Zionis Makin Brutal, Khilafah adalah Keharusan

Hanya Khilafah yang mampu mengerahkan kekuatan militer umat Islam secara terpusat tanpa terhalang batas-batas nasionalisme sempit.

Oleh. Nettyhera
(Kontributor NarasiLiterasi.Id & Pengamat Kebijakan Publik)

NarasiLiterasi.Id-Tragedi kemanusiaan di Gaza kian hari kian mengguncang hati nurani siapa pun yang masih memiliki rasa kemanusiaan. Genosida yang dilakukan oleh penjajah Zionis Israel tak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Serangan brutal terus dilancarkan. Korban jiwa terus berjatuhan. Bahkan warga sipil yang tengah mengantre makanan pun dibombardir tanpa belas kasihan.

Media internasional ramai memberitakan. BBCIndonesia.com (4 Juli 2025) melaporkan bagaimana warga Gaza tak lagi memiliki tempat yang aman, sementara kebutuhan pokok seperti air dan makanan kian sulit didapatkan. CNBC Indonesia (30 Juni 2025) memberitakan kekejaman terbaru, di mana puluhan warga yang sedang mengantre bantuan makanan tewas akibat serangan militer Zionis Israel. Tempo.co (1 Juli 2025) mencatat jumlah korban tewas akibat genosida Israel telah mencapai lebih dari 56.600 jiwa. Sementara DW Indonesia (4 Juli 2025) juga melaporkan kejadian tragis di mana warga Gaza yang berburu bantuan justru terbunuh saat mengantre.

Inilah potret kebiadaban penjajah Zionis Yahudi yang terang-terangan melanggar prinsip kemanusiaan, hukum internasional, bahkan norma moral paling dasar. Namun, sikap penguasa dunia, termasuk para pemimpin negeri-negeri muslim, justru memprihatinkan. Alih-alih mengambil sikap tegas, mereka tetap bergandengan tangan dengan penjajah. Hubungan diplomatik tetap berjalan. Normalisasi terus dipelihara. Bahkan sebagian mereka masih menggelar pertemuan-pertemuan dengan perwakilan Zionis Israel, seolah-olah tak terjadi apa pun di Gaza.

Mengapa para penguasa negeri muslim begitu bebal? Jawabannya sederhana tetapi menyakitkan: mereka tak memahami akar persoalan Palestina, serta terbutakan oleh cinta dunia, kekuasaan, dan jabatan. Mereka lupa, bahkan lalai, bahwa ikatan umat Islam adalah ikatan akidah. Mereka menutup mata atas persaudaraan sesama muslim yang tengah dibantai oleh musuh.

Palestina Damai dalam Naungan Islam

Sejarah membuktikan bahwa Palestina justru mengalami kedamaian dan keadilan saat berada dalam naungan kekuasaan Islam.

Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, Palestina dibebaskan dari penjajahan Romawi melalui jihad yang dipimpin oleh panglima besar, Khalid bin Walid dan Abu Ubaidah bin Jarrah. Setelah itu, umat Islam memperlakukan penduduk Palestina dengan adil. Tidak ada pemaksaan agama, bahkan hak-hak agama lain tetap dilindungi.

Ketika Shalahuddin Al-Ayyubi membebaskan Palestina dari cengkeraman tentara salib, beliau pun tak melakukan balas dendam meskipun sebelumnya umat Islam disiksa selama bertahun-tahun di bawah penjajahan salibis. Shalahuddin memaafkan dan memberikan jaminan keamanan bagi seluruh penduduk, baik muslim maupun nonmuslim. Dunia menyaksikan bagaimana Islam menjunjung tinggi kemanusiaan tanpa diskriminasi.

Berabad-abad lamanya, Palestina berada dalam naungan Khilafah Islam Utsmaniyah. Rakyat Palestina hidup damai bersama umat Islam lainnya, tanpa penjajahan, tanpa ketakutan. Tak ada pembantaian, tak ada pengusiran, tak ada blokade seperti yang terjadi hari ini. Semua itu berubah setelah Khilafah Utsmaniyah runtuh pada 1924, lalu tanah Palestina dijajah oleh Zionis Israel.

Militer & Urgensi Persatuan Umat

Satu hal penting yang harus disadari umat hari ini adalah potensi besar kekuatan militer kaum muslimin jika disatukan. Fakta menunjukkan bahwa negeri-negeri muslim saat ini memiliki kekuatan militer yang sangat besar. Menurut berbagai data, total personel militer aktif dari negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mencapai lebih dari lima juta tentara, belum termasuk pasukan cadangan yang jumlahnya bahkan bisa mencapai dua kali lipat. Ini adalah kekuatan yang luar biasa besar jika benar-benar dipersatukan dalam satu komando.

Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia memiliki kekuatan militer yang sangat signifikan. Berdasarkan laporan Global Firepower 2025, Indonesia menempati peringkat ke-15 dalam daftar kekuatan militer dunia. Indonesia memiliki sekitar 400 ribu tentara aktif dan 400 ribu pasukan cadangan, lengkap dengan ribuan unit alat utama sistem persenjataan, mulai dari kapal perang, jet tempur, hingga rudal. Kekuatan sebesar ini semestinya mampu berperan lebih besar dalam membela Palestina, tentu saja bila kekuatan tersebut dikerahkan sesuai syariat.

Jika kita bandingkan dengan Israel, perbedaannya sangat mencolok. Jumlah penduduk Israel hanya sekitar sembilan juta jiwa, dengan kekuatan militer aktif sekitar 170 ribu personel, serta pasukan cadangan sekitar 450 ribu personel. Meskipun mereka memiliki senjata canggih dan dukungan Amerika Serikat, secara jumlah mereka sangat kecil dibandingkan dengan kekuatan gabungan negeri-negeri muslim.

Andai seluruh kekuatan militer negeri-negeri muslim bersatu di bawah satu kepemimpinan, termasuk kekuatan Indonesia, maka Israel tak ubahnya seperti kekuatan kecil yang mudah ditaklukkan. Akan tetapi, realitas hari ini sungguh memprihatinkan. Negeri-negeri muslim terpecah belah, masing-masing terkungkung dalam sekat-sekat nasionalisme buatan penjajah. Kekuatan besar itu hanya menjadi deretan angka di atas kertas karena tidak adanya komando sentral yang menyatukannya.

Islam Tercerai-berai

Inilah kunci persoalan utama. Israel bisa tetap merajalela bukan karena kekuatannya yang besar, melainkan karena umat Islam tercerai-berai tanpa pelindung yang menaungi mereka. Ketiadaan Khilafah telah menjadikan umat Islam lemah dan tak berdaya, terus terpecah dalam kepentingan negara masing-masing, sementara penjajah terus memperkuat cengkeramannya.

Baca: Palestina Jangan Dilupakan

Bila umat Islam bersatu di bawah kepemimpinan Khilafah, potensi militer yang sangat besar itu akan menjadi kekuatan dahsyat yang sanggup membebaskan Palestina dalam waktu singkat. Khilafah adalah institusi politik yang mampu mengonsolidasikan seluruh kekuatan umat Islam, menggerakkan tentara-tentara muslim dari berbagai penjuru dunia, dan mengakhiri penjajahan dengan jihad yang terorganisasi dan terpusat.

Saatnya Umat Sadar dan Bangkit

Di tengah kegelapan ini, kaum muslim yang telah sadar tak boleh diam. Mereka harus terus menggaungkan kebenaran, menyuarakan solusi hakiki atas persoalan Palestina, serta menyerukan perubahan yang nyata. Kesadaran umat harus terus ditumbuhkan agar mereka memahami bahwa solusi bagi Palestina bukan sekadar gencatan senjata atau bantuan kemanusiaan yang sesaat.

Solusi sejatinya hanya satu, yakni pembebasan Palestina melalui jihad di bawah naungan Khilafah Islam. Inilah metode yang diajarkan oleh Rasulullah saw. dan para sahabat dalam membebaskan tanah yang terjajah. Hanya Khilafah yang mampu mengerahkan kekuatan militer umat Islam secara terpusat tanpa terhalang batas-batas nasionalisme sempit.

Para pengemban dakwah, khususnya para aktivis Islam ideologis, memiliki peran penting dalam misi besar ini. Mereka harus terus menguatkan dakwah, menyebarkan kesadaran politik Islam, serta memimpin umat untuk bergerak bersama menuntut tegaknya Khilafah. Umat harus disadarkan bahwa tanpa Khilafah, penderitaan di Palestina, bahkan di negeri-negeri muslim lainnya tak akan pernah berakhir.

Mereka juga harus menjaga keistikamahan. Dakwah harus tetap dijalankan sesuai dengan thariqah (metode) dakwah Rasulullah saw., yakni dakwah yang bersifat pemikiran dan politik, bukan kekerasan ataupun kompromi dengan sistem kufur. Kaum muslimin harus terus meningkatkan kapasitas keilmuan, memperdalam tsaqafah Islam, serta mempererat hubungan dengan Allah Swt. agar diberi kekuatan, kesabaran, dan pertolongan dari-Nya.

Kewajiban Besar Menanti

Realitas di Gaza adalah panggilan bagi setiap muslim. Ini bukan sekadar isu Palestina. Ini adalah isu akidah, isu umat, isu kewajiban kita bersama.
Saat umat Islam terus dibantai oleh Zionis, saat tanah suci Al-Aqsha terus dicemari, tak ada lagi alasan untuk berdiam diri. Umat Islam harus bergerak, menuntut penguasa-penguasa muslim untuk menghentikan hubungan dengan Zionis Israel, serta segera mengerahkan kekuatan militer untuk membebaskan Palestina.

Namun, semua itu hanya akan terwujud dengan tegaknya Khilafah Islam yang akan menyatukan seluruh potensi umat dalam satu komando jihad yang terorganisir. Kini, kita tak hanya sekadar mengutuk atau mengirim bantuan. Yang kita butuhkan adalah perubahan sistematis yang berpijak pada syariat Allah Swt.

Palestina adalah ujian besar bagi umat Islam hari ini. Apakah kita akan terus menjadi saksi bisu tragedi ini? Atau justru menjadi bagian dari barisan perjuangan yang memperjuangkan tegaknya Khilafah untuk membebaskan Palestina dan seluruh negeri-negeri muslim yang tertindas? []

Beras Oplosan Rakyat Kembali Menjadi Korban

Beras oplosan menjadi bukti lemah dan tidak bergiginya regulasi yang ada. Dalam kasus beras oplosan ini besarnya kerugian konsumen lebih dari Rp99 triliun yang terjadi di 10 provinsi.

Oleh. Sri Haryati
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Beras merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Keberadaannya yang sangat penting menjadi ladang bisnis yang menghasilkan banyak keuntungan bagi para pengusaha. Terlebih pengusaha nakal yang menghalalkan segala cara demi meraup untung besar. Bagaimana tidak, baru-baru ini masyarakat Indonesia dihebohkan dengan adanya fenomena beras oplosan.

Fakta Beras Oplosan

Dikutip dari, nasional.kompas.com, (13-07-2025) dalam investigasinya Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman beserta Satgas Pangan menemukan beras oplosan yang beredar di pasaran. Bahkan, sampai di rak-rak minimarket juga supermarket yang dikemas premium padahal kualitas dan kuantitasnya medium.

Sedikitnya ditemukan 212 merek beras yang terbukti tidak memenuhi standar mutu. Mulai dari berat kemasan yang tidak sesuai, komposisi, hingga label mutu. Kerugian akibat praktik ini mencapai Rp99 triliun per tahun atau hampir Rp100 triliun.

Untuk menindak lanjut kasus tersebut Mentan telah menyerahkah kepada Kapolri, Satgas Pangan, dan Jaksa Agung untuk segera memproses secara hukum para produsen beras yang bermain curang di sektor pangan pokok nasional. Sebab, keberadaan mafia pangan tersebut telah merugikan masyarakat.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Ketua Satgas Polri, Brigjen (Pol) Helfi Assegaf mengungkapkan baru menemukan 26 merek beras yang diduga merupakan hasil praktik penipuan. 26 merek beras yang ditemukan berasal dari empat perusahaan besar, seperti Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).

Sungguh memprihatinkan, selama ini masyarakat sudah ditipu besar-besaran oleh para mafia pangan. Beras premium yang mereka beli dengan harga mahal dan melebihi harga eceran tertinggi (HET), tetapi kualitasnya biasa. Begitu pun dengan kuantitas beras yang ditawarkan ada yang menerangkan dalam label kemasan 5 kg padahal isinya hanya 4,5 kg. Sungguh rakyat kembali menjadi korban atas perbuatan para mafia pangan.

Mungkin masyarakat masih ingat kasus dugaan korupsi PT Wilmar Group terkait pemberian fasilitas ekspor clude palm oil (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022. Juga kasus Minyakita palsu yang sempat heboh di berbagai media sosial dan pemberitaan negeri ini. Bagaimana kabarnya kasus-kasus tersebut? Apakah mafia-mafia yang bermain curang telah mendapat hukuman berat dan menjerakan?

Baca juga: Beras Mahal Ulah Ekonomi Kapital

Sistem Kapitalisme Sekuler Melahirkan Praktik Curang

Praktik kecurangan dalam hal kualitas dan kuantitas beras adalah suatu keniscayaan dalam sistem kapitalisme sekuler. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan ini hanya berorientasi pada keuntungan sebesar-besarnya tanpa memedulikan kemaslahatan rakyat. Meskipun dengan menghalalkan segala cara dan melabrak regulasi yang ada. Hal tersebut dianggap biasa dalam sistem ini. Alhasil, praktik-praktik curang dapat dijumpai dalam segala aspek kehidupan, seperti pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan sebagainya.

Sistem ini telah menjauhkan peran agama dalam mengatur kehidupan. Agama hanya sekadar dalam ranah pribadi ketika menjalankan ibadah saja. Sedangkan untuk kehidupan dunia, aturan yang diambil berdasarkan aturan manusia yang serba terbatas. Hukum yang dilahirkan pun sangat lemah serta tidak memberi efek jera dan cenderung tebang pilih. Alhasil, berbagai tindak kejahatan tumbuh dan terus berkembang seperti pohon jamur di musim hujan.

