
Guru merupakan orang tua kedua siswa di sekolah. Mereka diberi kepercayaan untuk mendidik, membina, dan memberi keteladanan pada generasi muda.
Oleh. Riani Andriyantih, A. Md.
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id--Terpujilah wahai engkau Ibu Bapak Guru.
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku.
Penggalan lirik lagu Hymne Guru tersebut mengingatkan akan begitu besarnya jasa para guru. Ironisnya, kini guru berada pada posisi yang serba salah. Satu sisi, profesi guru merupakan profesi yang mulia. Sisi yang lain, profesi guru sering dipandang sebelah mata. Mirisnya, guru pun tak jarang bersentuhan dengan pidana akibat dipandang salah mendidik siswanya dengan cara keras.
Tugas guru pun bertambah berat dengan segunung administrasi yang kerap tidak sejalan dengan harapan. Beban mendidikan siswa yang sudah berat makin berat akibat kurang sejahtera. Padahal, sekolah berperan penting dalam mencetak generasi bangsa dan membantu orang tua mendidik anak-anaknya. Sebab, tersimpan harapan agar anak-anaknya kelak meraih kesuksesan. Namun, bagaiman masa depan generasi dapat gemilang jika nasib guru dibelenggu berbagai persoalan?
Peran Guru, Orang Tua, dan Anak-anak
Guru merupakan orang tua kedua bagi para siswa di sekolah. Mereka diberi kepercayaan untuk mendidik, membina, dan memberi keteladanan bagi murid yang dititipkan oleh para orang tua.
Sayangnya, kondisi hari ini guru disibukkan dengan berbagai tugas administratif yang menguras energi dan waktu sehingga bertambah berat tanggung jawab yang harus dipikul.
Orang tua, mereka yang dianugerahi oleh Allah Swt. anak yang dengan anugerah tersebut sepaket dengan amanah untuk merawat, mengasuh, membina, serta memberikan pendidikan terbaik bagi anak-anaknya. Sehingga setiap tindak tanduk anaknya menjadi tanggung jawabnya di hadapan Allah Swt.
Anak-anak, mereka yang dengan fitrahnya belum dibebani hukum (mumayiz), maka menjadi tanggung jawab orang tua dalam pengasuhannya. Jika ia sebagai siswa yang dititipkan oleh orang tuanya maka ia merelakan dirinya mengikuti aturan yang berlaku di sekolah dengan segala proses pembinaan yang diberikan. Jika ia sudah berusia balig, maka seharusnya telah mampu membedakan mana perkara yang baik dan mana perkara yang buruk.
Gempuran Liberalisasi Pergaulan
Anak-anak dan remaja kini tengah berada dalam dekapan liberalisasi pergaulan, yang menjadikan kebebasan sebagai pilar dalam bertindak, berperilaku, dan berbuat sesuka hati dengan mengedepankan nafsu. Sehingga sering kali menganggap setiap aturan yang dibuat adalah bentuk pengekangan, pelanggaran HAM, dan pembatasan ekspresi diri.
Perlu disadari bahwa liberalisasi pergaulan yang menjangkiti generasi muda hari ini merupakan buah penerapan sistem sekuler yang memisahkan aturan agama dari kehidupan. Sehingga setiap diri merasa berhak untuk menentukan arah hidupnya masing-masing sesuai keinginan dan nafsu.
Sedih sekaligus ironis melihat bagaimana nilai-nilai kebaikan perlahan hilang pada diri generasi muda. Padahal, seharusnya setiap diri menyadari akan hisab dari setiap amal yang diperbuat.
Sistem liberal menjadikan generasi hari ini kehilangan arah tujuan hidup yang sesungguhnya. Mereka disibukkan pada hausnya validasi, eksistensi diri, gaya hidup hedonis yang makin menjauhkan mereka dari tujuan penciptaan sekaligus posisi sebagai khoiru ummah.
Sebagai contoh, adab murid terhadap guru. Sungguh tidaklah berarti setiap ilmu tanpa disandarkan pada adab. Itulah mengapa posisi adab lebih tinggi dari ilmu dan amal. Karena dengan adanya adab, orang yang berilmu akan makin tawaduk, makin baik akhlaknya, dan mendatangkan kebaikan.
Sejatinya, ilmu tanpa adab akan mendatangkan bencana, tanpa tujuan yang jelas, dan ketidakberkahan. Demikian pula dengan amal, seseorang yang beramal tanpa berilmu hanya akan mendatangkan kesia-siaan dan keburukan bahkan dapat menjerumuskannya kepada dosa. Maka tanda berhasilnya ilmu, yaitu bertambah rasa takutnya kepada Zat Yang Maha Pencipta, Allah Swt.
Baca juga: Solusi Problem Mental Generasi
Sistem Pendidikan dalam Islam
Sistem pendidikan dalam Islam bertujuan mencetak generasi yang beriman dan bertakwa yang memiliki kepribadian islami, yakni pribadi yang memiliki pola sikap dan pola pikir sesuai dengan syariat Islam. Sehingga setiap aktivitasnya senantiasa diiringi kesadaran bahwa dirinya sebagai hamba Allah yang diciptakan semata-mata untuk menjadi umat terbaik. Hamba yang tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga berakhlak mulia serta mampu menjadi khalifatul ardh dan sebaik-baik umat yang dapat memberikan banyak manfaat. Dengan begitu, mereka bangga dengan identitasnya sebagai seorang muslim.
Untuk mewujudkan sistem pendidikan Islam, negara harus menjalankan perannya sebagai pengurus (raa'in) urasan umat. Salah satu perannya, yakni sebagai penjaga akidah dan pemberi keteladanan. Lemahnya negara dalam menjalankan fungsinya sebagai raa’in menjadikan berbagai macam kerusakan moral dan akhlak terjadi di kalangan generasi muda.
Peran media sosial yang begitu masif tanpa pengawasan memberi ruang bagi para generasi muda untuk mengikuti segala bentuk tren yang terjadi tanpa menimbang halal dan haram. Oleh karena itu, penting merancang kurikulum pendidikan berlandaskan akidah Islam. Sehingga lahir generasi unggul demi kemaslahatan umat.
Dengan berbagai kerusakan moral dan akhlak yang menimpa generasi, sejatinya dibutuhkan upaya serius untuk mengembalikan fitrah kebaikan yang ada pada diri generasi. Perubahan fundamental hanya mungkin terwujud dalam sistem Islam yang akan memberi teladan kebaikan dari semua pilar, baik individu, masyarakat, maupun negara.
Karena generasi muda hari ini adalah pemimpin di masa depan. Kemuliaan Islam dapat diraih melalui generasi-generasi terbaik yang bertakwa, cerdas, dan fakih dalam agama. Sehingga mampu mengguncang dunia dengan ilmu, cinta, dan cita-cita yang mulia sebagai khoiru ummah. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com


















