Keinginan atau Kebutuhan?

Kebutuhan timbul dari potensi hidup manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya. Sedangkan keinginan manusia dipengaruhi oleh nalurinya.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dear Emak-Emak Indonesia. Pernahkah punya keinginan menggebu-gebu kepingin gamis cantik, mereknya terkenal, warnanya lagi ngetren, plus bonus kerudung yang sangat serasi dengan gamisnya?

Pasti jawabannya, pernah. Apalagi kalau gamisnya cocok buat dibawa pengajian atau kongko-kongko bareng bestie. Jangan salah lo, emak-emak juga punya bestie, bukan anak-anaknya saja yang bestie-an.

Nah, antara rasa dan hasrat ingin memiliki gamis akan bercampur jadi satu. Namun, apalah daya, isi dompet tidak sejalan dengan keinginan. Lalu, membujuk suami dan bilang, "Pak, ini ada gamis cantik. Ibu butuh buat pengajian. Butuh pakai banget pokoknya."

Keinginan atau Kebutuhan

Terkadang kita tidak bisa membedakan antara keinginan dan kebutuhan. Apakah membeli gamis adalah sebuah kebutuhan atau malah keinginan? Atau bisa jadi keinginan itu sendiri adalah kebutuhan? Atau malah bingung?

Apalagi zaman sekarang, iklan di media sosial sangat gencar. Sebut saja marketplace terkenal shopee, melalui reel video dan live-nya, para penjual tiada hentinya mempromosikan produk-produk mereka. Ditambah lagi, promo bebas ongkir (ongkos kirim) dan kupon diskon menjadi intrik jitu menggaet hasrat berbelanja para emak Indonesia.

Alhasil, keinginan memiliki yang tak terbendung, menjadi sebuah kebutuhan yang mesti dipenuhi. Pernah 'kan, merasa kiriman paket tidak kunjung sampai, karena gamis impian mau segera dipakai? Padahal, setelah barang sampai ke tangan, "Kok rasanya biasa-biasa saja, ya!"

Keinginan untuk segera memakai gamis impian, bisa jadi tak sebesar hasrat awal ketika ingin memiliki. Bahkan, hanya sekali atau dua kali pakai, gamis impian kemudian disimpan berjejer dengan koleksi gamis-gamis lain di dalam lemari. Lantas, apakah ini sebuah kebutuhan atau memang benar ini adalah keinginan?

Keinginan Menjelma Menjadi Kebutuhan

Tanpa kita sadari, fenomena ini yang kita alami sekarang. Baru satu kasus saja, yaitu keinginan membeli gamis. Banyak kasus-kasus lain yang dihadapi para ibu dan wanita di dunia ini, seperti membeli alat dapur yang promosinya mengandalkan kecanggihan teknologi. Sementara alat dapur di rumah masih berfungsi dengan baik dan tidak menghambat saat digunakan untuk memasak.

Belum lagi, pernak-pernik rumah bergaya vintage hingga modern lalu dipadu dengan gaya rumah kekinian, produk pernak-pernik itu pun banjir disikat pembeli. Para emak berlomba memperindah rumah dan berburu barang-barang yang belum tentu butuh untuk mereka beli.

Dalam dunia kecantikan yang paling heboh, menjadi incaran seluruh wanita Indonesia, termasuk para pria yang juga tertarik dalam dunia yang satu ini. Kita kenal dengan nama Sherry Winata, yang mengidoalakan Felicya Angelista dan Liana Lie yang sudah lebih dahulu berkecimpung di dunia bisnis kecantikan, berjaya sebagai pebisnis sukses dengan merek lokal yang dilirik pasar internasional.

Tentu saja, kesuksesannya tidak terlepas dari kecantikan yang menjelma menjadi kebutuhan di masyarakat. Definisi cantik diidentikkan dengan penampilan fisik yang standarnya dibuat oleh masyarakat sendiri. Media pun ramai dengan berbagai promosi standar cantik yang mampu menghipnotis gadis muda dan emak-emak. Mereka berpikir bahwa apa yang mereka lihat di media, adalah cantik beneran dengan polesan make-up ala artis korea yang digandrungi saat ini.

Baca juga: Duhai Pemuda Berpijarlah

Sungguh sebuah fenomena impresif yang tengah menjangkiti masyarakat Indonesia. Termasuk di dalamnya adalah umat Islam yang mengekor budaya kekinian, sedikit demi sedikit meresap ke dalam benak mereka.

Perang Pemikiran

Wahai emak, yuk kita selisik bareng di sini apa yang sebenarnya terjadi. Tidak dapat kita mungkiri, budaya yang berkembang sekarang merupakan pembentukan opini, demi mengubah persepsi menjadi pemahaman. Artinya, dulu yang kita anggap tidak penting hanya sebagai persepsi, sekarang berubah menjadi hal yang penting karena kita paham itu harus dilakukan.

Sebenarnya sekilas hal itu sepertinya sepele, tetapi jika masuk ke dalam ranah pandangan hidup, menjadi sangat berbahaya. Terlebih lagi, apabila hal tersebut merasuk ke dalam pemikiran para emak sebagai tonggak peradaban dunia, maka akan sangat berisiko bagi generasi penerus bangsa.

Perlahan tetapi pasti, opini ini akan mengubah pemikiran dan menjauhkan kita dari ajaran Islam. Sebuah perang pemikiran (Ghazwul Fikri) atau invasi intelektual yang ditabuh tanpa suara oleh Barat. Bertujuan mengubah pemikiran dan sikap seorang muslim untuk mengikuti pemikiran mereka dan meninggalkan identitasnya sebagai muslim, kemudian menghancurkannya.

Benar, ini sangat berbahaya. Karena ketidakmampuan Barat menghancurkan umat dengan perang fisik, lalu mereka mencari cara untuk mencuci pemikiran kaum muslimin. Media dan teknologi yang berada dalam penguasaan mereka, menjadi senjata demi mewujudkan tujuannya ini. Akhirnya, mereka berhasil mengaburkan makna antara kebutuhan dan keinginan di masyarakat.

Ide Sekuler Kapitalisme

Begitulah sebuah penyusupan ide demi menjauhkan umat dari Islam. Sistem aturan kehidupan sekuler kapitalisme yang diadopsi Indonesia telah mengembangkan idenya, memisahkan agama dari kehidupan sekaligus menerapkan asas manfaat dalam setiap aspek kehidupan.

Menurut ide ini, kebutuhan manusia sifatnya tidak terbatas dan pemenuhan kebutuhannya sangat terkait dengan pertumbuhan ekonomi negara. Ekonomi dikatakan tumbuh pada saat manusia giat membeli dan belanja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Kemudian negara akan berusaha menggiatkan produksi barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Berbagai jenis alat dan barang pun tersedia di Indonesia. Coba lihat, ada berapa jenis alat untuk mengupas bawang, mulai dari yang jadul hingga modern?

Padahal, yang dibutuhkan simpel saja, alat pengupas bawang. Tetapi dengan berbagai opini, alat pengupas bawang muncul dengan berbagai versi. Sudah punya jenis yang satu, tetapi ingin membeli jenis yang lain lagi. Itu pun belum tentu terpakai semua.

Kondisi inilah yang digadang akan mendongkrak ekonomi negara. Daya beli masyarakat menjadi poin penting negara sekuler kapitalisme. Negara akan melakukan berbagai cara agar masyarakat banyak berbelanja dan berbelanja lagi. Akibatnya, terjadilah pengaburan makna antara kebutuhan dan keinginan sesuai dengan cita-cita mereka.

Lebih Dekat kepada Islam

Sedangkan di dalam Islam, antara kebutuhan dan keinginan sangat jauh berbeda. Yuk, kita telaah bareng-bareng!

Allah menciptakan manusia sekaligus dengan kebutuhan jasmani (hajat al-'udhawiyah), kebutuhan naluri (gharizah) dan akalnya. Jadi, secara fitrahnya dalam diri manusia ada tiga potensi hidup, yaitu: kebutuhan jasmani, kebutuhan naluri, dan akal.

Kebutuhan jasmani, meliputi: makan, minum, berekskresi (buang air besar/kecil), tidur, berpakaian, dll. Kebutuhan jasmani ini sifatnya wajib dipenuhi. Apabila diabaikan akan berdampak pada kesehatan hingga kematian.

Selanjutnya adalah kebutuhan naluri. Kebutuhan ini sudah ada sejak lahir. Jika tidak terpenuhi, maka hanya menimbulkan kegelisahan saja tanpa mengancam nyawa.

Naluri terbagi menjadi tiga, yaitu:

Pertama, naluri melestarikan keturunan (gharizah nau'). Manusia memiliki naluri untuk melestarikan keturunannya. Dari naluri ini akan timbul rasa sayang kepada lawan jenis, keinginan menikah, hormat kepada orang tua, dll.

Kedua, naluri mengagungkan (gharizah tadayyun). Keinginan manusia untuk mengagungkan sesuatu didorong perasaan yang merasakan kemampuannya terbatas kemudian mengarahkannya kepada sesuatu yang lebih agung. Contoh: menuhankan Sang Pencipta, memuja patung, berdoa, bersumpah atas sesuatu, dll.

Ketiga, naluri mempertahankan diri (gharizah baqa). Naluri ini membawa manusia pada eksistensi dirinya dan rasa egoisme. Contoh: senang dipuji, marah saat dilecehkan, ingin balas dendam, ingin punya barang-barang mewah, dll.

Potensi Akal

Potensi hidup yang ketiga adalah akal. Inilah keistimewaan yang Allah berikan kepada manusia dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Allah memberikan akal agar manusia mampu memahami fenomena alam, menentukan pilihan, dan membedakan mana yang baik dan buruk.

Akal juga yang membantu manusia menerima perintah dan larangan Allah untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan nalurinya. Potensi yang Allah berikan ini juga mengarahkan manusia pada hakikat pertanggungjawaban kehidupannya di hari kiamat nanti.

Keinginan Bukan Kebutuhan

Dengan demikian, kita akan menemukan bahwa keinginan bukanlah kebutuhan. Kebutuhan timbul dari potensi hidup manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmaninya (hajat al-'udhawiyah). Sedangkan keinginan manusia dipengaruhi oleh naluri (gharizah)-nya.

