Rajab Momentum Wujudkan Kemuliaan Kaum Muslimin

Rajab adalah momen untuk memunculkan semangat baru menuju perubahan hakiki, yakni perubahan menuju sistem yang sahih yang bersumber dari Zat yang Maha Sempurna.

Oleh. Riani Andriyantih, A.Md.Kom.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dunia dirundung nestapa. Air mata bahkan nyawa terasa tak berharga. Malapetaka menimpa semesta. Umat masih terlelap dari tidur panjangnya, tercerai berai, terpecah belah tanpa penjaga.

Ah, masih terbuaikah kita dengan gemerlapnya dunia yang hanya fatamorgana. Problematik umat terus terjadi setiap detiknya. Kesempitan hidup menjadikan kita lupa akan tugas sebagai hamba. Berbagai kerusakan buah penerapan sistem kapitalisme sekuler tidak mampu memanusiakan manusia. Kesombongan menjadi biang kehancuran yang tidak ada habisnya.

Rajab, Perbanyak Amal Saleh

Kini, bulan Rajab kembali menyapa. Rajab salah satu bulan haram dari empat yang disebutkan. Bulan yang banyak peristiwa besar terjadi, menjadi bulan yang dimuliakan Allah Swt. Bahkan, Allah Swt. memerintahkan kita untuk memperbanyak melakukan amal saleh pada bulan ini. Sebab, Allah Swt. melipatgandakan balasan setiap amal yang dilakukan.

Baca juga: Maulid Nabi, Bukan Hanya Seremonial

Amal saleh yang memiliki keutamaan luar biasa yang dapat dilakukan adalah berdakwah. Mengemban misi mulia sebagai seorang pengemban dakwah, yang mana aktivitas mulia ini telah lebih dulu dilakukan oleh para nabi dan rasul. Mereka mengajak dan menyeru kepada yang hak, serta membangun kesadaran di tengah umat agar umat paham apa yang menimpanya akibat jauh dari syariat Allah.

Dakwah juga merupakan bentuk cinta kepada sesama sebagai bentuk kepedulian terhadap berbagai problematik yang menimpa. Aktivitas dakwah menjadi bagian dari upaya mensyiarkan Islam sebagai satu-satunya jalan hidup yang mulia. Sudah selayaknya Islam diterapkan kembali di tengah-tengah umat sebagai peta kehidupan dalam seluruh aspek agar dapat menyelamatkan kita dalam mengarungi kehidupan di dunia dan akhirat. Namun, amat disayangkan melihat kondisi umat Islam hari ini, banyak secara jumlahnya, tetapi bak tak berarti, bagai buih di lautan.

Status sebagai umat terbaik tampak belum terwujud. Kenyataannya, umat Islam tengah menghadapi krisis multidimensi, dampak dari ketidaktegasan dan ketidakmampuan pemimpin negeri dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala negara sehingga menimbulkan problem kehidupan yang berkepanjangan.

Satu Tubuh

Tentu lekat dalam pandangan bagaimana persoalan penjajahan Palestina saat ini masih menjadi persoalan besar yang belum usai. Palestina terus saja merana, tetapi dunia hanya mampu mengutuk tanpa pernah serius memberikan solusi hakiki. Padahal, delapan miliar penduduk dunia menyaksikan betapa kejinya genosida yang terjadi, tak terkecuali disaksikan oleh dua miliar penduduk muslim dunia. Demikian pula para pemimpin dunia, tak ada satu pun dari mereka yang berani mengirimkan tentara terbaiknya untuk membantu saudara kita di Palestina.

Di mana kemuliaan kaum Muslim saat ini? Di mana para pemimpin muslim hari ini? Padahal, Rasulullah saw. mengibaratkan bagaimana ukhuwah islamiah di antara kaum muslim dalam sebuah hadis bahwa kaum mukmin ibarat satu tubuh dalam saling mencintai, mengasihi, dan menyayangi. Ketika ada salah satu bagian tubuh yang sakit, maka seluruh anggota tubuh yang lain pun turut merasakan sakit (HR Muslim).

Demikianlah, seharusnya yang dirasakan oleh kaum muslimin hari ini terhadap penderitaan saudara kita di Palestina. Bukankah kita semua merindukan kemuliaan Islam itu hadir kembali? Sungguh, menjadi hal yang mustahil dapat terwujud jika kita masih mempertahankan sistem buatan manusia yang rusak dan merusak, seperti sekularisme dan derivatnya. Sistem sekuler yang tampak jelas mengakibatkan malapetaka besar bagi kehidupan umat manusia. Sistem yang mengesampingkan aturan Sang Pencipta sebagai Zat yang Maha Pencipta sekaligus Zat yang Maha Pengatur dengan segala kesempurnaan-Nya. Sangatlah wajar banyak terjadi konflik di seluruh penjuru dunia ketika setiap orang hanya mengandalkan nafsunya untuk bebas menentukan hukum dan aturan kehidupan.

Rajab Momen Perubahan Hakiki

Kerusakan dan kesempitan hidup yang ditimbulkan oleh penerapan sistem sekuler dalam seluruh aspek kehidupan ini sudah selayaknya memunculkan semangat baru menuju perubahan hakiki. Perubahan menuju sistem sahih yang bersumber dari Zat yang Maha Sempurna. Suatu perubahan yang niscaya akan membawa rahmat bagi semesta alam yang hanya dapat diraih jika kita kembali kepada sistem Islam sesuai Al-Qur'an dan As-Sunah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw. dalam setiap tindakan, perkataan, dan perbuatannya. Akidah umat terjaga hingga terwujudnya kemuliaan. Lantas perubahan pun akan mengarah pada menjadikan Islam sebagai sistem yang paripurna dan diterapkan secara kaffah.

Sejatinya hal tersebut akan sangat mudah terwujud ketika adanya satu institusi yang dapat menyatukan umat dengan perasaan, pemikiran, dan peraturan yang satu, yaitu Daulah Islam yang mengikuti metode kenabian. Sebaliknya, akan terasa sulit mewujudkannya jika kita memperjuangkan sendiri kemuliaan tersebut. Maka dari itu, dibutuhkan kutlah dakwah (kelompok dakwah ideologis) yang mampu menjadi pelita, mencerdaskan umat, dan menyampaikan pesan cinta sesuai tuntunan Rasulullah saw., serta melalukan amar makruf nahi mungkar demi tegaknya Islam di muka bumi Allah agar rahmat dan pertolongan Allah menyertai di setiap langkah kaki kita.

وَيَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ ۚ وَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلْمُفْلِحُونَ

"Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; dan merekalah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-Imran: 104)

Maka dari itu, Rajab sangat tepat dijadikan momen untuk mewujudkan perubahan hakiki. Wallahualam bissawab. []

Derap Dakwah Umayah

Buku Derap Dakwah Umayah ini sangat cocok bagi para pembaca yang ingin menjadi penulis ideologis dan menyajikan  pandangan Islam dalam berbagai rubrik yang disajikan. 

Peresensi: Firda Umayah 
(Kontributor Narasiliterasi.Id dan Penulis Derap Dakwah Umayah)

Narasiliterasi.Id-Buku ini merupakan buku solo pertama saya bersama media dakwah NarasiPost.Com. Sesuai namanya, perjalanan dakwah literasi saya pun terlihat dalam isi buku ini. Buku dengan cover dominan biru merupakan kumpulan naskah opini, world news, teenager, family, syiar, motivasi, challenge, dan the best article of the week. Sebagaimana buku-buku yang diterbitkan oleh NarasiPost Media Publisher, cover mewah nan elegan mampu memukau setiap mata yang memandang. Tidak hanya sampul buku yang menarik. Isi dari buku ini juga tak kalah seru dan patut dibaca bagi para pembaca yang ingin melihat segala permasalahan dari sudut pandang Islam.

Tak dapat dimungkiri, sistem kapitalisme yang hadir dalam kehidupan tengah memorak-perandakan dunia. Tak hanya urusan dalam negeri, urusan luar negeri bahkan keluarga pun tak lepas darinya. Kegagalan sistem sekuler-kapitalisme dalam melindungi dan menyejahterakan warga negaranya seharusnya membuka pikiran masyarakat dunia bahwasanya ada sistem pemerintahan yang mampu melindungi dan menyejahterakan mereka. Sistem pemerintahan itu tidak lain adalah Khilafah. Atas izin Allah, Khilafah akan berdiri tegak memimpin dunia. Tentu saja melalui perjuangan umat Islam pada akhir zaman ini dengan mengikuti metode dakwah yang diajarkan oleh Rasulullah saw. Buku ini akan menunjukkan kepada pembaca bagaimana Khilafah menyelesaikan segala masalah berdasarkan syariat Islam disertai dengan dalil-dalil yang kuat.

Baca juga : Rempaka Literasiku

Kumpulan Rubrik

Meskipun buku ini merupakan kumpulan banyak rubrik, tetapi rubrik opini lebih mendominasi daripada rubrik lainnya. Setidaknya ada 50 naskah yang menghiasi buku dengan sampul bertajuk alam semesta ini. Yaitu 15 naskah opini, tujuh naskah world news, sembilan naskah teenager, enam naskah family, delapan naskah syiar, satu naskah motivasi, satu naskah challenge, dan tiga naskah the best article of the week. Bahasa yang mudah dipahami sangat kentara dalam setiap naskah yang disajikan. Perkembangan kemampuan tulisan juga terlihat dari opini yang satu ke opini yang lainnya.

Pada rubrik opini, buku ini menghadirkan solusi Islam dalam menangani bonus demografi, krisis populasi di sebagian kawasan Asia, memandang peran perempuan dalam sistem pemerintahan, cara Islam menyelesaikan masalah kesehatan, dan lain-lain. Dalam rubrik world news, permasalahan yang sempat menghebohkan dunia juga dibahas dalam buku ini. Seperti pemberontakan Wagner, penembakan suku Kurdi, hubungan erat Turki-Rusia, pertarungan AS dan Cina di Taiwan, dan lain-lain. Pada rubrik teenager juga tidak kalah keren. Buku ini mengajak remaja untuk paham politik yang benar dalam Islam, menyuarakan Islam, cara memandang suatu keberagaman, dan lain sebagainya.

Dalam rubrik family, buku ini bisa menjadi pegangan orang tua untuk menjaga anak dari arus moderasi beragama dan menjadikan anak-anak sebagai ahlul Qur'an. Buku ini juga mengajari anak berpikir cemerlang hingga menyiapkan keluarga menjadi agen perubahan. Untuk rubrik syiar, buku ini membahas cara memahami qada dan qadar. Selain itu untuk memahami makna syafaat, hadanah, dan tarbiah tajdid ad-din, dan lain sebagainya. Rubrik motivasi yang hadir juga menjadi pengingat bagi kita untuk menyambut akhir hidup yang mulia. Tak ketinggalan, pada rubrik challenge, naskah yang disajikan merupakan bagian dari sepuluh pemenang naskah terbaik pada challenge milad NP yang ketiga. Sedangkan untuk rubrik TBA (the best article of the week) berisikan naskah food, traveling, dan teenager.

Buku Ideologis

Buku ini sangat cocok bagi para pembaca yang ingin menjadi penulis ideologis dan menyajikan pandangan Islam dalam berbagai rubrik yang disajikan. Selain itu, buku ini juga bagus untuk kado orang-orang tersayang agar memiliki pemahaman yang islami. Siapa pun bisa membaca buku ini. Mulai dari kalangan remaja hingga masyarakat pada umumnya. Saya berharap akan hadir buku solo saya selanjutnya yang diterbitkan oleh NarasiPost Media Publisher sebagai sarana edukasi dan amal jariah saya serta semua tim penerbit. So, bagi kalian yang penasaran dan ingin membaca buku ini, kalian bisa menghubungi narahubung NarasiPost.Com atau menghubungi saya selaku penulis buku.

Sungguh, buku ini merupakan salah satu nikmat Allah Swt. yang diberikan kepada saya sebagai salah satu sarana untuk mengemban dakwah Islam. Dalam menulis setiap naskah, saya selalu teringat pada salah satu sabda Rasulullah saw., 

"Demi Allah, sungguh Allah Swt. memberikan hidayah kepada seseorang dengan (dakwah)-mu, maka itu lebih baik bagimu daripada unta merah." (HR. Mutafaq Alaih). 

Penutup

Terakhir, saya ucapkan jazakumullah ahsanal jaza' kepada Mom Andrea dan semua tim yang telah membantu hadirnya buku "Derap Dakwah Umayah". Sungguh, hanya doa terbaik yang bisa saya sampaikan kepada kalian semua. Bagi para pembaca yang ingin memiliki buku solo terbitan NarasiPost Media Publisher seperti saya, kalian juga bisa menghubungi Mom Andrea atau mengikuti program-program yang diadakan oleh NarasiPost.Com (NP). Banyak program NP yang menawarkan hadiah untuk menerbitkan buku solo. Masyaallah, keren banget, 'kan?[]

Aisyah, Uni Manis yang Lincah

Aisyah dihadapkan pada peran baru, sebuah tanggung jawab besar bagi seorang anak yang belum lama belajar berdiri tegak.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Pagi itu di bulan Januari 2023, tangisan mungil seorang bayi perempuan pecah di udara. Dialah Aisyah As-Shidqiyyah, anugerah terindah dari Allah untuk abi dan umi. Nama Aisyah, adalah sebuah doa yang berisi makna mendalam. “As-Shidqiyyah” mengandung harapan agar ia tumbuh menjadi wanita yang jujur, penuh kebaikan, dan dihormati sebagaimana Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad saw. yang dikenal dengan kejujuran dan kecerdasannya.

Hadirnya Aisyah menjadi pelipur lara bagi keluarga. Wajahnya yang mungil, senyumnya yang tulus, dan caranya menatap dunia dengan mata penuh rasa ingin tahu membuat abi dan umi tak henti-hentinya bersyukur. “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia....” (QS. Al-Kahfi: 46)

Pada Januari 2024, usia Aisyah baru genap satu tahun. Di saat anak-anak lain mungkin masih sibuk mengeksplorasi dunia, ia dihadapkan pada peran baru, sebuah tanggung jawab besar bagi seorang anak yang belum lama belajar berdiri tegak.

Menjadi Kakak di Usia Muda

Tiga bulan setelah ulang tahunnya yang pertama, Aisyah resmi menjadi seorang kakak. Abi dan umi awalnya diliputi perasaan campur aduk. Rasa syukur atas kelahiran adik baru itu bersanding dengan kekhawatiran: “Apakah ia siap? Bukankah ia masih terlalu kecil untuk berbagi kasih sayang?”

Sebagai orang tua, perasaan ini wajar. Namun Allah Swt. mengingatkan dalam firman-Nya “Dan Kami tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya....” (QS. Al-Baqarah: 286) Begitu pula dengan Aisyah. Meski masih kecil, ternyata hatinya yang polos mampu memahami kehadiran adik barunya sebagai karunia bukan beban.

Hari pertama bertemu dengan adiknya, Taqy, ada sesuatu yang istimewa. Dengan langkah kecilnya yang goyah, Aisyah mendekat ke tempat tidur bayi. Matanya berbinar penuh rasa penasaran. Ia mencoba menyentuh kepala adiknya dengan lembut, tetapi jemarinya yang mungil belum bisa sepenuhnya mengukur kelembutan itu. Dalam tidurnya pun, ia menggenggam kepala Taqy seolah ingin melindunginya.

Maha Suci Allah yang menciptakan cinta dalam hati manusia, gumam umi sambil menatap tiga buah hatinya yang kini saling melengkapi.

Baca juga: Taqy, Skenario Indah dari Allah

Keceriaan yang Tiada Henti

Aisyah adalah anak yang aktif, lincah, suka berlari ke sana ke mari, dan selalu ingin tahu. Tak jarang ia memanjat kursi atau mencoba hal-hal yang mungkin bagi orang dewasa terlihat berbahaya. Namun, di balik keriangannya itu, ia memiliki satu kebiasaan yang membuat umi merasa begitu dicintai.

Setiap malam sebelum tidur, Aisyah akan memegangi bibir umi. Tak peduli seberapa lelah umi setelah seharian mengurus rumah dan anak-anak, sentuhan kecil itu mampu menghapus semua rasa lelah. Ia seakan berkata tanpa kata, “Aku butuh umi di setiap saatku.”

Abi sering mengingatkan umi bahwa apa yang Aisyah lakukan adalah bentuk fitrah kasih sayang anak kepada orang tuanya. Rasulullah saw. bersabda “Barang siapa yang tidak menyayangi maka ia tidak akan disayangi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kasih sayang Aisyah adalah cerminan dari cinta yang abi dan umi tanamkan dalam keluarganya.

Dinamika Keluarga

Sebagai anak tengah, Aisyah berada di antara kakaknya, Qiana dan adiknya, Taqy. Meskipun mudah akrab dengan siapa saja, Ia sesekali berselisih dengan Qiana. Perbedaan usia yang tak terlalu jauh membuat keduanya sering berebut mainan atau perhatian. Namun di balik pertengkaran kecil itu ada cinta yang tak terbantahkan.

Aisyah, kakaknya baik sama adik, ya,” umi sering mengingatkan. Kata-kata itu perlahan tertanam dalam hatinya. Ia belajar bahwa mencintai tidak hanya berarti memiliki tetapi juga berbagi.

Doa untuk Aisyah

Abi dan umi tahu bahwa masa kecil Aisyah adalah waktu yang penuh tantangan, tetapi juga penuh keindahan. Setiap langkah kecilnya adalah bukti bahwa ia sedang tumbuh menjadi pribadi yang kuat, cerdas, dan penuh cinta.

Doa terbaik selalu umi dan abi panjatkan untuk Aisyah, “Ya Allah, jadikanlah ia anak yang salihah yang mencintai-Mu lebih dari segalanya. Jadikanlah ia anak yang bermanfaat bagi agama, keluarga dan umat. Bimbinglah ia agar selalu berada di jalan yang lurus dan jadikanlah ia penghuni surga-Mu yang indah.”

Hikmah dari Kehadiran Aisyah

Kisah Aisyah mengajarkan banyak hal. Sebagai orang tua, abi dan umi belajar bahwa setiap anak memiliki jalan ceritanya masing-masing. Tidak ada yang terlalu dini atau terlalu terlambat untuk belajar mencintai, berbagi, dan bertanggung jawab.

Sebagai manusia, kita sering merasa bahwa suatu tanggung jawab terasa berat namun Allah Swt. telah menyiapkan kita untuk menghadapinya. Kehadiran Aisyah dan adik-adiknya adalah bukti bahwa cinta dan kesabaran adalah anugerah besar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya.

Dalam setiap kelelahan merawat anak-anak, umi selalu mengingat firman Allah “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan....” (QS. Al-Insyirah: 6) Ayat itu menjadi penguat hati bahwa setiap tantangan yang datang adalah bagian dari rencana indah Allah.

Khatimah

Aisyah As-Shidqiyyah adalah bukti nyata bahwa cinta adalah bahasa universal yang bisa dipahami bahkan oleh anak sekecil dirinya. Melalui Aisyah, abi dan umi belajar untuk lebih banyak bersyukur, lebih sabar dan lebih ikhlas.

Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi setiap orang tua bahwa setiap anak adalah titipan yang harus dijaga dengan sepenuh hati. Dan semoga Aisyah dengan segala kecerdasannya terus tumbuh menjadi bintang kecil yang menerangi kehidupan keluarganya dan menjadi kebanggaan di dunia dan akhirat.[]

Taqy, Skenario Indah dari Allah

Taqy Izqian Nabhan, perjalanan hidupnya sejak dalam kandungan telah mengajarkan kami tentang sabar, syukur, dan tawakal.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Taqy Izqian Nabhan, nama itu mengandung doa besar. Ia lahir sebagai buah cinta ketiga kami pada tanggal 10 April 2024, tepat empat hari setelah idulfitri. Panggilannya Taqy, jagoan kecil kami yang penuh karisma, cerdas, dan insyaallah saleh. Dari awal kehadirannya, perjalanan Taqy sudah penuh cerita, penuh pelajaran tentang keyakinan, sabar, dan hikmah atas ketetapan Allah.

Penantian yang Penuh Kekhawatiran

Hari perkiraan lahir (HPL) Taqy sudah terlewati. Hingga usia kehamilan 41 minggu, tidak ada tanda-tanda kelahiran. Saya dan suami mulai khawatir. Malam takbiran, tanggal 9 April, kami memutuskan untuk memeriksakan kondisi kandungan ke rumah sakit. Dokter di sana mengatakan bahwa air ketuban mulai keruh dan menyarankan operasi caesar secepatnya.

Meskipun tidak berkata banyak, Abi terlihat sangat khawatir. Ia tidak ingin mengambil risiko jika sesuatu terjadi pada saya atau Taqy. Namun, hati saya terasa berat untuk langsung mengikuti keputusan itu. Kami berdua memutuskan untuk meminta pendapat kedua dari bidan yang sebelumnya membantu kelahiran anak kedua kami, Aisyah.

Di sana, bidan memberikan kabar yang jauh lebih menenangkan. "Tidak apa-apa, Bu. Semua baik-baik saja. Tunggu saja sampai rasa sakitnya datang," katanya dengan senyuman. Hati kami pun menjadi lebih tenang.

Sesungguhnya setelah kesulitan ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 6). Ayat ini berulang kali saya ingat dalam hati. Allah adalah sebaik-baik pengatur dan saya yakin ada hikmah di balik semuanya.

Ujian di Hari Raya

Keesokan harinya, tepat pada hari raya idulfitri, kami sekeluarga menerima kabar duka. Kakak dari ibu saya yang sudah beberapa lama dirawat di rumah sakit, telah berpulang ke rahmatullah. Inna lillahi wa inna ilayhi rojiun. Jenazahnya diselenggarakan di rumah kami di kampung.

Saat itu, suasana hati saya sangat campur aduk. Di satu sisi, ada kegembiraan idulfitri, tetapi di sisi lain, kami tengah berduka. Taqy, yang masih di dalam kandungan, terasa sangat tenang. Ia seolah mengerti bahwa umi sedang membutuhkan kekuatan untuk melalui momen ini.

Saya bersyukur, meski hamil besar, Allah memberi saya kekuatan untuk membantu semua keperluan takziah. Tiga hari berturut-turut, rumah dipenuhi dengan tamu yang datang mengucapkan belasungkawa. Dalam setiap kesibukan itu, saya terus mengingat bahwa semua ini adalah bagian dari rencana Allah yang penuh hikmah.

Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidaklah seorang muslim ditimpa suatu musibah, lalu ia mengucapkan, ‘Inna lillahi wa inna ilayhi raji'un’, kecuali Allah akan menggantikan musibah itu dengan sesuatu yang lebih baik” (HR. Muslim).

Waktu yang Tepat

Di hari keempat setelah idulfitri, suasana di rumah mulai tenang. Tamu-tamu takziah mulai berkurang. Di situlah, Taqy akhirnya memberikan "gelombang cintanya." Rasa sakit itu datang, dan saya tahu waktunya sudah tiba.

Kami bergegas ke klinik tempat bidan menunggu. Perjalanan yang terasa cepat membawa kami pada momen paling indah. Pada pukul 9.30 pagi, saya tiba di klinik, dan hanya berselang 15 menit, tepat pukul 9.45, Taqy lahir dengan selamat dan normal.

Masyaallah, perjalanan panjang itu berakhir dengan kehadiran seorang bayi yang sehat, tampan, dan membawa kebahagiaan baru dalam keluarga kami. Abi memeluk saya dengan penuh rasa syukur. Taqy adalah hadiah terbaik setelah idulfitri, mengingatkan kami pada keajaiban dan kekuasaan Allah.

Allah Swt. berfirman, “Dan Kami jadikan dari air sesuatu yang hidup....” (QS. Al-Anbiya: 30) Setiap kelahiran adalah bukti kebesaran Allah.

Taqy yang Cerdas

Kini Taqy telah berumur 8,5 bulan. Di usianya yang masih sangat muda, ia sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Taqy sudah bisa berdiri sendiri dengan berpegangan. Ia sering kali mencoba mengambil langkah kecil, meskipun belum terlalu stabil.

Abi selalu tersenyum bangga melihat perkembangan Taqy. “Anak kita ini insyaallah akan jadi pemimpin,” katanya suatu hari. Sebagai orang tua, kami selalu memohon agar Allah memberikan kekuatan dan bimbingan kepada Taqy, agar ia tumbuh menjadi anak yang saleh, berakhlak mulia, dan berilmu.

Hikmah di Balik Perjalanan

Perjalanan Taqy mengajarkan saya banyak hal. Dari awal, Allah menunjukkan bahwa setiap kejadian dalam hidup ini ada dalam kendali-Nya. Mulai dari kekhawatiran kami saat kehamilan lewat dari HPL, hingga kesabaran dalam menghadapi duka di tengah kebahagiaan idulfitri.

Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin. Semua urusannya adalah kebaikan baginya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim)

Kelahiran Taqy di tengah suasana duka adalah pengingat bahwa setiap kesulitan pasti diikuti kemudahan. Kehadirannya menjadi pelipur lara bagi keluarga kami, membawa kebahagiaan baru setelah kehilangan.

Baca juga: Qiana, Kakak yang Penuh Kasih Sayang

Doa Terbaik untuk Taqy

Setiap malam, dalam sujud panjang, saya dan abi selalu mendoakan Taqy, “Ya Allah, jadikanlah Taqy anak yang saleh, yang mencintai-Mu di atas segalanya. Jadikanlah ia pemimpin yang adil dan ulama yang hanif. Karuniakanlah ia ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia, dan kehidupan yang penuh berkah.

Doa ini adalah bentuk cinta kami kepada Taqy. Kami tahu sebagai orang tua, tugas kami adalah membimbingnya sebaik mungkin, dengan tetap menyerahkan segala hasilnya kepada Allah Swt.

Khatimah

Taqy Izqian Nabhan, perjalanan hidupnya sejak dalam kandungan telah mengajarkan kami tentang sabar, syukur, dan tawakal. Ia adalah bukti nyata bahwa Allah adalah sebaik-baik pengatur.

Kami percaya, dengan doa dan usaha, Taqy akan tumbuh menjadi anak yang tidak hanya membanggakan keluarga, tetapi juga bermanfaat bagi umat. Semoga Taqy senantiasa berada dalam lindungan Allah Swt., menjadi pemimpin yang bijaksana dan ulama yang membawa kebaikan bagi dunia dan akhirat.

Ya Allah, perbaikilah untuk kami anak-anak kami sebagai penyejuk mata dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74)

Taqy, umi dan abi mencintaimu selalu.[]

Qiana, Kakak yang Penuh Kasih Sayang

Qiana As-Shidqiyyah, bukanlah nama sembarangan. “Qiana” berarti berkah, sedangkan “As-Shidqiyyah” adalah doa agar ia tumbuh menjadi anak yang jujur dan penuh iman, sebagaimana sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang dicintai Allah.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Malam itu, 31 Mei 2021, adalah salah satu malam paling mendebarkan dalam hidup saya. Proses melahirkan Qiana, buah hati pertama kami, penuh perjuangan. Dua bidan, dua rumah sakit, dan tak terhitung doa yang saya panjatkan kepada Allah Swt. Ketika tangisan pertamanya terdengar, semua rasa sakit itu sirna. Saya menatap wajah mungilnya dan hati saya dipenuhi rasa syukur.

Nama yang kami berikan padanya, Qiana As-Shidqiyyah, bukanlah nama sembarangan. “Qiana” berarti berkah, sedangkan “As-Shidqiyyah” adalah doa agar ia tumbuh menjadi anak yang jujur dan penuh iman, sebagaimana sifat yang dimiliki oleh orang-orang yang dicintai Allah.

Saya selalu percaya, anak adalah amanah dari Allah Swt. dalam hati, saya berdoa, “Ya Allah, jadikanlah Qiana sebagai anak yang salihah yang menjadi kebanggaan di dunia dan akhirat.”

Perjalanan Menjadi Kakak

Waktu berjalan begitu cepat. Tak terasa Mei 2024 Qiana genap berumur tiga tahun. Di usianya yang masih belia, ia telah memiliki dua adik, Aisyah dan Taqy. Saya sering terharu melihat Qiana belajar menjadi kakak di usia yang begitu muda.

Ketika Aisyah lahir, Qiana baru berusia 20 bulan. Saat itu saya khawatir bagaimana perasaannya? Apakah ia akan merasa tergeser dengan kehadiran adik barunya? Namun kekhawatiran saya ternyata tidak sepenuhnya terbukti.

Awalnya, memang ada rasa bingung di wajah kakak setiap kali ia melihat adiknya menangis. Namun seiring waktu, ia mulai belajar bahwa adiknya adalah bagian dari keluarganya, seseorang yang harus ia sayangi dan lindungi.

Ketika Taqy lahir, Qiana sudah sedikit lebih dewasa. Namun, saya tahu menjadi kakak bagi dua adik sekaligus adalah tanggung jawab besar. Saya sering melihatnya memandangi adik-adiknya dengan tatapan lembut, meskipun kadang rasa cemburu muncul.

Kasih Sayang yang Tulus

Ada banyak momen yang membuat saya merasa bangga sekaligus terharu melihat Qiana. Ia sangat menyayangi adik-adiknya. Jika ada tamu yang ingin menggendong Taqy atau Aisyah, kakak akan segera berdiri di dekat mereka. “Adik aku jangan dibawa jauh-jauh,” katanya tegas.

Pernah suatu kali, seorang tetangga ingin membawa Taqy keluar sebentar untuk menghiburnya. Qiana langsung menarik tangan saya dan berkata, “Umi, jangan. Adik di sini saja.” Saya tersenyum dan memeluk Qiana. Di balik usianya yang masih belia, ada cinta yang begitu besar.

Rasulullah saw. pernah bersabda, “Tidak sempurna iman seseorang hingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Saya merasa Qiana telah menunjukkan cinta itu dengan caranya sendiri, meskipun ia masih kecil.

Dinamika Kakak dan Adik

Namun, seperti anak-anak lainnya, Qiana juga memiliki momen-momen cemburu. Ketika saya terlalu lama menggendong Aisyah atau Taqy, ia akan datang dan berkata, “Umi, peluk Kakak juga.”

Saya selalu berusaha adil, membagi waktu dan perhatian untuk semua anak saya. Dalam hati saya tahu menjadi anak pertama seringkali tidak mudah. Mereka harus berbagi perhatian lebih awal, mereka harus belajar dewasa sebelum waktunya.

Abi sering berkata kepada Qiana, “Kakak itu teladan. Kalau Kakak baik, Adik-adik akan mengikuti Kakak.” Saya yakin kata-kata itu membekas di hati kakak.

Baca juga: My Lovely Mom

Meski begitu, Qiana tetaplah anak kecil yang penuh keceriaan. Ia suka bermain bersama Aisyah, saling mengejar di halaman rumah. Ketika Taqy mulai belajar merangkak, kakak sering membantu saya mengawasinya. Meskipun kadang gemas karena Taqy bergerak lambat, ia tetap sabar dan tersenyum.

Doa Terbaik untuk Qiana

Setiap malam, saya dan abi selalu mendoakan Qiana. Dalam sujud kami, kami memohon kepada Allah: “Ya Allah, jadikanlah ia anak yang salihah, yang mencintai-Mu di atas segalanya. Jadikanlah ia kakak yang penyayang dan teladan bagi adik-adiknya. Karuniakanlah ia ilmu yang bermanfaat, akhlak yang mulia, dan kehidupan yang penuh berkah.”

Doa ini adalah bentuk cinta kami. Kami tahu, sebagai orang tua, doa adalah senjata terkuat kami untuk mendidik anak-anak.

Hikmah

Kisah Qiana mengajarkan saya bahwa anak-anak memiliki fitrah kasih sayang yang suci. Tugas kita sebagai orang tua adalah menjaga dan mengarahkannya. Allah Swt berfirman, “Dan Kami jadikan di antara mereka rasa kasih sayang...” (QS. Maryam: 96).

Saya melihat bukti ayat ini dalam hubungan kakak dengan adik-adiknya. Menjadi kakak di usia muda bukanlah hal mudah. Namun, ia telah menunjukkan bahwa cinta mampu mengalahkan rasa cemburu.

Bagi saya, kakak adalah anugerah terbesar. Melalui dirinya, saya belajar banyak hal tentang cinta tanpa syarat, tentang kesabaran, dan tentang bagaimana menjadi orang tua yang lebih baik.

Khatimah

Qiana As-Shidqiyyah adalah cahaya pertama dalam keluarga kami. Dengan segala kelebihan dan perjuangannya sebagai kakak, ia telah menjadi panutan bagi adik-adiknya.

Saya percaya, Qiana dengan segala cinta dan kelembutannya akan tumbuh menjadi wanita yang salihah, penuh iman, dan tangguh. Semoga kakak terus menjadi kebanggaan kami di dunia dan akhirat.

Ya Allah, perbaikilah untuk kami istri-istri kami dan anak-anak kami sebagai penyejuk mata, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Furqan: 74).

Kakak Qiana, umi dan abi sayang kakak selalu.[]

Kebijakan Zalim Berkedok Pajak

Rakyat kecil terus dipaksa untuk membayar pajak, sementara para konglomerat dibiarkan tidak membayar pajak bahkan diberikan diskon besar-besaran bahkan pemutihan pajak.

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Zalim! Satu kata yang pantas disematkan terhadap kebijakan pajak yang diwajibkan kepada seluruh rakyat, tanpa kecuali. Bagaimana tidak, berbagai pungutan pajak makin menambah beban hidup rakyat.

Komitmen pemerintah untuk menambah pemasukan negara dengan menaikkan pajak adalah salah satu bentuk kebijakan yang zalim. Kebijakan yang tdak memihak rakyat di tengah-tengah kondisi perekonomian rakyat yang hampir sekarat. Meskipun Sri Mulyani mengatakan sejumlah barang dan jasa tidak akan terkena kenaikan PPN, tetapi fakta di lapangan berbeda. Setiap kenaikan pajak akan memberikan efek domino terhadap kenaikan barang dan jasa dan seluruh kebutuhan pokok rakyat. Meskipun dibarengi dengan adanya bansos berupa beras 10 kg ataupun listrik gratis selama dua bulan, tentu tidak akan mampu menyelesaikan masalah ekonomi secara tuntas.

Kebijakan Pajak adalah Zalim

Dalam sistem kapitalisme, penarikan pajak dengan segala konsekuensinya adalah sebuah keniscayaan. Kapitalisme menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama negara. Pajak diterapkan kepada seluruh rakyat tanpa kecuali sebagai wajib pajak. Namun anehnya, kapitalisme berlaku tidak adil kepada rakyat.

Buktinya, pemerintah tetap pada rencana menaikkan PPN menjadi 12% yang akan diberlakukan per Januari 2025. Meski gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat terus berlangsung, pemerintah tak bergeming. Padahal, sudah pasti kenaikan itu akan menyengsarakan rakyat.

Sementara terhadap perusahaan besar, termasuk perusahaan asing, pemerintah justru memberikan insentif fiskal secara jor-joran. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri. Menurutnya, tambahan pendapatan yang didapat dari kenaikan PPN tidak lebih dari 100 triliun. Padahal menurutnya, pemerintah bisa memperoleh penerimaan yang jauh lebih besar dari pajak ekspor batu bara yang diperkirakan bisa mencapai 200 triliun. Namun, lagi-lagi pemerintah tidak mau melakukannya.

Hal senada diungkapkan oleh peneliti senior Centrefor Strategic and International Studies (CSIS) Deni Friawan.
“Pemberian insentif fiskal misalnya dalam kasus hilirisasi, kita memberikan banyak insentif bagi perusahaan asing yang bergerak di sektor smelter,” ujar Deni.
Dia mengatakan bahwa pemberian insentif itu tidak sepadan dengan manfaat yang diterima oleh pemerintah. Buktinya, pemberian insentif itu tidak mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih dari 5%. CNBC Indonesia (20/8/2024).

Pajak dalam Ekonomi Kapitalis

Sistem ekonomi kapitalis sangat mendukung adanya kebebasan, yang meliputi kebebasan kepemilikan, kebebasan melakukan kegiatan ekonomi serta kebebasan berkompetsi diantara pelaku usaha. Akibatnya, terjadi persaingan yang tidak sehat karena masing-masing bebas berusaha dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Pada akhirnya muncullah pihak yang menjadi pemenang yakni para pemodal besar, sementara rakyat kecil menjadi pihak yang kalah dan tertindas.

Inilah realitas dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan saat ini. Minimnya campur tangan pemerintah atau negara menjadi ciri khas dari sistem ini. Maka tidak heran jika pemerintah memberikan kebebasan kepada pemodal untuk mengembangkan usahanya. Pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang bertugas membuat aturan, termasuk aturan pembayaran pajak. Namun ironisnya, yang terjadi adalah rakyat kecil terus dipaksa membayar berbagai iuran pajak. Slogan-slogan seperti “Orang bijak taat pajak” terus diopinikan untuk mendorong rakyat supaya mau bayar pajak serta sanksi atau ancaman jika tidak membayarnya. Sementara para konglomerat dibiarkan tidak membayar pajak malah diberikan diskon besar-besaran bahkan pemutihan pajak.

Baca juga: Pajak Rakyat vs Perusahaan, Ironi Kebijakan Kapitalisme

Kebijakan pajak ini jelas zalim, sangat menyengsarakan rakyat, terutama rakyat kecil. Penguasa yang seharusnya mensejahterakan rakyat, malah membuat aturan yang membebani rakyat. Padahal negeri kita adalah negeri yang subur. Sumber daya alam yang melimpah ruah bahkan termasuk penghasil emas terbesar. Namun, mengapa rakyatnya hidup sengsara? Semua terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme di negeri ini. Sistem ini telah menggerogoti sendi-sendi kehidupan seluruh rakyat. SDA yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kesejahteraan rakyat. Namun, sistem ini telah mengizinkan kepemilikan SDA dikuasai oleh individu, bahkan dijual ke pihak asing. Penguasa lebih berpihak kepada korporat daripada rakyat.

Pemasukan Negara Islam

Sistem ekonomi Islam menetapkan aturan kepemilikan dan menjadikan sumber daya alam sebagai milik umum. Pengelolaannya wajib dilakukan oleh negara. Sementara hasilnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Semua diatur dengan berbagai mekanisme yang ditetapkan oleh hukum syarak. SDA merupakan salah satu sumber pemasukan negara yang tetap.

Rasulullah saw telah bersabda dalam sebuah hadis, "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal, air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud).

Selain SDA, negara masih memiliki berbagai sumber pemasukan lain. Misalnya seperti fai dan kharaj, zakat atau shadaqah yang kesemuanya itu cukup untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat per individu. Pemasukan tetap tersebut menjauhkan penguasa dari kebijakan yang menzalimi rakyat.

Kebijakan Pajak dalam Islam

Islam mengharamkan pemungutan pajak untuk sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allah atau tidak ada dalilnya dalam Al-Qur'an dan hadis meskipun hanya 1%. Namun, Islam membolehkan adanya pungutan dari Negara kepada rakyat dengan dua syarat, pertama yaitu ketika ada kewajiban atas kaum muslimin yang harus ditunaikan. Biaya atas kewajiban itu menjadi pengeluaran tetap baitulmal. Misalnya seperti untuk pembiayaan jihad fi sabilillah, pembangunan industri senjata, nafkah fakir miskin, membayar gaji tentara, pegawai negeri, hakim dan tenaga pendidik. Selain itu untuk pembiayaan kondisi darurat misalnya seperti gempa, banjir, tsunami, invasi musuh.

Kedua, ketika kondisi kas baitulmal kosong. Ketika tidak ada harta yang mencukupi untuk menunaikan kewajiban negara, maka negara akan memungut pajak.

Jadi pajak dalam Islam merupakan alternatif terakhir yang dipungut oleh negara. Bukan kebijakan zalim seperti yang diterapkan kapitalis. Itu pun hanya dibebankan kepada rakyat yang kaya saja. Makna kaya di sini adalah sudah melebihi dari apa-apa yang menjadi kadar kecukupannya secara makruf.

Khatimah

Jelaslah perbedaan kebijakan zalim (pajak) dalam sistem ekonomi kapitalisme dengan pajak (dharibah) dalam sistem ekonomi Islam. Dalam sistem kapitalisme, pajak dibebankan kepada seluruh rakyat yang berpotensi menimbulkan kezaliman. Sementara dalam sistem Islam pajak hanya dibebankan kepada kaum muslim yang kaya saja. Selain itu pajak dalam Islam bersifat temporal saja, ketika sudah tercukupi maka pajak dihentikan. Berbeda dengan kapitalisme yang menjadikan pajak sebagai iuran rutin seumur hidup.
Nampak nyata sekali kezaliman yang ditimbulkan dari sistem kapitalis ini. Maka, sudah semestinya kita tinggalkan sistem yang rusak ini. Wallahualam bissawab. []

Pemuda Tolak Kenaikan PPN, Wujudkan Perubahan Hakiki

Pemuda harus mau melakukan perubahan politik di tengah-tengah umat dari politik kufur menuju politik Islam.

Oleh. Dewi Jafar Sidik
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-"Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan". Pepatah ini menguatkan bahwa peran pemuda sangat penting dalam menentukan masa depan sebuah bangsa. Baik buruknya masa depan suatu bangsa tergantung dari para pemudanya.

Dilansir dari beritajatim.com, 21-12-2024, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Airlangga menolak wacana kenaikan PPN sebesar 12 persen dari yang semula 11 persen. Penolakan tersebut dilakukan BEM Universitas Airlangga, setelah melakukan kajian secara mendalam dan komprehensif mengenai dampak kenaikan PPN terhadap masyarakat.

Aksi penolakan tersebut sebagai reaksi atas wacana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan diberlakukan pemerintah di awal 2025 nanti. Aksi ini sebagai bentuk kepedulian dan pembelaan pemuda dari kalangan mahasiswa terhadap nasib rakyat atas dampak yang akan dirasakan jika kenaikan PPN ini dilaksanakan.

Pemuda Agen Perubahan

Kepedulian para pemuda ini tentu harus diapresiasi karena sebagai ungkapan hati nurani mereka yang masih punya rasa empati terhadap nasib rakyat dan bangsa. Kenaikan PPN ini dinilai makin membebani rakyat karena akan berdampak pada naiknya harga barang kebutuhan masyarakat.

Memang seharusnya pemuda terdepan dalam membela kepentingan rakyat dan bangsa. Pemuda pun harus hadir dalam penolakan terhadap setiap kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Mereka adalah agen perubahan dan salah satu kekuatan umat dalam mewujudkan suatu perubahan.

Namun, aksi penolakan pemuda tersebut seharusnya tidak hanya sebatas menolak kebijakan kenaikan PPN saja. Akan tetapi, harus dibarengi dengan membangun pemahaman dan kesadaran yang benar atas kerusakan sistem yang mengatur aturan kehidupan rakyat saat ini.

Kapitalisme Bukan Jalan Perubahan Hakiki

Pemuda seharusnya mampu berpikir lebih dalam mengenai akar permasalahannya. Aksi penolakan pemuda harus mengarah pada penolakan sistem kehidupan yang melatar belakangi lahirnya kebijakan pajak atas rakyat tersebut, yaitu sistem kapitalis.

Sistem kapitalis inilah penyebab dari lahirnya kebijakan yang sering kali merugikan rakyat dan menguntungkan para pemilik modal. Para pemuda harus memahami bahwa sistem ini tidak akan membawa kesejahteraan pada rakyat, justru makin memperlebar kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin.

Sistem kapitalis menjauhkan fungsi negara sebagai raa’in. Negara hanya berfungsi sebagai regulator yang membuat aturan. Berhubung aturannya dibuat oleh manusia, maka akan dibuat sedemikian rupa untuk menguntungkan para pengusaha dan penguasa. Peraturannya tidak dipola untuk tujuan mewujudkan kesejahteraan rakyat.

baca juga: Demonstrasi Para Pelajar, Sinyal Kebangkitan Pemuda?

Demikianlah buruknya periayahan dalam sistem kapitalis sehingga tidak akan membawa perubahan bagi kehidupan umat. Oleh karena itu pendidikan politik pada pemuda sangat penting dan tidak boleh diabaikan. Hal ini agar mereka memahami bahwa yang akan membawa perubahan ke arah yang lebih baik tidak ada pada sistem kapitalis.

Pemuda Butuh Politik Islam

Pemuda harus memahami bahwa yang bisa membawa perubahan hakiki hanya dengan kembali kepada sistem Islam dan meninggalkan sistem kapitalisme. Terlebih Islam memandang potensi pemuda sangat besar sebagai agen perubahan yang hakiki.

Islam memiliki sistem pendidikan unggul yang bisa melahirkan para generasi produktif, menghasilkan karya untuk umat, serta mampu bersaing di kancah internasional. Pendidikan Islam mampu mencetak generasi berkepribadian Islam yang handal dalam berbagai ilmu, baik tsaqofah Islam maupun sains dan teknologi.

Sistem pendidikan Islam juga akan memberikan pendidikan penguatan akidah Islam sebagai bekal untuk pemuda supaya mereka memiliki ketakwaan dan keimanan yang kukuh. Sehingga dengan keimanan dan ketakwaannya pemuda mampu bersabar dalam berjuang serta mampu memberikan kontribusi pada perubahan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.

Pemuda dengan kesadaran dan pemahaman yang dimiliki pada akhirnya akan merasa butuh dan dengan suka rela mau bergabung pada partai politik Islam ideologis. Hal ini bertujuan agar mereka mendapatkan pendidikan politik Islam sehingga gerak perjuangannya terarah dan berada pada jalan yang menghantarkan pada perubahan yang benar.

Negara dalam sistem Islam akan memastikan rakyat dan pemudanya mendapatkan pendidikan politik Islam. Negara juga mewajibkan rakyat dan pemudanya untuk berpolitik sesuai dengan ajaran Islam. Dengan memahami politik Islam, rakyat dan pemuda akan tergerak untuk memperjuangkan aturan Islam dan akan menyebarkannya ke seluruh penjuru dunia.

Khatimah

Demikian hendaklah pemuda tidak mudah terjebak oleh arah perubahan yang semu. Jadi, yang harus dilakukannya adalah melakukan perubahan politik di tengah umat dari politik kufur menuju politik Islam. Ia harus menggabungkan diri bersama parpol Islam yang menginginkan perubahan hakiki. Perubahan tersebut adalah perubahan dari sistem pemerintahan kufur menuju sistem pemerintahan Islam sehingga terwujud kehidupan umat yang adil, aman, dan sejahtera.

Firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an, surah Ar-Ra'd ayat 11:
"Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu tidak mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri"

Wallahualam bissawab. []

Hajatan, Jadi Motif Cari Cuan

Sekuler-kapitalisme benar-benar telah berhasil menyetir arah pandang masyarakat tentang kehidupan. Impitan ekonomi yang membelenggu saat ini, mendorong masyarakat melakukan berbagai cara demi mencari cuan

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Cuan oh cuan! Di mana ada hajatan, di situ ada cuan. Ya, hajatan atau syukuran saat ini sudah mengalami pergeseran nilai, bukan lagi sebagai wujud syukur shohibul bait. Hajatan malah jadi cara baru untuk mendapatkan cuan (uang). Bukan maksud untuk menjustifikasi atau menggeneralisasi, tetapi heran dengan pola pikir sebagian besar masyarakat saat ini. Fakta bahwa banyak masyarakat hari ini yang menggelar pesta hajatan adalah hal lumrah. Meskipun, kadang-kadang dananya berasal dari utang.

Dahulu, saya sempat merasa heran ketika pertama kali mendapat undangan sunatan dengan tiga buah permen. Kok kesannya enggak sopan, seperti main-main. Kemudian di lain waktu, juga dapat undangan dengan sebungkus kopi, kalau di kampung malah dengan sebungkus indomie. Lama-kelamaan hal seperti itu jadi sebuah tradisi.

Hajatan dan Amplop

Dahulu juga saya heran, kenapa kondangan saja amplopnya harus diberi nama? 'Kan kita niatnya mau menyumbang, tidak mengharap kembali. Lebih mengherankan lagi, ternyata ada tradisi yang amplopnya langsung dibuka di depan orangnya dan disebutkan nominalnya menggunakan pengeras suara sehingga terdengar semua tamu. Bahkan, ada teman suami, dia punya satu anak perempuan. Anaknya masih usia SD. Jadi, kalau mau hajatan masih jauh, kecuali mau dinikahkan dini. Nah, singkat cerita, kondisi ekonominya lagi merosot, sampai berhenti jualan karena tidak punya cuan untuk modal. Utang sana sini belum terbayar, eh malah mau menggelar hajatan.

"Lo, 'kan enggak punya cuan?" tanyaku heran. Justru, kata suami, dengan hajatan nanti bakal dapat modal. Jadi, semua bahan buat hajatan seperti beras, minyak, daging, dan lain-lain, minta sumbangan ke teman-teman dan tetangga juga kerabat (memaksakan diri ya).

“Bagaimana cara mengembalikannya?" tanyaku lagi.

“Ya, nanti kalau selesai hajatan, 'kan dapat beras dan uang,” jawab suami. Aku cuma bisa tepuk jidat.

“Lah, terus dia mau hajatan apa, 'kan anaknya masih kecil?” tanyaku lagi.

“Mau sunatan ponakannya."

“Hmm ... niat banget ya mau hajatan.”

Hajatan demi Mencari Cuan

Sampailah hari “H” dia hajatan. Lucunya, sampai sekarang (sudah 2 bulan) dari dia hajatan, ponakannya itu belum juga disunat. Alasannya karena anaknya belum mau. Lah …jadi kemarin hajatan itu hajatan apa? Jadi benar, cuma mau mencari modal? Terlalu! (kata Bang Roma).

Bagaimanapun alasannya, menurutku itu merupakan bentuk pembohongan publik. Namun, itulah faktanya kondisi masyarakat kita saat ini. Sistem sekular kapitalisme benar-benar telah berhasil menyetir arah pandang masyarakat tentang kehidupan. Impitan ekonomi yang membelenggu masyarakat saat ini, mendorong masyarakat melakukan berbagai cara memenuhi kebutuhan pokoknya. Bahkan, sebagian besar masyarakat sudah tidak peduli bagaimana mereka mencari cuan, halal atau haram, terpuji atau tercela, yang penting dapat uang. Tujuan hidup bukan lagi untuk beribadah kepada Allah, tetapi untuk mencari materi sebanyak-banyaknya (cuan). (suaraislam.id, 2-12-2019)

Semua kerusakan itu terjadi akibat diterapkannya sistem sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini menjadikan manfaat sebagai asas dalam setiap perbuatan. Asal ada manfaat untuk diri mereka, semua akan dilakukan. Tidak peduli lagi apakah merugikan orang lain atau tidak, dibolehkan atau dilarang oleh agama. Tambahan lagi, ide kebebasan berbuat atau bertingkah laku sudah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini. Walhasil, semakin menambah rusaknya tatanan kehidupan.

Baca : Generasi Rusak, Buah Sekularisme Pendidikan

Islam Mengatur Cara Mencari Cuan

Berbeda dengan Islam yang menjadikan terpuji tercela serta halal dan haram sebagai tolok ukur dalam melakukan setiap aktivitas atau perbuatan. Dengan demikian, berbohong untuk mendapatkan cuan termasuk ke dalam perbuatan yang dilarang, pelakunya dihukumi telah melakukan perbuatan dosa.
Bagi kaum muslim yang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir, ia harus mengimani pula adanya hari pembalasan. Semua manusia pada hari itu akan dihisab amal perbuatannya dan akan diberi balasan sesuai yang pernah dia lakukan ketika di dunia, tidak dikurangi ataupun ditambah sedikit pun.

Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur bagaimana hubungan seorang hamba dengan dirinya sendiri seperti cara makan dan cara berpakaian, termasuk cara mendapatkan cuan. Islam juga mengajarkan bagaimana seorang muslim berhubungan dengan Allah melalui ibadah mahda, juga mengatur hubungan hamba dengan orang lain seperti dalam bermuamalah.

Dalam Islam, kewajiban mencari uang dibebankan kepada laki-laki sebagai kepala keluarga. Karena itu, laki-laki harus bekerja untuk mendapatkan cuan. Pekerjaannya pun tidak asal-asalan, tetapi harus pekerjaan yang halal. Tidak boleh melakukan penipuan dalam pekerjaannya seperti kasus di atas.

Khatimah

Semua aturan ini hanya bisa diterapkan dengan sempurna ketika ada institusi yang menaunginya, yakni dalam bingkai negara Islam atau Daulah Khilafah Islamiah. Khilafah akan menerapkan sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Tujuan pendidikan dalam Khilafah adalah membentuk manusia yang berkepribadian Islam. Memiliki pola pikir dan pola sikap Islam yang menghasilkan manusia-manusia bertakwa dan takut melakukan kebohongan sekecil apa pun, dengan motif apa pun untuk mendapatkan cuan.

Allah Swt. telah berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.”

Jadi, masihkah kita mempertahankan sistem yang telah membawa kerusakan? Atau berharap meraih keberkahan dengan diterapkannya sistem Islam? Wallahualam bissawab.[]



Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Kenaikan PPN akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Kebijakan ini makin membuat rakyat sengsara.

Oleh. Dewi Sartika
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Pajak merupakan napas bagi negara dalam sistem kapitalis. Pajak menjadi jantung agar roda perekonomian negara tetap berjalan. Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadikan pajak sebagai sumber pemasukan utama. Pemasukan tersebut berasal dari pajak perumahan, makanan, bangunan, pendapatan atau gaji, kendaraan, dan lain-lain. Tahun ini, beban dan penderitaan rakyat akan makin bertambah dengan kenaikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Mulai 1 Januari 2025, pemerintah resmi menaikkan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12%. Perubahan tarif ini sesuai dengan keputusan yang telah diatur dalam Pasal 7 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UUHPP).

Beberapa barang yang akan dikenakan PPN 12% antara lain beras premium, daging premium, buah premium, jasa pendidikan premium, jasa pelayanan kesehatan premium, dan pelanggan listrik dengan daya 3500 sampai 6600 Va. Perintah menaikkan PPN menjadi 12% dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan negara, mengurangi ketergantungan pada utang luar negeri, dan menyesuaikan dengan standar internasional. (Tirto.id, 21-12-2024).

Kenaikan Pajak Menyengsarakan Rakyat

Kebijakan pemerintah menaikkan pajak atas rakyat dalam berbagai jenis barang dan jasa adalah kebijakan yang lahir dari sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme melahirkan sistem ekonomi kapitalis yang menjadikan pajak sebagai sumber pendapatan utama. Oleh karenanya, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah suatu keniscayaan. Tentunya, kenaikan PPN ini menjadikan masyarakat makin khawatir dan resah dengan dampaknya.

Kenaikan PPN akan diikuti dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Hal ini membuat masyarakat makin tercekik. Pajak sebagai sumber pendapatan utama negara merupakan kebijakan yang salah. Menerapkan pajak kepada seluruh masyarakat, baik kaya maupun miskin, sebagai wajib pajak hanya akan membebani rakyat. Padahal, negara memiliki berbagai sumber daya alam yang melimpah yang dapat dijadikan sebagai sumber pemasukan negara. Jika sumber daya alam dikelola sendiri oleh negara, rakyat tidak akan dibebani dengan berbagai macam pajak dan pungutan lainnya.

Namun, sayang sekali, negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator yang berpihak kepada pengusaha. Negara menjadi pelayan bagi para pemilik modal dan abai terhadap kepentingan rakyatnya. Padahal sejatinya, peran negara adalah mengurusi rakyatnya.

Peran Negara dalam Sistem Kapitalis

Sejatinya, negara dalam sistem kapitalisme tak ubahnya pemalak rakyat. Negara menjerat rakyat dengan berbagai pungutan yang memberatkan. Negara tidak pernah peduli dengan nasib rakyatnya, meski mereka harus banting tulang dan bersusah payah mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, mereka masih dibebani dengan pungutan pajak.

baca juga: Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan

Seharusnya tugas utama pemerintah adalah memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan rakyat, bukan sebaliknya. Sumber daya alam yang melimpah lebih efektif digunakan sebagai sumber pemasukan negara. Pemasukan yang diperoleh dari sumber daya alam akan lebih menyejahterakan rakyat. Sayangnya, negeri ini salah dalam mengelola sumber daya alam. Hampir semua kekayaan alam kita pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta atau asing. Padahal, jika kekayaan alam dikelola mandiri oleh negara, hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dan kemaslahatan umat, seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Kesalahan dalam pengelolaan sumber daya alam ini merupakan akibat dari paradigma kapitalisme. Pada sistem kapitalisme regulasi yang diterapkan bermuara pada kepentingan pemilik modal dan mengabaikan kepentingan rakyat.

Islam, Solusi Terbaik dalam Menyejahterakan Rakyat

Jika dalam sistem ekonomi kapitalis menciptakan kesengsaraan bagi rakyat, lain halnya dengan sistem ekonomi Islam yang menawarkan solusi lebih adil dan menyejahterakan. Sebab, negara mengambil peran penuh dalam pengurusan rakyat karena dalam Islam, negara memiliki peran sebagai ra'in atau pengurus rakyat.

Sebagaimana sabda Rasulullah:
"Imam atau khalifah adalah pengurus atau ra'in, ia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusan rakyatnya" (HR. Bukhari).

Negara bertanggung jawab memenuhi seluruh kebutuhan rakyat, baik primer maupun sekunder, serta memastikan setiap individu masyarakat terjamin kesejahteraannya.

Negara menetapkan sistem ekonomi Islam dalam bidang perindustrian, perdagangan, dan pertanian, sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang luas. Dengan demikian, masyarakat khususnya laki-laki (kepala keluarga) dapat bekerja dan mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.

Sedangkan pendidikan, kesehatan, keamanan, serta layanan fasilitas publik lainnya juga disediakan oleh negara, seperti transportasi, listrik, gas, dan minyak, yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara murah, bahkan gratis dan berkualitas. Dengan demikian, kesejahteraan akan terwujud pada setiap lapisan masyarakat.

Dari segi kepemilikan, Islam dengan jelas menetapkan bahwa sumber daya alam menjadi kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara. Hasilnya dikembalikan untuk kemaslahatan umat. Berdasarkan buku Sistem Keuangan karya ulama besar Syekh Abdul Qadim Zallum, dalam Islam dijelaskan bahwa negara memiliki berbagai pos pendapatan.

Sumber Pemasukan Negara Khilafah

Pemasukan negara Khilafah ada tiga: fai, kharaj, kepemilikan umum, dan zakat. Sedangkan bagian fa'i dan kharaj terdiri dari ghanimah, kharaj, jizyah, fai, status tanah, dan dhoribah. Bagian kepemilikan umum meliputi migas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan, mata air, hutan, dan padang rumput.

Pajak bukan termasuk sumber pendapatan wajib bagi negara. Pajak hanya akan dipungut dalam kondisi tertentu ketika baitulmal dalam keadaan kosong. Pungutan ini hanya akan diambil dari masyarakat yang memiliki kemampuan finansial, bukan dari seluruh masyarakat. Negara juga memberikan batasan kapan pajak akan dipungut. Hal ini dilakukan agar rakyat tidak terbebani secara berlebihan.

Penutup

Dengan demikian, negara Khilafah tidak akan menetapkan target pajak tahunan. Negara Khilafah juga tidak akan memungut pajak seperti yang terjadi hari ini. Meskipun dalam Islam ada pemasukan yang berasal dari pajak, penerapannya tidak seperti dalam negara kapitalisme saat ini. Dengan begitu, pemungutan pajak dalam Islam tidak membebani dan menimbulkan kezaliman serta kesengsaraan bagi rakyat.

Wallahu a'lam bishawab. []

Jual-Beli Bayi: Fenomena Tragis Kehidupan Sekuler

Berbagai faktor yang melatarbelakangi kasus jual-beli bayi tidak dapat dilepaskan dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi masyarakat saat ini.

Oleh. Vega Rahmatika Fahra, S.H.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

NarasiLiterasi.Id-Baru-baru ini publik dihebohkan dengan berita terungkapnya kasus jual-beli bayi oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Aparat berhasil meringkus dua bidan, yakni JE (44) dan DM (77) yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Kedua pelaku menjalankan praktik ilegal ini di sebuah rumah bersalin di Kota Yogyakarta. 

Direktur Reserse Polda DIY Kombes Pol FX Endriadi menyatakan bahwa praktik jual-beli bayi yang dilakukan oleh JE (44) dan DM (77) telah berlangsung selama 14 tahun, sejak 2010 hingga mereka tertangkap tangan pada 4 Desember 2024. Pelaku menjual bayi perempuan dengan harga Rp55 juta hingga Rp65 juta, sementara bayi laki-laki dihargai lebih mahal, yakni Rp65 juta sampai Rp85 juta. Modus yang digunakan pelaku adalah menyamarkan transaksi sebagai biaya persalinan.

Berdasarkan data Polda DIY, dalam kurun waktu 2015 hingga 2024, kedua bidan tersebut telah menjual sebanyak 66 bayi. Jumlah tersebut terdiri dari 28 bayi laki-laki, 36 bayi perempuan dan 2 bayi tanpa keterangan jenis kelaminnya. Bayi-bayi tersebut diadopsi oleh pihak-pihak yang tersebar di dalam maupun luar Kota Yogyakarta. Lokasi tujuan adopsi meliputi Surabaya, NTT, Bali, hingga Papua. (news.republika.co.id, 12-12-2024)

Berulangnya Kasus Jual-Beli Bayi

Kasus jual-beli bayi seperti yang terjadi di Yogyakarta bukanlah yang pertama. Dari tahun ke tahun, pemberitaan terkait praktik serupa terus bermunculan. Fenomena ini bukan sekadar kejahatan insidental yang dilakukan oleh individu tertentu. Sebaliknya, ini merupakan bukti adanya problem sistemis yang mendasari maraknya praktik tersebut.

