Relevansi Islam dalam Mitigasi Bencana

Mitigasi bencana

Dalam Islam, adakalanya bencana terjadi sebagai bentuk kekuasaan Allah, yaitu peristiwa alamiah untuk menguji keimanan. Di sisi lain, bencana juga menjadi sebuah teguran, sekaligus sarana untuk bertobat bagi manusia yang telah merusak keseimbangan alam.

Yeni Purnama Sari, S.T
(Kontributor NarasiLiterasi.Id dan Muslimah Peduli Generasi)

NarasiLiterasi.Id-Bencana kembali menyapa negeri. Berdasarkan data BMKG, berbagai wilayah di Indonesia rata-rata mengalami cuaca ekstrem dengan intensitas hujan lebat dari pulau Sumatra hingga Papua. Cuaca ekstrem dapat berpotensi menimbulkan berbagai bencana, seperti banjir, longsor, puting beliung, hingga erupsi gunung Merapi. Hal ini menjadi berita duka bagi warga di beberapa daerah yang terdampak. Tidak hanya warga yang menjadi korban, bahkan bangunan, infrastruktur, dan lahan pertanian pun rusak, sehingga aktivitas mereka menjadi terhambat.

Lagi-lagi di wilayah pesisir utara Jakarta terendam banjir rob. Disusul wilayah lain di Sulawesi Tengah yang dikepung banjir dan angin puting beliung selama dua hari. Kemudian Cilacap dan Banjarnegara di Jawa Tengah juga terjadi longsor. Tidak ketinggalan juga Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara dilanda banjir bandang, longsor, pohon tumbang, hingga jalan amblas akibat curah hujan yang tinggi dan sungai meluap disertai angin kencang. Akibatnya, rumah warga terendam, jembatan putus dan lahan pertanian tertutup lumpur. Adapun korban jiwa menurut BNPB mencatat 174 orang meninggal dan 79 orang masih dalam pencarian. Sayangnya, proses evakuasi mengalami kesulitan akibat kendala cuaca, medan, dan keterbatasan tim. (News.detik.com, 28-11-25)

Di sisi lain, BNPB memberikan apresiasi terhadap Pemkab Lumajang yang menekankan strategi mitigasi bencana. Pasalnya, Gunung Semeru mengalami erupsi kembali. Sebelumnya, tercatat hampir setiap November-Desember terjadi erupsi sejak 2020, dengan skala berbeda. Diketahui terdapat tiga korban luka akibat terkena abu panas. Keberhasilan penanganan bencana, termasuk relokasi, infrastruktur, dan edukasi kebencanaan masyarakat terkait penyebaran informasi yang cepat dan akurat telah terbukti mengurangi resiko korban. Itu dikarenakan masyarakat lebih siap tanggap bencana dan mampu menyelamatkan diri ketika erupsi terjadi. (Suaramerdeka.com, (26-11-25)

Kesalahan Tata Kelola dan Manajemen Bencana

Pada dasarnya, bencana yang tersebar di berbagai wilayah bukan semata akibat cuaca ekstrem, melainkan bentuk pelajaran bagi semuanya. Penyebabnya adalah kesalahan tata kelola ruang hidup dan lingkungan, yaitu pengalihfungsian lahan dengan penebangan hutan yang masif menjadi perumahan, perindustrian, pertanian, objek wisata dan aktifitas pertambangan sehingga merusak keseimbangan alam. Selain itu, tidak terlepas dari kebijakan penguasa yang mengarah pada kepentingan segelintir orang dan mengorbankan hak-hak rakyat. Artinya, negara tidak berperan aktif dalam melindungi rakyatnya dari ancaman dan dampak kerusakan lingkungan.

Langkah mitigasi yang diterapkan juga masih lemah dan tidak menyeluruh, baik dari sisi individu, masyarakat, dan negara. Pemerintah yang harusnya sebagai penanggung jawab penanganan bencana, justru dinilai tidak serius menyiapkan kebijakan preventif dan kuratif dalam mitigasi. Akibatnya, respons pemerintah terlambat dan bersifat reaktif, baru akan bergerak pasca bencana. Anggaran yang dikeluarkan cenderung dibatasi, padahal semua butuh biaya tidak sedikit. Itu pun hanya bersifat sementara, misalnya bantuan untuk para korban bencana disalurkan berupa uang, sembako, pakaian, dan tempat pengungsian, tanpa diimbangi evaluasi mendalam dan solusi jangka panjang.