Kebutuhan manusia sifatnya terbatas. Nalurilah yang menjadikan kebutuhan ini menjadi tidak terbatas. Sebagai contoh, wanita butuh pakaian untuk melindungi dirinya dari perubahan cuaca. Potensi akal yang kemudian akan bekerja menentukan pakaian seperti apa yang wajib atau dihindari wanita pakai. Hanya sebatas itu, wanita akan membeli pakaian sesuai dengan kebutuhannya.

Namun, naluri manusia yang dibiarkan memengaruhi akalnya, membentuk keinginan untuk membeli baju melebihi yang dibutuhkan, bahkan membeli pakaian mewah, timbul dari naluri, yaitu naluri mempertahankan diri (gharizah baqa).

Manusia ingin tampil berkelas dan dipuji dengan pakaian yang dibelinya. Manusia tidak puas hanya dengan lima atau sepuluh pakaian di lemari, hingga lapar mata melihat iklan dan promosi menggiurkan lalu melampiaskan hasrat nalurinya membeli berpuluh-puluh pakaian yang sebenarnya tidak ia butuhkan.

Malah perbuatan tersebut menjadi pemborosan yang tak terbatas. Justru inilah dampak pemikiran jika kebutuhan manusia tidak terbatas dan mengeruhkan makna keinginan menjadi kebutuhan

Naluri Mengalahkan Akal

Perbuatan tersebut timbul disebabkan karena naluri manusia telah mengalahkan akalnya. Cara pandang ini adalah salah. Akal wajib menjadi yang utama untuk mengendalikan naluri dan memenuhi kebutuhan jasmani.

Akal juga yang membimbing manusia kepada kebenaran Islam dan mengetahui hakikat kehidupan akan hari akhir yang akan menuntut pertanggungjawaban setiap perbuatan manusia di dunia. Yang kemudian menjadikan halal dan haram sebagai standar pengendali naluri dan pemenuhan kebutuhan jasmani.

Allah Swt. berfirman dalam QS. Al-Hasyr 18,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan."

Oleh karena itu, untuk Emak-Emak Indonesia, jangan sampai kita terjebak oleh pemikiran mereka yang ingin menghancurkan Islam. Karena kebutuhan manusia itu sifatnya terbatas, pemikiran Baratlah yang mengaburkan keinginan menjadi kebutuhan yang tidak terbatas.

Wallahu a’lam bisshawab.[]

Utang Pemerintah, Apa Kabar?

Betapa besar beban utang pemerintah, sementara mayoritas penduduk Indonesia hidup pada level ekonomi bawah, jauh dari kata sejahtera.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Jelang Presiden Joko Widodo lengser, jumlah utang pada Agustus 2024 turun Rp40,76 triliun dibandingkan bulan sebelumnya. Turunnya utang ini, apakah kabar baik bagi masyarakat?

Berdasarkan data Kemenkeu, dalam waktu 1 bulan, jumlah utang pemerintah turun menjadi Rp8.461,93 pada Agustus 2024 dari Rp8.502,69 pada bulan sebelumnya, di saat kepemimpinan Presiden Joko Widodo akan berakhir. (finance.detik.com, 28-09-2024). Hal ini adalah kabar baik yang patut diapresiasi.

Namun, penurunan ini tidak serta-merta menghapus jejak utang selama dua periode kepemimpinannya. Pada awal pelantikan tahun 2014, jumlah utang Indonesia berada pada level Rp2.601,16 triliun.

Kemudian terus merangkak naik hingga akhir periode pertama di tahun 2019, mencapai angka Rp4.778 triliun. Bahkan, di periode kedua kepemimpinannya, utang tersebut melonjak hampir dua kali lipat menembus level Rp8.502,69 triliun pada September 2024. Jumlah kenaikan yang cukup fantastis dan menembus rekor tertinggi di Indonesia.

Utang Menumpuk tetapi Masih Sehat?

Akan tetapi, melejitnya utang tersebut dinilai negara bukan suatu masalah. Karena, rasio utang terhadap PDB (Pendapatan Domestik Bruto) masih mampu ditekan di bawah standar 60% sesuai Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Jumlah rasio tersebut berturut-turut sebagai berikut: 38,68% di 2020, 41% di 2021, 38,65% di 2022 dan terakhir 38,49% di Agustus 2024. Semuanya dinilai masih di bawah batas dan utang Indonesia dikatakan masih sehat, karena pemerintah dinilai mampu membayar utang-utang tersebut.

Antara Rasio Utang dan PDB

Pendapatan Domestik Bruto atau PDB merupakan salah satu indikator mengukur kinerja pemerintah, pertumbuhan ekonomi suatu negara, dan tingkat kesejahteraan masyarakat. Istilah ini muncul pertama kali di Amerika Serikat, sebagai respons depresi besar perekonomian negara tersebut. Kemudian dipakai secara global oleh negara-negara di dunia setelah Konferensi Bretton Woods pada 1944 (ocbc.id, 22-03-2022).

Secara teori, hubungan rasio utang PDB berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi dan kekayaan suatu negara. Artinya, semakin tinggi persentasi rasionya, maka pertumbuhan ekonomi dan kekayaan yang dimiliki negara semakin rendah. Rasio maksimal 60% sebagai batas beban utang telah ditetapkan oleh UU. Apabila nilainya melebihi angka tersebut, maka beban utang sulit dibayar.

Salah Kaprah Utang Pemerintah

Sederhananya, walaupun jumlahnya melejit, tetapi utang Indonesia dikatakan berada dalam kondisi aman. Akan tetapi, Direktur Institute for Demographic and Proverty Studies Yusuf Wibisono menganggap sebaliknya.

Menurutnya, nilai PDB hanya menunjukkan potensi penerimaan pemerintah. Sedangkan penerapannya tidak demikian. Dalam penerimaan anggaran perlu juga memperhitungkan rasio perpajakan (tax ratio) sebagai perbandingan antara PDB dan penerimaan perpajakan (koran.tempo.co, 26-01-2024).

Dengan demikian, untuk mengetahui sanggup tidaknya pemerintah berutang, rasio bunga dan cicilan pokok, serta penerimaan perpajakan perlu juga diperhatikan, karena ketiga parameter tersebut lebih terkait pada pemasukan yang sebenarnya.

Utang untuk Bayar Utang

Jika demikian, walaupun stok utang terhadap PDB masih aman, tetapi beban utang akan sangat memberatkan APBN (Anggaran Pendapatan dan Bepanja Negara). Pada era Presiden Joko Widodo, jumlah perbandingan beban bunga dan cicilan pokok utang totalnya mencapai 47,4 persen dari penerimaan negara. Berarti hampir setengahnya penerimaan negara hanya untuk membayar utang.

Lalu, bagaimana dengan tanggung jawab pemerintah terhadap rakyat? Apalagi proyek strategis nasional seperti Ibu Kota Nusantara butuh dana sangat besar, dari mana lagi kalau bukan dari utang? Indonesia pun akan terus terjerat dalam utang yang tak berkesudahan.

Utang Pemerintah Nonsens untuk Rakyat

Bayangkan, betapa besar beban utang pemerintah, sementara mayoritas penduduk Indonesia hidup pada level ekonomi bawah. Lebih miris lagi, pertumbuhan utang Indonesia masih lebih besar dari pada pertumbuhan ekonominya.

Pemerintah akhirnya perlu mengambil langkah meningkatkan penerimaan pajak demi membayar beban utang yang terus membengkak dan membebaskan negara dari utang di masa depan. Pajak ini merupakan satu-satunya harapan pembebasan utang, lantaran menjadi sumber pemasukan terbesar dalam APBN yang mencapai 80 persen (republika.co.id, 27-03-2017).

Namun, fakta yang berkembang di masyarakat berkata sebaliknya. Utang seolah menjadi tugas mulia negara untuk mengurus rakyat dengan mengemasnya sebagai penyelamat ekonomi. Padahal jumlah utang pemerintah tidak sebanding dengan kesejahteraan rakyat.

Utang Pemerintah dan Kapitalisme

Begitulah skema besar yang terjadi di dunia saat ini, termasuk Indonesia. Utang yang digadang-gadang sebagai penyelamat ekonomi, nyatanya adalah alat politik negara penjajah dan kunci pembuka agenda neokolonialisme sebuah ideologi kapitalisme.

Kapitalisme, telah mengklasifikasikan status negara-negara di dunia berdasarkan laju kemajuan ekonominya. Indonesia, masuk dalam daftar negara dunia ketiga atau negera berkembang versi kapitalisme tersebut. Kemudian berupaya memantaskan diri menjadi bagian negara maju.

Pembenahan ekonomi pun dilakukan menuju visi Indonesia Emas 2045. Namun, ambisi ini tidak didukung oleh ruang APBN negara. Di satu sisi, perbaikan infrastruktur membutuhkan dana besar, tetapi di sisi lain anggaran negara sangat terbatas. Akhirnya, jalan berutang yang kemudian dipilih negara demi tercapainya tujuan tersebut.

Melalui lembaga internasional dan negara besarnya, kapitalisme memfasilitasi utang kepada negara-negara berkembang untuk mewujudkan proyek pembenahan ekonomi mereka. Semakin proyek ekonomi berjalan, secara otomatis dana yang dibutuhkan juga semakin besar. Utang Indonesia pun kian membengkak.

Pajak sebagai sumber utama pemasukan negara yang kemudian digenjot untuk menutupi beban utang yang terus bertambah. Tak ayal lagi, rakyat menjadi korbannya. Rakyat digenjot layaknya sapi perah yang diambil manfaatnya tanpa merasakan kesejahteraan.

Sementara itu, ekonomi kapitalisme yang diadopsi negara telah membiarkan sumber daya alam Indonesia dikuasai Barat dan dikeruk untuk keuntungan mereka. Padahal, hasil pengelolaan sumber daya alam Indonesia dapat digunakan untuk mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, sekaligus memberikan kesejahteraan sangat layak untuk rakyat.

Utang bertambah dan kekayaan alam berlimpah semuanya bukan untuk rakyat. Hegemoni kapitalisme telah berhasil mencengkeram negara Indonesia dengan kuat.

Membebaskan Indonesia dari Utang Pemerintah

Berbicara tentang utang pemerintah, maka hal ini berkaitan dengan sistem kebijakan negara. Jumlah utang Indonesia yang terus bertambah adalah indikasi ada sistem kebijakan yang perlu dibenahi. Terlebih lagi, pembengkakan utang tersebut berimbas pada kehidupan masyarakat.

Sebenarnya, Indonesia mampu menjadi negara mandiri tanpa terlibat dengan utang dan intervensi negara-negara lain. Pengaturan ekonomi berdasarkan sistem ekonomi Islam, tidak hanya akan membebaskan Indonesia dari utang, tetapi juga mampu memperbaiki kehidupan ekonomi rakyat.

Baca juga: Utang IMF Lunas Tumbalnya Tak Kalah Mengerikan

Baitulmal

Dalam sistem ekonomi Islam, sumber pemasukan negara bukan berasal dari utang dan pajak seperti dalam kapitalisme. Dalam Islam, terdapat tiga sektor sumber pemasukan yang dikelola oleh lembaga negara yang bernama baitulmal. Baitulmal ini yang akan mengelola kas negara, baik pendapatan maupun pengeluarannya, termasuk pembiayaan sarana dan infrastruktur negara.

Dengan kata lain, baitulmal adalah jantungnya ekonomi Islam yang menampung dan memompa dana bagi semua kegiatan ekonomi negara. Adapun tiga sektor sumber pemasukan baitulmal, yaitu:

Pertama, sektor kepemilikan individu. Pada sektor ini, hasil dari pengelolaan kekayaan milik individu tidak langsung masuk ke baitulmal. Tetapi dari sedekah, wakaf, zakat, dan infak dari hasil pengelolaan kepemilikan individu yang ditampung di baitulmal.

Kedua, sektor kepemilikan negara, yang terdiri dari: ganimah, fai, kharaj, jizyah, dan BUMN. Sektor ini dikelola oleh negara dengan tidak berkooperasi dengan negara mana pun. Kemudian hasil pengelolaannya akan masuk ke baitulmal. Apabila terjadi kas negara (baitulmal) kosong bahkan minus, dari sektor inilah negara boleh memungut pajak (dharibah) tetapi sifatnya tidak permanen dan tidak dipungut kepada seluruh rakyat.

Ketiga, sektor kepemilikan umum, yang terdiri dari: fasilitas atau sarana umum dan sumber daya alam. Indonesia mempunyai potensi yang sangat luar biasa besar sebagai sumber pemasukan negara dari sektor ini. Kekayaan alam Indonesia yang melimpah berupa barang tambang, minyak bumi, emas, perak, dll., akan memberikan keuntungan besar sebagai sumber pembiayaan negara.

Tentu saja sektor yang ketiga ini tidak boleh dimiliki oleh negara, individu, apalagi asing, tetapi pengelolaannya adalah tanggung jawab negara. Lalu hasilnya masuk ke baitulmal, dan digunakan untuk mengurus rakyat seperti pemberian layanan pendidikan dan kesehatan gratis.

Bahaya Utang

Dari semua sumber pemasukan ini, sepanjang sejarah Islam, kas negara tidak pernah kosong, apalagi mengalami defisit anggaran. Jadi, mustahil negara akan berutang. Karena Nabi saw. bersabda:

لا تُخِيْفُوْا أنفُسَكم بعْدَ أَمْنِها. قالوا: وما ذاكَ يا رسولَ اللهِ؟ قال: الدَّيْنُ

 “Jangan kalian meneror diri kalian sendiri, padahal sebelumnya kalian dalam keadaan aman. Mereka (para sahabat) bertanya: 'Apakah itu, wahai Rasulullah?'. Rasulullah menjawab: 'Itulah utang!'" (HR. Ahmad).

Hadis tersebut menjelaskan, utang bisa menjadi teror yang mengancam kita. Padahal sebelum berutang, kita dalam kondisi aman. Kita pun wajib melunasi utang sesuai dengan kesepakatan. Rasulullah juga melarang untuk bermudah-mudah dalam berutang, karena akan mendatangkan rasa takut akibat hak yang Allah berikan kepada pemberi utang untuk menagihnya.

Khatimah

Demikianlah begitu banyak kerugian yang ditimbulkan utang. Sistem kapitalisme yang menjerat negara ke dalam utang tidak layak dipertahankan. Demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, negara mesti menjadi negara mandiri tanpa utang, dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang besar milik Indonesia.

Oleh karena itu, untuk mewujudkan Indonesia bebas utang, kita mesti berbenah meninggalkan kapitalisme dan beralih kepada sistem Islam.

Wallahu alam bisshawab.[]

Penista Agama Mesti Diredam

Umat wajib bersatu dalam satu kepemimpinan Khilafah Islam, agar dapat meredam penista agama. Apalagi penista tersebut datang dari kaum kafir harbi pembenci Islam

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dituding sebagai aksi balas dendam kepada pelaku pembakaran Al-Qur'an di Swedia pada 2023 lalu, sekitar 15.000 pesan teks ramai diterima warga Swedia.

Layanan SMS tersebut dikirim oleh sebuah kelompok yang menamakan dirinya "Anzu team." Isinya berupa ancaman bagi siapa saja yang menghina Al-Qur'an wajib dihukum berat.

Isi SMS tersebut juga memberikan sebutan "iblis" untuk warga Swedia. Tujuannya, agar Swedia mendapat citra buruk sebagai negara islamofobia, memecah-belah masyarakatnya dan memunculkan ketegangan di dalam negerinya.

Jaksa senior Swedia Mats Ljungqvist menyampaikan dari investigasi Badan Keamanan Dalam Negeri Swedia (SAPO), ditemukan adanya keterkaitan negara Iran dengan kejadian tersebut. Melalui "Garda Revolusi Iran," mereka bekerja sama dengan sebuah perusahaan layanan SMS besar Swedia yang tidak diungkap identitasnya. (cnbcindonesia.com, 24-09-2024)

Tidak hanya itu, ketika peristiwa pembakaran mulai menyebar, Iran bersama pemimpin tertingginya Ayatollah Ali Khamenei ikut mengutuk dan menyebut insiden tersebut berbahaya dan penuh konspirasi, sehingga menciptakan kebencian di kalangan negara-negara muslim.

Penista Agama Dilindungi Negara

Penistaan demi penistaan yang sering terjadi khususnya di Swedia bukanlah tanpa alasan. Karena Swedia memang dikenal sebagai salah satu negara yang sangat liberal dan sekuler.

Hal tersebut ditandai dengan konstitusi Swedia yang tidak mempunyai aturan khusus tentang larangan penistaan agama, termasuk juga menghina dan membakar kitab suci agama. Artinya, apabila seseorang menghina agama atau menodai kitab suatu agama seperti Al-Qur'an, tidak dinilai sebagai tindakan ilegal.

Konstitusi Swedia juga mendukung kebebasan berbicara dan berekspresi. Meskipun sebuah aksi demonstrasi berujung pada pembakaran Al-Qur'an, mereka tidak akan bertindak. Parahnya lagi, aksi-aksi penista tersebut mendapat izin dari aparat kepolisian setempat.

Seperti itulah kondisinya, kepolisian di Swedia tidak bisa menolak izin aksi demonstrasi kecuali karena alasan keamanan. Pernah terjadi pada Februari 2023, polisi Swedia menolak izin Salwan Momika untuk melakukan aksi pembakaran Al-Qur'an di depan parlemen Swedia, tetapi penolakan ini kemudian dibatalkan oleh pengadilan banding Swedia karena dirasa tidak mengganggu keamanan. Aksi Pembakaran Al-Qur'an pun akhirnya terjadi.

Jadi, tidaklah heran banyak penistaan dan pembakaran Al-Qur'an di Swedia terus berulang dan menyebar. Negara itu sudah terkenal dengan islamofobianya. Bahkan, penyakit islamofobia ini turut menjangkiti sebagian besar wilayah Eropa.

Ketakutan Barat dan Penista Agama

Memang tidak dimungkiri, negara-negara Barat yang mengeklaim dirinya sebagai yang paling toleran, paling menghargai hak-hak asasi, dan paling mengakui eksistensi perbedaan dan keberagaman, nyatanya malah menyimpan sikap kefanatikan gelap terhadap islamofobia.

Sikap ini mereka tunjukkan dalam bentuk berbagai penistaan simbol-simbol Islam dan pembakaran Al-Qur'an. Apalagi, penistaan ini menjadi semakin langgeng dengan kebijakan hukum sekularisme akut dan kebebasan berbicara yang mereka anut.

Tak ayal lagi, islamofobia lalu menyebar hingga menjadi epidemi di Barat. Diskriminasi terhadap muslim telah mencapai level mengkhawatirkan, sehingga mempersulit integrasi ekonomi dan sosial warga muslim. Pelarangan jilbab pun menyebar di negara-negara Eropa. Keadaan ini membawa penderitaan yang teramat sangat bagi muslim minoritas di sana.

Banyak muslim lain yang mencela dan marah tetapi tak mampu berbuat banyak. Kebencian Barat terhadap Islam terus berembus dan islamofobia terus menyebar. Propaganda-propaganda dilancarkan demi menjegal kebangkitan Islam di tengah-tengah umat. Barat takut Islam akan bangkit. Suatu saat, peradaban Islam akan menghentikan otoritas Barat menjajah dunia dan mereka yakin akan hal itu.

Tanpa Pelindung

Keyakinan Barat akan kebangkitan umat Islam yang begitu besar, justru disikapi sebaliknya oleh kaum muslimin. Propaganda Barat berhasil merasuki pemikiran kaum muslimin, membuat mereka anti dan merasa alergi dengan Islam. Islam yang luar biasa menjadi asing di mata umat, sehingga membawa umat pada keterpurukannya yang teramat parah.

Islam dan kaum muslimin selalu dinista dan dihina. Karena sekarang Barat menjadi yang paling hebat, mereka senantiasa mendengungkan islamofobia demi menjaga eksistensinya dan menjauhkan Islam dari umatnya. Umat pun terjebak dalam gagasan dan ide Barat.

Akibatnya, banyak penistaan terhadap Islam hanya disikapi sekadarnya. Kecaman, kutukan, hingga unjuk rasa yang mampu dilakukan umat. Kalaupun harus menyerang dengan pasukan, akan terganjal dengan batas teritorial negara.

Keadaan ini membuat kegeraman umat semakin memuncak. Islam telah dicabik dan dikoyak. Penistaan Islam di Swedia sudah membakar ubun-ubun kaum muslimin. Reaksi Iran atas aksi penistaan tersebut sangat layak diapresiasi, tetapi belum mampu menumpas penistaan sampai habis.

Apalah daya umat tanpa pelindung dan kekuatan, terombang-ambing dalam buaian tipu daya Barat. Umat hanya mampu melakukan boikot dan memberikan ancaman terhadap pelaku penistaan, tak mungkin memberikan efek jera apalagi tanpa tindakan nyata.

Khilafah Meredam Penista Agama

Oleh karena itu, kaum muslimin harus sadar bahwa kita wajib menjadi kaum hebat. Jangan mau diinjak-injak oleh Barat. Kaum muslimin harus mau berubah dari kondisi keterpurukannya saat ini. Berusahalah untuk bangkit menuju kejayaannya kembali, seperti kejayaan Islam di masa lalu.

Lihatlah, ketika Islam hebat dengan kedigdayaannya dalam satu kekuatan Khilafah Islam, Barat tunduk dengan kelemahannya. Empat belas abad lamanya, Islam tidak memberikan ruang sedikit pun kepada pencela dan penista agama.

Sejarah telah berkata, tindakan pemimpin Islam Khalifah Abdul Hamid II sangat tegas melarang penistaan agama. Di saat itu, walaupun baru mendengar rencana Inggris akan mementaskan drama karya Voltaire yang melecehkan Rasulullah saw., Khalifah Abdul Hamid II langsung bertindak cepat menghentikan rencana tersebut. Bahkan, ia menantang akan mengobarkan jihad akbar apabila drama itu tetap dipentaskan.

Tentu saja hal ini membuat Inggris takut dan mengurungkan niatnya. Kehebatan dan kewibawaan seorang khalifah dalam pemerintahan Islam sangat berpengaruh dalam memberantas segala jenis penistaan agama. Kekuatan militernya menjadi yang paling ditakuti dunia.

Barat menyadari hal itu sehingga tak rela kaum muslimin bangkit dengan Islamnya. Kemudian dengan berbagai propaganda yang dilancarkan, Barat berhasil melakukan manuver penghalang kebangkitan. Barat tak segan menyudutkan Islam dangan kaumnya, penistaan pun semakin merajalela. Itulah dampak yang kaum muslimin rasakan hingga saat ini.

Baca juga: Repatriasi Artefak, Menghapus Jejak Penjajahan

Maka dari itu, umat wajib bersatu dalam satu kepemimpinan Khilafah Islam agar dapat meredam penistaan agama. Apalagi penista agama tersebut datang dari kaum kafir harbi pembenci Islam, hanya militer pasukan Khilafah yang mampu menumpasnya. Firman Allah Swt.,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قَاتِلُوا الَّذِينَ يَلُونَكُمْ مِنَ الْكُفَّارِ وَلْيَجِدُوا فِيكُمْ غِلْظَةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

"Wahai orang-orang beriman! Perangilah orang-orang kafir yang berada di sekitar kalian, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allâh beserta orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah: 123)

Khatimah

Kita sudah mengatahui kebencian Barat terhadap perkembangan umat Islam sangat besar. Lalu, masihkah kita berdiam diri terhadap setiap penistaan yang mereka lakukan? Ataukah kita akan bangkit menuju persatuan umat dalam satu kekuatan?

Allah Swt. berfirman,

قُلْ اَطِيْعُوا اللهَ وَالرَّسُوْلَۚ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ

"Katakanlah: 'Taatilah Allah dan Rasul-Nya. Apabila kalian berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.'" (QS. Ali Imran: 32)

Wallahu alam bisshwab.[]

Sekolah Gratis di Kapitalisme, Mimpi!

Sekolah gratis dalam sistem kapitalisme hanya mimpi, dan dapat terwujud apabila negara mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Siapa yang mau sekolah gratis? Jawabannya semua pasti mau, apalagi biaya pendidikan saat ini terasa sangat membebankan. Kenapa zaman sekarang susah sekali mencari ilmu, padahal pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa dan peradaban dunia.

Alasan inilah yang menjadi pertimbangan Bakal Calon Gubernur (Bacagub) Jawa Timur Tri Rismaharini. Apabila dirinya terpilih menjadi gubernur, biaya pendidikan SMA/SMK akan digratiskan. Terlebih lagi saat dirinya menjabat Menteri Sosial (Mensos) banyak mendapat keluhan dari orang tua yang sulit membayar sekolah di SLTA sehingga anaknya terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi.

Namun, pernyataan tersebut mendapat komentar sebaliknya. Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Jawa Timur Aries Agung Paewai menyatakan bahwa seluruh SMA/SMK Negeri di Jawa Timur sudah gratis, tidak ada lagi pembayaran SPP dan program ini sudah berjalan lama.

Melalui BOS (Bantuan Operasional Sekolah) dan BOPP (Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan) dari Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa, semua SMA/SMKN gratis dan masih berjalan sampai saat ini. (detik.com, 20-09-2024)

Seketika saja komentar Kadindik Jawa Timur ini menuai kritik. Dikutip dari radarjatim.co (22-09-2024), Ketua LSM Pusat Informasi dan Advokasi Rakyat (PIAR) Jawa Timur Masud mengatakan bahwa Kadindik selayaknya tidak berkata seperti itu. Walaupun SMA/SMKN di Jawa Timur gratis tetapi faktanya tidak demikian. Masih banyak pungutan dengan banyak dalih dan modus.

Tambahnya lagi, komentar Kadindik dinilai tidak pantas dan dapat menjadi pembohongan publik, apalagi pernyataan tersebut disampaikan untuk mengomentari paslon (pasangan calon) gubernur Jatim. Bisa jadi blunder dan lebih baik Kadindit mengevaluasi kondisi pendidikan di jatim daripada bergosip politik.

Gratis Tapi Bayar

Miris, ya! Fakta yang terjadi memang demikian. Saat ini sekolah gratis hanyalah fatamorgana. Banyak embel-embel di balik kata gratis yang pada faktanya tidak gratis.

Biaya seragam, perjalanan tur, biaya prasarana, dan lain sebagainya yang mengatasnamakan komite sekolah sebagai perpanjangan tangan masih sering terjadi. Ruwet, dibilang gratis, pemerintah yang akan menanggung semua anggaran pendidikan di sekolah negeri, tetapi kok masih minta uang dari masyarakat.

Kapitalisasi Pendidikan

Jadi tak mungkin akan ada sekolah yang benar-benar gratis saat ini. Semua aspek pendidikan dijadikan ladang keuntungan. Bagaimana bisa untung kalau pendidikan diberikan cuma-cuma?

Padahal, pendidikan seharusnya merupakan hak dasar manusia, tetapi malah dijadikan bisnis dan investasi. Mereka menciptakan istilah pendidikan berkualitas yang membutuhkan banyak biaya, sehingga hanya orang kaya saja yang mampu mendapatkan pendidikan berkualitas, sementara rakyat miskin sulit mendapatkan pendidikan dengan kualitas serupa.

Gambarannya seperti ini, sekolah gratis yang ditangani pemerintah pada sistem kapitalisme, nyatanya justru membuka peluang bagi kapitalis melebarkan bisnisnya. Mereka membuka kelas-kelas dan sekolah yang berbeda kualitasnya dari pemerintah, seperti dalam segi layanan pendidikan berkualitas, proses belajar yang bermutu, lingkungan yang kondusif dan lulusan-lulusan yang berkualitas.

Akibatnya, sekolah-sekolah swasta menjamur dengan keunggulannya masing-masing. Tentu saja dengan biaya yang tidak murah. Mau tidak mau, masyarakat pun harus mengeluarkan biaya mahal jika menginginkan pendidikan berkualitas bagi anak-anak mereka.

Sekolah "Terbaik" Butuh Biaya Lebih

Pada intinya, pendidikan mahal merupakan kompensasi dari pendidikan yang berkualitas. Pemikiran ini yang kemudian dikampanyekan di tengah-tengah masyarakat sehingga membuat para orang tua berlomba-lomba menyekolahkan anaknya di sekolah berkualitas dalam arti sekolah "terbaik."

Di beberapa sekolah yang sudah terkenal sebagai sekolah "terbaik," mereka juga tidak segan memungut biaya lebih. Anehnya, para orang tua bersedia membayarnya demi anak masuk sekolah tersebut. Bahkan, sudah menjadi rahasia umum, sekolah terbaik "menjual bangku" bagi anak-anak yang tidak lolos seleksi tetapi bertekad untuk diterima di sekolah terbaik.

Sekolah Gratis Kapitalisme

Semua itu terjadi karena sistem negara yang diterapkan saat ini adalah sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme merupakan sistem di bawah kendali sekelompok orang (kapitalis) dalam pengaturan ekonomi dan pemerintahan.

Sistem ini juga membatasi peran negara. Negara hanya dijadikan regulator dan penyedia fasilitas untuk kapitalis bebas melakukan kegiatan ekonomi. Mereka berusaha meraih keuntungan sebesar-besarnya dalam semua aspek.

Karena memang tolok ukur sistem kapitalisme adalah keuntungan, maka sekolah pun tak luput dijadikan bisnis mencari untung. Tujuan pendidikan yang sejatinya bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat secara spiritual dan intelektual serta berakhlak mulia, malah dijadikan ladang profit oleh mereka. Jadi, sekolah gratis dalam sistem kapitalisme hanyalah mimpi belaka.

Lebih ruwet lagi, iming-iming sekolah gratis dijadikan permen manis untuk membuka jalan kemenangan pada pemilihan kepala daerah. Padahal, sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah siapa pun itu untuk memberikan layanan sekolah gratis bagi masyarakat.

Pendidikan dalam Islam

Karena memang pendidikan adalah hak asasi manusia yang wajib dipenuhi, maka pemerintah berkewajiban untuk memenuhinya. Pendidikan pun merupakan modal dasar majunya sebuah peradaban.

Oleh karena itu, Islam memandang bahwa pendidikan amatlah penting. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11,

يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍ

Artinya: "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."

Dari ayat tersebut, ada perbedaan antara orang-orang yang menuntut ilmu dengan yang tidak menuntut ilmu. Allah akan mengangkat derajat orang yang berilmu daripada yang tidak berilmu. Ayat ini juga sebagai isyarat bahwa manusia akan menjadi mulia dengan ilmu. Dalam hadis, Rasulullah juga menjelaskan,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Artinya: “Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim)

Dari kedua dalil tersebut menjelaskan bahwasanya kedudukan menuntut ilmu adalah wajib. Kewajiban ini yang mesti difasilitasi negara sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan.

Islam, Sekolah Pasti Gratis

Untuk menjalankan kewajibannya tersebut, negara mesti memberikan layanan sekolah gratis bagi rakyatnya, baik kaya atau miskin, muslim atau nonmuslim, semua warga negara mempunyai hak yang sama dalam mendapatkan pendidikan.

Semua sarana dan prasarana pendidikan menjadi tanggung jawab negara termasuk menghasilkan lulusan yang berkualitas. Setiap jenjang pendidikan dari dasar hingga universitas adalah gratis. Kok bisa?

Baca juga: ada-apa-di-balik-utak-atik-anggaran-pendidikan

Ya, karena konsep pengaturan Islam yang luar biasa maka akan memudahkan manusia menjalani hidupnya, bila aturan Islam diterapkan. Tidak hanya sekolah yang gratis, layanan kesehatan pun akan diberikan cuma-cuma

Dalam sistem ekonomi Islam, pelayanan gratis bagi masyarakat tidak terlepas dari pengelolaan harta dan kekayaan alam. Harta dan kekayaan alam dalam kapitalisme boleh dimiliki oleh individu atau swasta untuk diambil keuntungannya, termasuk barang tambang yang jumlahnya banyak.

Berbeda dengan Islam, barang tambang dan kekayaan alam yang banyak adalah milik umum tidak boleh dimiliki secara pribadi. Pengelolaannya dilakukan oleh negara dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Semua hasil pengelolaan barang tambang dan kekayaan alam ini akan menjadi sumber pemasukan kas negara yang diatur dalam baitulmal.

Sumber pemasukan baitulmal lainnya selain bahan tambang, juga berasal dari hasil pengelolaan harta kepemilikan negara dan kepemilikan individu seperti zakat, sedekah, infak, dll. Begitu banyaknya sumber pemasukan, jumlah kas baitulmal menjadi banyak, sudah tentu sangat mampu mendanai sekolah gratis dari jenjang dasar hingga universitas bagi seluruh rakyat.

Dengan demikian, sekolah gratis dalam sistem kapitalisme yang hanya mimpi, akan terwujud apabila negara mengganti sistem kapitalisme dengan sistem Islam. Sistem Islam juga mampu merealisasikan tujuan mulia pendidikan yaitu menciptakan masyarakat cerdas spiritual dan intelektual serta berakhlak mulia demi masa depan peradaban yang cemerlang.
Wallaahu alam bisshawab.[]

Polemik Fufufafa, Bukti Kebobrokan Demokrasi

Akan terasa sulit polemik Fufufafa dapat cepat selesai kalau yang diandalkan adalah pejabat hasil nepotisme. Ujung-ujungnya, polemik Fufufafa akan berakhir dengan tumbal untuk menutupi pemilik asli Fufufafa.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Kemunculan akun Kaskus Fufufafa menggemparkan jagat maya. Akun ini banyak menyerang pribadi dan keluarga presiden terpilih Prabowo Subianto. Banyak netizen menduga bahwa pemilik akun Fufufafa adalah wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka. Padahal pelantikan presiden terpilih dan wakilnya hanya tinggal menghitung hari.

Bukan netizen Indonesia namanya bila isu Fufufafa hanya dianggap angin lalu. Terlebih lagi, isu hangat ini makin memanas dengan jawaban Gibran yang meminta menanyakan langsung kepada pemilik akun tersebut saat wartawan mempertanyakan polemik Fufufafa ini kepadanya.

Kasak-kusuk netizen pun makin gencar. Sebuah akun X @koalaangle mengunggah tangkapan layar postingan Fufufafa yang mengarah kepada akun media sosial Gibran, dengan tulisan seperti berikut ini: "Nama: Raka. Twitter: @rkgbrn. Prime ID: Raka Gnarly (lupa password, gak bisa log in)."

Netizen juga menemukan keterkaitan akun Fufufafa dengan akun resmi Kaesang Pangarep. Ucapan selamat ulang tahun yang diunggah Kaesang untuk ibunya dan akun @rkgbn kepunyaan Gibran turut diunggah dalam akun Kaskus Fufufafa. Keterkaitan ini makin mengarahkan bahwa akun tersebut benar milik Gibran.

Pakar telematika Roy Suryo juga yakin 99,9 persen bahwa wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka yang juga anak sulung Presiden Joko Widodo adalah pemilik akun Fufufafa. Akun Fufufafa mempunyai koneksi dengan akun Kaesang dan akun @Chili_Pari yang sudah jelas Chili Pari adalah akun katering milik Gibran.

Jejak Digital Fufufafa

Kehebohan polemik Fufufafa tidak sampai di situ saja. Keadaan yang sudah panas makin terasa membara dengan kelakuan akun Fufufafa. Akun ini berupaya menghilangkan bukti dengan mengubah password dan menghapus sekitar 2100 postingan yang sebelumnya terdapat 5 ribu lebih postingan di akun tersebut.

Padahal dari 5 ribu lebih postingan sebelum dihapus itu, sekitar 70 persennya berisi hinaan, ejekan, kritikan hingga caci maki yang menyerang pribadi presiden terpilih Prabowo saat menjadi oposisi Presiden Joko Widodo di pilpres periode pertama (suara.com, 13-09-2024). Bahkan, keluarga Prabowo pun tak luput dari cemoohan-cemoohan tajam Fufufafa.

Begitu barbarnya postingan akun Fufufafa membuat pakar telematika Roy Suryo menyarankan agar otak pemilik akun tersebut di-Brain CT Scanner. Tidak hanya itu, jika kebenaran mengungkap pemiliknya adalah wakil presiden terpilih, tentu akan membahayakan masa depan bangsa. (rmol.id, 20-09-2024)

Polemik Fufufafa Sulit Diungkap

Walaupun sudah banyak bukti, pendapat para pakar, dan mata cerdas netizen Indonesia bersaksi bahwa akun kaskus Fufufafa sangat terkait erat dengan wakil presiden terpilih, sepertinya polemik Fufufafa akan sangat alot.

Begitu pun dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi masih saja menyangkal kalau Gibran bukanlah pemilik akun Fufufafa. Teka-teki siapa pemilik sebenarnya akun tersebut baru akan diumumkan setelah penyelidikan selesai.

Tentu saja keheranan masyarakat bertambah-tambah. Selain Kominfo, tiga institusi negara lain, yaitu TNI, Polri, dan BIN gamang mengusut polemik Fufufafa ini. Padahal akun Fufufafa secara terang-terangan telah melecehkan dua petinggi militer sekaligus petinggi negara, yakni presiden terpilih Prabowo Subianto dan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Namun, institusi negara tersebut tidak bergerak cepat menanganinya.

Untuk itu, masyarakat hendaknya jangan terlalu banyak berharap kepada pemerintah kalau polemik Fufufafa akan memberikan keadilan. Terlebih lagi, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto mengatakan bahwa jabatan Menkominfo Budi Arie adalah bukan karena kelayakan kinerjanya, tetapi buah nepotisme Presiden Joko Widodo. (rmol.id, 19-09-2024)

Akan terasa sulit polemik Fufufafa dapat cepat selesai kalau yang diandalkan adalah pejabat hasil nepotisme. Buktinya, data pejabat saja bisa bocor apalagi data rakyat. Ujung-ujungnya, polemik Fufufafa bisa saja berakhir dengan tumbal untuk menutupi pemilik asli Fufufafa.

Polemik Fufufafa dan Demokrasi

Bagaimanapun juga, keruwetan polemik Fufufafa adalah satu dari banyak polemik yang terjadi di Indonesia. Polemik ini menunjukkan kepada kita bagaimana para elite politik dan sistem demokrasi berjalan.

Selama sistem demokrasi masih hadir di tengah-tengah kita, akan tampak penyelewengan kekuasaan dan intervensi politik dalam mengatur negara. Hal ini sangatlah mungkin karena memang kebobrokan demokrasi telah mengakar sampai ke dasarnya.

Sistem demokrasi dengan pilar kedaulatan tertingginya berada di tangan rakyat, memberikan wewenang kepada rakyat untuk memilih penguasa, sekaligus sekaligus menyerahkan otoritas kepada penguasa untuk membuat aturan dan hukum. Di sinilah bahayanya.

Baca juga: baik-baik-saja-hanya-untuk-penguasa

Ketika manusia diberi wewenang membuat hukum, akan menghasilkan aturan subjektif yang dipengaruhi oleh kepentingannya. Akibatnya, hukum-hukum yang muncul dari sistem demokrasi akan melahirkan kebijakan yang tidak adil dan lebih mendahulukan kepentingan pribadi daripada kepentingan rakyat.

Sistem demokrasi kerap dianggap mampu memberikan kekuasaan kepada rakyat, tetapi pada faktanya hanya sebuah ilusi kekuasaan terselubung, penuh intrik, dan manipulasi politik yang dilakukan para oligarki dan elite politik.

Jadi, jangan heran apabila dalam sistem demokrasi aktivitas nepotisme merajalela. Para elite politik akan mendudukkan orang-orangnya di jajaran pemerintahan agar kekuasaannya langgeng, kebobrokannya terselimuti, dan keinginannya dapat terpenuhi.

Oleh sebab itu, tujuan demokrasi yang katanya untuk menyejahterakan rakyat menjadi omong kosong belaka. Justru rakyatlah sebagai korban yang suaranya hanya dibutuhkan saat pemilu sebagai jembatan kekuasaan. Penguasa hanya sibuk mengurusi singgasananya dan abai terhadap rakyat.

Polemik Fufufafa contohnya. Polemik Fufufafa menjadi potret kebobrokan demokrasi yang sempurna. Kawan bisa menjadi lawan, lawan pun suatu saat nanti bisa bergandengan sebagai kawan, asalkan dapat memberikan keuntungan dari simbiosis mutualisme meraih kekuasaan.

Benarlah ungkapan pragmatis dalam politik demokrasi yang mengatakan, "tak ada lawan yang abadi," dan "tak ada juga kawan yang abadi karena keabadian dalam demokrasi hanyalah kepentingan ambisi meraih kursi."

Sistem Islam

Berbeda halnya dalam Islam. Kedaulatan tertingginya ada di tangan syarak. Hal ini sebagai indikasi bahwa Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga sebuah ideologi yang dapat diterapkan dalam institusi negara.

Dengan demikian, kedaulatan membuat hukum hanya ada di tangan Allah Pencipta manusia. Hanya hukum-Nya yang wajib ditaati dan dijalankan seluruh manusia, bukan hukum yang lain apalagi hukum buatan manusia. Allah taala berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 44,

فَلَا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلَا تَشْتَرُوْا بِاٰيٰتِيْ ثَمَنًا قَلِيْلًا ۗ وَمَنْ لَّمْ يَحْكُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْكٰفِرُوْنَ

Artinya: "… Maka janganlah kalian takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Janganlah kalian menukar ayat-ayat-Ku dengan harga murah. Barang siapa yang tidak memutuskan (suatu urusan) menurut ketentuan yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir."

Dalam hal kekuasaan, Islam menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan umat. Dengan kekuasaannya ini, umat yang akan memilih dan mengangkat penguasa sebagai wakil umat menjalankan pemerintahan dan menerapkan syariat.

Penguasa tidak berwenang menetapkan hukum karena aturan dan hukum yang ditegakkan adalah hukum dari Allah. Penguasa pun dalam menjalankan pemerintahannya akan mendapat pengawasan dari lembaga yang bernama majelis umat (majelis syura). Majelis umat ini berisi para wakil umat yang akan melakukan kontrol dan mengoreksi (muhasabah) para penguasa (Al-Hukam).

Dengan hal tersebut, maka tercipta keselarasan antara penguasa dan umat. Karena di dalam Islam, negara ada sebagai institusi penegakan hukum sekaligus pengemban dakwah ke seluruh dunia maka penguasa akan fokus mengurus umat dan memelihara agama, bukan fokus pada kekuasaan seperti di dalam sistem demokrasi.

Secara otomatis, penguasa akan tunduk pada hukum syarak sebagai benteng bagi dirinya melakukan kecurangan dan segala macam kemaksiatan. Tidak ada aktivitas saling serang demi meraih kekuasaan, apalagi nepotisme untuk melanggengkan kekuasaan. Tidak pula ada istilah dulu lawan kini kawan karena konstitusi negara bertujuan untuk kemaslahatan warga negaranya secara menyeluruh, baik itu muslim maupun nonmuslim.

Wallaahu alam bisshawab.[]

Ekonomi Turun Kelas Kesejahteraan Terhempas

Di balik permasalahan ekonomi turun kelas, ternyata menyimpan banyak persoalan bangsa yang pelik. Menguak keadaan rakyat yang jauh dari kata sejahtera.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id—Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat kelas menengah Indonesia yang awalnya 57,33 juta di 2019 turun menjadi 47,85 juta di 2024. (abc.net.au, 03-09-2024). Turunnya jumlah ini bukan karena mereka naik kelas ke level atas. Namun karena mereka turun ke kelas menengah rentan, bahkan menuju miskin.

Turunnya ekonomi kelas menengah ini tentu saja menjadi persoalan. Namun, siapakah yang disebut kelas ekonomi menengah ini? Seperti namanya, kelas menengah digambarkan sebagai kelas yang berada di tengah-tengah. Secara rasio ekonomi mereka berada di antara kelas atas dan kelas bawah. Bank Dunia mengklasifikasikan kelas menengah tersebut dilihat dari nilai konsumsinya, yaitu sebesar Rp1,2 juta sampai Rp6 juta per orang per bulan.

Penyebab Ekonomi Turun Kelas

Permasalahan ekonomi turun kelas pada kelas menengah sebenarnya disebabkan oleh banyak faktor. Namun, salah satu penyebab utama adalah ketika pandemi Covid-19 melanda dunia tidak terkecuali Indonesia, membuat perekonomian melemah. Apalagi kebijakan pembatasan aktivitas masyarakat membuat kegiatan ekonomi redup dan memicu munculnya badai PHK serta meningkatkan jumlah pengangguran.

Begitu pula, secara otomatis, akan berimbas pada pendapatan masyarakat, daya beli mereka pun menjadi lemah. Bahkan, guncangan ekonomi global yang terjadi pada 2020 juga berdampak di Indonesia sehingga memperparah kondisi ekonomi masyarakat.

Selain itu, menurut ekonom Center of Reform on Economics (Core) Yusuf Rendy Manillet, kebijakan pemerintah menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 1 April 2022 lalu, membuat harga barang-barang ikut naik, sehingga biaya hidup yang harus dikeluarkan masyarakat pun bertambah.

Namun, semua guncangan dan kemelut ekonomi yang melanda ini tidak terlalu berdampak bagi masyarakat kelas atas. Begitu pun dengan kelas miskin dan rentan. Mereka masih mendapatkan bantuan dari pemerintah. Sementara kelas menengah sebagai kelas yang minim bantuan, paling berdampak merasakannya sehingga mereka mengalami ekonomi turun kelas.

Upaya Negara

Walaupun demikian, pemerintah menilai kelas menengah memiliki kontribusi yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Namun, kelas ini juga dianggap sebagai kelas yang paling rentan terhadap kestabilan ekonomi sehingga mereka mudah mengalami ekonomi turun kelas.

Terlebih lagi keadaan perekonomian Indonesia saat ini, telah berhasil membuat kelas menengah akhirnya berada pada situasi ekonomi turun kelas. Untuk mengatasinya, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Raden Pardede menyatakan bahwa sektor manufaktur dapat diandalkan menjadi penyelamat permasalahan ini (tempo.co, 31-08-2024)

Dengan keterlibatan kelas menengah pada sektor manufaktur, diharapkan mampu meningkatkan kualitas produknya dan menaikkan daya beli produk tersebut di masyarakat. Apabila ini terjadi maka produktivitas manufaktur akan lebih baik dan pendapatan kelas menengah akan bertambah.

Di samping itu, kelas menengah yang dianggap sebagai motor penggerak perekonomian akan membuat mesin ekonomi bergerak secara otomatis apabila produktivitas manufaktur menjadi lebih baik.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyampaikan, pemerintah telah memberikan tambahan insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) dan kuota subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk menjaga eksistensi masyarakat kelas menengah.

Baca: https://narasiliterasi.id/opini/09/2024/program-3-juta-hunian-akankah-terwujud/

Karena pengeluaran kedua terbesar kelas menengah saat ini adalah sektor perumahan maka keringanan pajak PPN untuk rumah pertama mereka diharapkan mampu mendorong konsumsi kelas menengah dan memperkuat daya beli di sektor perumahan.

Ekonomi Turun Kelas Dampak Kapitalisme

Akan tetapi, tampaknya persoalan ekonomi turun kelas ini akan sulit diatasi. Karena ekonomi turun kelas sangat berkaitan erat dengan kemakmuran dan kesejahteraan dan sampai kini masih terus menjadi momok.

Keadaan ini cukup mengkhawatirkan. Pasalnya, kemakmuran dan kesejahteraan tidak lepas dari pemenuhan kebutuhan. Begitu peliknya kondisi rakyat, sehingga memenuhi kebutuhan primer pun rasanya amatlah sulit.

Apalagi saat ini kebutuhan manusia telah terkontaminasi dengan keinginan dan kepuasan, amatlah berbahaya. Karena keinginan dan kepuasan adalah hasrat luar dari pemikiran Barat dengan kapitalismenya, bisa mengubah gaya hidup menjadi kebutuhan yang butuh pemenuhan.

Sistem kapitalisme pun menjalankan asas materiel dengan rakyat sebagai target konsumsinya. Para kapitalis akan mengambil banyak keuntungan dari rakyat untuk menyerap secara maksimal berbagai produk yang mereka hasilkan.

Sasaran utama mereka tentu saja masyarakat kelas menengah yang memiliki pendapatan yang dianggap lumayan. Alhasil, masyarakat kelas menengah terjebak pada hidup konsumtif dan tumbuh menjadi karakter serta gaya hidup yang sulit diubah sehingga menambah bengkak pengeluaran mereka.

Kegagalan Kapitalisme

Pengeluran besar ini pastinya membutuhkan pemasukan yang besar pula. Namun, apalah yang hendak dikata, pemasukan besar yang diharapkan malah minus yang dirasakan, fenomena ekonomi turun kelas pun tak dapat dihindari.

Penyebab ekonomi turun kelas para kelas menengah sebenarnya tak lepas dari gagalnya negara mengatur ekonomi rakyat. Tidak dapat dimungkiri, asas kapitalisme terlihat begitu "wah" di mata masyarakat saat ini.

Kepercayaan mereka terhadap sistem kapitalisme dengan kekuatan struktur modalnya dianggap mampu memperluas peluang investasi sehingga akan membuka banyak pintu-pintu lapangan kerja bagi rakyat guna meningkatkan kesejahteraannya.

Namun fakta berkata sebaliknya. Kekuatan modal para kapitalis malah berhasil menguasai sumber daya ekonomi seperti tanah, kekayaan alam, termasuk bahan-bahan tambang yang sangat banyak jumlahnya dan tak ternilai harganya, bahkan didukung oleh kebijakan negara demi meraup keuntungan besar.

Mereka pun yang sudah kaya dengan brutal akan menjadi lebih kaya lagi. Sementara masyarakat dari level kelas menengah ke bawah, hanya bisa menjadi pekerja yang diupah. Kesenjangan sosial pun semakin menganga dan terjadi ekonomi turus kelas pada kelas menengah, adalah bukti kegagalan sistem kapitalisme mengatur negara.

Kapitalisme Sistem Rusak

Di samping itu, prinsip dasar kapitalisme laissez faire telah menolak campur tangan negara dalam sistem perekonomiannya, tetapi memberikan kebebasan kepada pasar dan individu melakukan apa yang mereka mau.

Jadi tidaklah aneh apabila sektor manufaktur yang digaungkan sebagai penyelamat kelas menengah, nyatanya hanya ditujukan agar mesin ekonomi dapat bergerak secara otomatis tanpa adanya campur tangan negara sebagai pengurus rakyat. Kelas menengah seakan dibiarkan mengatasi himpitan persoalan hidupnya sendiri.

Apalagi bantuan insentif dan subsidi dalam kepemilikan rumah bagi kelas menengah, telah mengungkap bagaimana sistem kapitalisme memberikan solusi tetapi tetap tak mau kehilangan pasar mereka dengan hilangnya daya beli masyarakat kelas menengah untuk memiliki rumah.