Selain kasus di Yogyakarta, polisi juga membongkar sindikat jual-beli bayi yang dilakukan melalui platform media sosial Facebook di wilayah Depok, Jawa Barat. Dalam kasus ini, polisi menangkap total delapan pelaku, empat pelaku merupakan orang tua yang menjual bayinya, tiga pelaku bertindak sebagai penjual bayi, dan satu pelaku berperan sebagai penadah. (news.detik.com, 06-09-2024)

Kasus ini bukan hanya mencengangkan, tetapi juga membuka luka lama terkait maraknya jual-beli bayi di Indonesia. Praktik ini telah terjadi berulang kali dengan berbagai modus dan jaringan yang semakin kompleks. Kasus ini tidak hanya menunjukkan betapa rapuhnya moral sebagian individu, tetapi juga menyoroti kegagalan sistem kehidupan yang saat ini mendominasi di Indonesia. Fakta bahwa kasus ini terus berulang menunjukkan adanya problem sistemis yang melibatkan berbagai faktor.

Problem Sistemis

Pertama, adanya problem ekonomi yang mendorong individu mencari jalan pintas demi mendapatkan uang. Kemiskinan yang melanda sebagian masyarakat menjadi faktor utama yang membuat banyak orang rela melakukan apa saja, termasuk tindakan melanggar hukum seperti menjual bayi.

Tingginya angka kemiskinan membuat banyak orang, termasuk para ibu yang menghadapi kehamilan tidak diinginkan (KTD), terpaksa menjual bayi mereka demi bertahan hidup. 

Kedua, maraknya pergaulan bebas yang berujung pada banyaknya kehamilan tak diinginkan (KTD). Data menunjukkan bahwa angka kehamilan di luar nikah terus meningkat dan banyak ibu muda yang akhirnya tidak sanggup membesarkan anak hasil hubungan terlarang tersebut. Dalam kondisi ini, bayi sering kali dianggap sebagai beban, sehingga keberadaan pihak-pihak yang “menawarkan solusi” berupa jual-beli bayi menjadi godaan besar.

Ketiga, tumpulnya hati nurani dan pergeseran nilai kehidupan. Dalam kasus ini, bidan yang seharusnya memiliki peran mulia membantu proses kelahiran justru menjadi pelaku utama. Hilangnya rasa empati dan tanggung jawab terhadap sesama menunjukkan betapa nilai-nilai kemanusiaan telah terkikis.

Keempat, lemahnya penegakan hukum menjadi faktor yang turut memperburuk situasi. Kasus-kasus jual-beli bayi sering kali tidak ditindak dengan tegas, sehingga pelaku tidak merasa jera. Aparat penegak hukum seolah kalah dari sindikat yang terorganisir yang mampu memanfaatkan celah dalam sistem hukum untuk melanjutkan praktik keji ini. Negara pun tampak abai dalam mengatasi akar permasalahan, sehingga masyarakat terus terjebak dalam lingkaran kejahatan yang sama.

Sistem Sekuler yang Merusak

Berbagai faktor yang melatarbelakangi kasus jual-beli bayi tidak dapat dilepaskan dari sistem kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi masyarakat saat ini. Sistem ini menjadikan materi atau harta sebagai tujuan utama dalam hidup sehingga nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas kerap terabaikan.

Dalam sistem kapitalistik, orientasi materi begitu kental dalam setiap aspek kehidupan. Hal ini terlihat pada dua bidan yang terlibat dalam kasus ini yang mengorbankan hati nurani mereka demi keuntungan finansial. Padahal, profesi bidan sejatinya memiliki peran besar dalam menjaga dan membangun keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Namun, dalam sistem sekuler kapitalistik, peran ini sering kali tersingkir oleh dorongan untuk mengejar keuntungan pribadi.

Selain itu, sistem ini juga mendorong terjadinya ketimpangan ekonomi yang tajam. Kemiskinan menjadi salah satu alasan utama di balik terjadinya kasus jual-beli bayi, di mana banyak orang tidak memiliki pilihan selain melakukan tindakan yang melanggar hukum dan moral. Sistem kapitalistik tidak memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu sehingga masyarakat rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi.

Lebih jauh lagi, sistem sekuler kapitalistik mendorong masyarakat untuk menjauh dari nilai-nilai agama. Kehidupan yang berlandaskan pada pemisahan agama dari kehidupan membuat banyak individu kehilangan arah dan tujuan hidup. Tanpa landasan iman dan takwa, manusia mudah terjerumus pada tindakan-tindakan yang merugikan diri sendiri maupun orang lain.

Kelemahan Negara

Keberadaan sindikat penjual bayi membuat praktik jual-beli bayi menjadi lebih sulit diberantas. Sindikat ini biasanya memiliki jaringan yang luas dan terorganisir, sehingga mampu menyembunyikan jejak mereka dari aparat penegak hukum. Dalam banyak kasus, sindikat ini bahkan melibatkan oknum dari berbagai profesi, termasuk tenaga kesehatan yang membuatnya semakin sulit diungkap.

Sindikat ini biasanya melibatkan banyak pihak, mulai dari pelaku langsung hingga jaringan yang bertugas mencari “pembeli” dan “penjual”. Keberadaan sindikat semacam ini menunjukkan bahwa jual-beli bayi bukanlah kejahatan kecil, melainkan fenomena yang telah terorganisasi dengan baik.

Sayangnya, aparat penegak hukum sering kali terlihat kalah menghadapi sindikat semacam ini. Proses hukum yang lambat, kurangnya sumber daya, serta lemahnya pengawasan menjadi kendala utama dalam memberantas praktik jual-beli bayi. 

Kondisi ini menunjukkan kelemahan negara dalam menindak tegas pelaku kejahatan. Negara seharusnya memiliki peran sentral dalam melindungi warga dari kejahatan semacam ini, tetapi kenyataannya banyak kasus yang berakhir tanpa penyelesaian yang memadai. Penegakan hukum yang tumpul dan lemahnya pengawasan terhadap institusi-institusi kesehatan menjadi bukti nyata bahwa negara belum menjalankan fungsinya dengan optimal.

Peran Negara

Fenomena ini membutuhkan kesungguhan negara untuk menyelesaikan akar masalahnya. Langkah yang diambil tidak cukup hanya dengan menangkap pelaku dan memberikan hukuman, tetapi juga harus mencakup penyelesaian problem mendasar yang melatarbelakangi praktik ini.

Pertama, negara harus memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu. Kemiskinan yang menjadi akar dari banyak kejahatan harus diselesaikan melalui kebijakan ekonomi yang berpihak pada rakyat. Negara perlu memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap kebutuhan dasar, seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.

Kedua, diperlukan sistem sanksi yang tegas untuk memberikan efek jera bagi pelaku. Sanksi yang diberikan tidak hanya bertujuan menghukum, tetapi juga mencegah terjadinya kejahatan serupa di masa depan.

Ketiga, negara harus memperbaiki sistem pendidikan dan pergaulan di masyarakat. Nilai-nilai moral dan agama harus diajarkan sejak dini sehingga individu memiliki landasan yang kuat untuk membedakan antara yang benar dan salah.

Negara juga harus menyelesaikan masalah-masalah mendasar yang menjadi akar penyebab terjadinya kasus ini, seperti kemiskinan dan ketimpangan sosial. Jaminan kesejahteraan bagi setiap individu harus menjadi prioritas, sehingga masyarakat tidak lagi terdorong untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Baca juga : https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/ekonomi-mengekang-kasih-ibu-menghilang/

Islam Sebagai Solusi

Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk mengatasi berbagai masalah sosial, termasuk kasus jual-beli bayi. Berikut adalah beberapa solusi Islam dalam mengatasi kasus jual beli bayi:

1. Islam membentuk keimanan dan ketakwaan

Dalam sistem Islam, manusia dididik untuk menjadi hamba yang beriman dan bertakwa, sehingga setiap perilaku mereka sesuai dengan hukum syarak. Sistem Pendidikan Islam memainkan peran penting dalam membentuk individu yang memiliki moral dan etika yang tinggi.

Pendidikan dalam Islam bertujuan untuk membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Allah. Pendidikan ini tidak hanya mencerdaskan intelektual, tetapi juga membangun akhlak mulia yang sesuai dengan syariat Islam. Dengan pendidikan berbasis Islam, individu dididik untuk memiliki moral yang kuat, sehingga menjauhi tindakan yang melanggar hukum dan norma agama, seperti menjual bayi atau mengeksploitasi manusia.

Rasulullah ﷺ bersabda: "Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menekankan pentingnya pendidikan sejak dini untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan Islam. Pendidikan Islam akan menghasilkan individu yang menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan tidak tergoda oleh orientasi materialistis.

2. Sistem pergaulan Islam untuk mencegah seks bebas

Sistem pergaulan dalam Islam dirancang untuk mencegah terjadinya perbuatan yang merusak, seperti seks bebas yang menjadi salah satu penyebab utama kehamilan di luar nikah. Dalam Islam, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur dengan jelas, sehingga tercipta lingkungan yang mendukung keharmonisan dan ketertiban sosial.

Islam melarang segala bentuk interaksi yang mendekati zina. Seks bebas menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kehamilan tidak diinginkan (KTD) yang kemudian memicu praktik jual-beli bayi. Islam memberikan aturan yang tegas untuk menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan agar sesuai dengan syariat.

Allah berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”. (QS. Al-Isra: 32)

Dengan penerapan sistem pergaulan Islam, masyarakat akan dilindungi dari pergaulan bebas, sehingga dapat mencegah kehamilan di luar nikah. Aturan ini menciptakan lingkungan yang sehat dan menjaga kehormatan individu.

3. Jaminan kesejahteraan oleh negara

Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan setiap individu. Dengan adanya jaminan kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan, masyarakat tidak akan terdorong untuk melakukan tindakan ilegal demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Islam mengatur bahwa pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya.

Rasulullah ﷺ bersabda: "Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya". (HR. Bukhari dan Muslim)

Dengan sistem ini, ibu-ibu yang menghadapi KTD karena ekonomi tidak perlu khawatir akan masa depan mereka dan bayi yang dilahirkan, karena negara akan memberikan perlindungan dan dukungan.

4. Sistem sanksi yang tegas dan adil

Islam menetapkan hukuman yang tegas dan adil untuk mencegah terjadinya kejahatan. Hukuman ini tidak hanya bersifat preventif, tetapi juga edukatif, agar pelaku dan masyarakat merasa jera untuk mengulangi kejahatan yang sama. Islam menegaskan bahwa keadilan dalam hukuman adalah kunci untuk menjaga stabilitas masyarakat.

Allah berfirman: "Dan dalam qisas itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa". (QS. Al-Baqarah: 179)

Dalam kasus penjualan-beli bayi, negara Islam akan menjadi anggota sindikat yang terlibat dan menindak tegas pelaku sesuai dengan syariat. Sistem ayat Islam bertujuan untuk melindungi masyarakat dan mencegah kejahatan berulang.

Khatimah

Kasus jual-beli bayi yang marak terjadi hari ini, menjadi cerminan dari berbagai masalah sistem dalam masyarakat kita saat ini. Faktor-faktor seperti kemiskinan, seks bebas, lemahnya penegakan hukum, dan tumpulnya hati nurani menunjukkan bahwa sistem sekuler kapitalistik tidak mampu memberikan solusi yang efektif.

Islam menawarkan pendekatan yang holistik untuk mengatasi masalah ini, mulai dari membangun individu yang beriman dan bertakwa, menciptakan sistem pergaulan yang sesuai dengan syariat, hingga memberikan jaminan kesejahteraan bagi setiap individu. Dengan penerapan sistem Islam secara menyeluruh, kasus-kasus kejahatan seperti jual-beli bayi dapat dicegah, sehingga tercipta masyarakat yang harmonis dan sejahtera dalam aturan Islam. Wallahu ‘alam bishowab []

Parpol Spanyol Desak Hukum dan Embargo Israel

Umat harus menyadari bahwa saat ini mereka terjajah secara pemikiran sehingga tidak mampu menggagas solusi untuk mengusir Zionis dari Palestina.

Oleh. Siska Juliana
(Kontributor Narasiliterasi.id)

NarasiLiterasi.Id-Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez didesak oleh sejumlah partai politik termasuk koalisi pemerintah untuk menjatuhkan sanksi terhadap Israel akibat genosida di Palestina. Partai ini terdiri dari mitra koalisi Sumar dan empat partai lain pemerintah yaitu Podemos, Esquerra Republicana de Catalunya (ERC), EH Bildu dari Basque, dan Blok Nasionalis Galicia (BNG).

Seruan ini disampaikan secara tertulis yang diajukan kepada arsip parlemen Spanyol pada Kamis (19-12-2024). Isi surat tersebut adalah tuntutan adanya embargo militer serta sanksi politik dan ekonomi terhadap Israel.

Surat ini juga berisi desakan agar Sanchez meminimalkan hubungan diplomatik dengan Israel dan menangguhkan perjanjian perdagangan sampai pendudukan Israel di Palestina berakhir. Selain itu, meminta Wakil Presiden Komisi Eropa sekaligus Komisioner untuk Kompetisi Teresa Ribera Rodriguez untuk mendorong pembatalan perjanjian Uni Eropa dengan Israel sebab saat ini memberikan perlakuan dagang istimewa pada Zionis. (cnnindonesia.com, 20-12-2024)

Kekejaman Israel

Rentetan serangan udara Israel masih terjadi hingga saat ini. Serangan terbaru menghantam rumah di Gaza utara dan rumah dekat RS Kamal Adwan di Beit Lahiya. Masing-masing menewaskan 10 dan 20 orang. Serangan tersebut terjadi tepat sebelum tengah malam. (REUTERS, 19-12-2024)

Tentu kita juga tidak akan melupakan hantaman bom di tenda pengungsian di kompleks RS Martir Al-Aqsa, Deir Al-Balah, Gaza tengah pada Senin (14-10-2024). Para pengungsi yang berada dalam tenda tersebut terbakar hidup-hidup.

Gencatan senjata masih terus dibahas di Doha, Qatar. Akan tetapi, Israel terus menggempur Gaza dengan alasan mereka ingin membasmi Hamas. Sungguh itu alasan klasik di saat puluhan ribu warga sipil telah meninggal. Laporan terbaru otoritas kesehatan Gaza menyatakan bahwa setidaknya 45.059 orang telah meninggal dunia.

Kecaman untuk Israel

Genosida yang dilakukan Israel terhadap Palestina yang terjadi lebih dari setahun semakin menimbulkan berbagai kecaman. Dunia internasional merasa muak dan jengah. Upaya isolasi internasional terhadap Israel terus meluas. Pada tahun ini, Spanyol dan Irlandia telah resmi mengakui kedaulatan negara Palestina.

Presiden Asosiasi Sepak Bola Norwegia Liz Klaveness mengatakan bahwa mereka akan berusaha keras agar pihak-pihak berwenang menjatuhkan sanksi pada Israel. Semua itu dilakukan agar serangan Israel terhadap warga sipil Gaza yang tidak berdosa segera dihentikan.

Negara-negara lain pun telah mengambil langkah-langkah konkret untuk menekan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dengan memutus hubungan diplomatik, menangguhkan penjualan senjata, dan menempuh jalur hukum internasional. Negara-negara yang memutus hubungan diplomatik di antaranya wilayah Timur Tengah (Yordania, Bahrain, Turki), Chad, Amerika Latin (Cile, Honduras, dan Kolombia). Namun, pemutusan hubungan ini faktanya tidak jelas. Negara-negara tersebut tidak memiliki pengaruh politik yang besar di Timur Tengah.

Beberapa negara juga akan menghentikan penjualan senjata ke Israel di antaranya, Italia, Belgia, Spanyol, Kanada, dan Jepang. Akan tetapi, dampaknya tidak terlalu besar pada serangan di Palestina. Senjata yang diimpor ke Israel lebih dari 95 persen berasal dari Amerika dan Jerman. Sampai saat ini tidak ada tanda bahwa mereka akan menghentikannya. 

Hal berbeda dilakukan oleh Afrika Selatan yang mencoba menghentikan Israel lewat peradilan internasional. Mereka mengajukan kasus ke Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag dengan tuduhan Israel melakukan genosida terhadap penduduk di Gaza Palestina.

Dukungan AS pada Israel

Berbagai kecaman, perundingan, dan kesepakatan bukanlah aksi nyata untuk kemerdekaan Palestina. Setelah semua itu dilakukan, terbukti hingga hari ini tidak mampu menghilangkan penjajahan Zionis atas Palestina.

Di sisi lain, dukungan AS pada Israel terus dilakukan untuk merampas wilayah Palestina. The National Interest melaporkan bahwa miliaran dolar uang dikirimkan kepada Zionis untuk pembiayaan perang yang sedang berlangsung. Jumlah uang yang fantastis itu bersumber dari pajak Amerika.

Selain keuangan, Amerika juga mengirim sistem pertahanan rudal THAAD dan 100 tentaranya untuk membantu mengoperasikan rudal tersebut. Hal ini merupakan bukti meningkatnya dukungan AS pada Zionis. Dengan dukungan biaya yang meningkat cepat serta pengerahan pasukan untuk membantu Zionis menimbulkan risiko AS terlibat secara langsung dalam perang tersebut.

Bantuan yang diberikan AS pada entitas Yahudi bukanlah tanpa alasan. Jika melihat sejarahnya, adanya entitas Yahudi di Timur Tengah merupakan strategi besar AS untuk mempertahankan hegemoninya. 

Baca juga: Seruan Penangkapan Netanyahu dan Gallant

Sikap Penguasa Muslim

Ketika AS dan Yahudi bahu-membahu menjajah Palestina, sikap berlawanan justru diperlihatkan oleh penguasa muslim. Mereka menutup mata atas pembantaian kaum muslim di Palestina. Di saat AS mengirimkan senjata untuk Zionis, para penguasa muslim sama sekali tidak memiliki keinginan mengirim pasukan militernya untuk membebaskan Palestina.

Kaum muslim lainnya bungkam melihat genosida yang terjadi. Mereka terjebak oleh sekat nasionalisme yang membuatnya diam di tempat. Sedangkan kaum muslim Palestina hidup bagai di penjara. Zionis menggempur, mengisolasi, dan menutup pintu masuk bantuan.

Nasionalisme yang diembuskan Barat telah memecah belah negeri-negeri muslim menjadi berbagai negara bangsa. Mereka dibatasi oleh wilayah masing-masing dan enggan memahami kondisi satu sama lain dengan alasan “bukan urusan kita”.

Umat Islam tidak menyadari bahwa nasionalisme telah membunuh perasaan dan pemikiran mereka terhadap dunia Islam, termasuk Palestina. Nasionalisme telah menjadi racun yang menggerogoti persatuan kaum muslim dan menjadi batu sandungan untuk kembali mendapatkan predikat sebagai umat terbaik.

Persatuan Umat Islam

Penjajahan di Palestina tidak akan berhenti jika para penguasa muslim hanya melontarkan kecaman, melakukan konferensi, deklarasi, protes, mengirimkan bantuan kemanusiaan, dan sebagainya. Adanya perbedaan visi dan kepentingan menjadi penyebab utama kaum muslim belum dapat membebaskan Palestina.

Mereka disibukkan dengan masalah dalam negerinya dan mengesampingkan krisis Palestina. Negara Irak, Iran, Lebanon, dan Mesir berperang melawan Yahudi, tetapi itu dilakukan untuk kepentingannya sendiri.

Awal mula penderitaan umat Islam di seluruh dunia adalah pascatumbangnya Khilafah Islamiah. Perjanjian Sykes Pycot merupakan kebijakan politik Barat yang memecah belah umat Islam setelah Perang Dunia II berjalan secara sistemis menghancurkan Khilafah. Kemudian dengan adanya Deklarasi Balfour, mereka mendirikan negara Yahudi.

Oleh karena itu, solusi pembebasan Palestina sangat erat kaitannya dengan Khilafah. Sejarah membuktikan bahwa di bawah naungan khilafah, pendudukan Yahudi tidak akan pernah terjadi. Khilafah senantiasa melindungi negeri-negeri muslim.

Umat Islam semestinya tidak mengikuti arahan Barat ataupun tidak melakukan aliansi dengan orang-orang kafir mengenai solusi pembebasan Palestina. Seharusnya umat Islam bersatu untuk melepaskan ikatan nasionalisme yang selama ini membelenggu mereka.

Umat harus menyadari bahwa saat ini mereka terjajah secara pemikiran sehingga tidak mampu menggagas solusi untuk mengusir Zionis dari Palestina. Kesadaran ini harus dibina terus-menerus agar tercipta kesadaran kolektif di tengah umat. Selanjutnya, umat berjuang bersama-sama untuk menegakkan institusi khilafah yang akan memberikan solusi hakiki bagi pembebasan Palestina.

Dengan tegaknya khilafah, maka khalifah akan memobilisasi pasukan militer dan mengerahkan tank-tank tangguh dengan seruan jihad fi sabilillah.

Khatimah

Dengan demikian, tegaknya Khilafah merupakan suatu kebutuhan mendasar dan sangat penting untuk memerdekakan negeri-negeri muslim dari segala bentuk penjajahan kaum kafir.

“Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (QS. Al-Anbiya: 92)

Wallahualam bissawab. []

Qadha Allah dan Ikhtiar Hamba

Ketika kita sudah berikhtiar mengikuti kebiasaan Rasul tapi masih sakit itu karena qadha Allah yang berlaku.

 Oleh. Ni’matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Kontributor Narasiliterasi.id-“Iya, Mas, kalau kebiasaan mandi sebelum Subuh yang Mas Ami lakukan itu sudah bagus, mengikuti Rasulullah, insyaalah itu jadi pahala. Namun, kalau Mas Ami sakit itu sudah qadha Allah, manusia hanya bisa ikhtiar tapi Allahlah yang menetapkan. Bukankah Allah telah berfirman dalam Al-Qur'an surah Al-Hadid ayat 22, “ Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Dia telah menulis dalam kitab (lauhulmahfuz) sebelum Kami menciptakannya,” ujarku mencoba menjelaskan supaya dia paham.

Rabu, 10 Agustus 2022

Obrolan dengan Mas Ami

Hari ini aku mengisi kajian ibu-ibu di sekitar rumah, membahas tema tentang ikhtiar manusia dan qadha Allah. Setelah anak-anak beranjak remaja aku memang lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengajar ibu-ibu dan anak-anak mengaji. Anak pertamaku laki-laki, kini duduk di kelas 8 dan anak kedua perempuan duduk di kelas 7. Keduanya sekolah plus mondok di tempat yang sama. Sementara anak ketiga juga laki-laki masih duduk di bangku SD. Beberapa hari sebelumnya, tepatnya Minggu siang anak pertamaku, sebut saja Mas Ami, tiba-tiba meneleponku lewat HP kakak kelasnya. Sejak naik kelas 8 memang ada aturan tidak boleh ada peneleponan lewat HP ustaz kamarnya. Jadi kami tidak pernah lagi berkomunikasi.

“Assalamualaikum, Umi, bagaimana kabarnya?”

“Waalaikumussalam. Alhamdulillah sehat. Mas Ami sehat juga, 'kan?”

 “Alhamdulillah, Umi, Mas Ami sehat. Mas Ami selalu ngikutin apa yang Umi bilang, misalnya mandi pagi sebagai ikhtiar tetap sehat, tapi sekarang Mas Ami lagi gak mood makan.” Begitu ucapnya di seberang telepon.

“Kenapa, Mas?” tanyaku mulai ada rasa khawatir. "Makan yang banyak, ya, supaya sehat, kuat, dan bisa beraktivitas lagi. Kita, 'kan diperintahkan Allah untuk berikhtiar sesuai kemampuan. Nanti kalau malas makan gampang sakit,” lanjutku menasihati.

Kabar dari Pondok

Sampai di situ obrolan kami berhenti dan tidak ada kabar selanjutnya dari pondok sampai hari Rabu siang itu. Begitu selesai kajian, sekitar pukul 11.30 aku tiba di rumah. Setelah masuk rumah aku langsung meraih HP yang sedang di-charge. Layar HP seketika menyala begitu aku pencet tombol di bagian samping, sederet notifikasi pesan WA bermunculan. Netraku seketika menangkap satu chat yang menarik perhatianku. Sebuah pesan dari ustaz di pondok anakku. Tanpa pikir panjang langsung saja aku buka chat-nya.

“Assalamualaikum. Ummu, afwan mau mengabarkan ananda Fahmi sakit dan sudah dibawa ke klinik, tapi menurut dokter yang memeriksanya terinfeksi virus. Maka disarankan untuk dirawat di rumah supaya tidak menularkan kepada santri lain.”

“Bisakah dijemput hari ini?”

Deg. Langsung perasaanku tidak karuan, antara sedih karena mendapat kabar seperti itu dan bingung karena suami posisinya sedang tidak ada di rumah, bahkan di luar kota, di Subang. Padahal kemarin Minggu saat menelepon, anakku menyampaikan rencananya ingin pulang dulu hari Senin. Namun entah kenapa tidak jadi.

“Waalaikumussalam. Ustaz, iya tapi maaf kami  tidak bisa menjemput hari ini karena Abinya Fahmi sedang berada di Subang, kemungkinan besok pagi baru bisa jemput,” balasku.

Qadha Allah Menguji Keimanan

Sejenak kuletakkan ponsel, kucoba menarik napas panjang. Ada sedikit lega setelah kukeluarkan napas dengan perlahan. Teringat satu bulan yang lalu, saat itu di grup wali santri heboh karena ada beberapa anak santri yang tidak kebagian makan katanya. Banyak komentar bermunculan yang sebagian besar menyalahkan pondok, kalau anak sakit gara-gara tidak makan bagaimana. Bahkan ada yang langsung ingin memindahkan sekolah anaknya. Sementara aku hanya diam menyimak, tidak ikut berkomentar khawatir salah.

Sebenarnya dalam hati ingin ikut berkomentar bahwa ketika sudah menyerahkan anak kita ke pondok maka kita harus percaya sepenuhnya ke pondok. Pondok pasti sudah melakukan upaya terbaik untuk para santrinya. Manusia hanya berikhtiar, selebihnya serahkan kepada qadha Allah.Tapi tentu saja hal itu hanya aku utarakan kepada suami. Kami memang sependapat, sudah berazam menyerahkan semua penjagaan dan perlindungan anakku kepada Allah. Apa pun yang terjadi sudah qadha Allah. Dan mungkin Allah ingin menguji keimanan kami.

Pikiranku terus melayang, selama satu tahun di pondok anakku memang belum pernah sakit. Selama ini ia memang selalu melakukan apa yang aku nasihatkan termasuk mandi pagi sebelum subuh, sebagai ikhtiar mengikuti sunah Rasul. Jadi inilah kabar pertama dari pondok bahwa anakku sakit dan hal ini cukup membuat hatiku ketar-ketir meski berusaha tenang.

Qadha Allah Pasti Terbaik

‘Apa aku jemput sendiri saja, ya,' gumamku dalam hati.

Namun, kalau aku nekat menjemput sendiri naik motor, perjalanan Tangerang-Bogor bukanlah jarak yang dekat untuk ditempuh. Kalau mau minta tolong, minta tolong siapa. Antara sedih dan bingung harus bersikap karena saat itu aku tidak punya uang kecuali untuk makan sehari-hari. Sewaktu suami mau berangkat ke Subang, ia memang tidak memberi uang. Suamiku hanya meninggalkan sisa dagangan berupa telur dan minyak. Maka aku berpikir untuk membuat donat dan menitipkan di warung–warung supaya bisa bertahan hidup. Setelah dipertimbangkan masak-masak keputusan akhirnya bahwa aku harus menelepon suami. Aku akan mengabarkan kalau anak sakit dan harus segera dijemput, meski terbayang olehku suami pasti juga bingung karena pasti tidak punya uang juga.

Tepat jam 12 malam suami tiba di rumah.

“Bi, kok jalan kaki?” tanyaku heran karena tidak mendengar bunyi kendaraan berhenti.

“Iya, duitnya habis, jadi jalan kaki dari Oja. Tadi pinjam Aang Rp150 ribu pas buat ongkos sampai Oja,” jawabnya jujur.

Sreset… seperti ada yang menggores di dalam hatiku, meski entah di sudut yang mana, tetapi terasa perihnya. 'Ingat qadha Allah, apa pun itu, pasti terbaik untuk hamba-Nya,' ucapku dalam hati.

“Ya sudah kita tidur saja besok habis Subuh ke Bogor.”

“Ada makanan tidak? Laper …” tanya suami sambil mengelus perut pertanda memang sedang lapar.

“Oh, iya ada tapi hanya nasi, lauknya habis,” jawabku.

Bergegas aku ke dapur mengambil sepiring nasi tanpa lauk dan menyodorkannya ke hadapan suami yang langsung memakannya.

Berjumpa dengan Ananda

Keesokan harinya, selesai salat Subuh kami berangkat ke Bogor dengan mengendarai motor. Alhamdulillah jalanan masih sepi sehingga kami sampai di pondok sekitar pukul 07.30. Perjalanan Tangerang-Bogor hanya memakan waktu 2 jam kalau lancar.

Setelah menemui satpam dan mengutarakan maksud kedatangan kami, kami dipersilakan menunggu di teras masjid. Sambil menunggu anakku keluar, aku pun pergi ke tempat akhwat dulu untuk menemui adiknya yang baru sebulan di pondok. Aturannya sih anakku belum boleh dijenguk karena belum 40 hari. Itu adalah aturan umum hampir di setiap pondok. Ketika memondokkan anak, maka belum boleh dihubungi atau dijenguk kecuali setelah 40 hari. Itu sebagai ikhtiar untuk membentuk kebiasaan baru atau menyesuaikan diri dengan lingkungan pondok.

Tidak lama menunggu, kulihat seorang gadis remaja berjalan menuruni anak tangga dengan perlahan. Wajahnya menyiratkan kesedihan. Segera kuraih tangannya dan kami pun berpelukan melepaskan kerinduan.

Umi …” ucapnya lirih. Dari nada suaranya, aku tahu ia berusaha menahan tangis.

“Sabar, ya. Iya (panggilan kesayangannya) harus kuat, biar jadi anak salihah,” ucapku sambil mengelus bahunya. Sementara Fatiya hanya diam sambil berlinang air mata.

Setelah memberi sedikit nasihat dan motivasi serta mengabarkan kalau kakaknya sakit, aku pun kembali ke tempat ikhwan. Di teras masjid, Mas Ami sudah bersiap-siap. Tubuhnya yang kurus berbalut kaos dan jaket abu-abu. Segera kuraih tubuhnya, kupeluk, dan tidak terasa air mata menetes menyaksikan kondisinya. kulitnya menghitam mungkin pengaruh panas badannya. Bahkan kulit di area wajah, bibir, sampai telinga mengelupas.Setelah pamit dengan ustaz kamarnya, kami pun pergi meninggalkan pondok tanpa menemui adiknya lagi.

Cerita Mas Ami

Sepanjang perjalanan meski sedang sakit Mas Ami terus bercerita tentang kegiatannya selama di pondok sampai bagaimana dia sakit. Menurut cerita dia, ustaz kamar yang sekarang orangnya cuek, kurang perhatian, tidak seperti yang sebelumnya. Memang yang kurasakan juga begitu. Kalau dulu ustaznya sering mengabarkan kondisi anak-anak, kegiatan mereka, tetapi kalau yang sekarang hampir tidak pernah. Bahkan anakku sakit pun justru ustaznya yang dulu yang peduli. Beliau mendatangi dan menanyakan kenapa Ami. Dan akhirnya Ami pun dibawa ke klinik oleh ustaz kamarnya setelah diberitahu kondisinya yang sakit.

