Keinginan atau Kebutuhan?
Kebutuhan timbul dari potensi hidup manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Sedangkan keinginan manusia dipengaruhi oleh nalurinya.
Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dear Emak-Emak Indonesia. Pernahkah punya keinginan menggebu-gebu kepingin gamis cantik, mereknya terkenal, warnanya lagi ngetren, plus bonus kerudung yang sangat serasi dengan gamisnya?
Pasti jawabannya, pernah. Apalagi kalau gamisnya cocok buat dibawa pengajian atau kongko-kongko bareng bestie. Jangan salah lo, emak-emak juga punya bestie, bukan anak-anaknya saja yang bestie-an.
Nah, antara rasa dan hasrat ingin memiliki gamis akan bercampur jadi satu. Namun, apalah daya, isi dompet tidak sejalan dengan keinginan. Lalu, membujuk suami dan bilang, "Pak, ini ada gamis cantik. Ibu butuh buat pengajian. Butuh pakai banget pokoknya."
Keinginan atau Kebutuhan
Terkadang kita tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Apakah membeli gamis adalah sebuah kebutuhan atau malah keinginan? Atau bisa jadi keinginan itu sendiri adalah kebutuhan? Atau malah bingung?
Apalagi zaman sekarang, iklan di media sosial sangat gencar. Sebut saja marketplace terkenal shopee, melalui reel video dan live-nya, para penjual tiada hentinya mempromosikan produk-produk mereka. Ditambah lagi, promo bebas ongkir (ongkos kirim) dan kupon diskon menjadi intrik jitu menggaet hasrat berbelanja para emak Indonesia.
Alhasil, keinginan memiliki yang tak terbendung, menjadi sebuah kebutuhan yang mesti dipenuhi. Pernah 'kan, merasa kiriman paket tidak kunjung sampai, karena gamis impian mau segera dipakai? Padahal, setelah barang sampai ke tangan, "Kok rasanya biasa-biasa saja, ya!"
Keinginan untuk segera memakai gamis impian, bisa jadi tak sebesar hasrat awal ketika ingin memiliki. Bahkan, hanya sekali atau dua kali pakai, gamis impian kemudian disimpan berjejer dengan koleksi gamis-gamis lain di dalam lemari. Lantas, apakah ini sebuah kebutuhan atau memang benar ini adalah keinginan?
Keinginan Menjelma Menjadi Kebutuhan
Tanpa kita sadari, fenomena ini yang kita alami sekarang. Baru satu kasus saja, yaitu keinginan membeli gamis. Banyak kasus-kasus lain yang dihadapi para ibu dan wanita di dunia ini, seperti membeli alat dapur yang promosinya mengandalkan kecanggihan teknologi. Sementara alat dapur di rumah masih berfungsi dengan baik dan tidak menghambat saat digunakan untuk memasak.
Belum lagi, pernak-pernik rumah bergaya vintage hingga modern lalu dipadu dengan gaya rumah kekinian, produk pernak-pernik itu pun banjir disikat pembeli. Para emak berlomba memperindah rumah dan berburu barang-barang yang belum tentu butuh untuk mereka beli.
Dalam dunia kecantikan yang paling heboh, menjadi incaran seluruh wanita Indonesia, termasuk para pria yang juga tertarik dalam dunia yang satu ini. Kita kenal dengan nama Sherry Winata, yang mengidoalakan Felicya Angelista dan Liana Lie yang sudah lebih dahulu berkecimpung di dunia bisnis kecantikan, berjaya sebagai pebisnis sukses dengan merek lokal yang dilirik pasar internasional.
Tentu saja, kesuksesannya tidak terlepas dari kecantikan yang menjelma menjadi kebutuhan di masyarakat. Definisi cantik diidentikkan dengan penampilan fisik yang standarnya dibuat oleh masyarakat sendiri. Media pun ramai dengan berbagai promosi standar cantik yang mampu menghipnotis gadis muda dan emak-emak. Mereka berpikir bahwa apa yang mereka lihat di media, adalah cantik beneran dengan polesan make-up ala artis korea yang digandrungi saat ini.