Ditambah lagi, pajak dalam sistem ekonomi kapitalisme yang dinilai pemerintah untuk mendanai kesejahteraan rakyat, terus saja naik tanpa kepastian kapan akan turun, semakin membuat beban rakyat bertambah berat.

Keadaan ini adalah riil dan benar-benar terjadi di Indonesia. Fakta sistem kapitalisme mampu memberikan peluang basar untuk menyerap tenaga kerja sepertinya hanya sebuah impian semu belaka.

Hal ini adalah bukti bahwa sistem kapitalisme adalah sistem rusak. Negara yang semestinya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat tetapi perpihak pada kepentingan kapitalis dan kaum oligarki. Oleh sebab itu, akankah sistem ini mampu menyelamatkan kelas menengah dari masalah ekonomi turun kelas?

Ekonomi Turun Kelas dan Islam

Berbeda halnya dengan Islam. Persoalan ekonomi turus kelas pada kelas menengah ini merupakan tanggung jawab negara yang wajib diselesaikan. Karena masalah kesejahteraan rakyat adalah beban amanah seorang pemimpin negara kepada Allah Ta'ala.

Pemimpin negara atau khalifah mempunyai kewajiban menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat, baik dari kalangan miskin ataupun kaya tanpa dibeda-bedakan berdasarkan kelas apalagi layak atau tidaknya mereka menerima bansos. Semuanya berhak mendapat pelayanan maksimal dari khalifah atau pemimpin negara.

Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah perisai (junnah), yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (Muttafaqun ’alaih).

Dalam Islam pun tidak ada istilah kelas masyarakat. Jaminan kesejahteraan yang sama diberikan kepada rakyat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

Di sisi lain, fenomena yang berkembang sekarang bahwa kehidupan masyarakat sangat dipengaruhi dengan gaya hidup konsumtif adalah perilaku yang bertentangan dengan Islam. Pasti hal ini akan mendapat perhatian lebih dari khalifah. Karena hidup konsumtif adalah pemborosan, dan dilarang. Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Isra ayat 26-27,

“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu adalah saudara-saudaranya setan dan setan itu sangatlah ingkar kepada Tuhannya.”

Negara pun tidak akan membebani rakyat dengan kewajiban pajak karena negara akan mengambil pemasukan dari sumber daya ekonomi yang disediakan Sang Maha Pencipta untuk digunakan bagi kesejahteraan rakyat, yaitu sumber daya alam.

Sistem Ekonomi Islam

Sehubungan dengan itu, Islam mempunyai pengaturan ekonomi yang dikenal dengan sistem ekonomi Islam agar rakyat dapat mencapai kesejahteraannya secara maksimal. Dalam sistem ekonomi Islam, sumber daya ekonomi (harta) terbagi dalam tiga kepimilikan, yaitu:

Pertama. Kepemilikan individu yang berasal dari hasil usaha atau kerja, warisan, sedekah, hibah, juga hadiah.

Kedua. Kepemilikan umum, berupa: fasilitas umum, barang tambang yang sangat banyak, dan sumber daya alam lainnya.

Ketiga. Kepemilikan negara berupa harta hak seluruh kaum muslimin tetapi pengelolaannya menjadi wewenang khalifah.

Semua kepemilikan tersebut sifatnya nisbi bukan mutlak, karena pada hakikatnya semua yang ada di dunia ini hanyalah milik Allah Ta'ala.

Berbeda dengan kapitalisme, Islam tidak akan mengizinkan kekayaan alam yang berlimpah ruah menjadi milik negara, individu apalagi asing, tetapi keberadaannya merupakan milik umum atau rakyat.

Pemanfaatannya memang dikelola negara, tetapi hasilnya digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Baik itu untuk memenuhi kebutuhan jasmani maupun kebutuhan rohani seperti pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan gratis.

Demikian juga, Islam sangat menentang kesenjangan ekonomi karena distribusi kekayaan wajib dilakukan secara adil dan merata. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surah Al-Hasyr ayat 7,

كَيْ لَا يَكُوْنَ دُوْلَةً ۢ بَيْنَ الْاَغْنِيَاۤءِ مِنْكُمْ ....

"… Supaya harta itu tidak hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kalian."

Berkaitan dengan hal ini, Islam menjalankan pendistribusian kekayaan melalui baitulmal. Baitulmal merupakan jantungnya ekonomi Islam. Layaknya sebuah jantung yang berfungsi untuk memompa darah dan mendistribusikannya ke seluruh tubuh, baitulmal pun berfungsi sebagai wadah penerima hasil produksi semua jenis kekayaan (kepemilikan) sekaligus juga mendistrubusikannya kepada masyarakat.

Semua yang dihasilkan dari masing-masing kepemilikan seperti kepemilikan umum, kepemilikan negara, dan kepemilikan individu berupa zakat, infak, dan sedekah, akan masuk ke dalam kas baitulmal. Lalu negara akan mendistribusikannya untuk kesejahteraan rakyat.

Penutup

Begitu kompleks pengaturan ekonomi yang wajib dilakukan negara. Apabila ekonomi tidak dikelola dengan baik dan adil maka rakyatlah yang paling menjadi korban. Tidak ada pula sistem aturan yang adil, kecuali yang datangnya dari Pencipta Manusia.

Oleh karenanya, rakyat harus mampu berpikir lebih cermat. Di balik permasalahan ekonomi turun kelas, ternyata menyimpan banyak persoalan bangsa yang pelik. Menguak keadaan rakyat yang jauh dari kata sejahtera.

Wallaahu alam bisshawab.[]

Pencitraan di Balik Kegaduhan

Sekularisme, memisahan agama dari kehidupan membuat manusia bebas tanpa aturan, maka tipu daya pencitraan sah-sah saja dilakukan.

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor NarasiLiterasi.id)

NarasiLiterasi.id-Antara realita dan imajinasi, pencitraan situasi bangsa yang masih sulit dipahami, menimbulkan kegaduhan dan penggiringan opini. Peringatan Darurat Garuda Biru menjadi tren, gambar garuda dengan latar biru viral di media sosial.

Tagar dan gambar Garuda Biru bertuliskan Peringatan Darurat disosialisasikan dalam rangka pengawalan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) jelang pilkada serentak 2024. Dua poin penting putusan MK yang dianulir Baleg DPR, disinyalir dapat meloloskan calon kepala daerah secara subjektif pada pilkada nanti.

Sontak saja, banyak pengamat politik, publik figur, akademisi hingga masyarakat umum ramai-ramai bersuara. Mereka memposting lambang garuda berlatar biru bertuliskan "Peringatan Darurat" di media sosial mereka sebagai makna kegeraman yang tak tertahankan.

Pengamat politik Ray Rangkuti mengungkap, DPR berupaya merevisi Undang-Undang Pilkada atas dasar kebutuhan adanya nepotisme politik, menggadaikan demokrasi hanya untuk kepentingan satu keluarga. (tribunnews.com, 22-08-2024)

Buzzer di Balik Pencitraan

Akan tetapi, peringatan darurat yang beredar di masyarakat mendapat respons balik dengan beredarnya unggahan "Indonesia Baik-baik Saja" menggunakan gambar latar yang sama, tetapi tulisannya saja yang berbeda.

Dikutip dari suara.com (23-08-2024), akun X @siimpersons mengungkap bahwa seruan tersebut diduga merupakan kampanye gerakan 'buzzer.' Setiap unggahan mereka di Instagram akan mendapat bayaran Rp10 juta, sementara postingan di TikTok mendapat Rp15 juta, sehingga total Rp25 juta untuk dua kali posting.

Tugas Buzzer

Pertanyaannya, siapakah 'buzzer' ini? Buzzer adalah orang yang bekerja mendengungkan (buzz) pesan atau pandangan tertentu mengenai persoalan, gagasan, atau merk, agar terlihat sealami mungkin.

Tugas mereka menggiring opini publik dengan pandangan sesuai dengan pesanan, juga demi pencitraan. Cara kerjanya menggunakan akun-akun bodong atau siluman (sockpuppet), bisa juga menggunakan akun-akun pemengaruh (influencer), bahkan keduanya. (Wikipedia.org)

Kondisi Masyarakat

Mirisnya, sebagian masyarakat mudah terpengaruh dan terkecoh dengan propaganda buzzer. Akibat kurangnya pemahaman terhadap dasar persoalan dan kesadaran politik yang rendah, menyebabkan masyarakat tidak mampu melihat realitas yang terjadi.

https://narasiliterasi.id/story/08/2024/kenapa-saya-harus-paham-politik/

Perseteruan opini di media sosial, dinilai sebagian masyarakat hanya perebutan kekuasaan saja. Sedangkan kenyataannya, hal ini yang akan memengaruhi roda pemerintahan dan keberlangsungan hidup rakyat.

Pencitraan Tanda Kegagalan

Saat ini, kondisi rakyat sedang tidak baik-baik saja. Kemiskinan melanda, korupsi dan nepotisme merajalela, kriminal dan kejahatan sulit diatasi. Parahnya lagi, kekayaan dan sumber daya alam dikelola semena-mena. Ironi rakyat jauh dari kata sejahtera. Ditambah lagi, kegaduhan panggung politik Pilkada 2024 memanas.

Namun, demi mempertahankan citra baik kinerja pemerintah, jasa buzzer pun dimanfaatkan. Opini pencitraan kinerja pemerintahan disebar walaupun fakta pencitraan hanyalah sebuah imajinasi yang jauh dari realitas. Inilah bukti bahwa negara telah gagal, melakukan tipu daya yang berbau dusta.

Tampak jelas wajah asli peta perpolitikan Indonesia di bawah sistem demokrasi saat ini. Sistem ini telah menjadikan Indonesia sebagai wahana transaksi kekuasaan para elite dan pemilik modal. Menjadikan negara sebagai objek ambisi keluarga dan kroni-kroninya.

Kekuasaan pun terpusat pada oligarki yang cengkeramannya mampu mengubrak-abrik kebijakan. Tidak hanya aspek ekonomi, tetapi juga pada aspek politik. Maka tidaklah heran, apabila kebijakan pilkada dapat berubah dalam sekejap demi melanggengkan kekuasaan.

Lantas, siapakah yang dapat dipercaya rakyat? Sementara sistem demokrasi telah melahirkan pemburu kursi dan banyak tipuan politisi.

Hal ini wajar, karena asas demokrasi adalah sekularisme. Pemisahan agama dari kehidupan membuat manusia bebas tanpa aturan, maka tipu daya pencitraan sah-sah saja dilakukan.

Islam Tidak Butuh Pencitraan

Lain halnya dengan Islam, politik dijalankan untuk mengurusi rakyat. Kekuasaan adalah menunaikan amanat dari pencipta manusia.Tidak butuh pencitraan dan tipu daya, karena pertanggungjawaban kelalaian langsung kepada-Nya. Rasulullah saw. bersabda dalam HR. Bukhari dan Muslim,

"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya."

Pemimpin yang amanah akan tampak dari ketaatannya menjalankan syariat. Setiap kebijakan yang ditetapkan dalam rangka menerapkan aturan hanya untuk kemaslahatan rakyat, bukan kepentingan pribadi ataupun oligarki.

Kebohongan dan tipu daya merupakan perbuatan yang dilarang Allah Swt., termasuk di dalamnya pencitraan. Karena pencitraan adalah bagian dari memoles opini bukan fakta sebenarnya. Amatlah buruk apabila pemimpin berdusta.

Hal ini tidak terjadi dalam kepemimpinan Islam, karena dalam diri mereka telah terpatri keimanan dan integritas tinggi kepada agama. Keterikatannya terhadap hukum syarak akan menjadikannya pemimpin yang jujur dan disenangi rakyat.

Dalam Islam, seorang pemimpin bertanggung jawab dalam perlindungan dan pembinaan rakyat. Agar terbentuk kesadaran politik dan pemikiran cemerlang, serta menjalankan amar makruf nahi mungkar, sehingga rakyat tak mudah dibohongi melalui pencitraan.

Sangat jelas perbedaan kepemimpinan Islam dan demokrasi. Kepemimpinan Islam berdiri demi kesejateraan rakyat. Akankah rakyat masih percaya dengan demokrasi?

Wallahu alam bissawab.[]

Pemimpin yang Dirindukan

Pemimpin akan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat, menjaga agama, kedaulatan, menerapkan aturan Islam, dan melindungi umat

Oleh. Nilma Fitri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-"Aku tak ingin kamu hilang dari bumi, yang akan membuat aku sunyi, yang akan membuat aku sedih, yang akan membuat aku menangis tak bisa berhenti."

Kata-kata Dilan tentang rindu amatlah terasa menohok. Rasa untuk yang dirindukan, menyisakan asa, sedih, perih, dan luka mendalam. Kerinduan Dilan kepada Milea hanyalah sebuah penyaluran naluri yang tak seberapa jika dibandingkan dengan kerinduan umat kepada sosok pemimpin sebagai pelindungnya, tentu akan lebih terasa menyayat hati dan pilu.

Derita dan nestapa dirasakan, kebahagiaan dan kesejahteraan direnggut paksa hingga hilangnya nyawa dan masa depan. Awan kelabu benar-benar menyelimuti umat saat ini. Kerinduan itu semakin membuncah demi melepaskan penderitaan yang luar biasa.

Hal ini terjadi pada muslim Rohingya korban genosida pemerintahan Myanmar. Mereka mendapat serangan artileri dan pesawat tak berawak saat menyeberangi perbatasan di Rakhine menuju negara Bangladesh untuk mengungsi. Diperkirakan 150 orang telah tewas (tribunnews.com, 11-8-2024)

Begitu juga di Palestina. Kezaliman tiada akhir dirasakan umat Islam di sana. Serangan, hantaman bom dan senjata, serta pembantaian adalah genosida yang tak diakui dunia, ribuan nyawa hilang termasuk wanita dan anak-anak.

Media voaindonesia.com (10-8-2024) mengabarkan kondisi terbaru di Palestina, tiga roket Israel telah menghantam sekolah di Kota Gaza yang digunakan sebagai penampungan para pengungsi. Sedikitnya 90 orang tewas dan sejumlah jenazah terbakar. Peristiwa ini seperti “pembantaian yang mengerikan.”

Belum lagi cap buruk yang disematkan pada umat Islam, terorisme, radikalisme adalah propaganda yang senantiasa digencarkan oleh musuh Islam. Umat Islam menjadi semakin terpuruk dan mengalami kemunduran di segala bidang.

Kehilangan Pemimpin

Berawal pada 3 Maret 1924, Turki Utsmani sebagai pertahanan terakhir umat Islam runtuh. Khilafah Ustmaniah sebagai sistem persatuan umat porak-poranda. Islam tak lagi dijadikan sebagai ideologi negara.

Kepemimpin Islam lenyap dan digantikan dengan ideologi Barat yaitu kapitalisme. Tak ada lagi pemimpin Islam sebagai penjaga agama yang menerapkan aturan dan menjaga kedaulatan. Tak ada lagi pengurus dan pelindung umat. Intimidasi, penindasan, penganiayaan, dan hal buruk lainnya mulai melanda umat bahkan hingga kini.

Kapitalisme Menguasai Umat

Amerika Serikat (AS) sebagai negara "super power" kapitalisme secara terang-terangan berdiri memihak Zionis Israel, dan gencar menjajah tanah Palestina. Dalam genosida ini sudah tak terhitung lagi korban yang berjatuhan.

Dikutip dari republika.co.id (11-8-2024), AS telah mengirim bantuan senilai 3,5 miliar dolar atau sekitar Rp55,8 triliun untuk memperkuat persenjataan dan peralatan militer Israel di bulan ini.

Bahkan, Kongres AS telah menyetujui alokasi bantuan terhadap Israel selama aksi genosida ke Palestina. Pada April, tambahan dana sebesar Rp224,8 triliun untuk Israel juga telah disahkan.

Tidak hanya itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang didirikan untuk mencegah konflik antarnegara dan bertujuan menjaga perdamaian dunia nyatanya tak mampu juga menghentikan perang di Palestina.

Karena di balik PBB, turut berdiri negara super power kapitalisme sebagai penggeraknya. Bukan karena mereka tak mampu menghentikan perang, tetapi karena mereka enggan. Hegemoni mereka sangat mendukung invansi Israel ke Palestina.

Misi besar mereka melanggengkan ideologi kapitalisme terhadap umat tidak boleh sirna. Pengukuhan cengkeraman mereka harus semakin kuat, itulah cita-cita mereka menghancurkan Islam sampai ke akarnya.

Baca: teladan-mulia-dari-palestina-merancang-profil-generasi-pembebas/

Tidaklah heran, kini banyak negeri Islam di dunia mengaminkan pengukuhan ideologi ini. Barat telah berhasil mengokohkan ideologinya. Sekuler sebagai asas kapitalisme telah menyatu dalam pemikiran umat.

Islam tak lagi dipercaya sebagai "problem solving" atas setiap permasalahan yang terjadi. Dampaknya, permasalahan kaum muslimin semakin kompleks dan berkesinambungan.

Nasionalisme Sekat Pemisah

Nasionalisme pun telah diembuskan membentuk sekat sebagai jalan pemecah belah persatuan umat. Bak sapu lidi yang telah ditanggalkan ikatannya, sebatang lidi akan menjadi rapuh dan mudah dipatahkan. Namun, bila lidi bersatu pasti mampu menyapu segalanya.

Begitulah kondisi umat saat ini. Pada saat ikatan akidah pemersatu lepas, umat menjadi lemah dan mudah dikendalikan oleh pembenci Islam. Rasa persaudaraan menjadi sirna.

Sekat nasionalisme telah membentuk dinding pemisah antarnegara, memupuk rasa bangga dan tenggang rasa hanya pada negara mereka sendiri. Kaum muslimin yang semestinya satu tubuh, tak lagi peduli dengan kesusahan dan lara yang terjadi di luar negara mereka.

Rasa empati dan simpati terhadap saudara seakidah telah terempas. Kalaupun ada, mereka tak mampu berbuat banyak, karena dinding tebal nasionalisme telah membatasi ruang gerak untuk saling tolong-menolong.

Pemimpin dan Persatuan Umat

Allah Swt. berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 103,

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا

“Dan berpegang teguhlah kalian pada tali (agama) Allah seraya berjemaah, dan janganlah kalian bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hati kalian, sehingga dengan karunia-Nya kalian menjadi bersaudara."

Allah memerintahkan manusia,  agar berpegang teguh pada tali agama Allah, dan menjaga persatuan dan kesatuan dalam jemaah, serta tidak bercerai-berai.

Persatuan umat inilah sebenarnya sumber kekuatan yang ditakuti musuh. Oleh sebab itu, musuh-musuh Islam akan terus berusaha habis-habisan memecah belah persatuan umat agar menjadi lemah dan tidak berdaya.

Islam pun memandang adanya seorang pemimpin di tengah-tengah umat adalah penting. Betapa pentingnya arti kepemimpinan dalam Islam, sehingga ketika Rasulullah wafat, para sahabat lebih mendahulukan memilih khalifah pengganti Rasulullah sebelum menyelenggarakan jenazah beliau yang agung dan mulia. Sehingga terpilihlah Abu Bakar sebagai khalifah pertama pengganti Rasulullah.

Keberadaan pemimpin akan berpengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat. Pemimpin akan menjaga agama dengan prinsip-prinsipnya yang kokoh, menjaga kedaulatan dan menerapkan hukum-hukum Islam, serta memberikan perlindungan dan jaminan keamanan bagi masyarakat.

Sungguh sangat berbeda kehidupan umat dulu dengan sekarang. Sejak Rasulullah membangun negara Islam di Madinah, kebaikan terus dirasakan umat hingga saat Khilafah runtuh. Umat tampil menjadi umat yang mulia dan terhormat.

Sejarah telah membuktikan, Nabi bukan hanya seorang pemimpin agama, tetapi juga sebagai pemimpin negara. Hal ini berarti bahwa Islam bukan hanya sekadar agama, tetapi juga sebagai ideologi negara, tidak ada pemisahan antara agama dan negara.

Sistem negara ini telah melahirkan kehidupan masyarakat sejahtera dalam naungan aturan Islam. Umat hidup berdampingan dengan aman dan damai baik muslim maupun nonmuslim.

Pemimpin umat yang hingga kini sangat dirindukan, akan mampu membangkitkan kembali kejayaan Islam dan mengembalikan kehormatan serta kemuliaan umat.

Hanya dengan dakwah mengembalikan pemikiran umat kepada Islam, maka pemimpin yang dirindukan akan kembali hadir.
Wallahualam bissawab.[]