Kohabitasi Mengikis Generasi

Kohabitasi mengikis generasi

Kohabitasi menjadi gaya hidup yang niscaya terjadi di sistem kapitalisme. Pemisahan agama dari kehidupan mewujudkan kebebasan berperilaku sehingga interaksi lawan jenis pun tidak ada batasan.

Oleh. Arda Sya'roni
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id--Beberapa hari lalu publik dikagetkan dengan temuan potongan tubuh manusia. Tragisnya potongan tubuh ini terpisah tulang dan dagingnya layaknya daging kurban. Seorang manusia yang bahkan saat kematiannya pun diperintahkan untuk diperlakukan dengan lembut dan hati-hati, justru diperlakukan layaknya hewan kurban. Miris sekali, bukan?

Kasus ini diketahui setelah ada temuan bagian tubuh di Mojokerto. Hasil identifikasi terungkap bahwa potongan tubuh ini milik seorang wnaita muda. Penelusuran lebih lanjut menemukan bahwa mutilasi yang dilakukan hingga ada ratusan potong. Beberapa di antaranya dibuang di semak-semak di dusun Pacet Selatan, Mojokerto. Sebagian lagi disembunyikan di belakang laci kamar kosnya dan sebagian dibuang di kloset serta dikubur di depan kos. Nauzubillah.

Dilansir dari news.detik.com, 08-09-2025, Kapilres Mojokerto AKBP Ihram Kustarto menerangkan bahwa semua berawal ketika mereka hidup bersama di sebuah kos di Surabaya. Ada rasa kesal karena tidak dibukakan pintu kos dan kekesalan berlebih dari pelaku akibat kewalahan dengan tuntutan gaya hidup korban.

Gaya Hidup Kapitalisme

Dalam sistem kapitalis sekuler, tuntutan gaya hidup menjadi sebuah keharusan bagi sebagian orang. Gaya hidup hedonis, flexing, konsumtif sudah menjadi hal biasa dalam sistem ini. Hal ini karena manusia memandang sumber kebahagiaan adalah materi, sehingga tujuan hidupnya hanyalah materi dan keuntungan pribadi semata. Dengan demikian kehidupan kohabitasi atau living together meski tanpa ikatan pernikahan sah menjadi salah satu pilihan sebagian orang. Kohabitasi atau hidup bersama dianggap sebagai solusi praktis dengan alasan menghemat biaya hidup, mengurangi resiko adanya perceraian dan berbagai alasan lainnya.

Masyarakat yang abai dan menormalisasi kemaksiatan makin menumbuhsuburkan kohabitasi ini. Sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan membuat seseorang merasa bebas melakukan apa saja sesuai kehendaknya. Apalagi kapitalisme yang menjunjung tinggi nilai kebebasan makin memperparah. Namun, ketika kohabitasi sudah menjadi beban karena adanya gaya hidup yang tidak mampu diatasi, maka berakhir dengan mengakhiri nyawa bahkan mutilasi untuk menghilangkan jejak. Hilang sudah rasa cinta serta rasa kemanusiaan hingga tega melakukan pembunuhan.

Peran Negara

Ketika agama dipisahkan dari kehidupan, maka halal haram suatu perbuatan tidak menjadi prioritas. Wajar jika gaya hidup kumpul kebo ini menjadi hal biasa, bahkan menjadi tren di kalangan muda. Aktivitas pacaran bukan lagi hal tabu, hingga layak dikonsumsi umum dengan mengunggahnya di media sosial. Hal ini tentu membuat pacaran, zina, dan kohabitasi makin menjangkiti kaum muda, tak terkecuali anak SD sekalipun.

Negara juga tidak membentuk rakyatnya agar memiliki pemahaman yang benar dalam menjalani kehidupan, yakni pemahaman Islam. Negara tidak benar-benar mengurus rakyatnya, sehingga tidak ada hukum yang menjatuhkan sanksi tegas pada perilaku perzinaan. Alhasil, aktivitas pacaran, perzinaan, selingkuh, dan kohabitasi tidak termasuk tindak pidana selama tidak ada korban jiwa. Maka wajar jika perilaku ini bukannya berkurang malah makin merajalela.

Baca juga: Liberalisasi Pergaulan Berujung Mutilasi

Solusi Islam

Dalam Islam perbuatan mendekati zina saja sudah dilarang apalagi hingga hidup bersama. Hal ini tercantum dalam Al-Qur'an surat Al Isra' ayat 32, yaitu "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya (zina) itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk."

Dalam ayat tersebut jelas disampaikan bahwa mendekati zina saja dilarang, artinya bahwa membuka pintu peluang berzina saja tidak diperkenankan. Adapun pelarangan zina jelas bermaksud menyelamatkan manusia itu sendiri. Hal ini karena pelaksanaan syariat Islam adalah untuk menjaga akidah, nyawa, darah, harta, dan nasab. Terbukti saat seseorang berzina maka akan berakhir dengan aborsi, menghilangkan nyawa, tuntutan harta serta akidah, dan nasab yang rusak.

Sanksi hukum dalam Islam pun tegas dalam hal zina, yaitu jilid (cambuk) 100 kali dan diasingkan bagi ghairu muhson (belum menikah), serta rajam (tubuh ditanam dalam tanah hingga leher lalu dilempari kerikil hingga mati) bahi muhson (sudah menikah). Pelaksanaan hukuman ini haruslah di lapangan terbuka dan disaksikan banyak orang. Dengan demikian akan memberikan efek jera bagi yang lainnya, karena dalam Islam sanksi bersifat zawajir (pencegah) dan zawabir (penebus).

Dalam sistem Islam penguasa wajib menerapkan syariat Islam secara kaffah atau menyeluruh. Kontrol akan pelaksanaan syariat ini juga diawasi langsung oleh rakyat, sehingga bila terjadi pelanggaran syariat hukum sesuai syariat harus ditegakkan, meski penguasa sekalipun yang menjadi pelaku pelanggaran itu. Penguasa adalah ra'in bagi rakyat yang mengurus urusan rakyat serta junnah (pelindung) yang menjaga hak-hak rakyat seutuhnya. Dengan syariat sebagai landasan aktivitas pengelolaan negara, maka hanya dengan Islam kohabitasi bisa diberantas tuntas.

Khatimah

Ketakwaan individu merupakan benteng awal bagi seseorang agar mampu bertindak sesuai tujuan penciptaan, yaitu meraih rida Allah. Oleh karenanya penguasa negara dalam sistem Islam akan memahamkan sistem sosial dalam Islam pada rakyatnya. Dengan adanya pemahaman Islam kaffah yang telah mengkristal di hati, maka seseorang akan menjauhi hal-hal yang diharamkan oleh Islam dengan sendirinya.

Kontrol masyarakat terhadap pergaulan bebas sangat diperlukan. Masyarakat yang telah mempunyai satu pemikiran, satu rasa dan satu aturan akan senantiasa beramar makruf nahi munkar pada setiap tindak kemaksiatan.

Negara harus menerapkan sistem Islam secara kaffah. Negara berperan aktif membentuk rakyatnya agar berkepribadian Islam melalui sistem pendidikan berbasis akidah Islam, menerapkan sistem pergaulan Islam, serta melaksanakan sistem sanksi Islam pada pelaku jarimah (pelanggaran terhadap hukum syariat). Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Arda Sya'roni
Arda Sya'roni Kontributor NarasiLiterasi.id
Previous
‎Menelisik People Power sebagai Jalan Perubahan
Next
Kapitalisme dan Kesenjangan Ekonomi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Kohabitasi Mengikis Generasi […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram