Dualisme Nilai Demokrasi, Kritis Dilabeli Anarkis

Dualisme nilai demokrasi

Demokrasi yang sarat ilusi. Berbanding terbalik antara teori dan fakta yang ada. Semua bisa dimanipulasi, tergantung situasi dan kondisi.

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id--Sungguh aneh dengan sistem demokrasi. Katanya suara rakyat adalah suara Tuhan, suara terbanyak yang jadi pemenang. Namun, mengapa ketika mayoritas masyarakat bersuara menyampaikan keluh kesah, menuntut keadilan dan memberikan masukan kepada pemerintah justru malah dikriminalisasi?

Seperti yang dikutip dari tempo.com pada Rabu, (24-9-2025) lalu, Komjen Syahardiantono, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri mengumumkan bahwa pihaknya telah menangkap 595 orang. Sejumlah 295 di antaranya adalah anak-anak. Mereka semua ditangkap dengan alasan sebagai pelaku kerusuhan pada peristiwa demonstrasi yang terjadi dari tanggal 25 sampai 31 Agustus 2025 lalu.

Terlepas dari adanya isu bahwa demonstrasi Agustus lalu ditunggangi oleh pihak tertentu. Namun, kasus penangkapan itu makin menguatkan sinyal bahwa rezim yang berkuasa saat ini bukan rezim yang menjalankan demokrasi secara murni, melainkan rezim yang represif anti kritik.

Hal itu diperkuat oleh Komisioner KPAI Aris Adi Leksono. Ia menyatakan bahwa penetapan 295 anak sebagai tersangka dalam kerusuhan pada akhir Agustus 2025, tidak memenuhi standar perlakuan terhadap anak. Tidak sesuai dengan UU Peradilan Anak, seperti adanya ancaman dikeluarkan dari sekolah. kompas.com, Jum'at (26-9-2025).

Pemicu Demonstrasi

Sebagaimana diketahui, demonstrasi yang digelar pada Agustus lalu pada awalnya berjalan dengan tertib. Massa yang berkumpul di depan gedung DPR adalah perwakilan dari mereka yang merasa selama ini telah terzalimi dengan penerapan sistem yang ada. Yang paling menonjol adalah adanya kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang sangat signifikan di beberapa daerah. Hal ini memicu kemarahan publik.

Ditambah lagi, di saat yang sama justru pemerintah mengumumkan kenaikan tunjangan anggota DPR dengan jumlah yang cukup fantastis yang disambut dengan sukaria oleh para dewan. Bahkan beberapa oknum pejabat kerap memamerkan gaya hidup hedon di tengah kondisi masyarakat yang terpuruk karena banyaknya PHK, pengangguran di mana-mana, serta daya beli masyarakat yang merosot tajam. Mereka seperti tidak memiliki empati sama sekali terhadap kondisi masyarakat saat ini.

Demonstrasi yang mulanya berjalan damai, berubah menjadi ricuh setelah nasib nahas menimpa salah satu driver ojol. Affan Kurniawan, yang saat itu tengah mengantar pesanan terlindas oleh kendaraan taktis Barracuda kepolisian. Hal ini memicu kemarahan masyarakat makin meningkat, titik -titik aksi pun meluas.

Demokrasi Sarat Ilusi

Sesungguhnya, apa yang terjadi pada Agustus lalu hanyalah sebagian kecil dari luapan kekesalan dan kekecewaan massa. Sistem demokrasi kapitalis yang selama ini diterapkan telah mengakibatkan kerusakan luar biasa di berbagai bidang yang ada.

Maka, sebagai manusia normal yang diberi akal pasti bisa merasakan dampak kerusakannya. Tak terkecuali Gen Z, kesadaran mereka mulai terbuka. Mereka bisa merasakan ketidakadilan yang selama ini menimpa, sehingga mereka bangkit menuntut adanya perubahan.

Namun sayang, kesadaran politik yang muncul justru dikriminalisasi, ditunggangi oleh pihak yang punya kepentingan, baik kepentingan pribadi atau kelompok. Akhirnya perjuangan Gen Z ini berbelok arah, melenceng dari tujuan semula. Para aktivis yang kritis ini akhirnya ditangkap dan dikriminalisasi dengan tuduhan melakukan tindakan anarkis. Padahal sejatinya, ini adalah salah satu ciri dari rezim represif. Pejabat menggunakan aparat sebagai alat untuk membungkam suara rakyat, suara yang tidak sejalan dengan para konglomerat.

Inilah watak dasar demokrasi kapitalis. Demokrasi yang sarat ilusi. Berbanding terbalik antara teori dan fakta yang ada. Semua bisa dimanipulasi, tergantung situasi dan kondisi. Suara rakyat tidak lagi bermanfaat, meskipun benar. Sementara, suara konglomerat itu yang diyakini sebagai mandat, meskipun salah.

Baca juga: Politik Dinasti dan Demokrasi

Pemuda dalam Islam

Islam memandang pemuda dengan pandangan yang unik dan khas. Pemuda adalah tonggak perubahan. Di tangan mereka ditentukan nasib suatu bangsa. Maka penting untuk menanamkan pemahaman yang benar terkait dengan politik dan arah perubahan.

Dalam sistem demokrasi, aksi demonstrasi dijadikan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah. Namun, pada faktanya demonstrasi yang dilakukan tidak mampu mengubah keadaan secara signifikan. Maka yang diperlukan bukan sekadar perubahan rezim, melainkan perubahan sistem yang ada secara keseluruhan.

Di sisi lain, Islam telah mengajarkan amar makruf nahi munkar, termasuk menasehati penguasa sebagai kewajiban. Maka ketika ada pejabat atau penguasa yang melakukan kesalahan atau tindakan yang melanggar hukum syarak harus diingatkan dengan cara yang baik, sesuai tuntunan syariat, bukan dengan melakukan aksi demonstrasi yang akhirnya dikriminalisasi seperti saat ini.

Bahkan dalam sebuah hadis, Rasulullah saw. mengatakan bahwa menasehati penguasa yang zalim termasuk ke dalam jihad yang paling utama.

Maka hendaknya para pemuda dibekali dengan pendidikan akidah yang kuat sejak dini. Penanaman akidah yang benar inilah yang akan menjadikan anak-anak memiliki pola pikir dan pola sikap Islam. Dan ketika muncul kesadaran politiknya saat dewasa, maka kesadaran politiknya itu akan terarah, lalu ia gunakan untuk berjuang demi mencari rida Allah Swt. Bukan sekadar meluapkan emosi yang berakhir dengan tindakan anarki.
Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Ni'matul Afiah Ummu Fatiya Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Program MBG Menguntungkan atau Merugikan?
Next
Gaza: Matinya Hukum Internasional
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram