Zionis Makin Brutal, Khilafah adalah Keharusan
Hanya Khilafah yang mampu mengerahkan kekuatan militer umat Islam secara terpusat tanpa terhalang batas-batas nasionalisme sempit.
Oleh. Nettyhera
(Kontributor NarasiLiterasi.Id & Pengamat Kebijakan Publik)
NarasiLiterasi.Id-Tragedi kemanusiaan di Gaza kian hari kian mengguncang hati nurani siapa pun yang masih memiliki rasa kemanusiaan. Genosida yang dilakukan oleh penjajah Zionis Israel tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Serangan brutal terus dilancarkan. Korban jiwa terus berjatuhan. Bahkan warga sipil yang tengah mengantre makanan pun dibombardir tanpa belas kasihan.
Media internasional ramai memberitakan. BBCIndonesia.com (4 Juli 2025) melaporkan bagaimana warga Gaza tak lagi memiliki tempat yang aman, sementara kebutuhan pokok seperti air dan makanan kian sulit didapatkan. CNBC Indonesia (30 Juni 2025) memberitakan kekejaman terbaru, di mana puluhan warga yang sedang mengantre bantuan makanan tewas akibat serangan militer Zionis Israel. Tempo.co (1 Juli 2025) mencatat jumlah korban tewas akibat genosida Israel telah mencapai lebih dari 56.600 jiwa. Sementara DW Indonesia (4 Juli 2025) juga melaporkan kejadian tragis di mana warga Gaza yang berburu bantuan justru terbunuh saat mengantre.
Inilah potret kebiadaban penjajah Zionis Yahudi yang terang-terangan melanggar prinsip kemanusiaan, hukum internasional, bahkan norma moral paling dasar. Namun, sikap penguasa dunia, termasuk para pemimpin negeri-negeri muslim, justru memprihatinkan. Alih-alih mengambil sikap tegas, mereka tetap bergandengan tangan dengan penjajah. Hubungan diplomatik tetap berjalan. Normalisasi terus dipelihara. Bahkan sebagian mereka masih menggelar pertemuan-pertemuan dengan perwakilan Zionis Israel, seolah-olah tak terjadi apa pun di Gaza.
Mengapa para penguasa negeri muslim begitu bebal? Jawabannya sederhana tetapi menyakitkan: mereka tak memahami akar persoalan Palestina, serta terbutakan oleh cinta dunia, kekuasaan, dan jabatan. Mereka lupa, bahkan lalai, bahwa ikatan umat Islam adalah ikatan akidah. Mereka menutup mata atas persaudaraan sesama muslim yang tengah dibantai oleh musuh.
Palestina Damai dalam Naungan Islam
Sejarah membuktikan bahwa Palestina justru mengalami kedamaian dan keadilan saat berada dalam naungan kekuasaan Islam.
Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Palestina dibebaskan dari penjajahan Romawi melalui jihad yang dipimpin oleh panglima besar, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Setelah itu, umat Islam memperlakukan penduduk Palestina dengan adil. Tidak ada pemaksaan agama, bahkan hak-hak agama lain tetap dilindungi.
Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Palestina dari cengkeraman tentara salib, beliau pun tak melakukan balas dendam meskipun sebelumnya umat Islam disiksa selama bertahun-tahun di bawah penjajahan salibis. Shalahuddin memaafkan dan memberikan jaminan keamanan bagi seluruh penduduk, baik muslim maupun nonmuslim. Dunia menyaksikan bagaimana Islam menjunjung tinggi kemanusiaan tanpa diskriminasi.
Berabad-abad lamanya, Palestina berada dalam naungan Khilafah Islam Utsmaniyah. Rakyat Palestina hidup damai bersama umat Islam lainnya, tanpa penjajahan, tanpa ketakutan. Tak ada pembantaian, tak ada pengusiran, tak ada blokade seperti yang terjadi hari ini. Semua itu berubah setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh pada 1924, lalu tanah Palestina dijajah oleh Zionis Israel.
Militer & Urgensi Persatuan Umat
Satu hal penting yang harus disadari umat hari ini adalah potensi besar kekuatan militer kaum muslimin jika disatukan. Fakta menunjukkan bahwa negeri-negeri muslim saat ini memiliki kekuatan militer yang sangat besar. Menurut berbagai data, total personel militer aktif dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mencapai lebih dari lima juta tentara, belum termasuk pasukan cadangan yang jumlahnya bahkan bisa mencapai dua kali lipat. Ini adalah kekuatan yang luar biasa besar jika benar-benar dipersatukan dalam satu komando.
Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia memiliki kekuatan militer yang sangat signifikan. Berdasarkan laporan Global Firepower 2025, Indonesia menempati peringkat ke-15 dalam daftar kekuatan militer dunia. Indonesia memiliki sekitar 400 ribu tentara aktif dan 400 ribu pasukan cadangan, lengkap dengan ribuan unit alat utama sistem persenjataan, mulai dari kapal perang, jet tempur, hingga rudal. Kekuatan sebesar ini semestinya mampu berperan lebih besar dalam membela Palestina, tentu saja bila kekuatan tersebut dikerahkan sesuai syariat.
Jika kita bandingkan dengan Israel, perbedaannya sangat mencolok. Jumlah penduduk Israel hanya sekitar sembilan juta jiwa, dengan kekuatan militer aktif sekitar 170 ribu personel, serta pasukan cadangan sekitar 450 ribu personel. Meskipun mereka memiliki senjata canggih dan dukungan Amerika Serikat, secara jumlah mereka sangat kecil dibandingkan dengan kekuatan gabungan negeri-negeri muslim.
Andai seluruh kekuatan militer negeri-negeri muslim bersatu di bawah satu kepemimpinan, termasuk kekuatan Indonesia, maka Israel tak ubahnya seperti kekuatan kecil yang mudah ditaklukkan. Akan tetapi, realitas hari ini sungguh memprihatinkan. Negeri-negeri muslim terpecah belah, masing-masing terkungkung dalam sekat-sekat nasionalisme buatan penjajah. Kekuatan besar itu hanya menjadi deretan angka di atas kertas karena tidak adanya komando sentral yang menyatukannya.
Islam Tercerai-berai
Inilah kunci persoalan utama. Israel bisa tetap merajalela bukan karena kekuatannya yang besar, melainkan karena umat Islam tercerai-berai tanpa pelindung yang menaungi mereka. Ketiadaan Khilafah telah menjadikan umat Islam lemah dan tak berdaya, terus terpecah dalam kepentingan negara masing-masing, sementara penjajah terus memperkuat cengkeramannya.
Baca: Palestina Jangan Dilupakan
Bila umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan Khilafah, potensi militer yang sangat besar itu akan menjadi kekuatan dahsyat yang sanggup membebaskan Palestina dalam waktu singkat. Khilafah adalah institusi politik yang mampu mengonsolidasikan seluruh kekuatan umat Islam, menggerakkan tentara-tentara muslim dari berbagai penjuru dunia, dan mengakhiri penjajahan dengan jihad yang terorganisasi dan terpusat.
Saatnya Umat Sadar dan Bangkit
Di tengah kegelapan ini, kaum muslim yang telah sadar tak boleh diam. Mereka harus terus menggaungkan kebenaran, menyuarakan solusi hakiki atas persoalan Palestina, serta menyerukan perubahan yang nyata. Kesadaran umat harus terus ditumbuhkan agar mereka memahami bahwa solusi bagi Palestina bukan sekadar gencatan senjata atau bantuan kemanusiaan yang sesaat.
Solusi sejatinya hanya satu, yakni pembebasan Palestina melalui jihad di bawah naungan Khilafah Islam. Inilah metode yang diajarkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat dalam membebaskan tanah yang terjajah. Hanya Khilafah yang mampu mengerahkan kekuatan militer umat Islam secara terpusat tanpa terhalang batas-batas nasionalisme sempit.
Para pengemban dakwah, khususnya para aktivis Islam ideologis, memiliki peran penting dalam misi besar ini. Mereka harus terus menguatkan dakwah, menyebarkan kesadaran politik Islam, serta memimpin umat untuk bergerak bersama menuntut tegaknya Khilafah. Umat harus disadarkan bahwa tanpa Khilafah, penderitaan di Palestina, bahkan di negeri-negeri muslim lainnya tak akan pernah berakhir.
Mereka juga harus menjaga keistikamahan. Dakwah harus tetap dijalankan sesuai dengan thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw., yakni dakwah yang bersifat pemikiran dan politik, bukan kekerasan ataupun kompromi dengan sistem kufur. Kaum muslimin harus terus meningkatkan kapasitas keilmuan, memperdalam tsaqafah Islam, serta mempererat hubungan dengan Allah Swt. agar diberi kekuatan, kesabaran, dan pertolongan dari-Nya.
Kewajiban Besar Menanti
Realitas di Gaza adalah panggilan bagi setiap muslim. Ini bukan sekadar isu Palestina. Ini adalah isu akidah, isu umat, isu kewajiban kita bersama.
Saat umat Islam terus dibantai oleh Zionis, saat tanah suci Al-Aqsha terus dicemari, tak ada lagi alasan untuk berdiam diri. Umat Islam harus bergerak, menuntut penguasa-penguasa muslim untuk menghentikan hubungan dengan Zionis Israel, serta segera mengerahkan kekuatan militer untuk membebaskan Palestina.
Namun, semua itu hanya akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Islam yang akan menyatukan seluruh potensi umat dalam satu komando jihad yang terorganisir. Kini, kita tak hanya sekadar mengutuk atau mengirim bantuan. Yang kita butuhkan adalah perubahan sistematis yang berpijak pada syariat Allah Swt.
Palestina adalah ujian besar bagi umat Islam hari ini. Apakah kita akan terus menjadi saksi bisu tragedi ini? Atau justru menjadi bagian dari barisan perjuangan yang memperjuangkan tegaknya Khilafah untuk membebaskan Palestina dan seluruh negeri-negeri muslim yang tertindas? []