Baca juga: Duhai Pemuda Berpijarlah
Sungguh sebuah fenomena impresif yang tengah menjangkiti masyarakat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah umat Islam yang mengekor budaya kekinian, sedikit demi sedikit meresap ke dalam benak mereka.
Perang Pemikiran
Wahai emak, yuk kita selisik bareng di sini apa yang sebenarnya terjadi. Tidak dapat kita mungkiri, budaya yang berkembang sekarang merupakan pembentukan opini, demi mengubah persepsi menjadi pemahaman. Artinya, dulu yang kita anggap tidak penting hanya sebagai persepsi, sekarang berubah menjadi hal yang penting karena kita paham itu harus dilakukan.
Sebenarnya sekilas hal itu sepertinya sepele, tetapi jika masuk ke dalam ranah pandangan hidup, menjadi sangat berbahaya. Terlebih lagi, apabila hal tersebut merasuk ke dalam pemikiran para emak sebagai tonggak peradaban dunia, maka akan sangat berisiko bagi generasi penerus bangsa.
Perlahan tetapi pasti, opini ini akan mengubah pemikiran dan menjauhkan kita dari ajaran Islam. Sebuah perang pemikiran (Ghazwul Fikri) atau invasi intelektual yang ditabuh tanpa suara oleh Barat. Bertujuan mengubah pemikiran dan sikap seorang muslim untuk mengikuti pemikiran mereka dan meninggalkan identitasnya sebagai muslim, kemudian menghancurkannya.
Benar, ini sangat berbahaya. Karena ketidakmampuan Barat menghancurkan umat dengan perang fisik, lalu mereka mencari cara untuk mencuci pemikiran kaum muslimin. Media dan teknologi yang berada dalam penguasaan mereka, menjadi senjata demi mewujudkan tujuannya ini. Akhirnya, mereka berhasil mengaburkan makna antara kebutuhan dan keinginan di masyarakat.
Ide Sekuler Kapitalisme
Begitulah sebuah penyusupan ide demi menjauhkan umat dari Islam. Sistem aturan kehidupan sekuler kapitalisme yang diadopsi Indonesia telah mengembangkan idenya, memisahkan agama dari kehidupan sekaligus menerapkan asas manfaat dalam setiap aspek kehidupan.
Menurut ide ini, kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas dan pemenuhan kebutuhannya sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi negara. Ekonomi dikatakan tumbuh pada saat manusia giat membeli dan belanja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kemudian negara akan berusaha menggiatkan produksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbagai jenis alat dan barang pun tersedia di Indonesia. Coba lihat, ada berapa jenis alat untuk mengupas bawang, mulai dari yang jadul hingga modern?
Padahal, yang dibutuhkan simpel saja, alat pengupas bawang. Tetapi dengan berbagai opini, alat pengupas bawang muncul dengan berbagai versi. Sudah punya jenis yang satu, tetapi ingin membeli jenis yang lain lagi. Itu pun belum tentu terpakai semua.
Kondisi inilah yang digadang akan mendongkrak ekonomi negara. Daya beli masyarakat menjadi poin penting negara sekuler kapitalisme. Negara akan melakukan berbagai cara agar masyarakat banyak berbelanja dan berbelanja lagi. Akibatnya, terjadilah pengaburan makna antara kebutuhan dan keinginan sesuai dengan cita-cita mereka.
Lebih Dekat kepada Islam
Sedangkan di dalam Islam, antara kebutuhan dan keinginan sangat jauh berbeda. Yuk, kita telaah bareng-bareng!
Allah menciptakan manusia sekaligus dengan kebutuhan jasmani (hajat al-'udhawiyah), kebutuhan naluri (gharizah) dan akalnya. Jadi, secara fitrahnya dalam diri manusia ada tiga potensi hidup, yaitu: kebutuhan jasmani, kebutuhan naluri, dan akal.
Kebutuhan jasmani, meliputi: makan, minum, berekskresi (buang air besar/kecil), tidur, berpakaian, dll. Kebutuhan jasmani ini sifatnya wajib dipenuhi. Apabila diabaikan akan berdampak pada kesehatan hingga kematian.