Terbukti setiap hari kasus kejahatan dan kecurangan dalam segala aspek kehidupan selalu ada. Sistem kapitalisme sekuler pun telah menimbulkan kesenjangan sosial yang sangat nyata. Di mana kekayaan hanya berputar di kalangan para elite, sedangkan rakyat dimiskinkan secara sistemis. Pada akhirnya, sistem kapitalisme sekuler hanya melahirkan berbagai persoalan hidup yang tidak ada jalan keluarnya.

Regulasi yang Lemah

Menurut pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung M.Si. kepada MNews, (09-07-2025), bahwa terjadinya penipuan pada beras oplosan menjadi bukti lemah dan tidak bergiginya regulasi yang ada. Dalam kasus beras oplosan ini besarnya kerugian konsumen lebih dari Rp99 triliun yang terjadi di 10 provinsi. Bahkan, tidak menutup kemungkinan di daerah lain di Indonesia juga ditemukan beras oplosan.

Akar persoalan penipuan ini adalah tidak adanya peran utuh dari pemerintah dalam pengurusan pangan rakyat. Akibatnya, celah praktik-praktik curang dan mafia-mafia pangan terbuka lebar. Peran pemerintah hanya sebagai regulator dan fasilitator, sedangkan pelaku utama pengelolaan pangan adalah korporasi dan pedagang swasta. Hal ini menyebabkan orientasi pengelolaan hanyalah untuk bisnis dan meraup untung besar, sementara kemaslahatan rakyat diabaikan. Alhasil mafia pangan tumbuh subur dan sulit diberantas.

Regulasi yang tidak bergigi menurut Emilda Tanjung, M.Si., disebabkan konsep yang mendasarinya adalah demokrasi sekuler yang sangat sarat akan kepentingan pembuat kebijakan. Regulasi yang dibuat oleh manusia yang sangat terbatas kemampuan dan akalnya serta sarat kepentingan tentunya tak mampu menjadi solusi.

Ideologi Islam Solusi Hakiki

Satu-satunya solusi hakiki untuk memberantas mafia pangan adalah kembali kepada ideologi Islam. Hal ini dikarenakan Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi ideologi yang mampu mengatur seluruh kehidupan. Aturan dalam Islam sepenuhnya berdasarkan wahyu dari Allah Swt. yang pasti sempurna dan terbebas dari kepentingan manusia.

Allah Swt. sangat mencela perilaku curang dan sewenang-wenang dalam muamalah atau jual beli. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Muthaffiffiin ayat 1-3 yang artinya, “Celakalah bagi orang-orang yang curang (dalam menakar atau menimbang)! (Yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dicukupkan. Dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.

Islam memiliki orientasi pelayanan secara optimal untuk memenuhi semua kebutuhan rakyatnya. Dalam Islam, pemimpin negara wajib hadir sebagai raa’in (pelayan/pengurus rakyat) dan junnah (pelindung umat). Rasulullah saw. bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari)

Pemimpin dan pejabat dalam Islam wajib amanah dan bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya. Sebab, amanah dan jabatan mereka akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Oleh sebab itu, mereka akan bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab memenuhi kebutuhan pangan dan kemaslahatan rakyatnya.

Islam mewajibkan negara berperan utuh dari hulu hingga ke hilir dalam pengurusan pangan rakyat, mulai dari produksi, distribusi hingga konsumsi. Negara tidak hanya memastikan pasokan pangan tersedia, akan tetapi bertanggung jawab penuh terhadap distribusi pangan agar tersalurkan kepada rakyat, sehingga tidak terjadi praktik kecurangan. Negara juga akan memastikan setiap individu rakyat tercukupi pangannya dengan baik, layak, berkualitas, dan halal juga tayib.

Selain itu, pemimpin dalam Islam atau khalifah akan mengangkat para qadi muhtasib atau qadi hisbah yang akan berkeliling ke pasar-pasar untuk mengawasi dan menindak langsung setiap terjadi kecurangan. Sanksi yang diberikan kadi hisbah kepada pelaku disesuaikan dengan tingkat kesalahan dan peraturan yang berlaku. Wallahu’alam bissawab. []

Pendidik: Fondasi Peradaban yang Terabaikan

Pendidikan diperlakukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan amanah yang wajib ditanggung oleh negara.

Oleh. Shinta Ummu Tasbita
(Kontributor NarasiLiterasi.Id & Aktivis Muslimah)

NarasiLiterasi.Id-“Pendidik adalah fondasi peradaban,” demikian pernyataan tegas Anggota Komisi X DPR RI Juliyatmono dalam Kunjungan Kerja di Jambi, Mei 2025 lalu, sebagaimana dikutip dari detik.com (29-5-2025). Pernyataan ini tidak keliru, justru sangat benar. Pendidik sejatinya adalah arsitek generasi. Namun, bagaimana mungkin sang arsitek mampu membangun bangunan unggul jika dirinya sendiri roboh dihantam realitas ekonomi yang pahit?

Gaji Ideal Tak Didukung Sistem

Juliyatmono menyebut idealnya gaji guru adalah Rp25 juta per bulan. Ia menilai alokasi anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN belum efektif. Bahkan, ia menyarankan agar pengeluaran untuk pendidikan difokuskan minimal 2% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional (detik.com, 29-5-2025). Sayangnya, pernyataan itu hanya sebatas wacana elite, bagai oasis di tengah padang ilusi. Sebab hingga hari ini, kenyataan di lapangan justru berkata lain.

Gaji pendidik ASN masih jauh dari ideal. Bahkan di sejumlah daerah, honorer menerima upah yang tidak mencukupi kebutuhan hidup layak. Di Provinsi Banten misalnya, para tenaga pendidik menghadapi tekanan berat karena Tunjangan Tambahan (TUTA) justru dicoret dari APBD 2025, TangerangNews.co.id (24-6-2025). Para pendidik pun melayangkan surat protes kepada DPRD dan menyatakan siap menggelar aksi demonstrasi. Pendidik yang seharusnya menjadi penggerak peradaban kini justru sibuk menyambung hidup karena tak dihargai layak oleh sistem.

Paradoks Pendidikan dalam Sistem Kapitalisme

Mengapa semua ini terus terjadi? Jawabannya bukan pada niat baik pejabat atau sekadar revisi anggaran, melainkan pada akar sistemis yang menjadi dasar negeri ini, yakni kapitalisme.

Sistem ini memandang pendidik hanya sebagai buruh intelektual, bukan sebagai pilar utama peradaban. Pendidikan diperlakukan sebagai komoditas yang diperjualbelikan, bukan amanah yang wajib ditanggung oleh negara. Bahkan, dalam sistem anggaran, sektor pendidikan harus bersaing dengan sektor-sektor yang dianggap lebih menguntungkan secara ekonomi seperti proyek infrastruktur, pertahanan, dan pembayaran utang luar negeri.

Sementara itu, sumber daya alam yang melimpah tidak dikelola secara mandiri oleh negara, tetapi dikuasai oleh korporasi asing dan swasta. Akibatnya, negara kehilangan kemandirian anggaran, bergantung pada pajak dan utang, dan berdalih tidak mampu menggaji pendidik secara layak. Beginilah wajah kapitalisme mencetak kesenjangan sistemis yang mengorbankan mereka yang sejatinya paling berjasa bagi masa depan umat.

Islam: Sistem yang Memuliakan Pendidik

Islam memiliki pandangan sangat luhur terhadap para pendidik. Dalam sejarah peradaban Islam, para pendidik generasi dihormati, dijamin kesejahteraannya, dan dimuliakan oleh negara. Bahkan, pada masa Khilafah, mereka mendapat tunjangan tetap, rumah tinggal, bahkan pembantu. Posisi mereka sejajar dengan qadhi (hakim) dan jundi (tentara negara) karena mereka adalah penjaga ilmu dan moralitas umat.

Baca: Kesejahteraan Guru yang Terabaikan

Negara Islam bisa menjamin kesejahteraan guru karena sistem Islam memiliki struktur keuangan yang mandiri dan bersumber dari aturan syariat. Pendapatan negara tidak bergantung pada utang dan pajak.

Berikut adalah sumber-sumber keuangan dalam sistem Islam:

Dengan manajemen syariat ini, negara mampu memberi gaji pendidik yang layak bahkan lebih dari Rp25 juta per bulan tanpa membebani rakyat.

Solusi Islam Atas Krisis Kesejahteraan Pendidik

Solusi Islam bukan sekadar menaikkan gaji para pendidik, melainkan melakukan perubahan sistemis total dengan cara:

  1. Menjadikan pendidikan sebagai tanggung jawab penuh negara, bukan pasar. Biaya pendidikan ditanggung negara sejak jenjang dasar hingga perguruan tinggi.
  2. Menjamin kesejahteraan pendidik secara prioritas, karena pendidik adalah penjaga peradaban dan akidah umat.
  3. Mengelola kekayaan alam secara syar’i, agar hasilnya dikembalikan untuk kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan.
  4. Mengembalikan negara sebagai pelayan umat, bukan pelayan oligarki atau korporasi. Semua kebijakan dijalankan berdasarkan hukum syariat, bukan logika pasar.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Ali Imran: 104)

Ayat ini menunjukkan bahwa mendidik umat agar memahami yang benar dan salah adalah tugas utama dalam peradaban Islam. Maka para pendidik sebagai agen utama amar makruf nahi mungkar harus dimuliakan dan dilindungi negara.

Penutup

Ketika pendidik dihina oleh sistem, maka peradaban akan gagal dibangun. Sebaliknya, ketika pendidik dihargai tinggi oleh negara, maka akan lahir generasi emas yang mengangkat kemuliaan umat.

Kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan para pendidik dan mendukung pendidikan. Maka tak ada pilihan lain bagi umat kecuali kembali pada sistem Islam yang adil, kuat, dan memuliakan pendidik. Sudah saatnya kita membuka mata bahwa perubahan sejati hanya mungkin lahir dari perubahan sistem, bukan sekadar revisi anggaran.
Wallahu a’lam bishawab. []

Israel Menggila dan Diamnya Pemimpin Dunia

Israel ketakutan dan banyak yang melarikan diri keluar negeri karena serangan Iran ke Israel baru-baru ini.

Oleh. Verawati S.Pd
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Kebiadaban Israel makin menggila. Tak henti-hentinya melakukan genosida. Hingga saat ini dilaporkan korban di Gaza telah mencapai lebih dari 56.600 jiwa lebih. Dilansir media tempo.co (02-07-2024), Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, Selasa, 1 Juni 2025. Sedikitnya 56.647 warga Palestina meninggal dunia akibat perang genosida Israel di Jalur Gaza sejak Oktober 2023, Bagaimana tidak banyak, warga sipil yang tengah lapar dan mengantre makan pun dibombardir. Sungguh jelas bahwa Israel melanggar perikemanusiaan.

Tidak hanya warga biasa, seorang Direktur Rumah Sakit Indonesia yang ada di Gaza juga dibunuh. Dilansir media bbc.com (03-07-2025) mengabarkan bahwa Marwan Al-Sultan, tewas dalam serangan udara Israel, Rabu (02-07). Beliau adalah Direktur Rumah Sakit Indonesia di Gaza, yang juga berprofesi sebagai dokter. Dalam serangan itu, istri dan beberapa anaknya juga tewas. Dokter tersebut dituduh ikut bergabung dengan salah satu kelompok jihad. Padahal dia hanya seorang dokter biasa yang ingin membantu masyarakat.

Namun, yang lebih mengiris hati bukan hanya suara dentuman bom atau jerit tangis anak yang kehilangan orang tuanya, tetapi diamnya para pemimpin dunia. Terkhusus pemimpin negeri-negeri muslim, baik yang menjadi tetangga dekat atau pun jauh semua bungkam. Padahal mereka seharusnya berteriak lantang tentang hak asasi manusia dan membebaskan Palestina

Mesir dan Yordania, misalnya. Adalah dua negara tetangga dekat dan seakidah, tetapi nyatanya secara formal menjalin hubungan damai dengan Israel. Melalui perjanjian Camp David tahun 1979 Mesir menghinakan dirinya menjadi pelayan Israel. Disusul Yordania pada tahun 1994 mengakui keberadaan negara Israel dan melakukan kerja sama. Begitu pula dengan Arab Saudi, meski tidak formal, di belakang umat sesungguhnya mereka telah bergandengan dengan mesra.

Umat Bergerak, Pemimpin Berkhianat

Global March to Gaza yang diselenggarakan pada Juni lalu adalah bukti bahwa rakyat tidak diam. Mereka utusan dari berbagai penjuru dunia dan dengan latar belakang yang berbeda. Meski bukan muslim tetapi mereka begitu bersemangat dan tergerak hatinya untuk menolong warga Gaza. Tujuannya adalah membuka pintu Rafah. Namun, aksi yang terbilang berani ini pun tidak membuahkan hasil yang diharapkan. Justru banyak peserta aksi yang dideportasi oleh negara Mesir dan Libya.

Nampak bahwa para pemimpin dunia dan khususnya pemimpin muslim diam dan bahkan telah menjadi penolong Yahudi laknatullah. Penyebabnya adalah ketidakpahaman akar masalah Gaza dan juga adanya penyakit Wahn yang menjangkiti mereka. Dua sisi yang kontradiktif antara rakyat dan penguasa.

Bungkamnya pemimpin dunia khususnya pemimpin negeri muslim bukanlah hal yang aneh. Hal ini sudah dikabarkan oleh Nabi Muhammad saw. Dalam hadis yang panjang disebutkan kondisi umat Islam begitu banyak tetapi sangat lemah ibarat buih di lautan. Semua ini karena umat Islam terjangkit oleh penyakit wahn. Yaitu cinta dunia dan benci kematian. Maka diamnya pemimpin negeri-negeri islami bisa dipastikan bahwa mereka terkena penyakit ini. Bahkan justru mereka bermesraan dengan Israel.

Kekuatan Umat Itu Ada, Tetapi Disia-siakan

Ada lebih dari 50 negara Islam di dunia. Beberapa memiliki kekuatan militer besar, teknologi canggih, bahkan pengaruh politik global. Tapi saat Gaza meminta perlindungan, semuanya menjadi tuli dan bisu. Kekuatan ini pun telah nyata ditunjukkan oleh Negara Iran. Serangan Iran ke Israel baru-baru ini membuat Israel ketakutan dan banyak yang melarikan diri keluar negeri.

Jika Iran saja mampu membuat mereka kocar kacir. Apalagi jika seluruh kekuatan umat Islam (militer) disatukan. Mungkin jangankan militernya, air kencingnya pun mampu membanjiri Israel. Kuncinya adalah adanya persatuan umat Islam di bawah komando khilafah. Sebab tanpa itu kekuatan militer itu tidak memiliki makna yang cukup berarti.

Ini Bukan Sekadar Perang Gaza tetapi Ujian Marwah Umat

Jika hari ini Gaza roboh tanpa pembelaan nyata, bisa jadi besok giliran kita. Penjajahan tak akan berhenti di Palestina. Mereka adalah manusia-manusia kera yang rakus. Sebab dalam kamus politik tidak ada kawan yang kekal, yang ada adalah kepentingan. Hanya soal waktu, kafir harbi fi'lan itu pun bisa meng-Gazakan negeri-negeri lainnya.

Diamnya penguasa hari ini akan tercatat dalam sejarah sebagai pengkhianatan terhadap darah para syuhada. Inilah ujian untuk kaum muslimin di dunia. Sebab tugas mereka yang di Gaza sudah maksimal. Selebihnya adalah tugas kaum muslimin di seluruh dunia.

Saatnya memilih bergerak atau diam? Wahai para penguasa negeri Islam, sejarah sedang menunggu jawaban kalian. Apakah kalian akan terus berdiri di barisan penonton yang memalukan, atau mulai bergerak membela kehormatan umat?

Umat siap bergerak, ulama sudah bersuara, dunia telah membuka mata. Maka jangan biarkan diam kalian menjadi aib di hadapan Allah dan generasi setelah kita. Gaza butuh pasukan, bukan hanya pernyataan.

Wallahualam bissawab. []

Pangan Tertata Rapi, Rakyat Hidup Tercukupi

Pangan, dalam hal ini beras merupakan salah satu kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi ketersediaannya oleh negara. Dari stok barang sampai pada distribusinya harus berjalan dengan baik agar harga stabil.

Oleh. Mulyaningsih
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Pangan adalah salah satu kebutuhan utama manusia dalam kehidupan ini. Ketersediaan dan keamanan stok menjadi kunci untuk mewujudkan kecukupan pada masyarakat. Sehingga berbagai cara dilakukan agar mampu memenuhinya dengan baik. Karena jika tidak ada maka persoalan lain tentu akan muncul dan mungkin saja berkembang.

Beras Mahal

Sebagaimana layaknya kondisi pada negeri ini. Beras sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia kini harganya makin meroket. Oleh karenanya, pemerintah dalam hal ini Mabes Polri menugaskan Satgas Pangan untuk melakukan investigasi terkait harga beras. Pasalnya tahun ini stok beras memuaskan sebab panen melimpah sebanyak 4,2 juta ton. Dikutip dari salah satu laman bahwa beras SPHP digunakan untuk kepentingan sosial. Yaitu operasi pasar dan bantuan pangan bukan masuk pada rantai distribusi pasar yang akhirnya dijual bebas dengan dalih menekan harga. Ini adalah pernyataan dari Prof. Lilik Sutiarso (Guru Besar UGM). Lebih lanjut beliau mengatakan kenaikan harga beras tidak masuk akal karena produksinya masuk kategori memuaskan. Bahkan cadangannya (CPB) adalah tertinggi sepanjang sejarah di negeri ini. (BeritaSatu.com, 19-06-2025)

Menurut BPS ada sekitar 119 kabupaten dan kota yang mengalami kenaikan harga beras. Untuk zona 1 terdiri Jawa, Sumsel, Lampung, NTB, Bali, serta Sulawesi harganya mencapai Rp14.151,- per kilogram. Sementara wilayah zona 2 mencapai Rp15.226,- per kilogram. Mencakup wilayah Aceh, Kepulauan Riau dan Bangka Belitung, Jambi, Sumbar, Sumut, Bengkulu, Riau, Kalimantan, dan NTT. Wilayah Papua dan Maluku yang termasuk zona 3 mencapai Rp19.695,- per kilogram. Namun pada minggu kedua Juni harga beras tertinggi mencapai Rp54.772,- per kilogram. (bisnis.com, 16-06-2025)

Salah satu kebijakan yang diterapkan di negeri ini ketika masa panen tiba, mewajibkan Bulog untuk menyerap gabah petani dalam jumlah besar. Sebenarnya hal ini justru menimbulkan masalah baru, yaitu menciptakan penumpukan stok di gudang. Sementara di pasar sendiri agak terganggu suplainya sehingga yang terjadi kenaikan harga pada komoditi beras. Inilah yang terjadi di pasar dan belum mampu diselesaikan secara tuntas.

Salah Kelola dalam Sistem Kapitalisme

Keadaan di atas mengkonfirmasi bahwa tata kelola pada sebuah komoditi masih belum sempurna dan terdistribusi dengan baik. Seharusnya para pemegang kebijakan lebih sigap lagi terhadap kondisi di masyarakat atau pasar tadi. Sehingga mampu menghindari kelangkaan sebuah komoditas yang nantinya memicu pada kenaikan harga barang tersebut. Jika begini, maka yang menjadi korbannya kembali adalah rakyat kecil. Uang yang ada saja tidak mampu memenuhi seluruh kebutuhan hidup, apalagi jika terjadi kenaikan yang begitu signifikan. Mau makan apa untuk bisa mengganjal perut? Nah, itulah pertanyaan yang mungkin terbersit dalam pikiran kita.

Patut diduga kuat bahwa persoalan demi persoalan yang ada, semua berasal dari sistem sekarang. Kapitalis sekuler telah menciptakan satu demi satu persoalan hingga menimbulkan persoalan lainnya. Salah satunya pada kebijakan pertanian ini. Kapitalis tak memikirkan hak dasar rakyat yang semestinya wajib dipenuhi oleh negara. Salah satunya adalah pangan.

Maka negara berkewajiban penuh dalam hal penyediaan berbagai komoditi pangan, termasuk beras sebagai makanan pokok. Dari stok barang sampai pada distribusinya harus berjalan dengan baik agar harga stabil. Negara pun tidak boleh mengeluarkan kebijakan yang hanya pro pada segelintir orang saja. Kebijakan seharusnya menopang seluruh kepentingan masyarakat karena di sinilah tanggung jawab negara (baca: pemerintah).

Namanya juga pemerintah, berarti wajib hukumnya untuk memberikan pelayanan terbaik termasuk periayahan maksimal terhadap seluruh rakyatnya. Itu yang seharusnya berjalan, tetapi pada faktanya akan berbeda. Hanya sebagian kecil rakyat yang dipenuhi seluruh hajatnya, sedangkan yang lain disuruh untuk memikirkan sendiri bagaimana cara memenuhi kebutuhannya. Nah, miris dan sedih melihat kondisi seperti ini.

Sudut Pandang Islam

Kondisi tersebut akan berbeda manakala sistem yang ditetapkan berasal dari Sang Pencipta, yaitu sistem Islam. Pandangan Islam terhadap pemenuhan kebutuhan masyarakat menjadi kewajiban negara. Sehingga seluruh kebijakan yang ada haruslah pro terhadap rakyat serta memudahkannya untuk mengakses. Sampai pada memikirkan secara serius terkait dengan pertanian dengan segala potensi yang mampu dihasilkan dari wilayahnya. Maka riset dalam bidang pertanian begitu penting dilakukan. Hal ini tentunya agar terwujud ketahanan pangan secara maksimal. Sekaligus juga menjalankan perintah dari Allah Swt. untuk mengurusi dan meriayah dengan baik seluruh rakyat yang ada di wilayahnya. Akidah Islam menjadi fondasi dalam menjalankan dan mengeluarkan seluruh kebijakan yang ada. Teknologi pun dipakai agar mampu menghasilkan secara maksimal.

Negara juga akan memfasilitasi seluruh petani yang menggarap lahannya. Penyediaan bibit unggul, pupuk, alat pertanian, dan yang lainnya menjadi tanggungan negara. Termasuk pula mengupah orang yang akan konsentrasi pada penelitian di bidang pertanian ini. Mitigasi bencana juga harus dijalankan, agar mengetahui secara pasti musim yang sedang terjadi. Ini nantinya berhubungan dengan bagaimana tata kelola tanaman agar tetap menghasilkan produksi maksimal.

Masalah Distribusi

Sementara ketika panen tiba, negara pun akan mengawasinya dan memastikan terkait dengan distribusi barang hasil panen tadi. Apakah sudah sampai pada tangan konsumen atau pembeli ataukah belum? Nah, ini berkaitan dengan transportasi serta akses jalan yang harus bagus mulus. Karena jika jalan tidak mulus pasti akan menghambat pada proses distribusi. Negara harus paham benar sampai pada masalah ini harus diperhatikan dengan baik.

Tidak boleh ada penetapan harga dari negara atau sekelompok orang. Harga yang ada harus diserahkan kepada pasar. Maksudnya adalah diserahkan kepada mekanisme penjualan (pembeli dan penjual). Jika sama-sama rida terhadap harga tersebut, maka sah jual belinya dan harga tidak masalah jika terjadi perbedaan antar pembeli.

Sabda Rasulullah saw., "Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu dari harga-harga kaum muslimin untuk menaikan harga atas mereka ... maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat dari api pada Hari Kiamat kelak." (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Bukhari).

Khatimah

Alhasil, persoalan yang kini muncul hanya mampu dijawab dengan perubahan sistem. Ganti sistem kapitalis sekuler dengan Islam. Karena Islam akan membawa umat pada ketundukan hakiki pada Allah semata. Dengan fondasi akidah maka akan menciptakan insan bertakwa lagi tanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dikerjakannya. Semua itu karena nanti di yaumulakhir akan ada tanggung jawab yang tidak bisa dihindari. Dengan begitu, seluruh kebijakan yang ada serta periayahan terhadap umat senantiasa merujuk pada hukum syarak. Dengan begitu maka kehidupan ini umat akan sejahtera dan pangan tercukupi dengan baik.

Wallahu 'alam bissawab. []

Penghinaan Agama Berulang Buah Busuk Demokrasi

Eksplorasi dampak penghinaan agamapada moralitas dan tantangan demokrasi di masyarakat modern.

Oleh. Hanny N
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Penghinaan terhadap Nabi Muhammad ﷺ kembali mengoyak hati umat Islam. Kali ini datang dari majalah satir LeMan yang berbasis di Turki, yang menerbitkan kartun yang melecehkan sosok paling mulia di muka bumi. Aksi ini sontak memicu kemarahan masyarakat Turki. Meski pihak redaksi membantah bahwa kartun tersebut menggambarkan Nabi, dan pihak berwenang telah mengeluarkan surat perintah penangkapan, umat tetap tidak bisa menerima alasan apapun. Bagi umat Islam, kehormatan Nabi ﷺ adalah perkara prinsip dan harga mati.

Peristiwa ini bukan yang pertama. Umat Islam sudah berkali-kali menjadi saksi bagaimana sosok Nabi Muhammad ﷺ dilecehkan atas nama “kebebasan berekspresi.” Dari majalah Charlie Hebdo di Prancis, aksi pembakaran Al-Qur’an di Swedia, hingga pernyataan rasis tokoh-tokoh Barat, semuanya berlindung di balik tameng demokrasi yang diagung-agungkan.

Demokrasi: Sistem yang Merawat Permusuhan terhadap Islam

Dalam sistem demokrasi, kebebasan dijadikan asas utama. Kebebasan beragama, berpendapat, memiliki, dan bertingkah laku dijunjung tinggi tanpa batasan syar’i. Atas nama kebebasan berpendapat mereka menganggap sah-sah saja menggambar karikatur Nabi, mengolok-olok Al-Qur’an, bahkan menciptakan film yang melecehkan Islam.

Baca juga: menelisik otak mini dari janin manusia

Umat Islam harus sadar bahwa sistem demokrasi ini tidak netral. Demokrasi merupakan produk pemikiran sekuler Barat yang secara ideologis memisahkan agama dari kehidupan. Maka tidak heran jika penghinaan terhadap Islam, terutama Nabi ﷺ, terus muncul dan dianggap sebagai bagian dari ekspresi sah dalam sistem tersebut. Bahkan, aparat dan hukum mereka melindungi para pelaku dengan alasan hak sipil.

Namun, Allah Swt. dengan tegas berfirman:

وَلَتَسْمَعُنَّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَمِنَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا أَذًى كَثِيرًا ۚ وَإِن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ ذَٰلِكَ مِنْ عَزْمِ الْأُمُورِ

"Sungguh kamu pasti akan mendengar banyak hal yang menyakitkan dari orang-orang yang diberi Kitab sebelum kamu dan dari orang-orang musyrik. Tetapi jika kamu bersabar dan bertakwa, sesungguhnya itu termasuk perkara yang patut diutamakan.”
(QS. Ali Imran: 186)

Ayat ini menjadi bukti bahwa permusuhan terhadap Islam dan umatnya adalah keniscayaan dalam sistem kufur. Namun, Islam bukan hanya memerintahkan kesabaran, tetapi juga menetapkan mekanisme perlindungan yang nyata.

Islam Menjaga Kehormatan Rasul dengan Aturan Negara

Berbeda dengan sistem sekuler, peradaban Islam dibangun di atas akidah yang sahih dan syariat yang sempurna. Dalam Islam, kehormatan Nabi Muhammad ﷺ bukan hanya urusan individu, tapi juga menjadi urusan negara. Sebab, penghinaan terhadap Rasulullah bukan hanya serangan terhadap seorang tokoh, melainkan serangan terhadap Islam itu sendiri.

Negara Islam (Khilafah) memiliki sanksi tegas bagi siapa pun yang menghina Nabi, baik dari kalangan Muslim, kafir dzimmi, maupun kafir harbi. Dalam kitab As-Siyar Al-Kabir karya Imam Muhammad Asy-Syaibani, disebutkan bahwa siapa pun yang mencela Nabi ﷺ maka wajib dibunuh, tanpa dibedakan apakah ia Muslim atau kafir. Ini ditegaskan pula oleh Imam Malik, Imam Ahmad, dan Imam Ishaq.

عن علي رضي الله عنه قال: قال رسول الله ﷺ: “مَن سَبَّ نَبِيًّا فاقتلوه، ومَن سَبَّ أصحابي فاضربوه.”

"Barangsiapa yang mencaci seorang nabi, maka bunuhlah dia. Dan barangsiapa yang mencaci para sahabatku, maka pukullah dia." (HR. Thabarani)

Dengan sistem hukum seperti inilah, dalam sejarahnya, Daulah Khilafah mampu menjaga kehormatan Rasul ﷺ. Di masa Khilafah Abbasiyah, ketika Kaisar Romawi meminta agar menghentikan dakwah Islam ke wilayah mereka, Khalifah menjawab dengan mengirim pasukan. Bahkan, Khalifah Al-Mu’tashim mengirim tentara hanya karena satu wanita Muslimah dilecehkan oleh kafir. Lalu, bagaimana mungkin umat hari ini diam ketika Rasul mereka dihina terang-terangan?

Sejarah Membuktikan: Hanya Khilafah yang Bisa Melindungi Islam

Sejarah mencatat dengan jelas bagaimana Khilafah Islamiyyah menjadi tameng (junnah) bagi umat Islam. Di bawah kepemimpinan satu Khalifah, seluruh negeri-negeri Islam terikat dalam perlindungan dan kedaulatan yang kokoh. Tidak ada satu pun kafir harbi yang berani melecehkan Nabi ﷺ tanpa dibalas dengan tegas oleh negara.

Bahkan sejarawan Barat seperti Will Durant dan Thomas Arnold mengakui bahwa umat Islam memiliki peradaban yang luhur dan pemimpin yang adil. Tidak seperti hari ini, di mana umat tercerai-berai dan negara-negara muslim hanya bisa mengecam tanpa tindakan nyata.

Demokrasi hari ini hanya menyuburkan Islamofobia, melemahkan persatuan umat, dan membiarkan musuh-musuh Islam bersembunyi di balik jargon kebebasan. Padahal kebebasan semacam itu hanyalah alat untuk membunuh karakter Nabi dan menodai agama yang hak.

Solusi Nyata: Tegaknya Khilafah dan Syariat Islam

Sudah saatnya umat Islam berhenti berharap pada sistem yang terus menghina keyakinannya. Demokrasi bukanlah solusi, melainkan bagian dari masalah. Satu-satunya jalan adalah menegakkan kembali sistem Khilafah Islamiyyah yang akan:

  1. Menerapkan syariat Islam secara kaffah
    Melindungi kehormatan Rasul ﷺ dengan sanksi syar’i.
  2. Menyatukan negeri-negeri Islam di bawah satu kepemimpinan.
  3. Membawa dakwah Islam ke seluruh dunia.

Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:

إِنَّمَا الإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ

"Sesungguhnya Imam (Khalifah) adalah perisai. Umat berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Penutup

Penghinaan terhadap Nabi ﷺ bukan sekadar masalah kebebasan berekspresi. Ini adalah buah busuk dari sistem demokrasi sekuler yang tidak mengenal batasan halal dan haram. Umat Islam tidak boleh terus-menerus menjadi korban. Sudah saatnya kita kembali kepada Islam secara kaffah dengan menegakkan Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah yang akan menjaga kehormatan Nabi ﷺ, agama Islam, dan umatnya di seluruh dunia.

Mari bersatu dan bekerja untuk perubahan hakiki, dari sistem kufur menuju sistem Ilahi. Karena hanya dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah-lah kehormatan Rasulullah ﷺ benar-benar terjaga dan Islam kembali memimpin dunia dengan cahaya kebenaran.[]

Sistem Islam Menjauhkan Kenakalan, Membentuk Ketakwaan

Generasi bertakwa tidak lahir dari barak militer, tapi dari lingkungan yang memelihara iman, ilmu, dan amal saleh. Inilah sistem Islam, solusi sejati untuk membentuk generasi peradaban.

Oleh. Susi Rahma S.Pd
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Majelis Taklim Lentera Quran kembali diadakan tanggal 6 Juli 2025. Bertempat di Masjid Raya Bandung, Jalan Lengkong. Dihadiri ratusan jemaah pengajian dari berbagai sudut kota Bandung.

Diawali dengan tadabbur QS. An-Nisa ayat 9 oleh ustazah Hj. Lia Fakhriyah.

Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan tutur kata yang benar.” (QS. An-Nisa: 9)

Ayat ini merupakan peringatan sekaligus arahan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada siapa pun yang memiliki tanggung jawab terhadap generasi. Ayat ini menekankan pentingnya takwa dan ucapan yang benar dalam rangka menjaga generasi agar tidak menjadi lemah, baik secara fisik, intelektual, maupun spiritual. Kelemahan generasi bukan hanya menjadi beban masa depan mereka, tetapi juga bencana bagi masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, Islam meletakkan fondasi pembinaan generasi bukan sekadar pada aspek disiplin fisik, tetapi pada keutuhan sistem yang membentuk kepribadian bertakwa.

Potret Kenakalan Anak dan Remaja: Krisis yang Mencemaskan

Realitas hari ini memperlihatkan maraknya kenakalan anak dan remaja di berbagai wilayah, termasuk di Jawa Barat, khususnya kota Bandung. Aksi tawuran, geng motor, penyalahgunaan narkoba, hingga pergaulan bebas menjadi fenomena yang makin memprihatinkan. Banyak dari mereka masih duduk di bangku sekolah, tetapi sudah kehilangan arah dalam hidup. Sayangnya, sering kali penyelesaian yang diambil bersifat tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan.

Salah satu kebijakan yang muncul sebagai respons atas fenomena ini adalah kebijakan barak militer ala KDM (Kang Dedi Mulyadi). Tujuannya adalah mendisiplinkan anak-anak nakal dan membina mereka melalui pendekatan fisik dan ketertiban ala militer. Pada pandangan pertama, kebijakan ini tampak tegas dan berpihak pada pembinaan generasi. Namun, apakah ini benar-benar solusi?

Sekularisme dan Kapitalisme: Akar dari Kesalahan Pandang

Sayangnya, banyak kebijakan terkait anak dan remaja hari ini lahir dari paradigma sekuler-kapitalis-liberal. Dalam cara pandang ini, manusia dipandang hanya sebagai makhluk fisik, dan keberhasilannya diukur dari aspek prestasi akademik atau produktivitas ekonomi semata. Nilai-nilai moral dan spiritual dianggap urusan pribadi, bukan tanggung jawab sistem. Akibatnya, solusi yang ditawarkan terhadap kenakalan remaja hanya berkutat pada aspek fisik: ditangkap, dibina secara militer, lalu dilepas kembali ke masyarakat yang rusak. Kebijakan barak militer pun pada akhirnya tidak menyelesaikan masalah secara sistemik. Ia hanya menekan gejala sesaat tanpa mengobati penyakit utama, yakni sistem kehidupan yang tidak berbasis pada nilai-nilai Islam. Ini adalah kebijakan populis yang bersifat jangka pendek dan kurang strategis. Padahal, kenakalan anak bukan sekadar akibat kurang disiplin, melainkan buah dari kerusakan sistem sosial, pendidikan, media, dan ekonomi yang tidak mendidik generasi untuk takut kepada Allah dan mencintai kebenaran.

Baca juga: Solusi Problem Mental Generasi

Islam dan Solusi Sistemik: Membangun Generasi Bertakwa

Berbeda dengan pendekatan pragmatis yang sekadar menekan perilaku tanpa membentuk kepribadian, Islam menawarkan solusi sistemik dan menyeluruh untuk membina generasi. Langkah awalnya adalah membangun paradigma berpikir berbasis ruhiyah (spiritualitas) dan keterikatan terhadap hukum syarak. Dalam pandangan Islam, anak-anak bukan sekadar aset negara, tetapi amanah dari Allah yang harus dibina untuk menjadi pribadi yang taat, cerdas, dan produktif dalam kerangka ketaatan kepada Allah. Islam memandang pembangunan generasi tidak bisa dilepaskan dari sistem kehidupan yang diterapkan. Maka, tidak cukup hanya memperbaiki pendidikan formal. Islam mengatur kehidupan secara kaffah (menyeluruh), termasuk sistem sosial dan pergaulan, sistem ekonomi, media informasi, dan tentu saja sistem pemerintahan. Semua elemen ini bersinergi membentuk lingkungan yang kondusif untuk tumbuhnya generasi saleh dan bertakwa.

Potret Kejayaan Pendidikan dalam Peradaban Islam

Dalam sejarah peradaban Islam, kita menyaksikan bagaimana sistem Islam berhasil membentuk generasi cemerlang. Pada masa Khilafah Islamiyah, sistem pendidikan dirancang untuk menanamkan aqidah Islam sejak dini, disertai penguatan akhlak, serta kemampuan berpikir kritis dalam kerangka syariah. Keluarga, masyarakat, dan negara menjalankan peran masing-masing secara terpadu. Negara menjamin akses pendidikan berkualitas tanpa diskriminasi. Masyarakat menjaga norma sosial sesuai syariat, sementara keluarga menjadi madrasah pertama bagi anak-anak. Dari sistem ini lahir generasi hebat seperti Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali, dan Ibnu Sina, sosok yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat dalam keimanan dan akhlak.

Penutup: Kembalikan Solusi pada Sistem Islam

Saatnya kita kembali kepada solusi yang telah terbukti berhasil: sistem Islam. Kenakalan anak dan remaja bukan hanya akibat kurangnya disiplin, tetapi karena sistem sekuler yang menyingkirkan Allah dari kehidupan. Maka, menyelesaikannya butuh pendekatan yang menyeluruh dan berbasis akidah Islam. Tadabbur QS. An-Nisa ayat 9 mengingatkan kita untuk memikirkan masa depan generasi. Kita diminta untuk takut kepada Allah dan menjaga keturunan agar tidak menjadi lemah. Ini hanya mungkin terjadi jika kita kembali kepada Islam secara kaffah, menerapkannya dalam seluruh aspek kehidupan, termasuk dalam mendidik dan membina generasi. Generasi bertakwa tidak lahir dari barak militer, tapi dari lingkungan yang memelihara iman, ilmu, dan amal saleh. Inilah sistem Islam, solusi sejati untuk membentuk generasi peradaban. []

Otonomi Daerah Menimbulkan Potensi Disintegrasi

Islam tidak mengenal konsep otonomi daerah seperti dalam demokrasi yang membagi kewenangan secara bebas kepada masing-masing wilayah.

Oleh. Umi Lia
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Ketegangan terjadi antara Gubernur Aceh dan Sumatra Utara. Pasalnya, Kemendagri menetapkan empat pulau menjadi bagian dari Tapanuli Tengah, padahal sebelumnya berada di wilayah administrasi Aceh Singkil. Sontak hal ini menimbulkan  kegaduhan, masyarakat Provinsi Aceh merasa telah kehilangan daerahnya secara sepihak. Anggota DPR dari Aceh Muslim Ayub menduga polemik kepemilikan ini terjadi karena ada potensi sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Setelah terjadi kisruh, pihak kementerian menyatakan akan mengkaji ulang keputusan tersebut. (CnnIndonesia.com, 15-6-2025)

Adapun keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek. Secara historis, geografis, dan perbatasan pulau-pulau tersebut masuk ke dalam wilayah Aceh. Namun, Mendagri Tito Karnavian berargumen bahwa batas darat antara Aceh Singkil dan Tapanuli Tengah sudah diteliti oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) TNI AU dan Topografi AD. Jadi keempat pulau tersebut harus masuk ke wilayah Sumatra Utara.

Di sisi lain, Gubernur Bobby Nasution berinisiatif untuk menenangkan keadaan dengan mengajak Pemprov Aceh untuk sama-sama mengelola keempat pulau tersebut. Hanya saja, Gubernur Aceh Muzakir Manaf mengatakan tidak mau memperdebatkan hak dan kewenangannya dalam mengelola daerahnya.

Presiden Prabowo akhirnya turun tangan untuk menengahi. Dalam sebuah rapat tertutup di istana tanggal 17 Juni 2025, akhirnya pemerintah memutuskan keempat pulau tersebut masih masuk wilayah administrasi Aceh Singkil. Dengan demikian, Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Gadang, dan Mangkir Ketek batal menjadi bagian dari Sumatra Utara. Meski letaknya lebih dekat dengan Kabupaten Tapanuli Tengah, itu bukan syarat untuk menetapkan satu wilayah masuk ke provinsi paling dekat.

Otonomi Daerah, Paradigma Sekuler

Namun demikian, masyarakat harus tetap waspada dan kritis karena kasus seperti ini mungkin saja terjadi kembali, terutama pada pulau-pulau terluar di wilayah perbatasan. Ini karena dalam sistem kapitalisme, penguasa dan pengusaha bisa bekerja sama dalam mengeksploitasi wilayah yang mengandung SDA. Daratan, laut, bahkan langit pun jadi objek bisnis mereka.

Perebutan pulau terjadi karena adanya aturan otonomi daerah. Kasus ini menunjukkan bahwa otonomi daerah bisa menimbulkan konflik dan bahkan disintegrasi. Pertikaian tersebut muncul antarwilayah, terutama jika menyangkut wilayah yang strategis (kaya SDA).

Otonomi daerah lahir dari kerangka berpikir demokrasi sekuler kapitalistik yang berkembang di Barat pascarevolusi industri dan modernisasi. Otonomi dipandang sebagai solusi untuk meningkatkan efisiensi dan partisipasi lokal. Pemerintah pusat tidak harus mengurusi daerah yang lebih jauh tempatnya karena kepengurusannya sudah tertangani.

Namun, dalam konteks negara berkembang seperti Indonesia hal ini sering kali mendatangkan masalah baru. Alih-alih memperkuat keadilan dan pemerataan, otonomi daerah justru menimbulkan konflik kepentingan, tarik-menarik kekuasaan, serta eksploitasi SDA atas nama pembangunan.

Dalam kasus Aceh yang memiliki status otonomi khusus, pengalihan wilayah ini dianggap mencederai semangat desentralisasi itu sendiri. Masyarakat merasa hak-haknya diabaikan dan kepentingan strategis daerah dikalahkan oleh kepentingan pusat yang terkesan sepihak dan tidak transparan.

Otonomi Daerah untuk Kepentingan Elite

Kasus ini menunjukkan bahwa sistem otonomi daerah yang diadopsi dari Barat hanya dimanfaatkan oleh elite-elite politik untuk kepentingan jangka pendek, bukan untuk kesejahteraan rakyat secara menyeluruh. Otonomi daerah memberikan kewenangan luas bagi daerah untuk mengatur urusan pemerintah, termasuk pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD).

Akibatnya muncul perbedaan kesejahteraan antarwilayah, terutama antara daerah kaya SDA, seperti migas, dengan tanah yang miskin potensi. Ketimpangan ini memicu kecemburuan sosial dan potensi konflik. Ketidakmerataan kesejahteraan juga dapat menjadi ancaman disintegrasi. Ideologi kapitalisme yang diterapkan negara saat ini tidak peduli dengan disintegrasi wilayah.

Negara yang mudah dipecah belah seperti ini menguntungkan para penjajah. Mereka tidak sulit untuk dimanfaatkan dan dieksploitasi sehingga akhirnya menjadi bangsa yang lemah secara ekonomi, politik, pemerintahan, dan kedaulatan.

ementara itu, otonomi daerah memiliki potensi perpecahan di tengah masyarakat. Untuk itu, solusinya adalah dengan konsep sentralisasi. Di Indonesia ide sentralisasi menimbulkan kekhawatiran karena pengalaman sewaktu Orde Baru. Padahal, sebenarnya akar masalahnya ada pada ideologi yang diadopsi.

Sistem Islam

Dalam sistem sentralisasi, pengelolaan SDA dan pembangunan lebih merata karena berada di bawah kendali pusat. Hanya saja hal ini bisa ditemukan jika Islam kaffah diterapkan di bawah institusi Khilafah. Pengelolaan wilayah dilakukan secara sentralistik di bawah kepemimpinan khalifah yang bertanggung jawab penuh terhadap seluruh rakyat tanpa membedakan satu daerah dengan yang lain.

Islam tidak mengenal konsep otonomi daerah seperti dalam demokrasi yang membagi kewenangan secara bebas kepada masing-masing wilayah. Sebaliknya, seluruh urusan pemerintahan, termasuk pengelolaan SDA dan pendistribusian kekayaan, berada di bawah kendali pusat yang diatur berdasarkan syariat. Tujuannya adalah untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan secara merata di seluruh penjuru negeri dan tidak tergantung pada potensi ekonomi atau pendapatan daerah.

Sumber Daya Alam

Terkait SDA, negara wajib mengelola semua kekayaan alam seperti tambang migas, laut, dan hutan sebagai milik umum (milkiyah ammah) yang hasilnya untuk kemaslahatan seluruh rakyat. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yakni padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Daud).

Hadis ini menjadi dasar bahwa sumber daya strategis tidak boleh dimiliki individu atau dikuasai daerah tertentu, melainkan harus dikelola oleh negara demi kepentingan seluruh umat. Dengan cara seperti ini Islam mampu mencegah kecemburuan sosial antarwilayah, menghindari ketimpangan pembangunan, dan menjamin bahwa setiap warga mendapatkan haknya secara adil dan merata tanpa tergantung pada lokasi geografis atau kekayaan alam daerah tempat tinggalnya.

Sentralistik dalam Islam

Inilah keunggulan sistem sentralistik dalam Islam yang berlandaskan keadilan dan kemaslahatan bersama. Negara harus berlaku adil dan amanah dalam mengurus seluruh urusan rakyatnya tanpa memandang perbedaan suku, daerah, ataupun tingkat ekonomi.

Negara yang adil tergantung pada ideologi yang diadopsi dan penguasa yang amanah. Faktor ketakwaan para pejabat sangat penting, ditambah dengan kepedulian masyarakat yang memperhatikan aktivitas amar makruf nahi mungkar. Disamping itu hukum Allah yang ditegakkan negara akan menutup celah terjadinya penyelewengan yang dilakukan aparat.

Dalam sistem Khilafah ada yang disebut wali dan amil atau setingkat gubernur dan bupati yang diangkat dengan tugas umum atau khusus. Maksudnya dengan kewenangan yang luas atau terbatas. Sedangkan urusan militer, peradilan, dan keuangan ada yang mengurusnya secara terpisah dan langsung di bawah kontrol khalifah.

Syekh Taqiyudin an-Nabhani dalam buku Sistem Ekonomi Islam menyatakan, pembangunan dan kemajuan tidak akan menimbulkan kesenjangan di tengah masyarakat dan antarwilayah. Ini karena target Khilafah adalah memenuhi kebutuhan primer (sandang, pangan, dan papan) seluruh individu rakyat. Sedangkan daerah yang kaya SDA tidak diperlakukan khusus sehingga menimbulkan ketimpangan dengan provinsi lain yang minim potensi alamnya. Hal itu akan mengantarkan kepada perebutan tanah atau pulau seperti di sistem kapitalisme.

Baca juga: Kekayaan Alam Melimpah, Rakyat Tetap Merana

Sebaliknya Khilafah akan menyeimbangkan atau meratakan kekayaan pada seluruh warganya. Ini seperti yang terjadi pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab ra. ketika Madinah paceklik. Khalifah mengirim surat ke para walinya agar mereka mengirimkan bantuan untuk mengakhiri musibah. Tidak lama kemudian bantuan itu pun datang.

Khatimah

Kisah ini menggambarkan kuatnya kepedulian mereka kepada saudara-saudaranya. Sistem pemerintahan yang sentralistik dalam khilafah dan pemimpin yang amanah bisa menyatukan umat. Tidak ada kesenjangan antara wilayah yang kaya SDA dengan yang tidak sehingga potensi disintegrasi tidak ada sama sekali. Itu semua karena ideologi yang diadopsi adalah sahih sesuai fitrah manusia karena berasal dari Sang Pencipta. Oleh karena itu, penerapan Islam kaffah dan penegakan Khilafah sangat urgen agar tidak terjadi ketimpangan dan disintegrasi.

Wallahua'lam bishawab. []

Palestina dan Fajar Kebangkitan Umat

Solusi bagi Palestina bukanlah kompromi dengan penjajah, melainkan penegakan Khilafah yang akan memobilisasi kekuatan militer dunia Islam untuk membebaskan Al-Aqsha dan seluruh tanah Palestina.

Oleh. Neni Maryani
Kontributor Narasi literasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Jumlah korban tewas di Jalur Gaza terus bertambah akibat agresi militer brutal Israel. Per Sabtu, 28 Juni 2025, laporan resmi dari Kementerian Kesehatan Gaza menunjukkan bahwa lebih dari 56.412 warga Palestina telah gugur sebagai syuhada, sementara 133.054 lainnya mengalami luka-luka, mencakup anak-anak, perempuan, dan lansia. Dalam kurun waktu 24 jam terakhir saja, serangan udara, artileri, dan blokade yang terus berlanjut telah merenggut 81 nyawa tambahan dan melukai lebih dari 400 orang. (cnbcindonesia.com 29 Juni 2025)

Apa yang terjadi di Gaza bukanlah semata konflik antar dua negara, dua agama, atau pembantaian sistematis terhadap umat Islam, sebuah genosida yang dilakukan secara terang-terangan dengan dukungan terbuka dari Amerika Serikat dan sekutunya. Dunia menyaksikan, tetapi tetap bungkam atau hanya menebar kecaman tanpa tindakan nyata.

Kemunafikan Para Penguasa Muslim

Ketika umat Islam di Gaza bersimbah darah, para penguasa negeri-negeri Islam justru memilih diam atau sekadar mengecam dengan bahasa diplomatis. Negara-negara Arab yang memiliki kekuatan militer dan kekayaan luar biasa justru lebih sibuk menjaga hubungan politik dan ekonomi dengan Barat daripada membela saudara seiman.

Mesir, misalnya, menutup perbatasan Rafah yang menjadi satu-satunya jalur keluar-masuk bantuan kemanusiaan. Arab Saudi dan UEA justru mempererat hubungan ekonomi dengan Israel dalam kerangka Abraham Accords. Bahkan Turki, yang selama ini vokal terhadap isu Palestina, tetap menjalin hubungan dagang aktif dengan rezim zionis.
Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia juga terjebak dalam politik simbolik. Pemerintah memang menyuarakan penolakan, tetapi tidak menunjukkan keberanian untuk mengambil langkah strategis, apalagi mendobrak sistem global yang tidak berpihak pada Palestina. Sebaliknya, Indonesia justru ikut menggulirkan narasi solusi dua negara yang telah lama terbukti menjadi tipu daya Barat.

Solusi Dua Negara: Tipu Daya Lama yang Terus Diulang

Solusi dua negara, yang pertama kali dirumuskan dalam Resolusi PBB 181 tahun 1947, telah digembar-gemborkan selama lebih dari tujuh dekade. Namun faktanya, hingga hari ini Palestina belum pernah benar-benar merdeka. Wilayahnya makin menyempit, rakyatnya terusir, dan tempat sucinya dinodai.

Setiap upaya damai justru digunakan Israel untuk memperluas wilayah kekuasaannya. Lebih dari 700.000 pemukim ilegal Yahudi kini menempati Tepi Barat, dan ribuan rumah warga Palestina dihancurkan setiap tahun. Penjajah tidak memiliki niat untuk berdamai. Bagi mereka, seluruh tanah Palestina adalah "Tanah yang Dijanjikan", dan mereka akan terus melanjutkan proyek aneksasi sampai wilayah itu sepenuhnya berada di bawah kekuasaan mereka.
Di sisi lain, rakyat Palestina tidak pernah menyerah. Mereka menolak menyerahkan tanah warisan mereka meski harus berhadapan dengan tank dan rudal. Mereka tetap teguh dengan perjanjian Umariyah, menolak normalisasi, dan terus berjuang menjaga kesucian Al-Quds.

Kebangkitan Umat Adalah Keniscayaan

Kondisi ini semestinya menjadi tamparan keras bagi umat Islam. Bergantung pada PBB, Barat, atau solusi diplomatik telah terbukti gagal total. Umat harus kembali menatap masalah ini dengan kacamata aqidah dan bukan sekadar perasaan kemanusiaan yang semu.

Umat Islam adalah umat terbaik yang pernah memimpin dunia. Namun kini terpecah-belah dalam lebih dari 50 negara bangsa, lemah, terjajah secara politik, ekonomi, bahkan pemikiran. Kita kehilangan satu institusi yang dulu menjadi pelindung, penjaga dan pemersatu umat, Khilafah Islamiyyah.

Selama sistem sekuler-kapitalis tetap mendominasi dunia Islam, maka perpecahan, penjajahan, dan pembantaian seperti di Gaza akan terus terjadi. Sistem ini telah menjadikan para penguasa muslim sebagai antek-antek Barat, yang rela berkompromi demi kekuasaan sesaat.

Baca juga: Dilema Resolusi Palestina

Solusi Islam Kaffah: Tegaknya Khilafah dan Komando Jihad

Sejarah mencatat bahwa Khilafah Islamiyyah adalah institusi yang membebaskan Palestina dari tangan Salibis dan melindungi Baitul Maqdis selama berabad-abad. Ketika Al-Quds direbut oleh pasukan Salib dalam Perang Salib Pertama (1099 M), umat Islam menderita kekalahan yang pahit. Namun, di bawah komando Shalahuddin al-Ayyubi, umat bersatu dan berhasil merebut kembali Al-Quds pada 1187 M.

Khilafah adalah institusi politik Islam yang menyatukan umat, memimpin jihad, dan bertindak sesuai hukum Allah, bukan tekanan internasional. Di bawah Khilafah, jihad bukan sekadar aksi defensif, melainkan strategi pembebasan negeri-negeri tertindas.

Solusi bagi Palestina bukanlah kompromi dengan penjajah, melainkan penegakan Khilafah yang akan memobilisasi kekuatan militer dunia Islam untuk membebaskan Al-Aqsha dan seluruh tanah Palestina. Khilafah tidak membutuhkan restu Amerika atau pengakuan PBB, karena tujuannya adalah keridhaan Allah semata.
Tuduhan bahwa seruan Khilafah hanya wacana kosong adalah bentuk ketidaktahuan. Justru karena tidak adanya Khilafah-lah, kita melihat tragedi Gaza, Suriah, Yaman, Rohingya, Kashmir, dan lainnya. Tanpa institusi pelindung, umat terus menjadi korban persekongkolan global.

Saatnya Umat Bergerak dan Kembali pada Islam

Derita Gaza adalah panggilan untuk bangkit. Tidak cukup hanya berdonasi, tidak cukup hanya berdoa. Umat Islam harus bangkit dalam kesadaran ideologis, bahwa satu-satunya solusi hakiki adalah kembali kepada Islam secara kaffah dan menegakkan Khilafah 'ala minhaj an-nubuwwah.

Umat harus menolak solusi dua negara, melawan narasi normalisasi, dan mendukung perjuangan dakwah yang menyeru pada tegaknya Khilafah. Ini bukan utopia. Ini adalah janji Allah dan kabar gembira dari Rasulullah ﷺ:
Kemudian akan ada Khilafah ‘ala minhaj an-nubuwwah…” (HR. Ahmad)

Inilah saatnya! Ketika dunia diliputi kegelapan dan kezaliman, Islam hadir sebagai cahaya yang menerangi jalan kebenaran. Palestina bukanlah akhir, melainkan awal dari kebangkitan umat Islam sedunia. Fajar itu telah menyingsing. Kita hanya perlu menyambutnya dengan iman, ilmu, dan perjuangan.
Wallahu’alam bishawab. []

‎Perundungan Generasi dalam Pusaran Kapitalisme

‎Sungguh tipu daya setan begitu dahsyat untuk menyesatkan manusia. Terlebih lagi dengan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Oleh. Sri Yana, S.Pd.I.
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Sungguh miris melihat berbagai kasus perundungan yang terjadi saat ini. Beritanya tak kunjung usai dari tahun ke tahun. Teranyar, kasus perundungan yang dialami oleh seorang siswa SMP di wilayah Kabupaten Bandung. Kasus ini pun menjadi sorotan Wakil Ketua Komisi X DPR, Lalu Hadrian Irfani meminta agar pelaku kasus perundungan yang menyeburkan korban ke sumur ditindak secara administrasi dan hukum, karena menyangkut tindak pidana (rri.co.id, 27-6-2025)

‎Astagfirullah, sungguh menyesakkan dada menyaksikan berbagai pola sikap generasi saat ini, terutama yang masih berstatus sebagai pelajar SMP. Apa yang ada di benak mereka hingga melakukan perundungan terhadap teman sebayanya? Tindakan seperti itu jelas tergolong berlebihan dan bahkan dapat menjurus pada tindak kriminal.

Generasi Lemah dalam Sistem Kapitalisme

Inilah kondisi generasi yang makin pintar dalam menggunakan teknologi canggih zaman sekarang, tetapi belum mampu memanfaatkannya untuk hal yang positif dan mencerminkan kecemerlangan diri. Kemajuan teknologi justru menjadi racun bagi sebagian besar generasi saat ini. Alih-alih menjadikannya sebagai alat belajar dan berkarya, salah penggunaan justru berubah menjadi “senjata makan tuan”.

‎Faktanya, generasi saat ini begitu mudah mengakses internet, termasuk konten berbau pornografi dan kekerasan. Tayangan-tayangan tersebut dengan mudah ditonton atau bahkan dicontohkan dalam lingkungan keluarga sendiri. Akibatnya, anak terbiasa dengan kekerasan, tanpa adanya pemahaman menyeluruh bahwa kekerasan, baik yang ditonton maupun disaksikan secara langsung, tidak layak dijadikan teladan, melainkan pelajaran.

Baca juga: Perundungan Anak dan Kegagalan Sistem Sekuler

‎Jika ditelaah lebih dalam, banyak kasus perundungan yang terjadi karena pelakunya menyimpan luka masa lalu, baik dari pola asuh orang tua maupun pengalaman di lingkungan keluarga, meskipun hanya berupa candaan. Apalagi setiap anak memiliki kepekaan dan sensitivitas yang berbeda dalam merespon berbagai permasalahan yang menimpa mereka.

Keluarga Fondasi Utama

Keluarga sejatinya adalah fondasi utama untuk melahirkan generasi yang beriman dan bertakwa. Namun, sayangnya, dalam sistem kapitalisme, keluarga yang memiliki peran ideal kerap sulit diwujudkan oleh rakyat. Seorang ibu, yang seharusnya berperan sebagai ummu wa rabbatul bait (ibu sekaligus pengatur rumah tangga) dan madrasatul ula (pendidik pertama dan utama bagi anak), justru sibuk membantu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sementara ayah, yang seharusnya menjadi teladan, pengayom, dan pembimbing anak-anaknya justru kerap disibukkan oleh pekerjaan, hobi, atau media sosial. Alhasil, anak-anak pun tidak dekat dengan orang tuanya.

Akibatnya, anak tumbuh tanpa kehadiran emosional orang tua. Tak jarang, anak tidak pernah bercerita pada orang tuanya, bahkan tidak merasa dekat dengan mereka. Inilah yang menyebabkan anak merasa kosong secara emosional atau tidak terpenuhi "tangki cintanya". Mereka akhirnya rawan melakukan tindakan di luar nalar, seperti perundungan, perzinahan, penyimpangan seksual (LGBT), kriminalitas, dan bentuk penyimpangan lainnya.

‎Sesungguhnya, berbagai bentuk penyimpangan seperti perundungan, pembunuhan, perzinahan, dan LGBT telah terjadi sejak zaman keturunan Nabi Adam. Namun, seiring bertambah tuanya bumi, kejadian-kejadian tersebut makin marak dan kompleks.

Hal ini tidak terlepas dari sumpah Iblis untuk senantiasa menyesatkan manusia dari jalan Allah Swt. dengan berbagai godaannya, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-A’raf ayat 16–17, Iblis menjawab, "Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan menghalangi mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan belakang mereka, dari kanan dan kiri mereka dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)".

Tipu Daya Setan

Sungguh tipu daya setan begitu dahsyat untuk menyesatkan manusia. Terlebih lagi dengan sistem sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama seolah hanya sebuah identitas di atas kertas, bukan sebagai pedoman hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.

Maka tidak heran jika generasi muda menjadi sasaran utama kerusakan. Sebab, mereka adalah calon pembangun peradaban masa. Di tangan merekalah peradaban Islam kembali ke pangkuan umat.

Islam adalah Solusi

Jika kita ingin mewujudkan kembali kejayaan peradaban Islam maka kita harus memulai dengan membenahi diri dan menerapkan Islam secara kaffah. Hanya dengan itu, generasi akan terhindar dari perundungan dan kriminalitas. Hal ini sebagaimana dicontohkan oleh generasi emas Islam seperti Muhammad Al-Fatih, Shalahuddin Al-Ayyubi, dan tokoh-tokoh lainnya yang mengharumkan nama Islam. Bukan generasi yang lahir dalam pusaran kapitalisme yang gemar membuat kerusakan dan biang masalah. Wallahu a’lam bish-shawab. []

Perang Dagang AS, Dunia Bisa Apa?

Perang dagang ini dimulai sejak tahun 2018 hingga sekarang. hal ini tentu berimbas pada ekonomi global dan negara-negara yang juga melakukan kerja sama dengan AS dan Cina.


Oleh. Maftucha
(Kontributor Narasiliterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Perang dagang yang dimainkan AS menunjukkan bahwa negara-negara di dunia saat ini dalam kendali Amerika. Hanya negara yang memiliki sikap politik yang tegas yang bisa melawannya dan itu adalah Khilafah"

Assalamualaikum, Guys, coba jawab, ya! Perang apa yang gak pakai senjata? Nyerah! Jawabannya perang dagang. He he. Di televisi lagi ramai berita perang nih! perang dagang AS dengan Cina yang akhirnya merembet ke Indonesia.

Sebagaimana yang kita lihat dan dengar, Guys, Presiden AS Donald Trump sedang marah ke Indonesia hingga akhirnya Trump mengeluarkan kebijakan mengenakan bea tarif impor ke Indonesia sebesar 32 persen, bahkan bisa ditambah lagi 10 persen menjadi 42 persen karena keanggotaan Indonesia di BRICS.

Ngomong-ngomong soal perang dagang nih, Guys, kalian sudah tahu gak sih, apa perang dagang itu? Terus apa pengaruhnya bagi kita dan bagaimana solusinya? Yuk, check it out .

Perang Dagang

Perang dagang ini awal mulanya terjadi antara AS dan Cina. AS merasa kalau kerja samanya dengan Cina selama ini tidak malah membuat AS untung tapi justru defisit. Banyak produk Cina yang membanjiri Amerika karena harganya yang murah, sedangkan impor Cina terhadap barang AS minim, jadilah produk dalam negeri AS kalah bersaing dan tidak menambah pemasukan bagi AS.

Nah! Guys, untuk proteksi produk dalam negeri dan menutup defisit tersebut, AS akhirnya menetapkan bea masuk produk Cina berupa panel surya sebesar 30 persen dan mesin cuci sebesar 20 persen. Tidak terima diperlakukan demikian, Cina membalas balik kebijakan AS tersebut dengan bea tarif mulai 15 persen hingga 25 persen.

Saling balas tarif inilah yang disebut Perang dagang, Guys. Perang ini dimulai sejak tahun 2018 hingga sekarang. hal ini tentu berimbas pada ekonomi global dan negara-negara yang juga melakukan kerja sama dengan AS dan Cina.

Dalam perkembangannya AS juga memberlakukan tarif bea ini kepada Malaysia, Bangladesh, Vietnam, Suriah, dan Indonesia. Oleh Trump Indonesia dipukul dengan tarif sebesar 32 persen. AS pun mengancam akan lebih keras lagi jika ada yang bernai menentang kebijakan tersebut.

Efek Perang Dagang

Ah! Biarin saja, 'kan yang perang AS dan Cina, kita nyantai saja! Eit! Jangan dikira perang dagang Ini korbannya hanya AS dan Cina saja, Guys. Pada 7 Juli 2025 lalu Presiden AS secara langsung mengirimkan surat kepada Presiden Prabowo terkait tarif impor sebesar 32 persen.

Meskipun masih berlaku tanggal 1 Agustus 2025 mendatang. Namun, pemerintah terus melakukan lobi-lobi agar tarif ini bisa turun, diantaranya Indonesia siap impor produk pangan hingga minyak mentah, LPG, dan BBM dengan nilai Rp309 triliun.

Namun, agaknya rayuan maut ini belum membuahkan hasil, Guys. Presiden AS masih jual mahal dengan Indonesia. Jika tarif ini benar-benar berlaku maka akan ada beberapa efek bagi kondisi perekonomian dalam negeri.

Coba bayangkan, Guys. Ketika kita akan mengimpor suatu barang dengan tarif bea yang cukup tinggi pasti pihak pengimpor bakal mikir dua kali untuk membeli barang kita, akibatnya lambat laun produk kita akan kalah bersaing dengan negara lain. Jika ini terjadi dalam jangka panjang maka dampak berikutnya adalah terjadinya PHK, dan inilah yang ditakutkan masyarakat.

Pengangguran akan makin banyak, persaingan kerja tak terelakkan dan pastinya pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan. So ! What can we do?

Negosiasi yang Merugikan

Pemerintah melalui Menteri Koordinator Bidang Perekonomian terus melakukan lobi agar pemerintah AS tidak memberlakukan tarif bea impor sebesar 32 persen. Sejumlah tawaran diberikan untuk meluluhkan hati Paman Sam. Mulai dari memborong produk pangan seperti gandum, energi hingga kerjasama pengelolaan energi kritis.

Walaupun nilai ekspor Indonesia hanya sebesar 10 persen. Namun, agaknya pemerintah Kita masih sangat khawatir dengan kondisi ini. Indonesia dinilai masih sangat bergantung kepada AS akibat hutang luar negeri yang cukup tinggi. Indonesia membutuhkan dolar karena utang kita bayarnya gak pakai rupiah, Guys, tapi pakai dolar.

Untuk itu nilai ekspor Indonesia ke AS harus tinggi, supaya dolar selalu masuk ke kantong. Padahal Impor yang tinggi juga akan berefek pada produk dalam negeri, kerjasama energi kritis juga dinilai akan lebih menguntungkan asing.

Solusi Islam Paling Benar

Kalian harus tahu, Guys! Bahwa Islam juga punya aturan, lo, terkait hubungan politik luar negeri. Bahkan cara pandang Islam ini jangkauannya sangat efektif. Setidaknya ada beberapa hal yang harus kalian tahu bagaimana mekanisme Islam dalam menjalin hubungannya kepada negara-negara di luar Khilafah.

Pertama, asas Islam dalam membangun hubungan politik luar negerinya adalah dakwah dan jihad. Negara di luar Khilafah statusnya sudah jelas, yakni tidak menerapkan syariat Islam, maka mereka adalah sasaran dakwah.
Sedangkan perdagangan hanyalah wasilah saja.

Kedua, Khilafah akan menentukan kepada negara mana dia bisa bekerjasama dan tidak. Negara Islam atau Khilafah tidak akan menjalin kerjasama apa pun dengan negara yang jelas-jelas memusuhi Islam, seperti AS, Israel, dan seterusnya.

Jika negara tersebut tidak memusuhi Islam, maka akan diikat dengan perjanjian. Ketika sebuah negara mengenakan tarif perdagangan maka Khilafah juga akan memberlakukan hal yang sama.

Hal ini sebagaimana apa yang disampaikan oleh Khalifah Umar bin Khattab ketika ditanya oleh Abu Ubaid tentang pungutan yang diambil oleh ahlul harbi kepada pedagang muslim.

Ketiga, Khilafah adalah sebuah negara yang besar, dalam sejarahnya wilayah Khilafah cukup luas, hampir tiga perempat dunia telah dikuasai oleh Islam. Dengan demikian pangsa pasar negara Islam juga sangat besar, sehingga tidak bergantung pada ekspor ke luar negeri. Hal inilah yang menjadikan Khilafah tidak bergantung pada negara lain.

Baca: Kebijakan Tarif AS, Bukti Lemahnya Kapitalisme

Keempat, Khilafah tidak bergantung pada mata uang dolar sebagaimana dunia saat ini. Mata uang dinar dan dirham adalah mata uang resmi Khilafah, mata uang ini kuat dari terpaan badai krisis. Islam akan menghindari utang dari luar negeri, Jika pun terpaksa maka kebutuhan tersebut akan dipenuhi dari daribah atau pajak yang dipungut dari para aghniya atau rakyat yang terkategori kaya, itupun hanya sementara saja.

Khatimah

Demikian, Guys, mekanisme Islam dalam mengatur politik luar negerinya, jadi, kalian sudah paham 'kan! betapa kerennya aturan Islam. Yuk, Guys, tingkatkan terus pemahaman kita terhadap syariat Islam. Wallahu a'lam bishawab. []

Nasib Malang Terumbu Karang Situbondo

Di kawasan Wisata Bahari Pasir Putih Situbondo telah ditemukan kurang lebih 10 hektare terumbu karang rusak atau mati diduga akibat limbah air mengandung zat kaporit.

Oleh. Vita, S.Si.
(Kontributor NarasiLiterasi.Id)

NarasiLiterasi.Id-Indonesia memiliki keindahan alam laut titipan Allah Swt. untuk dijaga kelestariannya. Namun, kabar buruk datang dari Jawa Timur, khususnya di kawasan Wisata Bahari Pasir Putih Situbondo telah ditemukan kurang lebih 10 hektare terumbu karang rusak atau mati diduga akibat limbah air mengandung zat kaporit. Beberapa tahun terakhir di sisi timur wisata Pantai Pasir Putih telah dibangun penginapan (vila) dan terdapat kolam renang.

Terumbu karang yang mengalami kerusakan parah khususnya di sekitar Watukenung atau sisi timur wisata Pantai Pasir Putih. Beberapa tahun terakhir sejumlah tempat penginapan (vila) dengan fasilitas kolam renang telah dibangun di wilayah ini (Antaranews.com, 17-6-2025). Ini merupakan salah satu faktor pemicu terumbu karang rusak. Ditambah hasil laboratorium dari terumbu karang yang diuji mengandung zat kimia kaporit dari pembuangan air limbah di wilayah tersebut. Demi hunian yang nyaman bagi segelintir elite masyarakat, terumbu karang alam bawah laut mengalami kerusakan.

Kerusakan Terumbu Karang

Sungguh sangat disayangkan, terumbu karang yang pertumbuhannya notabene sangat lambat, kini rusak hanya dalam beberapa waktu. Contohnya jenis karang masif dapat tumbuh kurang lebih 0,3 hingga 2 sentimeter per tahun, sedangkan karang bercabang bisa tumbuh hingga 10 sentimeter per tahun. Berbagai jenis terumbu karang memiliki waktu tumbuh tahunan bahkan ribuan tahun.

Rusaknya terumbu karang dikarenakan beberapa faktor, salah satunya limbah penginapan yang beberapa tahun terakhir beroperasi. Limbah tersebut tidak mengalami proses pengolahan terlebih dahulu, melainkan langsung dibuang ke pantai. Hingga terjadilah kerusakan terumbu karang dan penurunan keanekaragaman hayati di kawasan tersebut.

Hal ini terjadi karena mudahnya para elite penguasa di sistem kapitalisme memberikan izin usaha bagi pengusaha di daerah-daerah yang berpotensi menjadi tempat wisata, tanpa perlu khawatir dikenai sanksi. Pembukaan lahan baru terjadi tanpa memedulikan dampak negatif terhadap lingkungan. Penguasa dalam sistem kapitalisme menjadikan untung rugi sebagai landasannya. Mereka tidak memikirkan kesejahteraan rakyatnya dalam jangka panjang.

Islam Menjaga Lingkungan

Bagaimana sistem Islam menjaga lingkungan dari limbah? Islam adalah agama sekaligus ideologi yang memiliki peraturan (syariat) yang terpancar dari akidah Islam. Islam berasal dari Sang Pencipta, Allah Swt. yang pasti mengerti apa yang makhluk-Nya butuhkan. Konflik kepentingan tidak dimiliki Allah Swt sebagaimana manusia. Sang Pencipta berbeda dengan makhluk (manusia) yang memiliki karakteristik lemah, terbatas, dan saling membutuhkan. Peraturan yang dipancarkan oleh akidah Islam dapat menyelesaikan berbagai persoalan manusia, termasuk di dalamnya masalah limbah.

Laut sebagai tempat terumbu karang hidup merupakan salah satu dari kepemilikan umum yang harus dijaga kelestariannya oleh negara. Merujuk pada aturan Islam, pengelolaan kepemilikan umum wajib dilakukan oleh negara. Hasilnya dikembalikan lagi untuk kesejahteraan rakyat secara umum. Pengelolaannya pun tidak boleh berlebihan hingga berdampak pada lingkungan, terlebih masyarakat sekitar.

Namun, pengelolaannya harus disesuaikan dengan kebutuhan seluruh rakyat, tanpa merusak kelestarian lingkungan. Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam mengharamkan pengelolaan kepemilikan umum diserahkan kepada individu atau swasta, terlebih asing. Kepemilikan umum memiliki dasar hukum yang merujuk pada sabda Rasulullah,"Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Wajib Terikat Hukum Syariat

Bagi seluruh muslim, konsekuensi keimanan kepada Allah Swt dan Rasul-Nya adalah taat pada syariat-Nya. Tidak terkecuali para penguasa dan pengusaha, mereka wajib terikat seluruhnya dengan aturan Islam. Semua persoalan kehidupan, termasuk masalah pengolahan limbah, akan diteliti oleh para ahli. Limbah akan diolah terlebih dahulu hingga limbah dikatakan tidak berbahaya jika dibuang ke lingkungan, termasuk laut. Ini untuk mencegah terjadinya kerusakan di darat maupun laut. Allah Swt. berfirman, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut sebagai akibat dari perbuatan tangan-tangan manusia." (QS. Ar-Rum: 41).

Prinsip dasar terkait lingkungan adalah Islam mewajibkan agar manusia menjaga lingkungan dan tidak merusaknya. Allah Swt. berfirman, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya, rahmat Allah sangat dekat kepada orang-orang yang beriman." (QS. Al-A’raf: 56).

Dalil ini menjadi landasan negara melindungi masyarakat dan lingkungan, khususnya dari limbah dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Pengelolaan limbah yang benar akan menjadikan potensi-potensi yang membahayakan dapat dihindari. Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun orang lain.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah).

Khilafah Menjaga Kelestarian Terumbu Karang

Khalifah, pemimpin negara Islam, bertanggung jawab menyelesaikan persoalan-persoalan umat. Ini sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Seorang imam (khalifah) adalah pengurus dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepengurusannya.”

Khalifah wajib menetapkan kebijakan yang tepat dalam persoalan limbah penginapan atau apartemen  yang sulit terurai, seperti kaporit dan zat-zat kimia yang berbahaya. Negara akan memastikan limbah penginapan dan apartemen dipantau oleh para ahli, mulai dari awal pembangunan sampai pembuangan limbah di penginapan tersebut ketika beroperasi. 

Khalifah juga menetapkan regulasi terkait pengolahan limbah, termasuk pemisahan antara limbah yang bisa langsung dibuang ke alam dengan limbah yang perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke alam. Negara Khilafah juga akan melarang impor limbah dan sampah dari luar negeri. Regulasi ini wajib diaplikasikan secara konsisten. Terhadap setiap penyimpangan terhadap aturan yang sudah ditentukan, khalifah berhak membuat keputusan. Jika penginapan terbukti membuang limbah yang membahayakan dan mencemari lingkungan, perlu diberi sanksi tegas.

Sosialisasi ke masyarakat juga dilakukan secara masif oleh negara melalui berbagai sarana komunikasi, baik tatap muka maupun daring. Perlu dilakukan riset terkait pengembangan teknologi pengolahan limbah dengan anggaran dari negara.

Baca juga: Penerapan Hukum Allah, Solusi Krisis Lingkungan

Masyarakat dapat berperan membantu khalifah dalam berbagai bentuk. Mulai dari sosialisasi kebijakan, pengolahan limbah, hingga mengajak individu masyarakat melakukan penanaman kembali terumbu karang di sepanjang bibir pantai. Komunitas masyarakat bekerja sebagai penyambung lisan dari khalifah ke unit-unit individual.

Masyarakat juga dapat melakukan riset dengan bantuan negara hingga dapat menemukan teknologi tepat guna yang bermanfaat dalam pengolahan limbah secara efektif dan efisien. Pada level individu, ketakwaan individu mendorong seseorang untuk memahami perintah Allah terkait menjaga lingkungan. Walhasil, pemahaman tersebut mencegah dirinya untuk membuang limbah sembarangan.

Khatimah

Begitu detailnya Islam dapat menyolusi masalah lingkungan secara tuntas. Peran individu, masyarakat, dan negara saling dukung untuk melestarikan dan menjaga lingkungan. Selaku pemimpin negara Islam, khalifah berkewajiban untuk membangun sistem pengelolaan limbah secara syar'i yang efektif dan efisien dalam perannya sebagai pemimpin umat yang menerapkan syariat Islam. []

Kesejahteraan Guru yang Terabaikan

Kesejahteraan guru seharusnya lebih diprioritaskan oleh pemerintah serta gaji guru seharusnya diberikan dengan layak.

Oleh. Tami Faid
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Media dikejutkan dengan Keputusan Pemerintah Daerah khusus wilayah Banten perihal dicabutnya tunjangan tugas tambahan untuk guru. Kebijakan ini membuat kalangan dari guru kecewa sehingga kebijakan tersebut menimbulkan reaksi keras.

Ketua Silaturahmi Guru Banten mengatakan bahwa kalangan guru menunggu tanggapan yang baik dari pemerintah Provinsi Banten, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan agar tunjangan tugas tambahan guru segera dibayarkan oleh pemerintah seperti tahun-tahun sebelumnya. (Tangerangnews.id, 24-6-2025)

Alasan Pemerintah

Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Arsip Daerah (BPKAD) Provinsi Banten, Rina Dewiyanti menyampaikan bahwa tunjangan tugas tambahan guru tidak diselenggarakan di APBD karena terdapat peraturan pusat yang mengatur tentang tunjangan tugas tambahan guru yaitu,

  1. Melaksanakan terpenuhinya beban kerja guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah terdapat pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI nomor 15 tahun 2018.
  2. Rincian Nilai Tugas Tambahan Lain Guru terdapat padaSurat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI nomor 495 tahun 2004.

Dua regulasi ini menunjukkan bahwa tugas tambahan merupakan tugas pokok untuk guru dan merupakan sudah termasuk dalam beban kerja guru. Oleh karena itu, honorarium bukan diberikan sebagai tugas tambahan guru atau sebagai tunjangan tambahan guru. Regulasi ini adalah bukti bahwa pemerintah mengabaikan kesejahteraan guru. Kesejahteraan guru seharusnya lebih diprioritaskan oleh pemerintah serta gaji guru seharusnya diberikan dengan layak. Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam menangani persoalan untuk bisa menganggarkan dana gaji guru.

Kualitas Mengajar

Guru merupakan tulang punggung pendidikan yang mendidik anak-anak menjadi generasi yang memiliki sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas. Untuk menjadikan generasi unggul, guru memerlukan waktu untuk mengajar dengan fokus, tidak hanya mengajar saja melainkan juga mendidik dan membentuk karakter generasi penerus bangsa. Bagaimana bisa fokus mengajar jika guru memiliki pikiran bercabang dikarenakan biaya hidup hari ini makin besar sedangkan gaji guru tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup?

Guru tidak seharusnya terbebani dengan permasalahan ekonomi apalagi urusan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka. Dengan memperoleh gaji tinggi guru tidak akan mencari kerja sampingan. Yang terjadi saat ini justru kondisi sebagai seorang pendidik memprihatinkan memperoleh gaji rendah dan tidak dihormati. Mereka mencari tambahan penghasilan dengan berjualan online, mengajar les privat, dan ada yang menjadi konten kreator.

Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN gaji guru di Indonesia tergolong paling rendah, contoh :

  1. Di Singapura gaji awal seorang guru sekitar SGD3.500 hingga SGD6.000 per bulan atau setara dengan Rp44 juta hingga Rp75 juta per bulan. Di negara ini profesi guru sangat dihormati. Mereka mendapatkan fasilitas sehingga mereka memiliki kehidupan yang layak dan memiliki masa depan yang stabil.
  2. Di Malaysia guru memperoleh gaji Rp7,6 juta hingga Rp19 juta per bulan dan guru mendapatkan fasilitas berupa tunjangan perumahan, bantuan transportasi, dan bonus tahunan.
  3. Di Indonesia gaji guru menggunakan sistem golongan bergantung lama masa kerja pengabdian dan tingkat pendidikan. Golongan I memperoleh gaji sebesar Rp1,6 juta hingga Rp2,9 juta per bulan. Golongan IV e di gaji sebesar Rp3,8 juta hingga Rp6,3 juta per bulan di luar dari tunjangan.

Kapitalisme

Inilah potret buram dari sistem kapitalisme. Negara tidak memberikan perhatian penuh pada kesejahteraan guru dan negara mengabaikan pendidikan. Dalam sistem kapitalisme, dana pendidikan dan gaji guru diperoleh dari pendapatan pemasukan pajak dan utang sehingga jika gaji guru tinggi maka akan membebani utang negara. Sumber pendapatan negara seharusnya mengandalkan pemasukan dari sumber daya alam dan pemerintah seharusnya mengelola sumber daya alam secara langsung dan hasilnya untuk kepentingan dan fasilitas rakyat.

Pengelolaan sumber daya alam tidak boleh diserahkan ke pihak asing atau dikuasai oleh individu. Rasulullah saw. bersabda, “Manusia berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput, dan api.” (HR Abu Dawud)

Hadis telah menunjukkan bahwa sumber daya alam milik bersama dan untuk kepentingan bersama sehingga jika sumber daya alam dimiliki secara pribadi oleh pihak asing atau dikelola oleh pihak swasta tidak diperbolehkan. Pihak asing mengelola sumber daya alam hanya ingin mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya untuk kepentingan pribadi bukan untuk kemaslahatan orang banyak.

Islam Menyejahterakan Guru

Dalam sistem Islam, negara mampu memberikan kesejahteraan kepada guru. Guru sangat dihargai dan dihormati dalam Islam. Guru memiliki peran strategis dalam membentuk karakter generasi yang unggul dan berakhlak mulia serta generasi yang bisa memajukan peradaban bangsa.

Dalam sistem Islam, negara bisa memberikan gaji yang tinggi kepada guru karena negara memiliki baitul mal. Sumber pemasukan baitulmal berasal dari sumber daya alam serta dari pos-pos syar'i antara lain: kharaj, jizyah, fa'i, ghanimah, rikaz dan zakat. Sumber-sumber pemasukan ini dikelola oleh baitulmal.

