
Kurikulum cinta berasaskan sekuler yang menjauhkan generasi dari aturan agama, dan menjadikan akal sebagai sumber hukum dan penentu segala sesuatu.
Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Kontributor Narasiliterasi.id & Aktivis Muslimah)
NarasiLiterasi.id-Sistem pendidikan di Indonesia tak lepas dari pergantian kurikulum yang dilakukan oleh pemegang kebijakan, baik Kemdikbud maupun Kemenag. Baru-baru ini Kementerian Agama telah meluncurkan Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Adapun kurikulum ini akan lebih menekankan pada beberapa nilai yaitu nilai-nilai kemanusiaan, keterbukaan, dan spiritualitas. Landasan kurikulumnya adalah Pancacinta atau lima prinsip utama yaitu Cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa, cinta kepada diri dan sesama, cinta kepada ilmu pengetahuan, cinta kepada lingkungan, dan cinta kepada bangsa dan negeri.
Latar Belakang Kurikulum Cinta
Menteri Agama, Nasaruddin Umar menyampaikan bahwa KBC ini dilatarbelakangi dari kegelisahannya terhadap sistem pendidikan yang terlalu menitikberatkan pada aspek kognitif semata. Menurutnya, pendekatan berbasis cinta diyakini mampu untuk menjadi jembatan antarperbedaan dan mewujudkan keharmonisan. Ia juga menekankan pentingnya menghidupkan kembali spiritualitas sebagai inti dari pendidikan, termasuk dalam pendekatan ekoteologis yang melihat manusia bukan sebagai penguasa, tetapi bagian dari alam semesta yang harus dijaga bersama (KalderaNews.com, 26-07-2025).
Sementara itu dikutip dari laman antaranews.com, 25-07-2025 Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Prof. Nurhayati menyebutkan gagasan tentang kurikulum berbasis cinta bukan hanya wacana, tetapi sebuah kebutuhan mendesak dalam sistem pendidikan nasional saat ini. Ia mengatakan bahwa kurikulum yang berakar dari cinta itu adalah pendidikan yang dibangun atas dasar kepedulian sosial, empati, dan penghormatan terhadap sesama manusia.
Anak didik tidak hanya diajarkan untuk cakap secara intelektual, tetapi juga memiliki kepedulian terhadap lingkungan sosialnya. Kurikulum berbasis cinta akan memberikan ruang pembaruan dalam pendidikan agama yang tidak hanya berhenti pada aspek ritual dan hafalan.
Dengan kurikulum tersebut diharapkan lahir generasi yang tidak hanya taat beragama, melainkan juga mampu hidup damai dalam keragaman. Pendidikan berasaskan cinta akan membentuk pribadi yang tidak mudah terprovokasi oleh perbedaan. Kurikulum berbasis cinta adalah investasi jangka panjang yang akan menyiapkan generasi cemerlang secara akademik serta memiliki hati yang hangat, terbuka, dan siap membangun masa depan yang lebih manusiawi.
Kurikulum Cinta Mengandung Bahaya
Sekilas dari namanya, kurikulum cinta ini menawarkan gagasan yang sangat baik. Namun, benarkah demikian? Ternyata, alih-alih menguatkan pemuda muslim, justru ada bahaya mengancam di balik kurikulum ini. Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa kurikulum ini akan mengajarkan para siswa untuk bersifat terbuka, menerima atau menghargai perbedaan. Artinya, seorang muslim harus bersikap toleran.
Pertanyaannya tentu bagaimana sikap toleran yang dimaksud? Jika yang dimaksud sikap permisif terhadap ajaran agama lain dengan menggadaikan akidah Islam tentu patut untuk dikritisi. Misalnya menganggap bahwa semua agama itu adalah benar karena mengajarkan kebaikan. Selain itu, seorang muslim harus mau ikut hadir dalam perayaan hari besar agama nonmuslim.
Sementara itu, ironisnya kepada saudaranya yang muslim disikapi dengan keras. Muslim yang hendak menerapkan syariat Islam kaffah, akan diberi label radikal dan ekstrem, dimusuhi, dipersekusi, pengajiannya dibubarkan, dan sebagainya. Jelas, ini merupakan upaya deradikalisasi yang dilakukan sejak dini kepada para siswa.
Maka, tampaklah bahwa kurikulum cinta berasaskan sekuler. Pasalnya kurikulum ini menjauhkan generasi dari aturan agama, dan menjadikan akal sebagai sumber hukum dan penentu segala sesuatu. Padahal dalam Islam, sekularisme adalah ide yang salah. Sesungguhnya, kurikulum ini sejalan dengan program moderasi beragama yang terus digaungkan.
Baca juga: Kurikulum Akidah Islam Mencetak Generasi Faqih Fiddin
Kurikulum Pendidikan dalam Islam
Para siswa terus digempur dengan ide Islam moderat. Tentu ini merupakan sebuah bahaya bagi para generasi muslim. Para orang tua dan pendidik tentu tak boleh membiarkan hal ini terjadi. Umat pun mesti peduli dan waspada dengan kurikulum cinta ini karena berbahaya bagi generasi.
Islam menetapkan kurikulum harus berbasis akidah Islam, bukan yang lain. Hal ini dikarenakan akidah adalah asas kehidupan setiap muslim, termasuk asas negara Islam. Negara punya kewajiban menjaga akidah rakyatnya di antaranya dengan menjadikan akidah Islam sebagai asas.
Apalagi dalam pendidikan yang merupakan bidang strategis bagi masa depan bangsa. Sebagaimana kita ketahui bahwa pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mewujudkan siswa berkepribadian Islam baik pola pikir dan pola sikapnya, serta menguasai ilmu pengetahuan, sains dan teknologi yang berguna untuk kemajuan umat.
Jika siswa berkepribadian Islam, tentu keimanannya akan kokoh, ia akan berusaha menjauhi keburukan dan kemaksiatan. Ia pun akan menolak ide-ide yang bertentangan dengan ajaran Islam termasuk paham pluralisme yang menganggap semua agama adalah benar. Sebagaimana Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali-Imran ayat 19 yang artinya, "Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam .…”
Totalitas pada Syariat
Bila akidah umat kuat, maka mereka akan taat secara totalitas kepada syariat Allah sehingga mampu menyelesaikan semua permasalahan dalam kehidupannya. Mereka pun akan menjadi para pejuang dan pembela Islam. Bukan penghancur Islam sebagaimana para kaki tangan Barat. Sementara pendidikan sekuler telah gagal melahirkan pelajar yang beriman, bertakwa, dan memiliki adab yang mulia.
Hal inilah pula yang dilakukan oleh negara saat berhukum pada hukum Islam. Negara menerapkan sistem pendidikan Islam sejak kepemimpinan Islam tegak di Madinah yang dipimpin oleh Rasulullah saw. Keluarga, pendidik, dan masyarakat bersinergi untuk mewujudkan generasi emas yang berkualitas. Sistem pendidikan Islam ini mengintegrasikan antara ilmu agama dan duniawi sehingga seimbang antara keduanya. Selain menjadi cerdas, generasi pun memiliki pemahaman agama yang baik dan berkepribadian Islam.
Khatimah
Berbagai kerusakan yang tampak pada pelajar dan generasi saat ini adalah akibat dijauhkannya agama dalam sistem pendidikan saat ini. Maka, sistem pendidikan Islam harus segera hadir untuk dapat mewujudkan generasi Islam yang cerdas, berkualitas, dan berkepribadian Islam serta bermanfaat untuk umat. Wallahu a'lam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















