw. pernah bersabda:
“Barang siapa yang membunuh dirinya sendiri dengan suatu cara yang ada di dunia, niscaya kelak pada hari kiamat Allah akan menyiksanya dengan cara seperti itu pula.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Larangan tersebut juga diiringi dengan aturan Islam yang berpihak pada kesehatan mental seseorang. Yakni, dengan mengokohkan pilar-pilar pembentuk generasi agar dapat menciptakan generasi yang tangguh. Sebab Islam merupakan agama yang diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad saw., yang mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dengan dirinya sendiri, dan dengan manusia lainnya.
Tiga Pilar Penjagaan
Islam menjaga kesehatan jiwa dimulai dari membangun ketakwaan individu lewat penanaman akidah yang kuat. Pemahaman bahwa dirinya berasal dari Allah Swt. dan akan kembali kepada Allah untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya selama di dunia. Selain itu, sangat penting menanamkan keimanan terhadap persoalan qada dan qadar dalam diri individu. Memahami ranah ikhtiar yang bisa dilakukan manusia semaksimal mungkin. Namun, tidak lupa menyisakan ruang tawakal atas segala akhir yang merupakan bagian dari ketetapan Allah. Hal ini membuat seseorang cenderung akan bersifat rida ketika keinginannya belum bisa terwujud.
Selain itu, Islam menjadikan keluarga sebagai benteng pertama bagi setiap individu dengan menetapkan pendidikan di rumah berlandaskan akidah Islam. Orang tua akan menanamkan pola jiwa (nafsiah) pada anak hingga terbentuk individu yang kuat dalam menghadapi masalah hidup. Mengapresiasi setiap usaha-usaha yang dikeluarkan oleh anak dalam mencapai tujuannya, dan bersikap bijak terhadap hasil yang didapatkannya. Ini dikarenakan mereka yakin bahwa semua qada Allah pasti baik. Sehingga, kegagalan menjadi hal yang biasa dalam kehidupan dan bisa bersabar atasnya.
Dalam menjaga lingkungan yang positif ini, Islam tentu tidak membiarkan orang tua berjalan sendiri dalam mendidik anak. Islam pun mempunyai aturan yang menyeluruh untuk menciptakan perlindungan atas nyawa seseorang dalam sebuah negara. Negara bertanggungjawab akan kebutuhan hidup rakyatnya mulai dari perekonomian, pendidikan, hingga kesehatan. Kondisi ini akan menghilangkan stres pada individu yang tertekan akibat tingginya biaya hidup. Negara juga akan menjaga fitrah manusia, dengan melindungi rakyatnya dari pemahaman asing yang merusak individu maupun tatanan masyarakat. Islam akan mewujudkan lingkungan yang kondusif untuk menjaga kesehatan mental remaja. Wallahu’alam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