Padahal anakku sudah bilang beberapa waktu sebelumnya kalau dia sedang sakit bahkan sampai mengutip hadis. “Ustaz, katanya umat Islam itu bersaudara, ketika yang satu sakit yang lain ikut merasakan sakit,” ujarnya. Mungkin karena saking tidak pekanya sang ustaz.

Begitu banyak cerita yang mengalir dari mulutnya seperti ingin menumpahkan semua yang ia simpan selama ini. Memang itulah Ami, selalu ada kisah yang ia ceritakan kalau sudah bertemu Uminya. Apalagi sudah sebulan tidak bertemu. Aku mendengarkan setiap detail ceritanya sambil memeluk tubuhnya. Ada rasa pilu menyeruak melihat kondisinya. Kuusap-usap bagian belakang kepalanya sambil sesekali aku ciumi.

“Umi, waktu itu 'kan Ustaz Adjih nyuruh kami menulis  hobi masing-masing terus dikumpulin, nah, Mas Ami nulis hobinya main game. Kata ustaznya gak pa pa tulis saja, gak bakal dibocorin ke santri yang lain. Pas di kelas dibahas tuh hobi para santri tanpa menyebut namanya. Ada yang hobi baca buku, main bola, menggambar dan lain-lain. Eh ternyata ustaznya keceplosan, kalau ada juga santri yang hobinya main game, misalnya Fahmi,” tuturnya

"Sontak seluruh santri pada teriak 'Huuu' sambil nengok semua ke arah Mas Ami, 'kan jadi malu," lanjutnya.

"Merasa keceplosan terus ustaznya bilang, 'Eh tapi meskipun hobinya main game, tapi Fahmi juga termasuk yang 3 besar lho dalam hal pelajaran'."

Tidak Ada Kekhawatiran

Sampai perbatasan Bogor-Tangerang kami berhenti di warung makan. Selain karena lelah, kasihan juga pasti anakku lapar. Aku pesan nasi plus sayur bayam. Aku suapi dia sampai separuh nasi habis. Sisanya aku habiskan, sayang kalau mau buang-buang makanan.

Tidak berlama-lama di situ, kami segera beranjak melanjutkan perjalanan lagi. Sebelum sampai rumah, kami mampir dulu di Masjid Sepatan yang baru belakangan ini aku ketahui namanya Masjid Al Wustha, kami melaksanakan salat Zuhur. Sampai sekarang, setiap melintasi masjid itu pikiranku selalu terbayang akan sosok Ami. Rupanya itulah terakhir kami singgah di masjid itu bersamanya. Biasanya kami memang sering singgah di masjid itu kalau pas bertepatan waktunya salat, atau di masjid perbatasan Cadas Kotabumi.

Menjelang Asar akhirnya kami sampai juga di rumah setelah meletakkan bawaan berupa baju-baju kotor dan selimut, aku segera ke dapur. Alhamdulillah masih ada stok tepung beras dan gula aren. Kubuatlah bubur sumsum untuk Ami. Tidak lupa aku juga memasak air untuk mandi.

Selesai salat Asar aku menyuapinya dengan bubur sumsum yang tadi dibuat. Setelah minum obat yang diberi dari klinik, aku biarkan dia agar bisa beristirahat. Seperti biasa habis asar aku ke musala untuk mengajar anak-anak mengaji. Malamnya pun, bakda Magrib aku masih mengajar ngaji privat. Tidak ada kekhawatiran dalam hatiku karena merasa kalau Mas Ami sudah makan dan minum obat.

Ngelantur

Begitu pulang dari mengajar les, baru kubuka pintu, suami sudah memberondongku dengan kata-kata.

“Mi, masa tadi Ami ngomong sendiri di kamar, kayak orang lagi ngobrol sama temennya.”

Tanpa menimpali ucapan suami, aku langsung menuju kamar depan melihat kondisi Ami. Kulihat dia terduduk tetapi seluruh tubuhnya ditutupi selimut dari ujung kaki sampai ujung kepala. Segera kusibakkan selimut. Ada rasa takut kalau melihat orang selimutan rapat begitu, jadi terbayang orang meninggal.

“Mas, kenapa ditutupi begitu?”

“Mas Ami lebih nyaman kalau kayak gini, Mi.”

“Kata Abi tadi Mas Ami ngomong sendiri, emang iya?” selidikku.

“Tadi ada temen Mas Ami, Faris datang ke sini.”

“Faris… mana?” tanyaku keheranan sambil melihat sekeliling.

“Iya, 'kan Mas Ami bisa ngomong jarak jauh, Mi, bisa denger apa yang diucapin temen Mas Ami. Nih, sekarang mereka lagi ngomongin Mas Ami.”

“Waduh, tambah ngelantur aja nih,” pikirku.

“Emang ngomongin apa?" lanjutku masih penasaran.

“Mas Ami 'kan punya alat yang dipasang di sini ama di sini,” jawabnya seraya menunjuk ke beberapa bagian tubuhnya seperti lengan, telinga dan kakinya.

Adu Mulut

Tidak melanjutkan pembicaraan lagi, aku buru-buru balik lagi menemui suami di kamar tengah.

“Bi, kayaknya Ami harus dibawa ke puskesmas besok, sekalian tanyain ke dokter yang dulu meriksa dan ngasih obat, khawatir gara-gara obat itu Ami jadi begini.”

Sempat terjadi sedikit adu mulut aku dan suami ketika aku katakan bahwa besok Abi saja yang menemani Ami berobat, aku lelah banget. Tetapi suami malah bilang, “Sama Umi aja.“

Tentu saja ucapannya itu membuat emosiku naik. Kadang ketika badan sudah lelah memang emosi jadi tidak terkontrol. Tidak jarang akhirnya sampai mengungkit-ungkit kekurangan bahkan kesalahan pasangan. Padahal sudah sepuluh tahun yang lalu. Itulah uniknya wanita, multitalenta dan ahli sejarah yang luar biasa, halus perasaannya. Namun, kalau sudah terusik bagai membangunkan macan tidur. Bahkan Rasulullah sampai-sampai berwasiat tentang wanita menjelang ajal beliau.

Malam itu aku tidur di kamar depan menemani Ami. Sepanjang malam meskipun aku tidur tetapi masih dapat kudengar dia terus saja bicara sendiri, hampir tidak tidur sama sekali.

Sebelum azan Subuh berkumandang, aku sudah bangun, menyiapkan sarapan seperti biasa. Hari ini aku tidak mengantar Hasan, anak bungsu kami ke sekolah karena motornya akan dipakai ke puskesmas berobat. Selesai sarapan, aku mengantar Ami ke teras. Di depan rumah tampak abinya sudah siap duduk di atas motor.

Sekitar jam sebelas siang mereka sudah pulang dari puskesmas. Belum sempat aku tanya abinya anak-anak, ia sudah berkata lebih dulu. Ia mengabarkan kalau Ami harus dirawat. Deg ... spontan muncul perasaan tidak karuan dari dalam.

“Mi, siapin berkas-berkas, tadi suruh cek darah dan hasilnya katanya DBD, jadi Ami harus dirawat di RS. Ini dikasih surat rujukan.

“Terus, yang obat itu gimana?”

“Gak pa pa suruh dilanjut katanya.”

“Ya sudah, siapin aja dulu semuanya. Nanti habis salat Jumat langsung ke RS.”

Menulis Surat

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.30 dan sudah terdengar suara marbot memberikan pengumuman-pengumuman sebelum pelaksanaan salat Jumat, suami segera mandi lalu berangkat ke masjid untuk Jumatan. Sementara Ami aku suruh salat di rumah saja karena kondisinya makin lemah. Segera kusiapkan berkas-berkas yng mungkin diperlukan terutama KK dan KTP.

“Umi, Mas Ami mau nulis surat.” Tiba-tiba Ami menghampiriku yang masih menyiapkan berkas.

“Nulis surat buat siapa?” tanyaku heran.

“Buat teman Mas Ami. Mas Ami mau minta maaf ke teman-teman kalau ada makanan subhat yang Mas Ami makan. Terus Mas Ami juga suka becandain Furqan. Terus mau minta maaf ke Ustaz Adjih, waktu itu Mas Ami disuruh azan tapi azannya jelek, mau minta maaf dan keridaan ke para ustaz dan Pak Kyai,” katanya.

Aku hanya terdiam tanpa menanggapi sepatah kata pun. Namun segera kuambil note book dan pulpen, lalu aku masukkan ke dalam tas bersama berkas yang lain.

Sakit Itu Qadha Allah, Nak

“Umi, padahal  Mas Ami tiap hari sudah bangun jam 3 pagi terus mandi tapi kok masih sakit ya?” tanyanya lagi seperti sebuah protes atas apa yang menimpanya.

Aku sebagai ibunya memang sering menasihati dia. Meski dia anak yang penurut, tetapi sangat kritis. Cara berpikirnya masih melihat fakta apa yang bisa dia indera, itu yang dia simpulkan.

Aku memang pernah mengatakan padanya kalau Rasulullah itu jarang sakit karena Rasulullah punya kebiasaan baik, salah satunya selalu mandi pagi sebelum Subuh. Nah, maka ketika anakku akan mondok dia praktikkan itu. Ini sengaja aku lakukan untuk mengajari bahwa sebagai hamba kewajiban kita adalah menyempurnakan ikhtiar, selebihnya kembalikan pada qadha Allah.

Baca : Pengaruh Kebiasaan dalam Kehidupan

“Iya, Mas, kalau kebiasaan mandi sebelum subuh yang Mas Ami lakukan itu sudah bagus, mengikuti Rasulullah, insyaallah itu jadi pahala. tapi kalau Mas Ami sakit itu sudah qadha Allah, manusia hanya bisa ikhtiar tapi Allahlah yang menetapkan. Bukankah Allah telah berfirman dalam http://Quran surah al hadid ayat 22, “Tiada suatu bencana yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Dia telah menulis dalam kitab (lauhulmahfuz) sebelum Kami menciptakannya,” ujarku mencoba menjelaskan supaya dia paham.

Tidak lama kemudian Abi pulang dari masjid, tanpa ini itu langsung kami bertiga naik motor. Mas Ami kami apit di tengah. Sementara Hasan, adiknya kami tinggalkan di rumah sendirian. Tujuan kami adalah ke RSUD Tangerang.

'Manusia wajib berikhtiar dan qadha Allah saja yang berlaku.' Aku pun bersenandika. []

Negara Meriayah SDA, Pajak tidak Dibutuhkan

Negara tidak lagi membebani rakyat dengan pajak. Sumber pendapatan negara berasal dari pengelolaan kepemilikan umum, termasuk SDA.

Oleh. Erna Astuti, A.Md
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.Id-Menutup akhir tahun ini, berita tentang pajak pertambahan nilai (PPN) menimbulkan polemik di masyarakat, yaitu kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen yang dijadwalkan mulai berlaku 1 Januari 2025.

Makan bergizi gratis merupakan salah satu alasan dari resmi berlakunya PPN 12 persen. Pernyataan resmi dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, ini merupakan Program Prioritas Presiden Prabowo Subianto.

Beliau menyampaikan kenaikan tarif PPN ini dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara, sehingga dapat terwujud Program Prioritas Presiden pada bidang Pangan dan Energi.

"Selain itu juga untuk berbagai program infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial juga program terkait dengan makan bergizi," paparnya dalam konferensi pers pengumuman paket kebijakan ekonomi 2025, di Jakarta, Senin. (16-12-2024)

Pemberlakuan dari kenaikan ini memicu polemik protes dari berbagai pihak, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok pecinta budaya Jepang (Wibu) dan Korea (K-popers).

Sebuah petisi online telah dibuat untuk menolak kenaikan PPN ini dan telah mengumpulkan lebih dari 113.000 orang tandatangan. Penyerahan petisi itu dilakukan pada aksi damai di depan istana negara dan sudah diterima Sekretariat Negara (Setneg). Dikutip Berita Satu, pada Kamis. (19-12-2024).

Kompensasi yang tidak menolong

Untuk mengurangi beban dari naiknya PPN, Pemerintah sudah menyiapkan kompensasi melalui berbagai paket stimulus ekonomi mencakup pemberian bantuan pangan, diskon tarif listrik, pembebasan pajak penghasilan selama satu tahun bagi buruh di sektor tekstil, pakaian, alas kaki dan furnitur, juga pembebasan PPN dalam pembelian rumah.

Kapitalisme memang aturan yang menyusahkan. Ini adalah potret buram konsekuensi dari penerapan sistem kapitalisme. Pada sistem ini pajak dijadikan sumber utama pendapatan negara. Jadi wajar jika rakyat terus-menerus dipalak.

baca juga: Kebijakan Zalim Berkedok Pajak

Pada sistem ini kepemimpinan berjalan bukan atas asas kepemimpinan, melainkan asas keuntungan. Sehingga yang terjadi adalah adanya penguasa yang populis otoriter. Meskipun pemerintah merasa cukup dengan menyiapkan kompensasi melalui berbagai paket stimulus ekonomi untuk rakyat juga memberikan batasan barang-barang yang terkena kenaikan PPN, tetapi tetap saja kebijakan tersebut sangat memberatkan dan menyengsarakan rakyat. Rakyat betul-betul tercekik dengan melambungnya kenaikan harga dari berbagai kebutuhan pokok. Pemerintah justru menorehkan luka baru dengan kenaikan PPN. Sungguh tega negara ini, di sisi lain SDA yang melimpah justru dikelola oleh pihak swasta.

Islam Menyelesaikan Permasalahan

Kondisi ini sangat berbeda ketika sistem Islam dalam mengurus urusan bernegara diterapkan. Sumber pendapatan utama dalam mengelola dan menjalankan negara bukanlah pajak. Pajak adalah pilihan paling akhir ketika tidak ada pilihan lain yang dapat dilakukan oleh negara dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi negara. Tata cara penarikan pajak pun penuh perhitungan agar tidak sampai menjadi masalah baru yang bisa menambah beban rakyat. Hal ini karena dasar penarikan pajak ditujukan untuk membantu kehidupan rakyat, bukan sebaliknya.

Jadi dalam Islam, individu yang dipungut pajak hanyalah orang yang dinilai mampu atau kalangan aghniya. Sedangkan pajak adalah solusi yang hanya terjadi ketika negara mengalami kondisi darurat atau sewaktu-waktu dibutuhkan saja.

Kondisi ini pernah terjadi saat era pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Saat itu kekhilafahan mengalami masa paceklik yang cukup panjang, sampai baitulmall mengalami kekosongan kas. Akibatnya, kekhilafahan tidak mampu memenuhi kewajibannya kepada rakyat.

Dalam konsep Islam kewajiban negara adalah memenuhi kebutuhan dasar rakyat yaitu, sandang, pangan, dan papan. Untuk memenuhi kebutuhan rakyat, negara mempunyai pemasukan utama untuk baitulmall, yaitu berbagai jenis zakat, anfal, ghanimah, fai, kharaj, jizyah, juga kepemilikan umum.

Rosulullah pernah bersabda, bahwasanya umat islam berserikat pada tiga perkara, air, padang rumput serta api. (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Dengan demikian pengelolaan SDA tidak boleh diprivatisasi, karena merupakan kepemilikan umum. Artinya, pengelolaan ini hanya dilimpahkan kepada negara dalam rangka kesejahteraan seluruh rakyat.

Langkah Strategis

Berikut beberapa langkah strategis yang harus dilakukan negara untuk mensejahterakan rakyat saat Islam diterapkan:

  1. Negara akan mengganti APBN yang berasas kapitalis menjadi APBN dengan asas syariah sesuai hukum syarak.
  2. Ketika diterapkan APBN syariah akan terlihat secara moneter.
  3. Negara akan beralih dari mata uang kertas ke mata uang emas dan perak. Dalam hal keuangan negara tidak lagi membebani rakyat dengan pajak. Sumber pendapatan negara berasal dari pengelolaan kepemilikan umum, termasuk SDA. Pengelolaannya dilakukan oleh negara dan dikembalikan hasilnya bagi kesejahteraan rakyat.
  4. Tahapan selanjutnya memperbaiki penerapan hukum yang adil dengan standar agama. Aturan hukum dalam Islam penekanan keadilan yang tidak memihak pada segelintir orang, yaitu para pemilik modal.

Para pelaksana hukum harus mengikuti syariat Islam yang menjunjung tinggi nilai keadilan sehingga tidak mudah disuap. Penegakan hukum yang adil dalam semua bidang dilakukan untuk menciptakan masyarakat yang harmonis juga menghindari praktik korupsi dalam berbagai macam problematika.

Islam menjadikan penguasa sebagai raa'in dan junnah. Islam juga menetapkan profil penguasa yang mengatur relasi hubungan penguasa dengan rakyatnya.
Sesungguhnya Allah telah memberikan peringatan yang keras bagi para pemimpin yang berbuat zalim kepada rakyat.

Rasulullah shallallahu alaihi wasalam. Bersabda:
"Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lembut pada mereka, maka lembutkanlah ia. (HR. Muslim dan Ahmad)

Penutup

Inilah paket komplit yang hanya ditemui dalam sistem Islam. Sistem Islam mengatur aktivitas manusia secara rinci dengan sistem pemerintahan Islam yang sahih.

Jadi, sangat jelas bahwa pajak dalam sistem kapitalis penuh kemudaratan. Sedangkan Islam menggunakan pajak hanya pada saat tertentu dan tidak akan membebani rakyat miskin. Maka sudah saatnya umat membuka pemikirannya, beralih kepada sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. yang mengetahui kelemahan dan keterbatasan manusia. Sungguh tidak pantas jika kita sebagai umat meragukannya. Wallahualam bissawab. []

Kekerasan di Medan: Krisis Moral dan Kegagalan Sistemis

Kasus kekerasan di Medan bukan hanya soal konflik personal, tetapi refleksi dari krisis moral dan kegagalan sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini.

Oleh. Seliana
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Kasus kekerasan yang terjadi di Medan Area baru-baru ini menjadi potret buram dari kondisi masyarakat kita. Seorang pria nekat menikam pekerja warung hingga menyebabkan korban terluka parah. (TribunMedan.com, 8-12-24)

Aksi kekerasan ini dipicu oleh rasa sakit hati akibat konflik pribadi (MSN News). Peristiwa tersebut berujung pada aksi main hakim sendiri, di mana pelaku dihajar massa sebelum akhirnya diamankan oleh polisi. Insiden ini bukan sekadar cerita kriminal biasa. Motif sederhana seperti "sakit hati" yang berubah menjadi tindakan brutal mengungkap akar masalah yang lebih dalam karena lemahnya kontrol moral individu, minimnya penyelesaian konflik secara damai, dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.

Fenomena kekerasan dengan main hakim sendiri yang kerap terjadi menunjukkan bahwa masyarakat merasa hukum tidak mampu memberikan keadilan secara cepat dan tegas.

Kegagalan Sistem Kapitalisme Sekularisme

Penerapan sistem kapitalisme sekuler menjadi salah satu penyebab utama dari permasalahan ini. Sistem ini gagal membangun individu yang memiliki nilai moral kuat karena lebih menekankan pada aspek materialistis dan mengabaikan pembentukan karakter.

Sekularisme, yang memisahkan agama dari kehidupan publik, mendorong masyarakat untuk menyelesaikan persoalan tanpa memedulikan nilai-nilai spiritual dan moral. Kapitalisme menciptakan lingkungan sosial yang penuh tekanan, baik dari segi ekonomi maupun hubungan sosial. Ketimpangan ekonomi yang tinggi sering kali memicu konflik antarindividu. Dalam kondisi ini, individu yang lemah secara mental dan spiritual cenderung memilih jalan kekerasan untuk menyelesaikan masalah. Kehidupan yang serba kompetitif dan kurangnya empati antarindividu semakin memperparah situasi.

Selain itu, sistem hukum yang tidak adil dan lamban dalam menegakkan keadilan semakin memperburuk situasi. Ketidakpercayaan masyarakat terhadap hukum mendorong mereka untuk mengambil tindakan sendiri, seperti aksi main hakim sendiri yang sering kali berakhir dengan kekerasan berlebihan. Masyarakat yang merasa sistem hukum tidak berpihak pada keadilan akhirnya memilih cara kekerasan sebagai solusi instan, meskipun dampaknya jauh lebih merugikan dan memperburuk situasi sosial.

Islam sebagai Solusi

Islam menawarkan dan memiliki solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan kekerasan seperti ini. Dalam pandangan Islam, setiap individu dipandang sebagai bagian integral dari masyarakat yang harus dibentuk melalui pendidikan akhlak dan penegakan hukum yang adil.

Islam menekankan pentingnya pendidikan akhlak sejak dini. Dalam sistem Islam, pendidikan bukan hanya berorientasi pada kecerdasan kognitif, tetapi juga pembentukan kepribadian yang mulia. Sifat sabar, pengendalian diri, dan penghormatan terhadap hak orang lain diajarkan sebagai bagian dari nilai-nilai agama yang harus diinternalisasi. Pendidikan berbasis moral dan spiritual ini mampu mencetak generasi yang memiliki kesadaran sosial tinggi serta empati terhadap sesama.

Baca: Kekerasan dan Wajah Buram Sistem Pendidikan

Dalam sistem Islam, hukum ditegakkan secara tegas untuk memberikan efek jera dan menegakkan keadilan. Tindakan main hakim sendiri tidak akan terjadi karena masyarakat percaya pada sistem hukum yang cepat, transparan, dan tidak pandang bulu. Penegakan hukum yang konsisten akan menciptakan rasa aman dan kepercayaan di tengah masyarakat.

Selain itu, Islam mendorong penyelesaian konflik melalui mediasi dan dialog. Negara berperan aktif dalam menciptakan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif sehingga mencegah terjadinya tindakan kekerasan. Dialog yang melibatkan pihak-pihak yang bersengketa, dengan mediasi yang profesional, mampu menghindari eskalasi konflik menjadi kekerasan fisik.

Islam juga memastikan kesejahteraan sosial dengan mengurangi kesenjangan ekonomi dan menciptakan solidaritas masyarakat. Lingkungan yang sejahtera secara ekonomi dan sosial akan menekan potensi konflik. Sistem zakat, infak, dan sedekah yang diterapkan secara terstruktur dapat membantu menciptakan pemerataan kekayaan. Hal ini tidak hanya meningkatkan taraf hidup masyarakat, tetapi juga membangun harmoni sosial.

Khatimah

Kasus penikaman dan kekerasan di Medan bukan hanya soal konflik personal, tetapi refleksi dari krisis moral dan kegagalan sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan saat ini. Sistem ini gagal membentuk individu yang berkarakter kuat dan menciptakan lingkungan sosial yang damai. Lemahnya kontrol diri, kurangnya penyelesaian konflik yang damai, serta ketidakpercayaan terhadap sistem hukum adalah gejala dari permasalahan yang lebih besar.

Islam sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh menawarkan solusi berbasis nilai-nilai spiritual dan keadilan. Dengan penerapan syariat Islam secara kaffah, masyarakat dapat hidup dalam harmoni yang didasari oleh moralitas, kesejahteraan, dan keadilan. Pendidikan akhlak, penegakan hukum yang tegas, dan kebijakan sosial yang pro rakyat adalah kunci untuk mengakhiri lingkaran kekerasan yang terus berulang. []

Pajak Dinaikkan, Suara Rakyat Diabaikan

Kebijakan pajak dinaikkan adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Inilah watak asli demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penguasa tidak benar-benar mengurusi urusan rakyat.

Oleh. Ni'matul Afiah Ummu Fatiya
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Sungguh keterlaluan! Pengakuan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyatakan bahwa program MBG merupakan salah satu alasan dinaikkan tarif pajak pertambahan nilai atau PPN 12% yang akan mulai diberlakukan per 1 Januari 2025. Seperti yang sudah diberitakan sebelumnya, untuk program MBG ini pemerintah telah mengalokasikan anggaran APBN 2025 sebesar Rp71 triliun.

Airlangga juga mengatakan bahwa kenaikan tarif PPN sebesar satu persen, dari 11% menjadi 12% dinilai dapat meningkatkan pendapatan negara sehingga dapat mendukung program prioritas pemerintahan Prabowo pada bidang pangan dan energi. (Beritasatu.com, 16-12-2024)

Tentu saja kebijakan dinaikkan pajak ini mendapat reaksi keras dari masyarakat. Berbagai elemen masyarakat, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga kelompok pencinta budaya Jepang (Wibu) dan Korea (K-popers) melakukan aksi damai di depan Istana Negara. Mereka mengajukan petisi yang telah ditandatangani lebih dari 113.000 orang secara online kepada Sekretariat Negara.

“Responsnya seperti biasa, hanya formalitas saja, secara administratif. Kami hanya menyerahkan surat pengantar dan petisi ini,” ujar Risyad Azhary selaku inisiator petisi tolak pajak pertambahan nilai (PPN) 12% kepada awak media di depan Istana Negara, Kamis (19-12-2024). Risyad mengungkapkan bahwa aksi yang akan dilakukan oleh massa tidak hanya terbatas pada aksi langsung, tetapi juga melibatkan kampanye melalui media sosial.

Pajak Dinaikkan, Kebijakan Tambal Sulam

Kebijakan dinaikkan pajak adalah sebuah keniscayaan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Inilah watak asli demokrasi kapitalisme yang diterapkan saat ini. Penguasa tidak benar-benar mengurusi urusan rakyat. Kebijakan apa pun yang dibuat tidak benar-benar untuk kepentingan rakyat. Program MBG misalnya, seolah-olah ingin mengentaskan masyarakat dari problem stunting dan kurang gizi. Namun, pada satu sisi menaikkan tarif PPN. Padahal, masyarakat kecil selama ini sudah tercekik dengan berbagai pungutan dengan dalih untuk kesejahteraan, seperti pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak penghasilan, iuran BPJS, bahkan tabungan perumahan (Tapera). Sementara di sisi lain, pemerintah justru memberikan tax amnesty dan tax holiday bagi para konglomerat.


Semestinya, kalau memang benar mau memperbaiki nasib rakyat, harusnya hapuskan semua iuran pajak yang membebani rakyat. Bukan memberikan makan bergizi gratis atau bansos, tetapi ujung-ujungnya semua rakyat harus membayar lebih melalui pungutan pajak. Padahal, memberikan makanan bergizi dan bansos memang sudah seharusnya dilakukan oleh penguasa kepada rakyatnya. Sayangnya, tidak semua masyarakat menikmati program bantuan tersebut.

Baca: Makan Bergizi Gratis

Namun, inilah realitasnya. Dalam sistem demokrasi kapitalisme, pajak merupakan sumber utama pemasukan negara. Pemerintah akan terus menggenjot pemasukan kas negara melalui pajak. Karena itu, tidak mengherankan jika terjadi kenaikan pajak setiap tahun dan pertambahan jenis barang yang dikenai pajak.

Watak Pejabat Populis Otoritarian

Pejabat dalam sistem saat ini memang sulit untuk memosisikan dirinya sebagai pengayom dan pemelihara urusan rakyat. Kedaulatan di tangan rakyat adalah omong kosong belaka. Buktinya, ketika rakyat bersuara mengajukan petisi yang memprotes kebijakan kenaikan PPN tidak ditanggapi secara serius, bahkan diabaikan begitu saja. Kekuasaan di tangan rakyat hanya sebatas teori, faktanya aksi protes rakyat terhadap kenaikan pajak tidak dianggap. Rakyat hanya dianggap seperti sapi perah yang bisa dieksploitasi kapan saja demi menghasilkan pundi-pundi rupiah. Suara rakyat akan diperhatikan dan didengarkan ketika dibutuhkan saja, yakni ketika pemilu dan pilkada. Selebihnya, mereka akan menutup rapat-rapat mata dan telinga dari jeritan pilu masyarakat.

Inilah yang disebut penguasa populis otoritarian. Kebijakan yang dibuat seolah-olah untuk kepentingan rakyat. Padahal di balik itu, mereka sebenarnya memeras rakyat melalui berbagai kebijakan yang dibuat dan dilegalkan dengan undang-undang, termasuk pajak.

Pajak adalah pungutan yang diambil oleh negara dari individu rakyat atau lembaga secara terus-menerus yang bersifat memaksa. Dalam sistem demokrasi kapitalisme, pajak dijadikan sebagai sumber utama pemasukan negara. Hal ini wajar dalam sistem demokrasi, karena sistem yang telah memisahkan agama dari kehidupan tidak mengenal halal haram. Sungguh, ini menzalimi rakyat. Selain zalim, dalam Islam pajak hukumnya adalah haram.

Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. bersabda yang artinya, “Tidak akan masuk surga pemungut pajak." (HR. Abu Dawud)

Dengan demikian, sudah seharusnya kebijakan memungut pajak yang berasal dari aturan kufur itu ditinggalkan.

Kriteria Pemimpin dalam Islam

Islam menjadikan penguasa sebagai raa’in dan junnah. Islam juga telah menetapkan bagaimana kriteria profil penguasa dalam Islam, di antaranya: pertama, ia adalah orang yang bertakwa. Kedua, penguasa juga harus orang yang mencintai dan dicintai oleh rakyatnya. Ketiga, penguasa juga harus memudahkan urusan rakyatnya, bukan mempersulitnya dengan berbagai iuran pajak.

Penguasa atau pejabat sebagai raa’in (penggembala), dalam artian menjaga dan memelihara urusan rakyatnya. Mereka akan memastikan bahwa seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya sehingga seluruh rakyat bisa merasakan kesejahteraan.

Oleh karena itu, penguasa dalam sistem Islam tidak akan membebani rakyat dengan berbagai pungutan pajak dengan dalih apa pun. Terlebih dengan besaran yang terus dinaikkan. Negara memiliki baitulmal atau kas negara. Baitulmal ini memiliki pemasukan tetap yang berasal dari fai dan kharaj serta dari harta kepemilikan umum dan zakat. Semua pemasukan ini akan dikelola untuk membiayai kebutuhan masyarakat.

Dengan aturan yang sedemikian rupa dalam Islam, niscaya akan menjauhkan penguasa dari perbuatan zalim yang menyengsarakan hidup rakyat seperti pungutan pajak. Terlebih ketika hari ini pajak besarannya terus dinaikkan.

Hal ini bisa dilihat dari sosok kepemimpinan Rasulullah dan para khalifah setelahnya. Umar bin Khattab misalnya, merupakan sosok pemimpin yang sangat memperhatikan kebutuhan rakyatnya. Di antara yang masyhur kisahnya adalah saat patroli malam dan mendapati seorang ibu yang sedang memasak batu. Dengan sigap Umar pergi ke baitulmal, mengambil gandum, memasak sendiri, kemudian menghidangkan makanan itu kepada ibu dan anak-anaknya yang kelaparan itu.

Seperti itulah seharusnya sosok ideal seorang penguasa. Jadi, masihkah kita enggan untuk diatur dengan kepemimpinan Islam yang membawa keberkahan? Atau masihkah berharap pada penguasa yang menerapkan aturan yang menyengsarakan? Wallahulam bissawab. []