Dengan adanya pemasukan ini negara bisa menggaji guru tinggi tanpa tergantung dengan utang luar negeri maupun pajak. Seperti pada masa Khilafah Abbasiyah bisa memberikan gaji yang tinggi kepada guru. Pada masa itu guru memperoleh gaji yang sangat tinggi sekitar 1.000 dinar per tahun atau sekitar 83,3 per bulan. Di mana 4,25 gram emas mempunyai nilai sama dengan 1 dinar. Jika dirupiahkan sama dengan Rp623 juta per bulan. Dalam sistem Islam guru sangat dimuliakan dan jasa guru sangat dihargai.

Hikmah

Guru sangat dimuliakan dan diberi gaji yang tinggi jika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah. Adanya sumber pemasukan yang dikelola oleh baitulmal, negara bisa memberikan kesejahteraan untuk para guru dan pendapatan negara tidak tergantung dengan utang luar negeri maupun pajak.

Wallahualam bissawab. []

Bakti Sepenuh Hati, Gaji Setengah Hati

Dalam Islam profesi guru begitu dihargai dan dijunjung tinggi. Hal ini karena profesi guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa.

Oleh Arda Sya'roni
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-"Guruku tersayang. Guru tercinta.Tanpamu apa jadinya aku. Tak bisa baca tulis. Mengerti banyak hal. Guruku terimakasihku."

Lagu 'Guruku Tersayang' yang diciptakan sekaligus dibawakan oleh Melly Goeslaw ini kerap mengisi berbagai unggahan seputar pendidikan di media sosial. Lagu ini juga sering menjadi soundtrack saat pembuatan video perpisahan maupun kelulusan sekolah. Lirik lagu ini mewakilkan segenap rasa akan hadirnya sosok guru sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Peran guru begitu berarti dalam langkah kesuksesan seseorang. Seperti halnya yang terdapat pada lirik lagu tersebut, tanpa guru apa jadinya kita. Namun sayang, jasa guru yang demikian besar dan berarti kurang dihargai dalam sistem demokrasi ini. Bahkan tak sedikit guru yang hidup merana. Bakti guru yang sepenuh hati dibalas dengan tunjangan yang seakan setengah hati.

Dikutip dari Bantenraya.com, 29-06-2025, para guru di Banten yang mendapatkan tugas tambahan (Tuta), tidak mendapatkan honor tuta selama 6 bulan sejak Januari 2025, bahkan para guru ini menyatakan siap menggelar aksi untuk menuntut hak mereka tersebut. Sejumlah informasi bahkan mengatakan bahwa anggaran tuta memang tidak dianggarkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. Menurut Ketua Ikatan Guru Indonesia (IGI) Banten, Harjono, menyatakan bahwa sebagian guru sudah tidak sabar untuk demo menuntut honor tuta yang hingga kini belum dibayarkan.

Sudut Pandang Kapitalistik

Hal demikian niscaya timbul dalam sistem kapitalis sekuler saat ini. Pemberian tunjangan tambahan tentu akan mengakibatkan pembengkakan biaya dan hal ini jelas bertentangan dengan landasan sistem kapitalis yang bertujuan hanya untuk materi dan keuntungan semata. Beginilah nasib guru dalam sistem kapitalis.

Kapitalisme jelas tidak memandang pada setiap tetes keringat dan jerih payah yang telah dikeluarkan seseorang. Tak peduli seberapa besar bakti diberikan, selama bakti itu akan menambah beban pengeluaran dana, maka bakti itu takkan dihargai. Oleh karena itu tak dibayarnya tuta adalah wajar karena prinsip ekonomi yang dipegang dalam kapitalisme adalah dengan modal sekecil mungkin untuk mencapai hasil yang sebesar mungkin.

Kebijakan efisiensi anggaran makin memungkinkan pencoretan anggaran tuta karena dianggap menambah beban anggaran. Bisa dibayangkan bagaimana nasib guru hari ini, sudah beban kerja ditambah, gaji diberikan setengah hati, tetapi dituntut untuk berbakti sepenuh hati.

Baca juga: Kesejahteraan Guru yang Terabaikan

Ilusi Kesejahteraan Guru

Kesejahteraan guru pada hari ini bagai mimpi di siang bolong. Angan-angan itu masih menjadi PR bagi pemerintah daerah dan pusat yang belum terealisasi. Kesejahteraan itu seharusnya menjadi perhatian serius dan menjadi prioritas utama, sebab guru adalah tulang punggung pendidikan sekaligus tonggak peradaban bangsa. Dari gurulah generasi unggul berkualitas dilahirkan. Namun, bagaimana guru bisa fokus memberikan pendidikan berkualitas dan memberi teladan terbaik, bila guru harus disibukkan dengan kerja sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin hari semakin merangkak naik.

Dalam sistem kapitalis, guru tak jauh beda dengan profesi lainnya. Guru hanyalah pekerja layaknya pekerja kantoran biasa. Peran guru tidak dianggap krusial, padahal peran guru sangat menentukan masa depan generasi suatu bangsa. Negara sebagai harapan guru, seakan tak berpihak. Negara tidak sepenuhnya mengurusi pendidikan, bahkan seakan menyerahkan beban tanggung jawab ini pada pihak swasta. Belum lagi sistem keuangan negara yang hanya mengandalkan pada pajak dan hutang, tentu akan menganggap pemberian gaji besar sebagai beban negara.

Sistem Pendidikan Islam

Sistem pendidikan dalam kapitalisme dengan sistem pendidikan dalam negara Islam sangat berbeda. Dalam Islam profesi guru begitu dihargai dan dijunjung tinggi. Hal ini karena profesi guru memiliki peran strategis dalam membina generasi dan memajukan peradaban bangsa. Oleh sebab itu khalifah atau pemimpin dalam negara Islam akan sangat memperhatikan kesejahteraan guru.

Kesejahteraan guru akan sangat berpengaruh pada fokus guru dalam mengajar. Kesejahteraan guru yang terabaikan akan menyebarkan guru sibuk mencari penghasilan tambahan di luar kelas. Padahal guru harus fokus dalam memberikan pengajaran kepada anak didiknya. Karena itu gaji guru sangat tinggi dalam negara Islam agar fokus guru tidak terpecah oleh kerja sampingan yang akan mengganggu proses pengajaran oleh guru.

Memuliakan guru sebagai pendidik disebutkan dalam beberapa hadis dan surat-surat dalam Al-Qur'an, di antaranya dalam Surat An-Nahl ayat 43, Allah berfirman, "Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui."

Dalam salah satu hadis disebutkan, "Barang siapa menginginkan kebaikan di dunia ini, hendaklah ia mencapainya dengan ilmu. Barang siapa menginginkan kebaikan di akhirat, maka ia harus mencapainya dengan ilmu. Dan barang siapa menginginkan keduanya, hendaklah mencari ilmu" (HR. Thabrani).

Gaji Tinggi untuk Guru

Negara Islam mampu memberikan gaji tinggi kepada guru karena negara Islam memiliki sumber pemasukan lebih dari satu sumber. Hal ini karena sistem ekonomi Islam menentukan beragam sumber pemasukan termasuk dari pengelolaan sumber daya alam yang dalam Islam merupakan kepemilikan umum yang dikelola negara.

Selain itu landasan yang digunakan dalam pelaksanaan pemerintahan adalah syariat Islam yang diatur oleh Allah, Sang Pencipta Kehidupan. Dengan demikian pelaksanaan sistem pendidikan pun akan berdasar pada halal haram, bukan keuntungan semata. Alhasil, generasi yang dihasilkan pun akan berkualitas karena pola pemikiran mereka hanya mencari rida Allah dan hanya untuk kemuliaan Islam.

Generasi Gemilang

Kegemilangan generasi telah terbukti saat Islam berjaya ketika Daulah Islam berdiri selama 13 abad lamanya. Pada masa itu banyak dilahirkan ilmuwan dan tokoh muslim yang menjadi rujukan ilmu pengetahuan pada saat ini. Tak hanya itu, generasi saat itu pun juga bermental tangguh, cerdas dan berakhlak mulia.

Maka, tak inginkah kita mengulang masa itu? Bakti sepenuh hati hanya akan diraih bila gaji yang diberikan juga sepenuh hati, bukan setengah hati layaknya saat ini. Wallahualam bissawab. []

Perundungan Anak dan Kegagalan Sistem Sekuler

Perundungan juga menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan kita. Pendidikan yang seharusnya mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan beradab, justru melahirkan generasi yang melakukan kekerasan tanpa rasa bersalah.

Oleh. Ratna Ummu Rayyan
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Kasus perundungan terhadap anak terus berulang di berbagai wilayah Indonesia. Salah satu yang menggemparkan publik adalah insiden tragis yang terjadi di Kabupaten Bandung. Seorang siswa SMP mengalami kekerasan brutal dari teman-temannya sendiri. Kepalanya dipukul hingga berdarah karena ditendang dan terbentur batu, lalu diceburkan ke dalam sumur karena menolak ajakan minum tuak dan merokok. Ironisnya, semua pelaku merupakan anak-anak sebaya, teman sekolah dari korban. (news.detik.com, 26-06-2025)

Buah Regulasi dan Sistem Sanksi yang Lemah

Wakil Ketua Komisi X DPR, Adrian Irfani, menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Ia menegaskan bahwa para pelaku harus dikenai sanksi administratif dan hukum karena tindakan mereka masuk ke dalam ranah pidana. Namun demikian, fakta bahwa kasus-kasus semacam ini terus berulang dari tahun ke tahun menandakan bahwa ada yang sangat salah dalam sistem yang berlaku saat ini. Regulasi yang ada terbukti lemah dan sistem sanksi yang diterapkan gagal memberikan efek jera.

Menurut undang-undang yang berlaku di Indonesia, anak-anak yang berusia di bawah 18 tahun belum bisa diproses hukum secara maksimal. Hal ini sering dimanfaatkan oleh pelaku anak untuk menghindari pertanggungjawaban hukum atas tindakan kriminal yang mereka lakukan. Situasi ini menunjukkan betapa lemahnya upaya penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan yang masih berstatus anak-anak.

Lebih dari itu, maraknya perundungan juga menjadi bukti kegagalan sistem pendidikan kita. Pendidikan yang seharusnya mencetak generasi yang berakhlak, berilmu, dan beradab, justru kini melahirkan generasi yang melakukan kekerasan tanpa rasa bersalah. Sebagian pelajar bahkan telah terbiasa dengan konsumsi barang-barang haram seperti tuak. Bentuk-bentuk perundungan pun semakin variatif dan ekstrem.

Baca juga: Kenakalan Remaja Berujung Malapetaka

Sistem Sekuler Menjadi Akar Masalah

Akar masalah dari semua ini adalah penerapan sistem kehidupan yang sekuler dan kapitalistik. Sistem ini memisahkan kehidupan dari nilai-nilai agama. Manusia tidak lagi merasa terikat pada ajaran Tuhan, sehingga tidak takut akan dosa dan tidak merasa perlu mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat. Ini juga yang membuat anak-anak seusia SMP pun berani melakukan kekerasan tanpa rasa bersalah.

Perubahan yang dibutuhkan bukan hanya sekadar pengetatan regulasi atau pemberatan sanksi, tetapi perubahan mendasar dalam cara pandang hidup yang diadopsi oleh negara. Sistem sekuler tidak akan mampu menyelesaikan persoalan moral semacam ini secara menyeluruh.

Islam Solusi Sistemik

Islam menawarkan solusi sistemik untuk masalah perundungan. Dalam Islam, segala bentuk perundungan, baik verbal maupun fisik, haram dilakukan. Bahkan penggunaan benda-benda haram seperti tuak juga dilarang keras. Rasulullah ﷺ bersabda bahwa sesama muslim adalah saudara yang tidak boleh saling menzalimi, menghina, atau merendahkan. Beliau menekankan bahwa jiwa, harta, dan kehormatan seorang muslim adalah haram untuk dilanggar.

Islam juga menanamkan prinsip tanggung jawab pribadi sejak seseorang baligh. Dalam Al-Qur'an Surah Al-Muddatstsir ayat 38, Allah menegaskan bahwa setiap manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas perbuatannya. Hadis Nabi juga menyebutkan bahwa anak-anak yang telah baligh akan mulai dibebani hukum dan tanggung jawab syariat.

Sistem Pendidikan dan Informasi Islam Membentuk Kepribadian Islam

Penerapan sistem pendidikan dalam Islam bertujuan untuk mempersiapkan generasi agar siap menjadi mukallaf, yaitu individu yang bertanggung jawab secara syar’i. Kurikulum pendidikan Islam berlandaskan akidah sebagai fondasi utama. Pendidikan seperti ini tidak hanya menekankan penguasaan ilmu, tetapi juga pembentukan karakter dan akhlak sesuai syariat.

Tanggung jawab pendidikan dalam Islam tidak hanya dibebankan kepada sekolah atau negara, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Orang tua wajib mendidik anak-anak mereka berdasarkan ajaran Islam. Masyarakat pun harus membentuk lingkungan yang mencerminkan nilai-nilai Islam, baik dari segi pemahaman, standar hidup, hingga cara berinteraksi. Negara pun akan memastikan bahwa kurikulum pendidikan yang diterapkan benar-benar bersumber dari syariat Islam dan mencakup semua jenjang pendidikan.

Dengan sistem seperti ini, anak-anak akan tumbuh dalam lingkungan yang membentuk kepribadian Islam. Mereka tahu bahwa perundungan bukan hanya tindakan tercela di mata hukum, tapi juga dosa besar di sisi Allah. Kesadaran ini akan mencegah mereka dari melakukan kekerasan.

Tak hanya sistem pendidikan, sistem informasi juga sangat berperan. Dalam Islam, media akan diarahkan untuk mendidik, bukan merusak. Tayangan yang mengandung kekerasan atau bertentangan dengan nilai Islam akan dicekal. Jika tetap ada yang melakukan perundungan, maka negara akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku yang telah baligh.

Penutup

Dengan adanya sistem sanksi yang kuat, masyarakat akan terlindungi dari kekerasan, dan anak-anak akan tumbuh menjadi generasi yang memiliki kepribadian Islami, berakhlak mulia, dan takut kepada Allah.

Inilah solusi menyeluruh yang ditawarkan Islam, yang hanya bisa terwujud secara paripurna jika Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan dalam naungan negara khilafah. Wallahualam bissawab. []