Adapun ketika status bencana kembali aman, maka masyarakat digiring untuk kembali ke rumah masing-masing dan beraktifitas seperti biasa karena persoalan dianggap selesai. Padahal, penanggulangan bencana tidak sebatas pada penanganan darurat saja, melainkan harus menyentuh akar masalah dan langkah pencegahan agar kejadian serupa tidak berulang lagi. Fakta menunjukkan belum ada keseriusan dari pemerintah untuk menanggulangi bencana. Pemerintah masih saja abai terhadap kewajibannya mengurus umat, tidak mampu menjamin rasa aman dan nyaman bagi rakyat.

Kapitalisme Biang Kerusakan

Gambaran tersebut erat kaitannya dengan sistem yang masih mendominasi negeri ini. Sistem kapitalisme yang berasaskan sekularisme telah membuka ruang kebebasan bagi para pemilik modal untuk bertindak semaunya tanpa memandang nilai dan peran agama, serta mengabaikan standar haram dan halal. Mereka tidak memedulikan nasib rakyat. Mereka hanya memikirkan keuntungan materi yang diperoleh sebanyaknya. Kepemilikan umum, seperti seluruh sumber daya alam, mencakup air, hutan, sungai merupakan target privatisasi, padahal harusnya dikelola negara dan dikembalikan manfaatnya kepada rakyat.

Parahnya lagi, penguasa dalam sistem demokrasi kapitalis hanya sebagai regulator yang memuluskan aksi para korporasi. Antara pengusaha dan penguasa membangun kolaborasi mutualisme, meskipun harus menyengsarakan rakyat. Kebijakan penguasa hanya akan berpihak pada mereka yang memiliki kepentingan, nantinya keuntungan akan dinikmati oleh segelintir orang tersebut.

Baca juga: alam murka akibat keserakahan manusia

Wajar saja, watak rakus para oligarki semakin tampak dan tumbuh subur melalui proyek-proyek yang disulap menjadi nilai ekonomi dan komersial. Lahan hutan yang awalnya asri dan sebagai paku bumi, kini berubah fungsi menjadi alat komoditas atas nama investasi. Akhirnya menjadi bencana hidrometereologi dan sumber malapetaka bagi alam, manusia, dan kehidupan. Inilah akibat orientasi kapitalisasi dan eksploitasi lahan yang merusak dan tidak bertanggung jawab.

Allah Swt. sudah memperingatkan dalam firman-Nya: "Apabila dikatakan kepada mereka, janganlah berbuat kerusakan di bumi. Mereka menjawab, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang melakukan perbaikan. Hanya saja mereka yang berbuat kerusakan, tetapi tidak menyadarinya." (TQS. Al-Baqarah [2]: 11-12)

Mitigasi Bencana dalam Islam

Dalam pandangan Islam, adakalanya bencana yang terjadi sebagai bentuk kekuasaan Allah, yaitu peristiwa alamiah yang ditakdirkan Allah Swt. untuk menguji keimanan. Di sisi lain, bencana juga menjadi sebuah teguran, sekaligus sarana untuk bertobat bagi manusia yang telah merusak keseimbangan alam. Karena sesungguhnya manusia memiliki tanggung jawab sebagai pemimpin di bumi untuk menjaganya, sehingga ketika bencana menghampiri, saatnya manusia kembali mengingat kesalahan yang mengundang murka Allah. Hendaknya memulai introspeksi diri, sabar dan tawakal, serta berikhtiar dengan memperbanyak doa dan istigfar.

Sesungguhnya Islam telah melarang manusia merusak bumi. Hal ini berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur'an surah Asy-Syura ayat 30 dan surah Al-A’raaf ayat 56, mengandung hikmah bahwa Allah menurunkan musibah kepada siapa pun yang berbuat kerusakan di bumi dan Allah akan memaafkan kesalahannya jika manusia mau berdoa dengan rasa takut akan siksa-Nya dan berharap rahmat-Nya.

Jelaslah, Islam merupakan agama yang Allah turunkan untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan diri sendiri, sesama manusia, termasuk alam dan kehidupan. Sayangnya, manusia banyak yang lupa terhadap tugasnya dalam mengurusi umat dan alam semesta dengan menjalankan seluruh aturan Allah tanpa terkecuali. Oleh karena itu, umat butuh sebuah sistem Islam yang dipimpin oleh khalifah, nantinya akan mampu memberikan kesejahteraan, keamanan, dan perlindungan terhadap rakyat.

Tanggung jawab Negara

Dalam hal ini, ketika terjadi bencana, negara akan melindungi rakyat dari berbagai kerusakan yang ditimbulkan. Dengan penerapan mitigasi bencana, maka resiko dan bahaya akan berkurang, seperti korban jiwa, kerugian ekonomi, dan kerusakan sumber daya alam. Karena mitigasi merupakan langkah awal memanajemen dampak bencana.