Selanjutnya adalah kebutuhan naluri. Kebutuhan ini sudah ada sejak lahir. Jika tidak terpenuhi, maka hanya menimbulkan kegelisahan saja tanpa mengancam nyawa.
Naluri terbagi menjadi tiga, yaitu:
Pertama, naluri melestarikan keturunan (gharizah nau'). Manusia memiliki naluri untuk melestarikan keturunannya. Dari naluri ini akan timbul rasa sayang kepada lawan jenis, keinginan menikah, hormat kepada orang tua, dll.
Kedua, naluri mengagungkan (gharizah tadayyun). Keinginan manusia untuk mengagungkan sesuatu didorong perasaan yang merasakan kemampuannya terbatas kemudian mengarahkannya kepada sesuatu yang lebih agung. Contoh: menuhankan Sang Pencipta, memuja patung, berdoa, bersumpah atas sesuatu, dll.
Ketiga, naluri mempertahankan diri (gharizah baqa). Naluri ini membawa manusia pada eksistensi dirinya dan rasa egoisme. Contoh: senang dipuji, marah saat dilecehkan, ingin balas dendam, ingin punya barang-barang mewah, dll.
Potensi Akal
Potensi hidup yang ketiga adalah akal. Inilah keistimewaan yang Allah berikan kepada manusia dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Allah memberikan akal agar manusia mampu memahami fenomena alam, menentukan pilihan, dan membedakan mana yang baik dan buruk.
Akal juga yang membantu manusia menerima perintah dan larangan Allah untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya. Potensi yang Allah berikan ini juga mengarahkan manusia pada hakikat pertanggungjawaban kehidupannya di hari kiamat nanti.
Keinginan Bukan Kebutuhan
Dengan demikian, kita akan menemukan bahwa keinginan bukanlah kebutuhan. Kebutuhan timbul dari potensi hidup manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya (hajat al-'udhawiyah). Sedangkan keinginan manusia dipengaruhi oleh naluri (gharizah)-nya.
Kebutuhan manusia sifatnya terbatas. Nalurilah yang menjadikan kebutuhan ini menjadi tidak terbatas. Sebagai contoh, wanita butuh pakaian untuk melindungi dirinya dari perubahan cuaca. Potensi akal yang kemudian akan bekerja menentukan pakaian seperti apa yang wajib atau dihindari wanita pakai. Hanya sebatas itu, wanita akan membeli pakaian sesuai dengan kebutuhannya.
Namun, naluri manusia yang dibiarkan memengaruhi akalnya, membentuk keinginan untuk membeli baju melebihi yang dibutuhkan, bahkan membeli pakaian mewah, timbul dari naluri, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa).
Manusia ingin tampil berkelas dan dipuji dengan pakaian yang dibelinya. Manusia tidak puas hanya dengan lima atau sepuluh pakaian di lemari, hingga lapar mata melihat iklan dan promosi menggiurkan lalu melampiaskan hasrat nalurinya membeli berpuluh-puluh pakaian yang sebenarnya tidak ia butuhkan.
Malah perbuatan tersebut menjadi pemborosan yang tak terbatas. Justru inilah dampak pemikiran jika kebutuhan manusia tidak terbatas dan mengeruhkan makna keinginan menjadi kebutuhan
Naluri Mengalahkan Akal
Perbuatan tersebut timbul disebabkan karena naluri manusia telah mengalahkan akalnya. Cara pandang ini adalah salah. Akal wajib menjadi yang utama untuk mengendalikan naluri dan memenuhi kebutuhan jasmani.
Akal juga yang membimbing manusia kepada kebenaran Islam dan mengetahui hakikat kehidupan akan hari akhir yang akan menuntut pertanggungjawaban setiap perbuatan manusia di dunia. Yang kemudian menjadikan halal dan haram sebagai standar pengendali naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani.
Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hasyr 18,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."
Oleh karena itu, untuk Emak-Emak Indonesia, jangan sampai kita terjebak oleh pemikiran mereka yang ingin menghancurkan Islam. Karena kebutuhan manusia itu sifatnya terbatas, pemikiran Baratlah yang mengaburkan keinginan menjadi kebutuhan yang tidak terbatas.
Wallahu a’lam bisshawab.[]