Adapun upaya negara dalam mitigasi sebelum bencana, seperti pencegahan, penyadaran untuk melakukan penghijauan, perencanaan tata kota dengan drainase yang baik dan sesuai amdal, maupun memetakan potensi rawan bencana.

Kemudian, pada saat bencana terjadi, negara memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai sarana menyiapkan alarm peringatan bencana. Selain itu, memberikan informasi kebencanaan dan edukasi kepada masyarakat untuk memperkuat sistem antisipasi dan tanggap bencana. Selanjutnya mengajak masyarakat saling tolong-menolong, melalui harta, tenaga, maupun dukungan moral.

Namun demikian, tanggung jawab sepenuhnya ada pada negara sebagai pengurus, pelindung, dan pelayan umat. Sudah seharusnya negara mengupayakan penanggulangan bencana dan senantiasa siap tanggap terhadap dampak bencana. Artinya, negara harus berada di garda terdepan untuk menangani bencana secara langsung dan tidak ada campur tangan dari pihak lain.

Rasulullah saw bersabda: “Seorang imam (khalifah) adalah pengatur urusan rakyat, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Meminimalkan Dampak Bancana

Adapun jika bencana alam yang terjadi berupa banjir atau gunung erupsi, khalifah akan memaksimalkan potensinya untuk meminimalkan dampak bencana, seperti segera mengevakuasi korban, membuka akses jalan dan komunikasi, dan mengalihkan material-material ke tempat yang jauh dari hunian masyarakat. Sebelumnya, negara membentuk tim penyelamat yang memiliki kemampuan teknis dan nonteknis, dibekali dengan peralatan canggih, sehingga siap diterjunkan di wilayah terdampak bencana. Mereka ditugaskan untuk menyiapkan tempat tinggal, pasokan makanan yang cukup dan pelayanan kesehatan yang terbaik.

Terakhir negara Islam juga akan memperbaiki lingkungan yang telah terdampak bencana, seperti infrastruktur yang rusak, tempat tinggal, rumah sakit, tempat peribadahan, pasar, maupun kantor pemerintahan. Selanjutnya, pemulihan ekonomi, memotivasi masyarakat dengan penguatan akidah dan nafsiyah untuk menyembuhkan psikologi mereka pascabencana. Semua langkah negara Islam dalam mitigasi bencana dilakukan secara optimal, dan pembiayaannya diambil dari baitulmal, yaitu posko khusus dana darurat negara, tidak boleh membebankannya kepada rakyat. Tidak pula bergantung pada utang luar negeri atau skema korporasi.

Sumber Dana

Adapun dana baitulmal bersumber dari pos zakat, pos harta milik umum yang diperoleh dari pengelolaan sumber daya alam, dan pos harta milik negara, seperti fai, ganimah, jizyah. Tetapi jika saat terjadi bencana, kas baitulmal kosong, maka khalifah akan menarik dharibah dari kalangan muslim kaya sesuai kebutuhan. Dengan begitu, negara cepat menyelesaikan masalah yang darurat tanpa harus kekurangan dana.

Keteladanan

Sejarah pernah mencatat keteladanan Rasulullah saw, Khalifah Umar bin Khatab, Khalifah Umar Bin Abdul Aziz ketika terjadi bencana. Mereka mengajak umat yang dipimpinnya untuk segera bertobat dan mengingat kesalahan dan kemaksiatan apa yang menyebabkan Allah memberikan teguran. Kemudian sebagai pemimpin, mereka sigap menangani masalah bencana, dengan membentuk tim penyelamat, menyediakan makanan, tempat tinggal, dan pelayanan medis terbaik hingga masalah bencana berakhir. Para korban bencana pun kembali ke wilayahnya dengan tenang dan penuh sukacita karena kebijakan khalifah yang memuaskan.

Khatimah

Demikianlah, mekanisme yang terencana dan terperinci dari khalifah yang berpedoman pada syariat, sehingga menghadirkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Tentunya semua akan terwujud jika sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam bingkai khilafah. Karena pemimpin dalam sistem Islam (khalifah) mengemban amanah langsung dari Allah sebagai pengatur dan pelindung sekaligus berperan menegakkan aturan Islam secara menyeluruh berdasarkan Al-Qur'an dan As-sunah untuk menjaga keseimbangan alam, manusia, dan kehidupan hingga terwujudnya keberkahan.

Wallahu a’lam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Yeni Purnamasari, S.T Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Umat Islam Jangan Abaikan Sudan dan Palestina
Next
Menjadi 'The Next Mush'ab' Versi Goresan Pena
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Relevansi Islam dalam Mitigasi Bencana […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram