Nuzululqur'an, Momentum Perubahan


Nuzululqur'an sejatinya adalah momentum perubahan, di mana sudah saatnya untuk menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan.

Oleh. Arda Sya'roni
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Tak terasa Ramadan telah berjalan 23 hari. Separuh perjalanan telah berlalu. Teringat pada hari itu, 17 Ramadan, di saat awal Nabi Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah. Di Gua Hira, tempat Rasullullah bertafakur, datanglah Malaikat Jibril untuk menyampaikan wahyu pertama, QS. Al-'Alaq ayat 1—5, “Bacalah, dengan (menyebut) asma Allah Yang Menciptakan. Yang Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang Mengajarkan (manusia) dengan perantaraan kalam.”

Dikutip dari Metrotvnews.com (16-3-2025) Kementerian Agama menggelar 350 ribu khataman Al-Qur'an pada 16 Ramadan 1446 Hijriah yang dihadiri oleh Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan. Program bertajuk Indonesia Khataman Al-Qur'an di Sulsel ini dipusatkan di Aula Kantor Wilayah Kemenag Sulsel Makassar. Program ini diharapkan mampu menguatkan semangat keislaman dan kebangsaan serta mengajak umat muslim untuk mencintai, memahami, dan meneladani Al-Qur'an. Nuzululqur'an ini diharapkan juga bisa menjadi momentum menguatkan semangat mencintai Al-Qur'an.

Nuzululqur'an, Semangat Mencintai Al-Qur'an

Harapan yang ingin dicapai dari penyelenggaraan acara Nuzululqur'an ini merupakan harapan yang didamba pula oleh seluruh umat. Namun, mengapa setelah acara selesai harapan itu menguap begitu saja, tidak terwujud dalam kehidupan di masyarakat?

Ada pemahaman yang perlu diluruskan di masyarakat bahwa Nuzululqur'an bukanlah sekadar seremonial yang hanya diperingati dengan khataman. Nuzululqur'an sudah semestinya diwujudkan dengan menerapkan Al-Qur'an secara kaffah di dalam kehidupan. Baik itu di ranah individu, masyarakat, bahkan bernegara. Karenanya Nuzululqur'an sebenarnya adalah momentum yang tepat untuk mewujudkan sebuah perubahan. Bukankah perubahan itu terwujud nyata saat Al-Qur'an diturunkan? Hal ini karena Al-Qur'an adalah petunjuk dan cahaya yang mampu mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju cahaya benderang, yaitu Islam.

Turunnya wahyu pertama berupa perintah 'baca' bukan sekadar perintah untuk belajar membaca bagi Rasulullah yang seorang ummi (buta huruf). Namun, perintah yang tersirat adalah tak sekedar membaca, tetapi juga sekaligus memahami, menganalisis, juga perintah berpikir menggunakan akal akan syariat Allah.

Al-Qur'an adalah mujizat Allah untuk Rasulullah, sebuah kitab penyempurna sekaligus penghapus kitab-kitab sebelumnya. Sebagai kitab suci, Al-Qur'an adalah buku petunjuk bagi manusia dalam menapaki kehidupannya. Di dalamnya diatur bagaimana seharusnya hubungan seorang hamba dengan Allah (hablum minallah), dengan manusia lainnya (hablum minannas), juga dengan diri sendiri (hablum minafsi).

Al-Qur'an Dipisahkan dari Kehidupan

Namun, sistem kapitalis yang diterapkan saat ini telah memisahkan agama dari kehidupan. Al-Qur'an hanya sebatas dibaca dan dihafalkan saja. Padahal di dalam Al-Qur'an terdapat syariat-syariat yang dijelaskan secara detail untuk mengatur kehidupan manusia. Al-Qur'an adalah pedoman hidup bagi individu, masyarakat, dan negara. Maka wajar, bila saat ini muncul banyak kemaksiatan dan kerusakan. Hal ini karena aturan Allah, Sang Pencipta dicampakkan dan diganti dengan aturan manusia. Secerdas apa pun, manusia hanyalah makhluk. Sudah pasti Pencipta dan ciptaan akan berbeda sifat. Pencipta niscaya mengetahui dengan benar tentang ciptaan-Nya. Maka, perintah dan larangan yang diberikan niscaya untuk kebaikan manusia sendiri sebagai makhluk ciptaan-Nya.

Sedangkan manusia sebagai makhluk ciptaan, pastilah lemah, bergantung dengan yang lain, dan bersifat terbatas dalam segala hal. Oleh karena itu, aturan yang dihasilkan dari akal manusia pasti memiliki kelemahan dan tidak sesuai dengan fitrah manusia, yaitu memuaskan akal dan menenangkan hati. Apabila aturan yang diterapkan dalam kehidupan bersumber pada akal manusia ini, maka akan berpotensi menimbulkan pertentangan dan berkonsekuensi lahirnya berbagai permasalahan.

Baca juga: Merindukan Sosok Pemimpin sesuai Al-Qur'an

Dalam sistem kapitalis sekularisme ini justru individu yang memegang teguh ajaran Al-Qur'an dan mendakwahkan untuk menerapkannya secara kaffah, malah dianggap radikal dan intoleran. Prinsip kedaulatan di tangan rakyat menjadikan manusia sebagai penentu hukum, berdasar hawa nafsu dan kepentingannya. Akibatnya, yang lahir dari sistem ini justru penguasa zalim yang tunduk pada oligarki dan menjadikan rakyat sebagai korban dari kekuasaannya.

Nuzululqur'an, Saatnya Umat Berubah

Nuzululqur'an sejatinya adalah momentum perubahan, di mana sudah saatnya untuk menerapkan Islam secara kaffah dalam kehidupan. Bila ayat pertama yang diturunkan adalah 'bacalah', maka ayat terakhir yang diturunkan adalah, "Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu." (QS. Al Maidah: 3)

Dengan demikian jelas bahwa hanya Islam, agama yang diridai Allah dan hanya Islam yang sempurna. Tak bisa dibantah bahwa hanya Islam yang layak menjadi rujukan. Akidah Islam sajalah yang wajib mendasari segala aktivitas dalam kehidupan manusia.

Berpegang pada Al-Qur’an sejatinya konsekuensi keimanan yang wajib hadir pada diri setiap muslim. Apalagi jika ingin membangun peradaban manusia yang mulia, Al-Qur’an harus menjadi landasan kehidupan. Umat harus menyadari kewajiban berpegang pada Al-Qur’an secara keseluruhan dan memperjuangan untuk menjadikannya pedoman hidup. Maka dari itu, dibutuhkan dakwah kepada umat yang dilakukan oleh jemaah dakwah ideologis. Hal ini diaruskan untuk membangun kesadaran umat akan kewajiban menerapkan Al-Qur’an dalam kehidupan secara nyata. Baik itu bagi individu, masyarakat, dan negara. Wallahualam bissawab.[]

Rapat Mewah: Inefisiensi Anggaran

Rapat mewah DPR RI yang diadakan secara tertutup di Hotel Fairmont menunjukkan minimnya transparansi, partisipasi publik, juga seolah menentang prinsip efisiensi anggaran yang tengah diterapkan.

Oleh. Siombiwishin
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Komisi I DPR RI menuai banyak komentar menohok dari masyarakat akibat menggelar rapat panitia kerja (panja) membahas revisi UU TNI di Fairmont Hotel. Pasalnya, hotel tersebut merupakan salah satu hotel mewah bintang lima di Jakarta. Masyarakat geram karena kejadian ini berlangsung di tengah keputusan efisiensi anggaran oleh Presiden Prabowo Subianto yang berdampak pada hampir seluruh lini kehidupan. Tidak main-main, anggaran negara yang dipakai untuk membiayai rapat yang kabarnya dihadiri oleh 34 orang tersebut diperkirakan menembus angka ratusan juta rupiah.

Dilansir dari kompas.com, rapat hari pertama revisi UU TNI pada Jumat (14-3-2025) digelar di Ballroom Ground Floor Hotel Fairmont mulai pukul 13.30 WIB. Rapat hari kedua, Sabtu (15-3-2025) di ruang rapat Ruby 3rd Floor Hotel Fairmont sejak pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB. Panja UU TNI terdiri dari 18 anggota Komisi 1 DPR RI dari berbagai fraksi, yakni empat kader PDI-P, tiga kader Golkar dan Gerindra, dua orang dari Nasdem dan PAN, serta PKS, Demokrat dan PAN diwakilkan satu orang. Pemerintah juga memiliki tim panja revisi UU TNI yang terdiri dari 16 orang. Sebanyak empat wakil Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Sekretariat Negara, serta Kementerian Keuangan.

Rapat Mewah Para Pejabat

Diketahui, harga sewa Ballroom Hotel Fairmont dimulai dari kisaran Rp125.000.000 dengan durasi maksimal 12 jam per hari. Sedangkan biaya kamar menginap Rp2.600.000 hingga Rp10.600.000 per malam. Jika dikalkulasikan besar anggaran selama 2 hari untuk sewa ruang rapat mencapai Rp250.000.000. Sementara biaya kamar menginap 34 orang mencapai Rp178.840.000 untuk tipe kamar termurah, sedangkan untuk tipe kamar termahal bisa mencapai Rp726.240.000. Maka total anggaran yang dihabiskan untuk rapat panja selama 2 hari minimal Rp428.840.000 dan maksimal Rp976.240.000.

Miris, alih-alih merasa bersalah dan malu, atau pun menunjukkan empati bagi yang terdampak efisiensi, Ketua Komisi I DPR RI Utut Ardianto malah menanggapi dengan dalih komisinya mengadakan rapat di hotel telah dilakukan sejak dahulu.

Baca juga: Tunjangan Fantastis Rumah Dinas DPR

Rapat mewah DPR RI yang diadakan secara tertutup di Hotel Fairmont menunjukkan minimnya transparansi dan partisipasi publik. Hal ini juga seolah menentang prinsip efisiensi anggaran yang tengah diterapkan oleh pemerintah. Padahal pemotongan anggaran yang difungsikan untuk menghemat belanja negara bahkan harus menyentuh sektor penting. Padahal sebelumnya Presiden Prabowo Subianto telah menegaskan bahwa efisiensi anggaran semestinya tidak mengorbankan rakyat kecil. Namun fakta yang terjadi adalah sebaliknya. Adapun hal-hal yang harus dipangkas menurutnya adalah item-item belanja menyangkut kepentingan para pejabat. Mulai dari tunjangan dan fasilitas jabatan, biaya rapat, pembelian ATK, perjalanan dinas, dll. Namun, di tengah kuatnya mental manja dan rakus para pejabat, serta kebijakan kabinet gemuk yang ditetapkannya, instruksi tersebut seolah hanya menjadi omon-omon.

Tabiat Kepemimpinan Sekuler

Segala yang terjadi saat ini sejatinya makin menegaskan soal buruknya tabiat sistem kepemimpinan sekuler kapitalistik yang dilanggengkan dari rezim ke rezim. Bukannya sibuk mengurus rakyat dan mencari solusi yang solutif untuk menyelesaikan persoalan rakyat, para pejabat malah sibuk mengamankan kursi kekuasaannya sambil menikmati fasilitas elite yang disediakan oleh negara, yang notabene dibiayai oleh rakyat.

Sistem kepemimpinan sekuler kapitalisme yang telah mendarah daging akan melahirkan pejabat-pejabat yang tidak mengenal aturan agama, juga acuh-tak acuh terhadap halal-haram dalam setiap perbuatan. Termasuk perihal amanah dan tanggung jawab besar yang diemban. Di mana amanah tersebut lebih jauh lagi akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.

Sistem kepemimpinan model ini menempatkan negara atau kekuasaan hanya sebagai alat meraih kepentingan, terutama kepentingan oligarki. Kesejahteraan rakyat pun terabaikan dan rakyat seolah dibiarkan bertahan hidup dengan kemampuan sendiri.

Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Bagaikan langit dan bumi, sistem kepemimpinan tersebut berbeda jauh dengan sistem kepemimpinan Islam. Dalam buku yang berjudul Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah jilid 2 karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, seorang mujtahid mutlak abad ini menjelaskan bahwa kepemimpinan dalam pandangan syariat Islam berfungsi sebagai pengurus, pelayan, sekaligus pelindung umat. Beliau juga menjelaskan, penguasa harus memiliki ketakwaan yang tinggi sekaligus sifat lemah lembut yang akan mencegahnya dari berbuat sewenang-wenang dan zalim.

Hal tersebut sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. dalam HR. Abu Dawud, “Pemimpin adalah pelayan rakyat, bukan rakyat yang menjadi pelayan pemimpin.”

Dalam mengemban amanah dan memikul tanggung jawab umumnya, seorang penguasa juga harus memiliki kepribadian Islam yang kuat. Terdapat dua kepribadian yang wajib ada yakni akliah hukmin dan nafsiah haakim. Akliah hukmin adalah akliah negarawan yang paham tugas pemerintahan sekaligus terampil sebagaimana tuntunan Islam. Sementara itu, nafsiah haakim artinya memiliki sifat-sifat pemimpin seperti bijaksana, berwibawa, tulus, adil, berani, dan empati terhadap rakyatnya.

Dengan demikian, para pemimpin yang berkuasa akan semaksimal mungkin dalam mengurus dan melayani rakyat. Para pemimpin juga berusaha sebaik mungkin dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan rakyat dengan memberikan solusi terbaik sesuai tuntunan syariat Islam.

Selain itu, para penguasa akan menjadikan kepentingan dan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas utama dalam membuat suatu kebijakan. Hal ini memastikan semua kebijakannya tidak akan memberatkan rakyat apalagi membiarkan rakyat berjuang sendiri untuk bertahan hidup. Namun, sistem kepemimpinan Islam ini tidak mungkin terwujud dalam sistem yang tegak sekarang. Kepemimpinan ideal seperti ini hanya dapat ditegakkan dalam sistem yang menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Di mana semua aturan yang dibuat bersumber dari wahyu Allah Swt. Wallahualam bissawab.[]

Korupsi Berulang MinyaKita

Kasus korupsi MinyaKita yang terus berulang membuktikan bahwa sistem kapitalisme gagal mengatasi kecurangan para pengusaha yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi.

Oleh. Tami Faid
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Korupsi terus berulang, setelah pertamax dioplos kini minyak goreng MinyaKita dioplos dengan minyak curah dan dikurangi isinya. Sungguh miris sekali seakan tidak ada hukuman bagi koruptor. Koruptor terus merajalela tanpa ada hukuman yang membuat jera.

Melihat kondisi ini, akhirnya pemerintah mengambil langkah dengan menarik minyak goreng MinyaKita dari edaran pasar setelah Satgas Pangan Polri melakukan penyelidikan minyak goreng bermerek MinyaKita dijual di pasaran tidak sesuai takaran. Takaran Minyak goreng MinyaKita yang dioplos seharusnya berisi 1 liter, tetapi berisikan 700—900 ml. (Antaranews.com, 10-3-2025)

Baca juga: Minyakita Menyakiti Hati Rakyat

Adanya korupsi ini, rakyat jadi korban dan menderita. Selain kerugian materi, masyarakat juga akan mengalami kerugian terhadap kesehatan mereka. Minyak goreng yang dioplos dengan minyak curah akan membawa dampak negatif bagi tubuh. Dampak negatif berupa penyakit yang membahayakan tubuh seperti: penyakit jantung, gangguan pencernaan (diare dan penyakit lambung), serta risiko kanker dan hormon. Bagaimana masyarakat bisa sejahtera dan sehat jika minyak goreng dioplos?

Langkah Atasi Kasus MinyaKita

Untuk mengantisipasi terjadi kecurangan dalam pendistribusian minyak goreng MinyaKita, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengambil langkah dengan strategi sebagai berikut:

Pertama, peningkatan pengawasan pendistribusian di lapangan lebih ketat untuk mengatasi permasalahan kecurangan dalam pendistribusian. Bentuk pengawasan tersebut dibagi dua yaitu, memastikan produk yang beredar di pasaran sesuai takaran dan menjamin pasokan barang.

Kedua, menindak tegas bagi produsen yang berbuat curang sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 62 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Pasal Nomor 18 Tahun 2021 Pasal 102, dan Pasal 142 tentang Pangan yang berisi pidana penjara paling lama 5 tahun serta denda paling banyak 2 miliar.

Namun, langkah antisipasi yang diambil pemerintah apakah bisa membuat koruptor jera? Masyarakat untuk saat ini tidak mempercayai hukuman koruptor dengan dipenjara dan didenda bisa membuat jera. Masyarakat ingin koruptor diberi hukuman mati agar membuat jera bagi yang ingin melakukan korupsi. Namun, hukuman mati tidak akan terwujud jika negara menerapkan sistem kapitalisme.

Kapitalisme, Biang Korupsi MinyaKita

Kasus korupsi minyak goreng MinyaKita yang terus berulang membuktikan bahwa sistem kapitalisme gagal dalam mengatasi kecurangan para pengusaha yang ingin mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan pribadi.

Hal di atas juga merupakan bukti bahwa kendali pendistribusian kebutuhan pangan ada di tangan para korporat. Apa lagi dengan menindak tegas hukuman bagi para pelaku koruptor dengan hukuman mati belum mendapat kesamaan sikap di negeri ini.

Hukum di sistem kapitalisme ada di tangan para oligarki yang berduit dan mempunyai kekuasaan. Negara tidak bisa berbuat apa-apa karena dalam sistem kapitalisme, negara hanya sebagai penjamin bisnis bagi kapitalis sehingga negara abai terhadap tanggung jawab sebagai pelayan umat. Beda jika negara menerapkan sistem Islam secara kaffah, negara akan bertanggung jawab penuh atas urusan umat.

Islam Menyelesaikan Persoalan

Dalam sistem Islam, negara sebagai raa'in atau pengurus umat. Negara akan menjamin kebutuhan pangan tiap individu. Pengaturan hajat hidup orang banyak ditetapkan oleh negara. Negara bertanggung jawab penuh terhadap segala persoalan umat dengan berbagai mekanisme sesuai hukum syarak. Seperti persoalan pendistribusian minyak goreng MinyaKita, seharusnya pendistribusiannya tidak boleh diserahkan kepada pihak swasta dan wajib mendapat pengawasan ketat dari pemerintah. Akhirnya, terjadilah kecurangan dalam pendistribusian ke masyarakat.

Dalam Islam, negara menjaga produk pangan. Negara juga akan mengawasi rantai distribusi dan menghilangkan segala penyebab distorsi pasar. Negara mengutus kadi hisbah untuk melakukan inspeksi pasar dalam rangka mencegah terjadinya kecurangan produk pangan di pasar. Jika ditemui ada yang melakukan kecurangan seperti kasus MinyaKita di atas, maka negara akan memberikan sanksi tegas bagi yang mengoplos.

Pelaku bisa dilarang melakukan usaha produksi dan berdagang. Sedangkan bagi pelaku korupsi akan dikenai sanksi takzir. Sebuah hukuman yang memberikan efek jera bagi para pelaku berupa denda, penjara, bahkan sampai hukuman mati sesuai tingkat korupsinya. Serta sanksi penyitaan harta ghulul bisa ditambah dengan denda. Hukum Islam dijalankan orang yang amanah yang tidak mengenal kerabat dekat atau jauh. Semua yang melakukan tindakan kriminal akan dijatuhi hukuman. Orang yang amanah memiliki ketakwaan yang tinggi. Islam mensyariatkan penegakkan hukum Islam secara adil.

Allah berfirman dalam surah Al-Maidah ayat 8 yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu penegak kebenaran karena Allah dan saksi-saksi yang bertindak dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

Demikianlah Islam mampu menjamin keadilan bagi rakyat dan Islam mampu mewujudkan hukuman yang membuat para pelaku yang berbuat curang menjadi jera. Wallahualam bissawab.[]

Produk Dioplos, Rakyat yang Rugi

Kasus semisal produk minyak goreng dioplos dan lainnya dipastikan akan ditindak tegas, bahkan tidak akan terjadi di dalam sistem Islam.

Oleh. Hilma Kholipatul Insaniyah, S.Si.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Setelah Pertamax dioplos dengan pertalite, viral kembali di tengah masyarakat minyak goreng dioplos dengan minyak curah. Selain mengurangi timbangan, harganya pun di atas HET.

Merek minyak goreng Minyakita yang diluncurkan oleh Zulkifli Hasan pada tahun 2022 lalu kini menuai konflik di tengah masyarakat saat ditemukannya dan viral di media sosial merek tersebut tidak sesuai dengan takaran. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman langsung melakukan inspeksi mendadak di pasar Lenteng Agung, Jakarta untuk memeriksa kabar tentang hal ini (Sabtu, 8-3-2025). Diikuti oleh Satgas Pangan Polri yang akhirnya menyita barang bukti. (Tirto.id, 9/3/25)

Minyakita Dioplos

Di tengah menjulangnya angka penjualan Minyakita seolah ini menjadi isu hangat. Bahkan, setelah diluncurkannya pada tahun 2022 dapat menurunkan omset minyak premium satu tahun berikutnya sampai 80%. (kompas.id, 7-2-2023)

Lagi-lagi rakyat hanya bisa menjadi penonton drama yang terjadi di tengah kekuasaan. Saat omset Minyakita melambung, viral di media sosial bahwa merek yang diluncurkan pemerintah pada era Menteri Perdagangan Zulhas yang diproduksi oleh beberapa perusahaan melakukan kecurangan. Selain sunat takaran, harga di atas HET, Minyakita juga dioplos dengan minyak curah.

Praktik kecurangan pada kasus Minyakita ataupun BBM yang terjadi tempo hari membuktikan bahwa pemerintah bersikap defensif terhadap masalah yang terjadi. Defensif dalam artian bahwa pemerintah tidak melakukan secara langsung pengawasan dan penyelidikan di lapangan.

Lain hal yang dilakukan Menteri Pertanian Amran juga akan mencabut izin dan menutup perusahaan tersebut dengan alasan merugikan rakyat. Akibatnya, masyarakat memiliki satu pilihan, beralih penggunaan minyak bersubsidi pada minyak non-subsidi.

Bahkan dalam kasus ini, negara kalah dengan korporasi yang berujung pada drama mencabutan izin sebuah perusahaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan dengan hasil akhir produksi minyak subsidi dicabut. Siapa yang diuntungkan? Produsen minyak premium yang salah satunya berasal dari pebisnis Singapura dan Tionghoa.

Watak Sistem Kapitalisme

Dominasi swasta dalam pengelolaan bahan pokok menjadi ajang bisnis para kapitalis di negeri ini dan rakyat menjadi korbannya. Sementara negara hanya menjadi regulator dan fasilitator. Alih-alih mengurusi masyarakat, negara justru menancapkan cengkeraman kapital atas mereka. Tidak ada lagi raa'in (pengurus), masyarakat dituntut untuk hidup mandiri seolah tak ada naungan yang mengayomi.

Kebijakan negara lebih banyak menguntungkan koorporasi daripada rakyat sendiri. Berbagai mata rantai diserahkan pada asing untuk menguasai negeri. Tidak heran bila masyarakat hanya bisa gigit jari melihat keputusan yang terjadi. Tidak ada lagi kepercayaan yang harus dipertahankan lagi. Sekali lagi, negara benar-benar tidak menjadi pelayan rakyat. Negara seolah menjadi boneka para koorporasi dan kapitalis. Semua ini adalah watak dari negara yang memberlakukan sistem kapitalisme.

Baca juga: Bahaya Kapitalisasi Pangan

Solusi Problematika Kehidupan

Hal ini berbeda jauh dengan Islam yang mengatasi semua problematika kehidupan. Islam sebagai sebuah sistem kehidupan akan melakukan kebijakan benar dalam hal ini.

Pemenuhan hajat masyarakat menjadi tugas pokok negara Islam agar masyarakat bisa terjamin kehidupannya. Dalam hal minyak sebagai kebutuhan pangan masyarakat akan ditasi dengan mudah. Negara dengan sendirinya mengelola sumber daya alam dengan baik, menanam kelapa sawit dengan jumlah yang cukup tentu memperhatikan pula kelestarian lingkungan. Adapun jika ada petani (swasta) yang ingin menanam diperbolehkan dengan aturan tidak boleh mendominasi negara.

Negara juga akan memproduksi, mendistribusikan, serta memantau semuanya agar tidak ada yang yang menimbun, mengurangi takaran, bahkan mengawasi agar tidak ada yang mengoplos minyak karena semua ini adalah bentuk kecurangan. Pemenuhan kebutuhan masyarakat pun adalah tugas dari negara. Ditambah dengan memperhatikan kualitasnya serta menguasai dari hulu ke hilir. Dengan begitu masyarakat tidak akan was-was terhadap kebutuhan mereka karena negara memiliki kadi hisbah yang akan melakukan pengawasan ke produsen, gudang, distributor, pasar, bahkan sampai ke pihak retail.

Selain itu, negara juga dapat membenahi aspek produksi dan distribusi jika terjadi harga yang melambung. Meski demikian, dalam Islam tidak ada penentuan HET. Negara akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku kecurangan dengan ditutupnya dan dicabutnya izin pelaku usaha tersebut. Dari sini dapat dilihat bahwa Islam sebagai sebuah sistem kehidupan akan menyelesaikan problematika kehidupan secara pasti tanpa ada kebingungan lagi. Kasus semisal produk minyak goreng dioplos dan lainnya dipastikan akan ditindak tegas, bahkan tidak akan terjadi di dalam sistem Islam.

Penutup

Terakhir, Khilafah sebagai institusi menengakan kembali syariat Islam maka mendirikan Khilafah adalah fardu kifayah menurut jumhur ulama. Namun, ketika hal itu belum tegak, maka hukumnya wajib bagi kaum muslimin.

Hari ini ketiadaan Khilafah justru menjadikan umat terpuruk. Tentu berdosa atas kita ketika tak ikut andil dalam memperjuangkannya. Oleh karena itu, saatnya kita bersama berdakwah agar risalah Islam bisa tegak di muka bumi dan menjadikan Islam rahmat bagi seluruh alam. Wallahualam bissawab.[]

Burukya Konsep Pembangunan ala Kapitalisme

Banjir bukan sekadar problem teknis, melainkan persoalan sistemis yang berakar pada paradigma pembangunan.

Oleh. Hanny N.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dari jabar.tribunnews.com (9-3-2025), peneliti ahli madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN Yus Budiono menyebut ada empat faktor banjir di wilayah Jabodetabek, yakni penurunan muka tanah, perubahan tata guna lahan, kenaikan muka air laut, dan fenomena cuaca ekstrem. Hasil risetnya menyebut bahwa penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek ialah penurunan muka tanah yang berkontribusi sampai 145 persen terhadap peningkatan risiko banjir.

Banjir kembali melanda berbagai wilayah, merendam pemukiman, merusak infrastruktur, serta menyebabkan penderitaan bagi masyarakat. Fenomena ini bukan sesuatu yang baru, hampir setiap tahun kejadian serupa berulang. Namun, pertanyaannya, mengapa banjir terus terjadi tanpa solusi yang benar-benar tuntas? Apakah ini hanya masalah teknis atau ada akar persoalan yang lebih dalam?

Paradigma Pembangunan ala Kapitalisme

Jika kita melihat secara mendalam, banjir bukan sekadar problem teknis yang dapat diatasi dengan pembangunan saluran drainase atau proyek tanggul raksasa. Ini adalah persoalan sistemis yang berakar pada paradigma kebijakan yang diterapkan dalam pembangunan. Paradigma kapitalisme yang diadopsi oleh negara telah melahirkan kebijakan yang lebih berpihak pada kepentingan ekonomi dan investasi dibandingkan dengan kelestarian lingkungan dan keselamatan rakyat. Selama kebijakan ini masih berlandaskan prinsip keuntungan ekonomi semata, maka bencana seperti banjir akan terus terjadi berulang tanpa penyelesaian hakiki.

Baca juga: Bencana Banjir Melanda, Saatnya Bermuhasabah

Dalam sistem kapitalisme, pembangunan lebih banyak berorientasi pada eksploitasi sumber daya alam demi keuntungan segelintir pihak. Hutan-hutan yang seharusnya menjadi wilayah resapan air justru dialihfungsikan menjadi perkebunan, pertambangan, atau proyek properti yang menguntungkan investor. Kawasan-kawasan hijau di perkotaan semakin berkurang karena pembangunan infrastruktur yang tidak mempertimbangkan keseimbangan ekologi. Bahkan, tata ruang sering kali dikorbankan demi kepentingan bisnis. Akibatnya, saat hujan deras melanda, air tidak dapat terserap dengan baik, lalu mengalir deras ke pemukiman warga, menyebabkan banjir yang merugikan banyak pihak.

Lebih parahnya lagi, pengelolaan sungai dan daerah aliran air sering kali diabaikan. Sampah yang menumpuk di sungai, sedimentasi yang tidak dikelola dengan baik, serta perizinan pembangunan di daerah resapan menjadi faktor yang memperparah situasi. Sayangnya, solusi yang diberikan sering kali hanya sebatas proyek-proyek infrastruktur yang menguntungkan pihak tertentu tanpa menyentuh akar masalah.

Mitigasi Lemah, Rakyat Menderita

Selain kebijakan pembangunan yang abai pada kelestarian lingkungan, mitigasi bencana juga lemah. Pemerintah sering kali hanya bersikap reaktif, baru bergerak setelah bencana terjadi, bukan proaktif dalam mencegahnya. Bantuan darurat memang diberikan saat banjir melanda, tetapi solusi jangka panjang tetap diabaikan. Akibatnya, rakyat selalu menjadi korban dari kebijakan yang tidak berpihak pada kesejahteraan mereka.

Kelemahan mitigasi terlihat dari buruknya sistem drainase di kota-kota besar, kurangnya pemantauan terhadap daerah rawan banjir hingga minimnya edukasi kepada masyarakat mengenai cara mengantisipasi bencana. Jika sistem mitigasi ini tidak diperbaiki, maka bencana akan terus berulang, membuat rakyat hidup dalam ketidakpastian dan penderitaan.

Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Berbeda dengan sistem kapitalisme, Islam memiliki konsep pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan manusia sekaligus menjaga keseimbangan alam. Islam memandang bahwa pembangunan bukan hanya tentang kemajuan ekonomi, tetapi juga bagaimana menciptakan kehidupan yang harmonis antara manusia dan lingkungannya. Oleh karena itu, negara dalam Islam bertanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa pembangunan yang dilakukan tidak merusak lingkungan dan tetap memberikan manfaat bagi masyarakat secara luas.

Dalam Islam, ada beberapa prinsip utama dalam pembangunan yang harus diterapkan:

  1. Pembangunan Berbasis Kelestarian Lingkungan
    Negara wajib menjaga keseimbangan ekosistem dengan memastikan bahwa wilayah resapan air, hutan, dan daerah aliran sungai tetap terjaga. Pembangunan tidak boleh dilakukan di wilayah yang berisiko menyebabkan bencana. Islam melarang segala bentuk tindakan yang dapat merusak lingkungan, seperti eksploitasi sumber daya secara berlebihan tanpa memperhitungkan dampaknya.
  2. Penguasa sebagai Raa’in (Pelindung Rakyat)
    Dalam Islam, pemimpin memiliki tanggung jawab sebagai raa’in (pelindung rakyat). Artinya, penguasa tidak boleh membiarkan rakyatnya hidup dalam kesusahan akibat bencana yang sebenarnya bisa dicegah. Setiap kebijakan pembangunan harus didasarkan pada kepentingan rakyat, bukan pada kepentingan segelintir elite ekonomi. Jika pembangunan dilakukan dengan mempertimbangkan kesejahteraan rakyat, maka bencana seperti banjir bisa dicegah secara sistematis.
  3. Mitigasi Bencana yang Kuat
    Islam mendorong negara untuk memiliki sistem mitigasi yang kuat. Salah satunya adalah dengan memastikan bahwa tata kelola air dilakukan dengan baik, drainase kota berfungsi optimal, serta edukasi kepada masyarakat mengenai kesiapsiagaan terhadap bencana terus dilakukan. Dalam sejarah peradaban Islam, banyak sekali proyek pembangunan yang memperhitungkan mitigasi bencana, seperti sistem irigasi yang canggih, perencanaan kota yang mempertimbangkan aliran air hingga pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
  4. Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Adil
    Dalam Islam, sumber daya alam bukanlah milik individu atau korporasi, tetapi milik umat yang harus dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyat. Oleh karena itu, negara tidak boleh memberikan izin kepada korporasi untuk mengeksploitasi hutan, sungai, atau daerah resapan tanpa memperhatikan dampak ekologisnya. Sebaliknya, negara harus mengelola sumber daya alam dengan bijak agar tidak terjadi kerusakan lingkungan yang berujung pada bencana.

Solusi Hakiki bagi Banjir

Banjir bukanlah bencana alam yang tak bisa dicegah, tetapi akibat dari kesalahan tata kelola yang berulang dalam sistem kapitalisme. Kebijakan yang berorientasi pada keuntungan ekonomi semata telah mengorbankan keseimbangan lingkungan dan keselamatan rakyat. Jika paradigma pembangunan ini tidak diubah, maka banjir akan terus berulang tanpa ada solusi nyata.

Islam menawarkan konsep pembangunan yang lebih berkeadilan, berkelanjutan, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat. Dengan menerapkan sistem Islam secara menyeluruh, negara akan memiliki kebijakan pembangunan yang tidak hanya berfokus pada keuntungan materi. Akan tetapi, kebijakannya pun akan menjaga keseimbangan lingkungan dan mencegah bencana yang merugikan masyarakat.

Saatnya kita berpikir lebih jauh, apakah kita akan terus bertahan dalam sistem yang gagal memberikan perlindungan dari bencana? Ataukah kita mulai mencari solusi yang benar-benar mampu memberikan kehidupan yang lebih aman dan sejahtera? Islam telah memberikan jawabannya, tinggal bagaimana kita sebagai umat mau memperjuangkannya atau tidak. Wallahualam bissawab.[]

Bahaya Kapitalisasi Pangan

Kapitalisasi sektor pangan tidak terelakkan karena negeri ini mengambil sistem ekonomi kapitalis sebagai landasan pengaturan ekonominya.

Oleh. Tari Ummu Hamzah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkap adanya praktik pengurangan takaran minyak dalam kemasan Minyakita. Hasil investigasi dari Kemendag bersama Satgas Pangan Polri, ditemukan bahwa ada tiga korporasi produsen Minyakita yang melakukan praktik kecurangan. Ada PT Artha Eka Global Asia di Depok. Kedua, Koperasi Produsen UMKM Kelompok Terpadu Nusantara di Kudus, Jawa Tengah. Ketiga, PT Tunas Agro Indolestari di Tangerang, Banten. (Tirto.id, 12-03-2025)

Kerugian Kapitalisasi Pangan

Kecurangan ini jelas merugikan rakyat dan menguntungkan para korporasi. Kita tahu bahwa pangan adalah kebutuhan pokok masyarakat. Setiap hari pangan akan menjadi sasaran belanja utama masyarakat. Karena kebutuhan pangan tidak bisa digeser dari daftar belanja masyarakat. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh produsen-produsen nakal. Entah itu mengurangi takaran seperti kasus minyak kita atau ada aktivitas penimbunan barang ketika kebutuhan masyarakat sedang meroket demi mendapatkan keuntungan setinggi-tingginya.

Parahnya lagi sanksi yang diberikan kepada pengusaha hanya berupa teguran tertulis, penarikan produk dari peredaran, penghentian sementara kegiatan usaha, penutupan gudang, denda administratif, hingga pencabutan izin usaha. Dari beberapa kemungkinan sanksi di atas tidak semua sanksi akan diberikan. Ini jelas tidak akan memberikan efek jera bagi pengusaha nakal lainnya. Sekalipun sanksi sudah diberikan, keuntungan berlipat-lipat sudah mereka dapatkan, sementara rakyat tetap dirugikan.

Baca juga: Minyakita Menyakiti Hati Rakyat

Korporasi Kian Perkasa

Urusan pangan seharusnya bisa diatasi secara mandiri oleh pemerintah. Namun, adanya kebijakan pemerintah soal pendirian industri dan korporasi menjadikan pihak swasta bebas "bermain" di negeri ini. Dalam hal ini pemerintah menilai bahwa pihak korporasi juga punya peran penting dalam ketersediaan lapangan kerja serta menjanjikan sumbangan perbaikan lingkungan.

Ditambah lagi para korporasi ini digadang-gadang akan membantu menstabilkan harga dan distribusi pangan di tengah masyarakat. Maka dari itu, pemerintah memberikan karpet hijau bagi korporasi untuk melakukan praktik kapitalisasi bahan pangan.

Kapitalisasi Pangan Sistemis

Bukankan peran-peran di atas itu seharusnya diambil oleh pemerintah? Mengapa korporasi mendominasi pengelolaan pangan sehingga kapitalisasi sektor pangan tidak terelakkan? Jawaban adalah karena pemerintah negeri ini mengambil sistem ekonomi kapitalis sebagai landasan pengaturan ekonomi. Problemnya terjadi secara sistemis.

Dalam sistem ini negara hanya sebagai pihak yang mengatur regulasi saja. Peran pemerintah adalah sebagai pembuat aturan saja, bukan sebagai pemeran utama dalam mengelola, mengatur, serta mendistribusikan pangan. Jika pangan sudah dikuasai segelintir orang, maka ini akan meminimalisasi peran pemerintah dalam mendistribusikan dan mengelola pangan. Jika swasta merajai sektor-sektor vital, maka negeri ini makin erat dalam cengkeraman kapitalisme.

Butuh Solusi Tuntas

Kesalahan mendasar dari sistem kapitalisme adalah memberikan kebebasan kepada manusia untuk bertingkah laku. Salah satu contohnya ketika memberikan kebebasan kepada individu masyarakat atau segelintir orang untuk menguasai hajat hidup orang banyak. Ini ditujukan demi meraup keuntungan pribadi atau kolektif dengan keuntungan yang sebesar-besarnya.

Akibatnya, terjadi persaingan ketat antar korporasi untuk mendominasi sarana kebutuhan masyarakat. Distribusi pangan yang seharusnya bisa merata dan terjangkau ke seluruh masyarakat tidak tercapai. Semua sektor pangan sudah dikuasai korporat. Maka dalam kondisi seperti ini, kita butuh solusi alternatif untuk menggantikan sistem kapitalisme.

Apa solusi alternatif tersebut? Tidak lain dan tidaklah bukan adalah solusi Islam. Sejak zaman penjajahan, negeri ini telah mencoba berbagai sistem pemerintahan. Mulai dari sistem monarki, feodalisme, sosial, hingga kapitalisme saat ini. Namun semua sistem itu gagal dalam menyejahterakan rakyat.

Adapun Islam telah terbukti berhasil melahirkan peradaban maju, di mana rakyatnya sejahtera. Bahkan, tidak pernah ditemui kasus peradaban Islam harus menderita karena sistem pangan. Malah sebaliknya, peradaban Islam berhasil melakukan swasembada pangan sendiri. Kedaulatan pangan ada di tangan pemerintah Islam itu sendiri.

Di sisi lain Islam telah menetapkan politik ekonominya untuk menjamin pemenuhan kebutuhan pokok seluruh individu rakyat. Negara hadir dan menjalankan fungsi politiknya. Pemerintah juga sebagai penanggung jawab semua kebutuhan rakyat. Ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw., "Pemerintah adalah raa’in (pengurus) dan bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya,” (HR. Bukhari)

Bentuk pertanggungjawaban pemerintah dalam mengelola pangan adalah, pertama bertanggung jawab pada aspek produksi untuk memastikan ketersediaan pasokan sesuai kebutuhan. Kedua, mengawasi distribusi pangan agar tidak terjadi berbagai distorsi pasar. Terakhir dengan menjamin kualitas pangan.

Penutup

Ketika negara telah berhasil menjalankan fungsinya, maka pemerintah Islam akan memberikan jaminan ketersediaan pangan bagi seluruh individu rakyat. Terjaminnya pemenuhan kebutuhan pangan secara merata, terus-menerus, dan berkualitas. Fokus pemerintah Islam adalah memastikan distribusi pangan merata dan terjangkau.[]

Pelecehan Seksual di Sarana Pendidikan

Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi berulang menandakan bahwa penyebabnya tidak hanya terletak pada individu, melainkan juga pada sistem yang diterapkan.

Oleh. Titi Raudhatul Jannah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dilansir dari tirto.id (06-03-2025), seorang pengajar PJOK di Sekolah Dasar Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditahan karena melakukan pencabulan terhadap anak didiknya. Korban berjumlah delapan orang dengan usia 8—13 tahun. Pelaku melakukan pencabulan dengan cara mencium pipi dan bibir korban, serta meraba payudara dan kemaluan.

Kasus ini terungkap setelah para korban saling bercerita dan melaporkan kejadian tersebut kepada kepala sekolah. Keluarga korban dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sikka melaporkan kejadian ini ke polisi.

Pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga akan dipecat dari statusnya sebagai pegawai PPPK.

UPTD PPA Sikka melakukan pendampingan, konseling, dan edukasi terkait kasus kekerasan yang dialami oleh korban. Korban juga tetap beraktivitas dan bersekolah seperti biasa.

Isu Serius Pelecehan Seksual

Pelecehan seksual di sarana pendidikan masih menjadi isu yang sangat serius dan memprihatinkan. Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah ini, tetapi pelecehan seksual masih terus terjadi di banyak sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi berulang menandakan bahwa penyebabnya tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan.

Seorang pendidik seharusnya menjadi sosok teladan yang baik bagi generasi muda. Keberadaan pendidik di tengah masyarakat tidak hanya sekadar pengajar ilmu, tetapi pembentuk generasi dengan kepribadian yang baik. Namun, kenyataan yang terjadi menjadi pil pahit yang sering kali kita saksikan sebagian pendidik melakukan tindakan asusila terhadap peserta didiknya.

Berulangnya tindakan pelecehan seksual antara pendidik terhadap siswa menunjukkan
bahwa pengaruh media liberal, lingkungan pergaulan yang tidak baik, dan sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam membentuk karakter mulia dan berakhlak baik.

Dampak Sistem Kapitalisme

Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan membawa dampak buruk bagi sarana pendidikan yang cenderung menekankan kebebasan individu dan HAM. Masyarakat pada akhirnya terbiasa mengabaikan halal dan haram, bahkan menuruti hawa nafsunya dalam beraktivitas.

Oleh karena itu, pelecehan seksual menjadi fenomena. Hal ini menjadi alarm bagi masyarakat bahwa sistem yang diterapkan tidak layak dalam upaya pembentukan kepribadian masyarakat.

Sistem pendidikan yang ada dibangun atas dasar sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, agama hanya boleh mengatur ranah ibadah ritual individu saja, bukan mengatur seluruh aspek kehidupan. Akibatnya, individu yang dihasilkan tidak memiliki kesadaran yang kuat dalam menjaga kehormatan dirinya.

Selain itu, sistem ini menghasilkan media yang liberal, yaitu mengandung pornografi dan pornoaksi. Di mana dua hal ini sangat mudah diakses oleh setiap kalangan. Menayangkan tontonan yang bebas memperlihatkan auratnya dan hawa nafsu menjadi dampak dari kebebasan yang telah meracuni pemikiran masyarakat. Sayangnya, negara harusnya memblokir semua situs yang menjadi pemicu tindakan asusila. Sayangnya, negara justru seolah tak berdaya dalam mengatasi ini. Capaian profit materilah yang menjadi alasannya. Moral generasi bangsa pun dikorbankan dalam hal ini.

Terkait dengan hukum yang diberlakukan di negeri ini tampak tidak memberikan efek jera terlebih pencegah keberulangan kasus. Kasus-kasus pelecehan seksual pun menjadi marak terjadi, tak terkecuali di sarana pendidikan.

Islam Menjadi Solusi

Islam menjadi solusi yang sahih dalam mengatasi problematika kehidupan. Satu di antaranya adalah kasus pelecahan seksual. Syariat Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah ritual saja, melainkan mengatur segala sistem kehidupan. Mulai dari, sistem pendidikan, pergaulan, sanksi, dan lainnya.

Baca juga: Solusi Pelecehan Seksual di Sekolah

Dalam menyolusikan kasus pelecehan seksual khususnya di institusi pendidikan, Islam memiliki mekanisme sebagai berikut:

Pertama, sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam menjadi fokus utama pembelajaran pada amal perbuatan, bukan terbatas pada aspek teori. Islam dipelajari untuk dipahami dan diterapkan, bukan sekadar nilai akademis. Bentuk ketaatan pada aturan Islam semata-mata bukan karena takut terhadap sanksi, akan tetapi karena taatnya pada aturan Sang Pencipta.

Kedua, Islam pun memiliki panduan terkait sistem pergaulan. Islam menetapkan beberapa aturan tertentu berupa perintah dan larangan terkait hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan.

Dikutip dari kitab Nizamu al Ijtima'i fi al Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, panduan Islam terkait sistem pergaulan adalah:

  1. Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangannya. Pandangan ini menjadi awal mula pelecehan seksual itu terjadi. Dengan perintah menundukkan pandangan, maka pintu menuju zina akan tertutup.
  2. Islam melarang khalwat (berduaan) antara laki-laki dan perempuan.
  3. Perempuan diwajibkan menutup aurat secara sempurna yaitu berupa jilbab dan kerudung.
  4. Kehidupan jemaah laki-laki dan perempuan diatur terpisah dalam pandangan Islam.

Dengan aturan sistem pergaulan Islam yang rinci akan membuat individu dan masyarakat terhindar dari perbuatan maksiat dan terjaga kesuciannya. Aturan Islam tidak hanya disampaikan sebagai bahan ajar di sekolah, akan tetapi diterapkan secara praktis oleh negara.

Ketiga, sistem sanksi. Terhadap kasus pelecehan seksual ini akan diberlakukan sistem sanksi yang tegas. Berupa dicambuk sebanyak seratus kali bagi pelaku zina yang belum menikah, baik itu laki-laki dan perempuan. Sedangkan pelaku zina yang sudah menikah akan dirajam sampai mati. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 2 yang artinya, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah."

Penerapan sistem sanksi tersebut akan memberikan efek jera juga sebagai penebus dosa atas maksiat yang telah dilakukan. Sistem hukum Islam memiliki dua fungsi yaitu, sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah). Jawabir atas dosa pelanggaran yang dilakukan pelaku. Adapun zawajir (pencegah), yaitu mencegah agar tidak ada orang lain yang melakukan perbuatan yang serupa.[]

Solusi Pelecehan Seksual di Sekolah

Diterapkannya sistem hidup kapitalisme liberalisme menjadi biang kerok kerusakan yang terjadi, termasuk pelecehan di sekolah.

Oleh. Verawati, S.Pd.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Sepertinya pemberitaan mengenai kasus pelecehan seksual di lingkungan sekolah tidak pernah surut. Seperti bergiliran saja antara satu tempat dengan tempat lainnya. Tidak hanya di kota-kota besar, tetapi juga di desa dan pelosok. Mulai dari sekolah tingkat dasar (SD) hingga perguruan tinggi. Pelakunya adalah pendidik atau dosen dan murid sebagai korban.

Seperti baru-baru ini kasus pelecehan di lingkungan sekolah kembali terjadi. Seorang pendidik PJOK mencabuli 8 anak muridnya. Dilansir media tirto.id (06-03-2025), seorang pendidik Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) di sebuah sekolah dasar di Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tega melakukan perbuatan keji mencabuli delapan pelajar yang menjadi anak didiknya. Aksi bejat pendidik olahraga ini diketahui telah berlangsung sejak korban berada di kelas 1 SD. Korban berjumlah delapan dengan usia 8—13 tahun.

Menambah Daftar Kasus Pelecehan

Kasus ini menambah panjang daftar pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Hal ini tentu menambah buruk citra pendidikan di negeri ini dan kekhawatiran orang tua. Padahal sudah semestinya sekolah menjadi tempat aman dalam menimba ilmu serta menyiapkan generasi penerus bangsa dan pendidik sebagai sosok teladan.

Namun, justru saat ini banyak terjadi kekerasan dan pelecehan yang menghancurkan masa depan anak bangsa. Kenapa hal ini bisa terjadi dan apa solusi tuntasnya?

Fenomena Gunung Es Kasus Pelecehan

Ibarat gunung es yang hanya terlihat kecil di permukaan. Padahal sejatinya besar di bawah lautan. Demikian juga kasus pelecehan seksual di lingkungan sekolah. Hal ini bisa kita lihat data kasus yang terjadi di sepanjang tahun 2024 lalu. Dilansir oleh tempo.co (11-08-2024), FSGI mencatat sepanjang 2024 ada 101 korban kekerasan seksual dari delapan kasus di lembaga pendidikan. Angka itu terhitung dari awal tahun sampai menjelang perayaan HUT RI ke-79 ini.

Dari data di atas artinya kalau dirata-rata hampir setiap bulannya terjadi satu kasus. Praktisi pendidikan Bertholomeus Jawa Bhaga mengatakan, berdasarkan fenomena yang sering terjadi, tampak bahwa ada semacam hegemoni dan sikap superior pendidik. Mereka akan mengancam dengan tidak memberikan nilai pada anak didik (tirto.id, 06-03-2025). Bisa jadi ini adalah salah satu faktor. Tapi masih banyak faktor-faktor yang mendorong terjadinya pelecehan tersebut.

Faktor-Faktor Terjadinya Pelecehan Seksual

Pertama, secara individu lemah ketakwaannya. Takwa di sini adalah yakin bahwa perbuatannya akan dilihat oleh Allah Swt. dan takut akan siksaan. Meski tidak ada manusia lain yang akan mengetahuinya, tetapi dirinya tidak akan melakukannya. Dia pun akan berusaha untuk tidak berperilaku yang akan menjerumuskan pada pelecehan tersebut. Seperti, dia akan menjauhi tontonan pornografi, menjauhi teman atau lingkungan yang kotor, dan lain sebagainya.

Baca juga: Kejahatan pada Anak Akibat Pornografi

Namun, hari ini untuk mewujudkan adanya takwa sangat sulit. Sebab pelajaran agama yang diberikan di sekolah sangat sedikit porsinya. Sedangkan godaan dan informasi yang mengajak pada kemaksiatan begitu banyak. Media sosial yang marak hari ini memudahkan berbagai aktivitas kejahatan termasuk pelecehan. Akhirnya terciptalah individu-individu yang lemah dan menuruti nafsu syahwat.

Kedua, faktor lingkungan dan pendidikan yang liberal. Hari ini, kian hari lingkungan makin liberal. Baik di masyarakat umum maupun di sekolah. Hal ini ditandai semakin banyaknya norma agama yang ditinggalkan, kebebasan berperilaku dibiarkan, dan hilangnya kepedulian atau cuek satu sama lainnya.

Ketiga, peran negara. Di antara tugas negara adalah menyediakan berbagai fasilitas yang menghantarkan tercapainya out put pendidikan yang berkualitas. Dengan menyediakan kurikulum yang baik, fasilitas yang memadai, dan termasuk menyediakan pendidik yang cukup dan berkualitas. Sebagai upaya mewujudkan keamanan, bisa saja pendidik perempuan mengajar khusus murid perempuan dan pengajar laki-laki mengajar pada siswa laki-laki saja. Lebih dari itu, negara memberikan gaji yang tinggi.

Namun, nyatanya hari ini kondisinya tidak demikian. Pemerintah bahkan memotong anggaran untuk pendidikan. Kurikulum yang diterapkan juga bersifat liberal dan hanya fokus pada penyiapan lulusan yang siap kerja saja. Sedangkan aspek kepribadian dan agama tidak banyak diperhatikan. Demikian juga dengan nasib pendidik, banyak dari mereka yang gajinya sangat kecil jauh dari cukup. Jangankan untuk menikah, untuk menghidupi dirinya sendiri saja tidak cukup.

Kapitalisme Liberal Adalah Biang Kerok

Faktor-faktor di atas bukan faktor utama dari permasalahan pelecehan seksual di sekolah. Itu hanya efek dari diterapkannya sistem hidup kapitalisme liberalisme. Inilah biang kerok kerusakan yang terjadi termasuk pelecehan di sekolah. Dalam sistem hidup ini, agama dipisahkan dari kehidupan. Adapun kehidupan diatur oleh manusia. Kondisi ini melahirkan individu yang jauh dari takwa, masyarakat cuek, dan penguasa atau negara yang abai.

Kapitalismelah yang melegalkan adanya peredaran situs porno, pergaulan bebas, dan lain sebagainya. Sebab menurut pandangan kapitalisme, semua itu menguntungkan dan menghasilkan cuan yang banyak. Tak peduli kerusakan yang diakibatkannya.

Negara yang sekuler tidak lagi memperhatikan bagaimana dengan masalah ketakwaan, sikap cueknya masyarakat, dan juga bagaimana pencegahan yang komprehensif terhadap tindak kejahatan di masyarakat termasuk pelecehan seksual di sekolah. Kapasitas negara hari ini hanya sebagai regulator semata yang sering kali menguntungkan pihak kapitalis. Adapun rakyat hanya jadi korban.

Kapitalisme membuat orang hanya mengejar pemenuhan nafsu syahwat semata dengan menghilangkan halal dan haram dalam berbagai aspek kehidupan. Selama ada keuntungan maka akan dilakukannya. Seperti halnya film-film porno, peredaran narkoba, dan juga adanya tempat hiburan. Meski sudah jelas banyak mudaratnya, tetapi tetap saja ada, bahkan dilegalkan.

Islam Solusi Tuntas

Dalam sistem Islam, ada tiga pilar yang mengukuhkan dan menjadi solusi terhadap berbagai masalah, termasuk kekerasan seksual di sekolah.

Ketakwaan Individu

Ketakwaan akan menjaga individu dari berbagai perbuatan yang melanggar hukum meski hanya seorang diri. Dia yakin bahwa Allah selalu melihat dan memperhatikan setiap perbuatannya, serta akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.

Individu yang bertakwa akan menjaga diri dari hal-hal yang mengantarkan pada kemaksiatan. Menjauhi situs porno, menjaga pergaulan dengan lawan jenis, menjaga mata dan hatinya adalah hal-hal yang akan dilakukannya. Kemudian dirinya akan terus menambah keimanan dan ketakwaan dan beramal saleh. Dengan ketakwaan ini, akan mampu mengantarkan pada sosok pendidik teladan. Menjadi pendidik dalam pandangan Islam adalah sosok mulia dan amal yang tidak terputus-putus pahalanya.

Kontrol Masyarakat

Dalam masyarakat Islam, saling menjaga dan mengingatkan adalah sebuah kewajiban. Peduli terhadap sesama merupakan bagian dari wujud ketakwaan dan kasih sayang sesama. Jika ada yang melanggar hukum atau akan berbuat maksiat, maka akan segera diingatkan. Masyarakat pun akan saling memperhatikan satu sama lainnya, termasuk dalam lingkungan sekolah. Bahkan, dalam sekolah tingkat atas, akan ada seorang kadi yang mengawasi tindak kejahatan dan perselisihan.

Peran Negara

Negara dalam sistem Islam berfungsi sebagai pelaksana berbagai pelayanan umat. Negara akan memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjauhkan rakyat dari hal-hal yang membahayakan.

Dalam pencegahan pelecehan seksual, negara akan menerapkan kurikulum yang berbasis akidah. Langkah ini diambil dengan tujuan untuk menghasilkan lulusan yang berkepribadian Islam sekaligus menguasai sains dan teknologi. Menciptakan pendidik yang berkualitas adalah satu di antaranya.

Negara juga akan menyiapkan pengajar dan fasilitas sekolah yang terbaik serta mencukupi, juga memberikan gaji yang tinggi. Para pendidik dalam hal ini bisa hidup dengan tenang bersama istri dan anak-anaknya. Kalau pun tidak cukup dengan satu istri, Islam membolehkan untuk menambah lagi hingga empat.

Selain itu, negara akan melarang film-film porno dan tayangan lainnya yang merusak akal. Begitupun dengan narkoba, tidak akan diberi akses sedikit pun untuk beredar. Dalam masalah pergaulan, tidak diperbolehkan pengajar laki-laki berikhtilat (berduaan) dengan murid perempuan. Murid-murid diwajibkan menutup auratnya secara sempurna. Dengan semua langkah ini niscaya kasus pelecehan seksual akan dapat dihindari. Jika pun tetap terjadi, negara akan memberi sanksi yang tegas kepada pelakunya.

Penutup

Demikian Islam memiliki solusi atas maraknya pelecehan seksual di sekolah. Mustahil penyelesaian ini bisa diterapkan pada sistem kapitalisme saat ini. Satu-satunya jalan keluar yang menyelesaikan dan menenteramkan adalah dengan menerapkan sistem hidup yang berasal dari Allah Swt. secara kaffah. Wallahualam bissawab.[]

Sekularisme Kapitalisme Pemicu Megakorupsi Sistemis

Penerapan sistem kapitalisme sekuler di setiap lini telah merusak tatanan kehidupan, satu di antaranya bermunculannya kasus-kasus megakorupsi.

Oleh. Rini
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Publik baru-baru ini dikejutkan dengan hasil rilis potensi kerugian negara dari kasus korupsi Pertamina mencapai Rp193,7triliun per tahun oleh Kejaksaaan Agung. Bahkan, megakorupsi yang berpotensi merugikan negara ini telah berlangsung selama lima tahun, terhitung dari tahun 2018—2023 ditaksir berkisar mencapai Rp968,5 triliun.

Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar, kerugian diperoleh dari lima sumber. Di antaranya, ekspor minyak mentah, impor minyak mentah melalui broker, impor BBM melalui broker, kompensasi BBM, dan subsidi BBM. (detikNews.com, 5-03-2025)

Mafia Megakorupsi

Susah dibayangkan memang, uang sebanyak itu masuk kantong pribadi para pejabat Pertamina dan mitra bisnisnya. Kenyataan kasus megakorupsi ini menyadarkan bahwa kasus korupsi yang selalu terulang dan dilakukan secara berjamaah menjadi tradisi turun-temurun (pemain lama dan kader) juga tersistem.

Baca juga: Korupsi Pertamina, Rakyat Tertipu Negara Kecolongan

Kesalahan dari tata kelola minyak dan produk kilang di PT Pertamina ini setidaknya telah menyeret beberapa pihak yang terlibat. Di antara yang terlibat dalam kasus megakorupsi adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Direktur Feedstock and Product Optimation PT Kilang Petamina Internasional, juga beberapa Dirut dan Komisaris perusahaan swasta.

Harapan Rakyat

Butuh keseriusan dari pemerintah dalam menyingkap kasus megakorupsi ini mengingat besarnya kerugian yang harus ditanggung oleh negara. Kerugian negara ini tentu sangat berpengaruh terhadap pemenuhan jaminan kesejahteran rakyat. Terutama dalam memenuhi kebutuhan pokok hidup yang semakin sulit. Akibat hilang dan terbatasnya lapangan pekerjaan, harga kebutuhan pokok semakin mahal, biaya pendidikan dan kesehatan pun tak terjangkau.

Begitu pula keadilan yang sudah lama terjerabut di ranah kehidupan. Banyaknya kasus yang menguap tanpa kejelasan sanksi, hukum yang tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah adalah beberapa persoalan yang sejatinya membutuhkan pemecahan yang fundamental.

Dibutuhkan keberanian yang luar biasa bagi negara atau pejabat peradilan dalam mengungkap aktor utama kasus ini. Disinyalir yang tertangkap dan terbaca di tengah masyarakat masih pemeran pembantu/lapangan saja. Para koruptor ini telah bermufakat atas kerusakan negeri ini dari hilir hingga hulu dalam tata kelola migas.

Akar Masalah Megakorupsi

Kasus megakorupsi di PT Pertama bukanlah satu-satunya yang terjadi di Indonesia. Tentu kita belum lupa banyaknya kasus serupa seperti proyek-proyek pembangunan strategis negara, PT Timah, BLBI, kasus pagar laut, dll.

Penerapan sistem kapitalisme sekuler di setiap lini telah merusak tatanan kehidupan, satu di antaranya bermunculannya kasus-kasus megakorupsi. Sistem ini telah membuka peluang kebebasan untuk memperoleh harta kekayaan. Asas kebebasan yang sedang dijalankan menjadi celah dan jalan yang mudah bagi para mafia migas dan pejabat rakus.

Sistem politik demokrasi yang berbiaya besar bagi siapa saja yang menginginkan tampuk kepemimpinan bukan rahasia lagi selalu didukung penuh dari proses pencalonan hingga mendapatkan singgasana kekuasaan ada para kapital di belakangnya. Para kapitalis yang mempunyai banyak kepentingan terselubung merampok kekayaan alam yang sejatinya milik umum.

Munculnya pemimpin berwatak buruk, tidak amanah, kurang empati, dan mudah melakukan penyelewengan terhadap kekuasaan tidak bisa dihindari. Lemahnya iman dan sedikitnya pemahaman tentang Islam telah mendorong para pejabat melakukan tindakan yang berpotensi merugikan negara.

Mindsed sekuler pun telah berkembang di masyarakat tidak terkecuali individu penjabat sebagai bagian dari masyarakat itu sendiri. Kebahagiaan mereka hanya berorientasi pada perolehan materi sebanyak-banyaknya tanpa memedulikan halal-haram. Sistem peradilan tidak mampu memberikan sanksi yang menjerakan bagi para pelaku koruptor sehingga kasus ini selalu berulang tidak kunjung hilang.

Semua ini juga tidak bisa dilepaskan dari produk sistem pendidikan. Pendidikan yang mencetak dan membentuk karakter sekuler, menjauhkan agama dari kehidupan telah nyata menghancurkan tiga pilar negara yang seharusnya bahu-membahu dalam melakukan perbaikan, yaitu individu yang beriman dan bertakwa, masyarakat sebagai kontrol sosial, dan negara sebagai pelayan yang melayani dan menjamin kesejahteraan dan menghadirkan keadilan bagi rakyat.

Solusi Islam atas Megakorupsi

Harapan rakyat terhadap pemberantasan kasus korupsi sejatinya akan bisa terwujud ketika syariat Islam dijalankan secara menyeluruh. Keseriusan negara Islam (Khilafah) akan mampu menutup celah tindak korupsi. Karena syariat Islam diturunkan oleh Allah melalui risalah nabi-Nya yang mulia, Muhammad saw.

Penerapan sistem Islam akan mengembalikan tegaknya pilar-pilar negara, yaitu:

Pertama, individu-individu yang beriman dan bertakwa akan lahir dari sistem pendidikan yang dijalankan. Tujuan pendidikan Islam adalah membentuk pribadi individu yang menjadi bagian masyarakat mempunyai kepribadian Islam, baik pola pikir dan pola sikap berlandaskan Islam saja.

Kedua, ilmu agama mempunyai kedudukan yang sangat penting dan sangat diperhatikan. Fokus pendidikan dilakukan dengan menguatkan akidah. Akidah inilah yang dapat membentuk generasi penuh kesadaran atas keberadaan dirinya sebagai hamba. Juga mewujudkan generasi yang memahami konsekuensi dari keimanan di setiap aktivitasnya. Paham konsekuensi bahwa di akhirat kelak dirinya akan diminta pertanggungjawaban. Sebaliknya,tidak menjadikan individu dengan orientasi pada pencapaian materi semata. Artinya tidak disibukkan dengan hal untuk memperkaya diri sendiri atau golongan.

Ketiga, Hasil pendidikan yang berlandaskan akidah akan mendorong individu lebih banyak mengontribusikan ilmunya untuk kemaslahatan umat manusia dan perbaikan dunia. Mereka akan lebih kreatif dan inovatif dalam kontruksi teknologi, dan tentu saja memiliki jiwa kepemimpinan. Semua itu sebagai perwujudan Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin. Oleh karena itu, kepemimpinan dan kekuasaan dalam Islam adalah bentuk amanah yang akan diminta pertanggungjawabannya di dunia terlebih di akhirat.

Keempat, sistem ekonomi Islam yang mengatur kepemilikan harta (individu, umum, negara) akan menjamin kesejahteraan individu per individu masyarakat. Jaminan hakiki dikarenakan terwujudnya kejelasan perolehan dan pendistribusian harta. Sistem Islam tidak mengenal kebebasan kepemilikan harta yang menjadikan kekayaan hanya bisa dimiliki segelintir orang kaya saja atau para kapitalis. Di mana hal ini mengakibatkan kesenjangan kehidupan terbuka lebar.

Kelima, sistem peradilan Islam pun sangat unik karena tidak hanya memunculkan rasa jera, tetapi juga sebagai penebus dosa di akhirat. Mulai dari hukum potong tangan, denda hingga hukum mati bagi pelaku koruptor atau pencuri.

Khatimah

Untuk itu, kehadiran sebuah institusi negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah sangat penting dan mendesak. Kehadiran negara (Khilafah) itu membutuhkan perjuangan bersama atau kolektif. Keberadaan kelompok dakwah yang peduli dan serius akan perbaikan negeri dengan metode dakwah rasulullah tanpa menyimpang sedikit pun adalah kebutuhan bagi umat saat ini.

Dengan demikian, umat akan tercerahkan, terpahamkan dengan syariat Islam secara menyeluruh sehingga taraf berpikir umat pun akan menjadi tinggi dan mulia. Dengan mekanisme ini maka kasus korupsi akan bisa dihentikan serta tertutupnya celah tindak korupsi. Wallahualam bissawab.[]

Membuka Pintu Keberkahan Ramadan

Ramadan bulan perjuangan untuk semakin teguh membela kebenaran dan berkontribusi dalam menegakkan Islam secara kaffah.

Oleh. Dhini Sri Widia Mulyani
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Tidak ada ungkapan yang lebih indah bagi seorang muslim selain mengucapkan syukur kepada Allah Swt. yang telah memberikan kesempatan berharga untuk bertemu kembali dengan bulan Ramadan. Satu bulan yang penuh kemuliaan.

Puasa Jalan Meraih Takwa

Bulan Ramadan hadir dengan keistimewaan yang lebih dari bulan lainnya. Di bulan Ramadan ini kaum muslim diwajibkan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Sebagaimana yang Allah Swt. firmankan dalam Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 183:

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa, sebagaimana puasa itu telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian, agar kalian bertakwa."

Ketakwaan yang lahir dari pelaksanaan ibadah puasa di bulan Ramadan merupakan derajat mulia dan istimewa di sisi Allah Swt. Takwa menjadi bekal terbaik bagi seorang muslim dalam menjalani kehidupan di dunia serta menjadi jaminan keselamatan di akhirat. Pandangan ini selaras dengan firman Allah Swt. yang menegaskan pentingnya ketakwaan sebagai pedoman utama bagi setiap hamba-Nya.

Baca juga: Ramadan Ramah di Kantong, Why Not?

Imam Ibnu Al-Arabi dalam Kitab Ahkam Al-Qur'an menjelaskan makna mendalam dari frasa la'allakum tattaqun (agar kalian bertakwa) dengan tiga penjelasan:

Ramadan Madrasah Ruhaniah

Seorang mukmin yang mencapai derajat takwa memiliki kesadaran kuat untuk menjauhi segala bentuk perbuatan dan ucapan yang diharamkan oleh Allah Swt. Ramadan menjadi madrasah ruhaniah, tempat seorang muslim menempa dirinya agar senantiasa hidup dalam ketaatan dan menjauhi larangan-Nya. Ketakwaan sejati bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi membentuk karakter yang selaras dengan nilai-nilai Islam. Dengan ketakwaan juga dapat tercipta kesadaran diri untuk selalu berjalan meraih rida Allah, baik dalam ucapan maupun perbuatan.

Puasa Mengendalikan Syahwat

Tujuan ibadah puasa bukanlah untuk melemahkan fisik, melainkan mengendalikan dan melemahkan syahwat yang mendorong manusia terjerumus dalam perbuatan tercela. Dengan melemahnya syahwat, kecenderungan seorang mukmin untuk bertakwa semakin kuat. Ketika ketakwaan mengakar, seorang muslim terdorong untuk berbuat ihsan, yakni beribadah kepada Allah Swt. dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan. Ia tidak hanya menjalankan perintah Allah, tetapi melakukannya dengan cinta dan penghayatan yang mendalam.

Menyaring dari Pengaruh Buruk

Seorang mukmin akan mencapai ketakwaan sebagai buah dari ibadah puasa Ramadan akan menjaga dirinya dari perilaku meniru kebiasaan kaum kafir. Puasa bukan sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjadi sarana pembentukan loyalitas sejati kepada Allah Swt., Rasul-Nya, dan kaum mukmin. Loyalitas ini menguatkan prinsip dalam diri seorang muslim sehingga mampu menyaring dan memilah pengaruh dari luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam menjelaskan makna takwa, Imam Ath-Thabari saat menafsirkan QS. Al-Baqarah ayat 183 mengutip pernyataan Imam Al-Hasan. Beliau menyampaikan bahwa orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang senantiasa merasa takut terhadap segala hal yang telah Allah haramkan serta berusaha menjalankan segala perintah-Nya dengan penuh ketaatan. (Ath-Thabari, Jami’ al-Bayan li Ta’wil al-Qur’an, I/232-233)

Ramadan Bulan Kemuliaan

Ramadan merupakan bulan penuh kemuliaan. Allah Swt. melimpahkan begitu banyak kebaikan dan keberkahan bagi hamba-Nya. Berbagai keutamaan terdapat dalam bulan suci ini.

Ramadan Karunia Besar

Ramadan adalah karunia besar bagi mereka yang berpuasa, termasuk pembukaan pintu-pintu surga serta penutupan pintu-pintu neraka. Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh telah datang Bulan Ramadan. Bulan yang diberkahi. Allah telah mewajibkan atas kalian puasa di dalamnya. Pada Bulan Ramadan pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan-setan dibelenggu." (HR. Ahmad)

Al-Qur'an Pedoman Hidup

Bulan Ramadan adalah momen diturunkannya Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat manusia. Al-Qur'an membimbing mereka menuju jalan kebenaran dan keselamatan. Tanpa petunjuk ini, manusia akan terjerumus dalam kegelapan yang membawa kepada kehancuran.

Ramadan Momen Pelipatgandaan Pahala

Di bulan Ramadan amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya. Hal ini menjadi dorongan bagi kaum muslim untuk menjadikan bulan suci ini sebagai momentum emas dalam meningkatkan ketaatan kepada Allah Swt. Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya untuk memperbanyak ibadah agar keberkahan Ramadan benar-benar dapat diraih. Ini bisa diwujudkan dengan memperbanyak salat, membaca serta memahami Al-Qur’an, zikir, dan memanjatkan doa kepada Allah Swt.

Selain ibadah pribadi, Ramadan juga menjadi momen terbaik untuk menggiatkan amal saleh yang berdimensi sosial. Di antaranya bersedekah kepada kaum duafa, memberikan makanan berbuka puasa bagi fakir miskin, mempererat ukhuwah islamiah, berdakwah, serta menjalankan amar makruf nahi mungkar.

Tak hanya itu, bulan suci ini juga menjadi kesempatan untuk memperbanyak silaturahmi dan menebarkan kebaikan dalam berbagai bentuk. Keberkahan Ramadan dapat dirasakan tidak hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi sesama.

Lailatulqadar, Keistimewaan Ramadan

Salah satu keistimewaan terbesar di bulan Ramadan adalah keberadaan Lailatulqadar, malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Seorang muslim hendaknya bersemangat dalam meningkatkan ibadah agar dapat meraih keutamaannya, terutama pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan.

Dalam firman-Nya Allah menjelaskan bahwa Al-Qur'an turun pada malam Lailatulqadar. Hal ini sesuai dengan firman-Nya, "Sungguh Kami telah menurunkan Al-Qur'an pada saat Lailatulqadar. Tahukah engkau, apakah Lailatulqadar itu? Lailatulqadar itu lebih baik dari seribu bulan." (TQS. Al-Qadar [97]: 1-3)

Wasilah Penghapus Dosa

Kelima, bulan Ramadan juga menjadi wasilah penghapusan dosa serta perisai dari azab neraka. Namun, hal ini hanya dapat diraih apabila ibadah puasa dijalankan dengan penuh keikhlasan dan sesuai tuntunan syariat.

Perbanyak Amal di Bulan Ramadan

Oleh karena itu, kita harus mensyukuri kehadiran bulan istimewa ini dengan memperbanyak amal saleh. Tidak hanya ibadah individual seperti salat, tilawah Al-Qur’an, zikir, dan doa saja. Namun juga ibadah ghairu mahdhah dengan meningkatkan kepedulian sosial serta berkontribusi dalam dakwah dan amar makruf nahi mungkar.

Lebih dari sekadar rutinitas ibadah, Ramadan menjadi momentum perubahan diri agar lebih istikamah dalam ketakwaan hingga akhir hayat. Ramadan juga mengingatkan kita untuk terus berjuang dalam menegakkan kebenaran, menolak segala bentuk kezaliman, termasuk kezaliman penguasa yang bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.

Maka dari itu, mari jadikan Ramadan sebagai bulan perjuangan untuk semakin teguh dalam membela kebenaran dan berkontribusi dalam menegakkan Islam secara kaffah. Dengan begitu, kita berharap dapat meraih keberkahan secara sempurna dan menjadi bagian dari orang-orang yang mendapatkan rahmat serta rida Allah Swt. Wallahualam bissawab.[]

Ambil Peran Perubahan VS #KaburAjaDulu

Apakah dengan #KaburAjaDulu keluar negeri akan mendapatkan solusi tuntas, sementara bumi yang dipijak masih menggunakan sistem kapitalisme?

Oleh. Tari Ummu Hamzah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Tagar #KaburAjaDulu viral di sejumlah media sosial, bahkan sempat menjadi topik tren unggahan di Indonesia dalam media sosial X. Jika kita mencari kata kunci tagar tersebut di fitur pencari X, Anda akan menemukan beragam unggahan tentang ajakan pindah ke negara lain. Entah dalam bentuk beasiswa pendidikan, lowongan pekerjaan, dan hal lainnya. (Cnnindonesia.com, 07-02-2025 )

Makna di Balik #KaburAjaDulu

Bukan tanpa sebab jika tagar #KaburAjaDulu mencuat di media sosial. Karena masyarakat Indonesia sudah jengah dengan kondisi negeri ini. Di mana jika kita bandingkan soal kesejahteraan antara masyarakat di luar negeri dengan masyarakat kita, jelas masih jauh. Dari sisi penghasilan saja, upah minimum pekerja di luar negeri sudah mampu menyejahterakan rakyatnya.

Di sisi lain, para pekerja profesi lebih dihargai di sana daripada di Indonesia. Mereka bisa mengumpulkan kekayaan dengan bekerja sebagai tenaga profesi, contoh pendidik. Rata-rata para pendidik di Eropa mendapatkan gaji per tahunnya bisa mencapai angka satu miliar rupiah. Itu bagi mereka yang masih awal dan minim pengalaman. (Detikedu.com, 02-05-2024)

Ya, memang pajak di sana sangat tinggi, tetapi masyarakatnya bisa merasakan hasil dari pajak yang mereka setorkan. Misalnya dalam hal pendidikan, kesehatan, pangan, keamanan, masa pensiun, semua dijamin oleh negara. Meskipun sama-sama menerapkan sistem kapitalisme, regulasi di negara-negara maju itu mampu meminimalisasi adanya korupsi, pungutan liar, dan praktik suap. Masyarakatnya lebih terdidik dalam hal mengatur keuangan. Adapun pejabatnya adalah orang-orang yang mampu di bidangnya.

Baca juga: Tren #KaburAjaDulu, Antara Kekecewaan dan Cita-cita

Di balik itu, kita tidak bisa memungkiri kalau negara-negara maju yang menerapkan sistem kapitalisme juga mempunyai polemik mereka sendiri. Baik itu dari sisi moral dan sosial masyarakat, kejahatan dengan senjata api, legalisasi obat-obatan terlarang, dll.

#KaburAjaDulu Indikasi Gagalnya Negara

Banyaknya polemik multidimensi di negeri ini membuat rakyat makin tidak percaya kepada pemerintah, bahkan banyak yang geram akan kebijakan yang semakin menindas rakyat. Dari kebijakan berupa dicabutnya banyak subsidi hingga minimalisasi akses masyarakat dalam hal kesehatan. Contohnya seperti mengurangi jenis-jenis penyakit yang bisa ditanggung oleh BPJS.

Namun apakah dengan #KaburAjaDulu keluar negeri akan mendapatkan solusi tuntas? Mungkin bagi masyarakat yang sudah merasa sulit memenuhi kebutuhan pokoknya di dalam negeri, lantas di luar negeri mereka bisa memenuhinya dengan baik. Namun, kabur dari negeri kapitalis menuju ke negeri kapitalis yang lain tentu bukanlah solusi tuntas akan masalah manusia. Karena di mana pun berada, jika bumi yang dipijak masih menggunakan sistem kapitalisme, tetap saja akan menemui masalah yang sama seperti di Indonesia. Solusi yang ditawarkan sistem ini pun juga sama, yaitu tambal sulam.

Jadi sebenarnya bukan orangnya yang harus keluar dari suatu negeri, tetapi negeri itulah yang harusnya mengubah aturan untuk membuat masyarakatnya betah. Pada gilirannya, mereka akan bisa berkarya di dalam negeri.

Apakah Rasulullah Pernah #KaburAjaDulu ?

Ketika Rasulullah dilahirkan, kondisi yang ada sedang dalam masa kegelapan. Yang artinya banyak kemaksiatan dan kezaliman yang terjadi di Makkah. Saat usianya dua puluh lima tahun, beliau menyadari bahwa di sekitarnya itu telah terjadi kerusakan yang dilakukan oleh masyarakat Arab. Nabi saw. bisa saja kabur ke negeri yang dikehendaki. Sedari remaja beliau kerap diajak pamannya berdagang ke negeri-negeri sekitar jazirah Arab.Tentu yak sulit pula baginya untuk menemukan rute-rute perdagangan. Toh beliau sudah paham kondisi negeri-negeri yang pernah disinggahi.

Namun, apakah beliau memilih kabur? Tentu tidak. Yang beliau lakukan adalah sejenak pergi dari kerumunan masyarakat Makkah waktu itu menuju ke Gua Hiro. Beliau tinggalkan istirnya untuk berdiam diri di Gua Hiro dan melihat masyarakat Makkah dari tempat yang lebih tinggi. Dalam benaknya terpikirkan apa yang harus beliau lakukan berada di tengah kerusakan ini.

Setelah perenungan yang panjang akhirnya Allah turunkan ayat pertama Al-Qur'an surah Al-'Alaq. Pada ayat pertama Allah perintahkan, bacalah! Makna dari "bacalah" ini adalah membaca dan memperhatikan betul-betul apa yang telah dilakukan masyarakat di sekitarnya.

Setelah surat pertama turun, maka Allah turunkan Al-Qur'an secara berangsur-angsur. Rasulullah pun mendapati para sahabatnya yang mau beriman kepada Allah dan kepada kenabian beliau. Maka terkumpulah Ashabiqunal awwalun. Kemudian Rasulullah mengumpulkan para sahabatnya yang lain untuk dibina. Membangun akidah mereka dan mengubah sikap dan mental mereka.

Setelah pembinaan yang diberlakukan oleh Rasulullah berhasil membentuk keimanan para sahabat, Allah perintahkan Rasulullah untuk berdakwah di tengah-tengah masyarakat. Mengambil peran untuk merubah masyarakat Makkah yang pada saat itu masih jahiliah menuju ke masyarakat yang lebih bermoral.

Khatimah

Manusia memang diciptakan Allah untuk menghindari hal-hal yang sukar. Karena hal deimikian adalah bagian dari naluri mempertahankan diri. Namun, apakah manusia akan terus-menerus kabur dari kesukaran satu lalu menuju kesulitan yang lain? Jawaban jelas tidak. Karena Allah perintahkan kita utk berdakwah di tengah-tengah masyarakat.

Di sisi lain, akar masalah dari semua masalah manusia saat ini adalah diterapkannya sistem yang batil. Maka, untuk menggeser sistem tersebut, diperlukan sistem hakiki yang paham akan fitrah manusia. Sistem itu adalah Islam. Sebab Islam tidak hanya sebagai agama saja, tetapi juga sebagai ideologi yang memancarkan aturan-aturan kehidupan manusia.

Untuk menegakkan institusi negara yang berbasis aturan Islam, dibutuhkan peran para pemuda untuk turut andil dalam proses ini. Untuk itu, para pemuda yang ingin keluar dari lingkungan masyarakat yang rusak, kaburlah sejenak untuk memperhatikan kondisi masyarakat. Nanti akan kita dapati bahwa masyarakat ini perlu diubah dengan Islam.

Korupsi Pertamina, Rakyat Tertipu Negara Kecolongan

Dari ideologi sekuler kapitalisme ini terlahir individu-individu yang tidak memiliki kontrol internal untuk mencegah dirinya dari perbuatan dosa, termasuk korupsi.

Oleh. Riza Maries Rachmawati
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Publik dibuat geger oleh pemberitaan korupsi fantastis PT Pertamina Patra Niaga. Dari sekian banyak kasus korupsi yang terjadi di negeri ini, kasus korupsi oplosan BBM ini dampaknya langsung dirasakan oleh masyarakat. Pasalnya, masyarakat yang selama ini membeli Pertamax ternyata minyak tersebut dioplos dengan minyak yang kualitasnya lebih rendah. Dilansir dari wartakota.tribunnews.com (26-02-2025), akibat dari aksi oplos BBM RON 92 dengan RON 90 diprediksi negara mengalami kerugian mencapai Rp968,5 triliun. Seperti yang diungkapkan oleh Harli Siregar selaku Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), kerugian negara sebesar Rp193,7 triliun hanya hitungan untuk tahun 2023 saja.

Mengingat rentang waktu terjadinya korupsi itu antara 2018—2023, tentunya jumlah kerugian negara pasti sangat fantastis. Ada beberapa komponen dalam hitungan jumlah kegurian yang dialami oleh negara, yaitu rugi impor minyak, impor BBM lewat broker, dan akibat pemberian subsidi. Secara hitungan kasar, jika dengan perkiraan kerugian negara setiap tahunnya Rp193,7 triliun maka jumlah kerugian selama lima tahun mencapai Rp968,5 triliun.

Kasus dugaan korupsi ini bisa terungkap ke permukaan dilatarbelakangi oleh aduan masyarakat di beberapa daerah yang mengeluhkan kandungan BBM jenis Pertamax yang dianggap jelek. Melalui temuan inilah pihak Kapuspenkum Kejagung melakukan kajian mendalam. Di samping itu, ditemukan kejanggalan terkait kebijakan pemerintah yang menganggarkan subsidi BBM. Saat ini Kejagung telah menetapkan sebanyak sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi produksi kilang dan tata kelola minyak PT Pertamina Patra Niaga.

Akar Masalah Korupsi

Kasus korupsi yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga hanya salah satu dari sekian banyak karupsi yang merugikan negara dengan jumlah yang cukup fantastis. Rendahnya kualitas ketakwaan para pejabat membuat budaya korupsi semakin mengakar di negeri ini. Ditambah lagi dengan ketidakadilan hukum yang berlaku di negeri ini yang tidak memberi efek jera bagi para koruptor. Sudah menjadi rahasia umum sanksi yang diberikan oleh negara kepada para koruptor tidak sebanding dengan kerugian yang ditimbulkan oleh praktik korupsi.

Meskipun negara berkomitmen untuk memberantas korupsi, tetapi komitmen negara bersih dari korupsi hanya sekadar wacana. Keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai lembaga inpenden dalam perjalanannya mengalami pelemahan. Ketegangan KPK dengan Polri selama ini, juga diperparah dengan ketegangan dengan DPR yang berulang-ulang membahas perubahan UU 30/2002 mengenai KPK. DPR pun terus-menerus mengajukan perubahan pasal yang akan berakibat pada tergerusnya kewenangan KPK.

Berbagai faktor penyebab terjadinya tindak korupsi sejatinya berpangkal dari ideologi yang diterapkan di negeri ini, yaitu sekuler kapitalisme. Sekularisme merupakan sistem kehidupan yang telah menjadikan manusia menjalani kehidupannya tidak berlandaskan pada agama. Kapitalisme yang terlahir dari sekularisme menstandarkan pencapaian materi sebagai sumber kebahagiaan.

Dari ideologi sekuler kapitalisme ini terlahir individu-individu yang tidak memiliki kontrol internal untuk mencegah dirinya dari perbuatan dosa, termasuk korupsi. Dengan rakusnya mereka mengambil keuntungan dengan perbuatan culasnya tanpa mempertimbangkan halal dan haram. Mereka bertindak hanya demi kemanfaatan materi saja tidak perduli lagi dengan dosa.

Aturan hidup yang diterapkan dalam sistem sekuler tidak mengindahkan hukum-hukum agama. Hukum yang digunakan buatan manusia yang dengan mudah bisa diganti-ganti sesuai dengan keinginan manusia. Atas asas kemanfaatan, sering kali setiap regulasi yang diberlakukan di negeri ini diubah sekehendak hati. Para pejabat atau pimpinan lembaga-lembaga di negeri ini akhirnya dengan mudahnya memanfaatkan posisi untuk kepentingan sendiri atau golongannya.

Sistem Islam Pemberantas Korupsi

Dalam pandangan syariat Islam, korupsi adalah kejahatan (jarimah). Dalam bahasa Arab, korupsi itu disebut al-fasad al-maali wa al-idaari (kejahatan terkait dengan harta dan administrasi). Korupsi adalah suatu tindakan jahat demi keuntungan pribadi atau orang lain, dengan melakukan penipuan, penggelapan uang perusahaan atau negara, tempat seseorang bekerja, atau dengan memanfaatkan posisi dan jabatan.

Baca juga: Islam, Solusi Hakiki Tuntaskan Korupsi

Para koruptor (pelaku korupsi) sesungguhnya melakukan kejahatan yang kompleks. Tidak hanya suap-menyuap (risywah), penipuan dan penggelapan (khianat), ghasab atas hak orang lain dengan memalsukan dokumen, merampas harta, dan lain-lain. Secara umum, tindakan ini merupakan bentuk kezaliman yang luar biasa, haram, dan wajib dihilangkan.

Untuk menghilangkan praktik korupsi sistem Islam memiliki aturan yang khas yang bersumber dari syariat Islam. Penerapan syariat Islam ini akan sangat efektif dalam menghilangkan praktik korupsi, baik terkait pencegahan atau preventif maupun penindakan atau kuratif.

Beberapa langkah pencegahan atau preventif yang akan dilakukan, yaitu:

Pertama, perekrutan SDM aparat negara wajib yang amanah, profesional ,dan berintegritas. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Pemimpin yang memimpin rakyat adalah pengurus dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR. Bukhari)

Serta hadis lainnya, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat.” (HR. Bukhari)

Kedua, pembinaan kepada seluruh aparat dan pegawainya wajib dilakukan oleh negara.

Ketiga, para aparat wajib diberikan gaji dan fasilitas yang layak oleh negara.

Keempat, setiap aparat diperintahkan untuk tidak menerima suap dan hadiah. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah, “Siapa saja yang kami angkat untuk satu tugas dan telah kami tetapkan pemberian (gaji) untuknya, maka apa yang ia ambil setelah itu adalah harta ghulûl.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)

Kelima, melakukan perhitungan kekayaan bagi aparat negara sebelum menjabat dan setelah menjabat.

Keenam, negara dan masyarakat melakukan pengawasan yang ketat para aparat maupun pegawai saat menjalankan amanahnya.

Adapun secara kuratif atau penindakan dilakukan dengan cara menerapkan sanksi hukum yang tegas dan adil. Hukuman bagi para koruptor dalam Islam terkategori takzir. Takzir adalah hukuman yang jenis dan kadarnya ditentukan oleh hakim/penguasa. Bentuk sanksinya dimulai dari yang teringan sampai yang terberat tergantung dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan. Di antaranya berupa teguran dari hakim, pemberlakuan denda, sanksi penjara, pengumuman pelaku di depan khalayak, hukum cambuk, bahkan hukuman mati.

Demikianlah sistem Islam akan berhasil memberantas praktik korupsi yang mustahil diwujudkan oleh sistem sekuler kapitalisme. Sistem Islam ini hanya bisa diwujudkan dalam institusi negara Islam yakni Daulah Khilafah Islamiah. Wallahualam bissawab.[]

Balada Danantara

Dalam menyikapi pembentukan Danantara, negara diharapkan lebih bisa mengatur hasil SDA. Harta yang berasal dari kekayaan alam dapat dimanfaatkan dengan benar sesuai aturan Islam.

Oleh. Dyah Pitaloka, S.Hum.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Mengutip nasional.kompas.com yang tayang pada 24 Februari 2025, Presiden RI telah meluncurkan Danantara (Daya Anagata Nusantara) pada 24 Februari 2025 sebagai sovereign wealth fund (SWF) untuk mengelola investasi negara dan meningkatkan efisiensi aset pemerintah. Mengadopsi model Temasek Holdings Singapura, Danantara akan mengonsolidasi Indonesia Investment Authority (INA) serta tujuh BUMN besar, yaitu: Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Pertamina, PT Telkom Indonesia, dan Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Danantara menargetkan total aset 900 miliar dolar AS (Rp14.000 triliun), menjadikannya SWF terbesar keempat di dunia. Investasi akan difokuskan pada energi terbarukan, industri manufaktur, hilirisasi sumber daya alam, dan ketahanan pangan dengan target pertumbuhan ekonomi 8% per tahun. Danantara juga memiliki kewenangan strategis dalam pengelolaan dividen, restrukturisasi BUMN, dan penyusunan anggaran perusahaan.

Pro Kontra Danantara

Pemerintah menjamin keamanan dana masyarakat di bank BUMN, meskipun ada kekhawatiran publik. Pembentukan Danantara diharapkan menciptakan investasi yang lebih transparan dan berkelanjutan, sejalan dengan visi Astacita untuk membangun ekonomi nasional yang lebih maju.

Salah satu tantangan utama Danantara adalah meraih kepercayaan publik. Sejak diluncurkannya, muncul kontroversi seperti penurunan IHSG, wacana penarikan dana dari bank pemerintah, dan kekhawatiran terkait potensi korupsi seperti kasus 1MDB Malaysia.

Menurut Indef, keraguan masyarakat dipicu oleh adanya pejabat yang merangkap jabatan sehingga mencampurkan peran regulator dan operator. Namun, jika dikelola dengan baik, Danantara berpotensi meningkatkan investasi dan memperbaiki iklim bisnis Indonesia.

Untuk membangun kepercayaan, Indef merekomendasikan transparansi melalui audit independen, mengurangi keterlibatan politik, serta memisahkan peran regulator dan operator. Dengan manajemen risiko yang kuat, Danantara disebut bisa berperan seperti Temasek Singapura. Sementara itu, Erick Thohir yang merupakan Menteri BUMN RI, optimistis akan potensi Danantara, meski butuh waktu untuk membuktikan keberhasilannya. (katadata.co.id, 12-03-2025)

Danantara dalam Tinjauan Syariat

Sebagai kaum muslim yang hidup di Indonesia, wajar jika kita ingin turut mengambil sikap dalam kebijakan pembentukan Danantara. Dikutip dari muslimahnews.net yang dipublikasikan pada 7 Maret 2025 pada acara Economic Understanding dengan tajuk “Danantara, dalam Tinjauan Milkiyyah Aamah”, Pakar Ekonomi Islam Nida Saadah, S.E., Ak., M.E.I. berpendapat bahwa konsep yang diterapkan oleh BPI Danantara mengadopsi model dari negara-negara kapitalis. Beliau menjelaskan bahwa ekonomi kapitalisme hanya mengenal dua jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu dan negara.

Ini sungguh berbeda dengan Islam yang memiliki tiga konsep kepemilikan: kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum (milkiyah 'ammah). Sebagaimana hadis Rasulullah saw. yang menyatakan bahwa umat Islam berserikat dalam air, api, dan padang gembalaan. Hal ini menjadi dasar konsep kepemilikan umum. Harta kepemilikan umum mencakup sumber daya alam dengan deposit melimpah.

Dalam Islam, terdapat beberapa prinsip dalam pengelolaan kepemilikan umum yakni negara hanya mengelola, bukan memiliki. Harta tersebut tidak boleh dikumpulkan untuk diinvestasikan kembali.
Hasil pengelolaan harus digunakan untuk kepentingan publik, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur primer. Tidak boleh diprivatisasi. Ditilik dari faktanya, Danantara diduga merupakan bentuk privatisasi dalam kelembagaan resmi.

Terkait akuntabilitas, dalam ekonomi Islam, sistem keuangan negara dikelola oleh baitulmal. Di dalamnya terdapat badan pengawasan internal yang bertugas mengaudit dan mengontrol keuangan negara. Dengan sistem ini, Islam telah memiliki regulasi yang sempurna dalam mengelola aset negara secara akuntabel, transparan, dan adil bagi masyarakat.

Cara Pandang Islam terhadap Investasi

Dalam ekonomi Islam, negara mengelola kekayaan rakyat demi kesejahteraan mereka, bukan untuk investasi. Dalam buku Struktur Negara Khilafah yang diterbitkan Hizb ut-Tahrir, disebutkan bahwa dalam sistem pemerintahan Islam terdapat Departemen Kemaslahatan Rakyat yang bertugas memastikan kebutuhan masyarakat terpenuhi. Pendanaannya bersumber dari baitulmal yang dikelola sesuai prinsip syariat.

Tidak ada departemen khusus dalam pemerintahan Islam yang bertugas mengembangkan dana umat melalui investasi. Sebaliknya, dana yang masuk dikelola sesuai ketentuan syariat. Baitulmal dalam hal ini bahkan dapat memberikan stimulus ekonomi melalui pinjaman tanpa bunga atau modal usaha gratis.

Baca juga: Gurita Investasi Menjerat, Kedaulatan SDA Lenyap

Meskipun tidak ada investasi yang dilakukan oleh negara, Islam tetap membuka peluang investasi melalui pasar syariah di berbagai sektor ekonomi. Mulai dari sektor perdagangan, ketenagakerjaan, industri, pertanian, dan jasa. Namun, kepemilikan umum seperti minyak, gas, logam, batu bara, laut, dan hutan tetap dikelola negara demi kesejahteraan rakyat. Ia tidak boleh dikuasai oleh individu atau swasta. Rasulullah saw. telah mengatur pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan menugaskan para sahabat dalam pengelolaan keuangan negara, termasuk di bidang kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.

Penutup

Oleh karena itu, dalam menyikapi pembentukan Danantara, negara diharapkan lebih bisa mengatur hasil SDA. Harta yang berasal dari kekayaan alam dapat dimanfaatkan dengan benar sesuai aturan Islam. Sistem pengelolaan harta pun dikembangkan dalam sektor riil seperti dalam tuntunan Islam, bukan dalam bentuk investasi. Selain itu semua, para pengelola yang diamanahi dana tersebut juga harus jelas ketakwaannya sehingga masyarakat bisa mempercayai pengelolaan dana umat padanya.

Tentu saja, pengelolaan yang baik dan kepercayaan masyarakat tidak akan muncul di sistem kapitalisme saat ini yang minim kepercayaan akibat kecacatan aturan yang jauh dari Islam. Oleh sebab itu, pengelolaan harta negara hanya bisa dipercayakan pada sistem yang baik dan terpercaya. Sistem yang sesuai dengan aturan Allah Swt., yakni Islam. Wallahualam bissawab.[]

Indonesia Gelap, Butuh Cahaya Islam

Demonstrasi Indonesia Gelap nyatanya tidak dapat memberikan pencerahan permanen kepada masyarakat. Pemuda seharusnya bergabung dengan kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan sesuai contoh Rasulullah saw.

Oleh. Ledy Ummu Zaid
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Baru-baru ini ramai dibincangkan masyarakat terkait trendingnya tagar Indonesia Gelap di media sosial. Hal ini lantaran ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah Indonesia yang dinilai kerap mengambil kebijakan yang salah.

Penyebab Indonesia Gelap

Dilansir dari laman tirto.id (18-02-2025), kekhawatiran masyarakat terhadap masa depan Indonesia semakin tidak terbendung. Terbukti dengan kemunculan tagar Indonesia Gelap yang menjadi trending di platform media sosial X mewakili suara masyarakat di dunia maya. Logo garuda dengan latar hitam tersebut menunjukkan bahwa Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Padahal, logo garuda berlatar biru dengan tagar Peringatan Darurat belum setahun mewarnai jagat maya.

Adapun sejumlah isu yang diangkat lewat tagar ini adalah kisruhnya elpiji 3 kilogram; reformasi Polisi Republik Indonesia (POLRI); program Makan Bergizi Gratis (MBG); efisiensi anggaran untuk program sosial dan kesejahteraan rakyat; masalah pendidikan; masalah kesehatan; dan masalah lapangan pekerjaan.

Walhasil, kebijakan yang salah tersebut menyebabkan masyarakat meradang. Masyarakat, khususnya mahasiswa di lebih dari 10 wilayah menggelar aksi demonstrasi guna mengungkapkan kekecewaan dan protesnya. Mulai dari mahasiswa Universitas Indonesia (UI), Universitas Tulang Buwang (UTB) Lampung, hingga Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al Banjari Banjarmasin (UNISKA) dilaporkan turut dalam aksi demonstrasi dengan tema Indonesia Gelap pada Senin (17-02-2025).

Sejalan dengan itu, Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi mengatakan biaya operasional perguruan tinggi, Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, maupun beasiswa tidak terkena pemotongan anggaran. Terlebih lagi, Presiden Prabowo Subianto mengatakan pemotongan anggaran tidak boleh dilakukan pada sektor pendidikan.

Sedangkan, dilansir dari laman bbc.com (21-02-2025) Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM) Heru Nugroho menjelaskan bahwa banyaknya persoalan yang ada menimbulkan akumulasi kekecewaan masyarakat. Mulai dari, banyaknya PHK dan kekurangan lapangan kerja, kenaikan harga-harga kebutuhan pokok, kelangkaan elpiji 3 kilogram, serta efisiensi anggaran pada sejumlah kementerian . Adapun yang semestinya menyuarakan adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), tetapi sejauh ini tetap bergeming.

Kapitalisme Tidak Menyejahterakan

Mengenai hajat hidup masyarakat, termasuk kebutuhan pokok, pendidikan, dan kesehatan, jika mereka tidak dapat mengaksesnya, maka akan terjadi protes besar-besaran. Memang yang baru bergerak hanya mahasiswa, tetapi tidak menutup kemungkinan seluruh elemen masyarakat dapat turun ke jalan, jika hak-hak mereka dirampas dan kerugian yang diterima sudah sangat luar biasa.

Seperti yang kita ketahui, aksi demonstrasi Indonesia Gelap yang dimotori oleh kalangan mahasiswa di berbagai daerah menuntut beberapa hal kepada pemerintah. Sayangnya, tuntutan yang ditawarkan sejatinya tidak menyelesaikan masalah hingga ke akarnya. Salah satunya adalah menawarkan untuk kembali pada demokrasi kerakyatan.

Jika kita melihat lebih dalam, maka kita akan menemukan penerapan sistem kapitalisme demokrasi sendiri yang menjadi akar masalahnya. Adapun sistem kapitalisme menjadikan materi sebagai orientasinya. Dengan demikian, nasib rakyat Indonesia di masa mendatang tidak mendapat perhatian yang besar. Pemerintah cenderung kerap menerima tawaran investasi swasta dan asing, tetapi mengesampingkan kesejahteraan penduduk lokal dalam jangka panjang.

Akibatnya, kalangan mahasiswa turun ke jalan guna melakukan aksi demonstrasi yang menjadi ciri khas demokrasi. Alih-alih melek politik dan kritis, mereka hanya menuntut solusi pragmatis. Dalam hal ini, solusi yang ditawarkan hanya relevan pada situasi saat ini, tetapi tidak dapat dijadikan acuan, bahkan pencegahan.

Bagaimanapun juga, jika sistem pemerintahan berdasarkan aturan buatan manusia, maka akan sangat sulit penerapannya. Demokrasi dengan semboyannya, yaitu dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat tidak dapat memenuhi segala kebutuhan hajat hidup manusia dengan adil. Adapun kedaulatan membuat aturannya berada di tangan manusia. Sedangkan, manusia fitrahnya lemah dan terbatas. Dengan kata lain, manusia tidak memiliki ilmu dan kemampuan seperti Sang Pencipta, Allah subḥānahuwata’āla.

Indonesia Gelap Membutuhkan Islam

Allah subḥānahuwata’āla berfirman, “Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS. Al-Maidah: 50)

Berdasarkan dalil syariat tersebut, terdapat urgensi penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Dengan aturan yang diambil dari sumber yang sahih yakni Al-Qur’an dan sunah, maka pemerintahan akan berjalan dengan adil dan sangat memperhatikan halal-haram. Daulah (negara) akan dapat dengan mudah memenuhi kebutuhan hidup umat. Keberkahan dan rahmat Allah subḥānahuwata’āla akan turun di negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur atau negeri yang baik dan penuh ampunan Allah subḥānahuwata’āla.

Baca juga: Habis #IndonesiaGelap Terbitlah Islam yang Terang

Kendatipun begitu, peradaban Islam yang mulia tersebut hanya dapat diraih jika umat sadar dan secara sukarela ingin menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Oleh karenanya, dibutuhkan kesadaran umat yang dipimpin oleh gerakan politik Islam.

Dalam hal ini, mahasiswa seharusnya menjadi agen perubahan untuk mengemban risalah Islam tersebut. Dengan keberaniannya mengoreksi penguasa atas spirit amar makruf nahi mungkar, pemuda muslim akan menyuarakan solusi yang hakiki yakni Islam kaffah.

Allah subḥānahuwata’āla berfirman, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Ali Imran: 104)

Tanpa menunda-nunda lagi, hanya dengan menerapkan sistem Islam kembali di tengah-tengah umat, masa depan masyarakat gemilang merupakan keniscayaan. Di mana hal ini telah dijanjikan Allah Swt. dan Rasulullah saw.

Khatimah

Demonstrasi Indonesia Gelap yang dilakukan mahasiswa nyatanya tidak dapat memberikan pencerahan yang permanen kepada masyarakat. Sebaliknya, pemuda seharusnya bergabung bersama kelompok dakwah ideologis agar dapat mengawal perubahan sesuai contoh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam. Mereka akan melakukan amar makruf nahi mungkar kepada penguasa. Mereka juga memahamkan umat untuk bersatu dalam sistem kehidupan yang berdasarkan syariat Islam kaffah.

Hal ini tidak lain hanya dapat terwujud dalam pemerintahan Islam yakni Khilafah Islamiah ala Minhajin Nubuwwah (Khilafah Islamiah seperti zaman kenabian). Dengan demikian, umat memiliki cahaya (syariat) Islam yang terang benderang untuk menerangi kehidupan di dunia. Wallahualam bissawab.[]

Korban Efisiensi ala Kapitalisme

Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak mengorbankan hak dasar rakyat atas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.

Oleh. Imroatul Husna
(Kontributor Narasiliterasi)

(Narasiliterasi.id)-Kebijakan pemangkasan anggaran yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo Subianto menunjukkan bahwa selama ini telah terjadi pemborosan anggaran yang signifikan. Pemerintah berencana menghemat Rp750 triliun dengan sebagian dana dialokasikan untuk program makan bergizi gratis (MBG) dan sisanya diinvestasikan melalui Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara). (kompas.com, 15-02-2025)

Maka wajar jika akhir-akhir ini, kita sering mendengar kata “efisiensi anggaran”. Istilahnya terdengar keren, seolah-olah pemerintah sedang berusaha untuk memastikan penggunaan dana negara yang lebih efektif dan tepat sasaran. Namun, efisiensi ini menuai banyak kritik publik karena dianggap justru menekan sektor-sektor esensial. Mulai dari pendidikan, kesehatan, dan ketenagakerjaan.

Baca juga: Efisiensi Anggaran Picu Aksi Indonesia Gelap

Efisiensi, Pemangkasan Hak Rakyat

Coba perhatikan, setiap kali pemerintah bicara soal efisiensi, yang pertama dipotong biasanya subsidi pendidikan, layanan kesehatan, atau bantuan bagi pekerja. Uang yang katanya harus dihemat malah dialihkan untuk kepentingan lain, seperti proyek infrastruktur. Di mana justru yang terakhir lebih menguntungkan elite. Atau jika tidak, maka pengalihan akan diarahkan untuk pembayaran utang luar negeri.

Pendidikan seharusnya menjadi hak bagi setiap individu, bukan sebuah komoditas yang hanya dapat diakses oleh mereka yang mampu secara ekonomi. Sayangnya, dalam sistem kapitalisme, pendidikan justru diperlakukan sebagai industri yang menguntungkan. Dampaknya tentu hal ini akan menghambat akses bagi masyarakat kurang mampu. Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah semakin memperburuk keadaan dengan mengurangi dana bantuan pendidikan, seperti yang terjadi pada sertifikasi siswa SMK. (kompas.com, 19-2-2025)

Dalam Islam, pendidikan adalah kewajiban negara untuk disediakan secara merata bagi seluruh rakyatnya. Rasulullah saw. bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)

Sejarah mencatat bahwa dalam sistem pemerintahan Islam, pendidikan diberikan secara gratis dan berkualitas bagi seluruh lapisan masyarakat. Tidak seperti dalam kapitalisme di mana pelaksanaan pendidikan mengutamakan keuntungan.

Efisiensi di Sektor Kesehatan

Kapitalisme memandang sektor kesehatan sebagai peluang bisnis sehingga biaya layanan kesehatan semakin mahal dan hanya bisa diakses oleh mereka yang mampu. Rumah sakit, obat-obatan, hingga layanan medis lainnya dikelola dengan orientasi profit. Hal ini sering kali mengorbankan aspek kemanusiaan.

Dalam konteks efisiensi anggaran, sektor kesehatan menjadi salah satu yang terdampak. Banyak anggaran untuk mitigasi bencana, riset, dan perlindungan perempuan serta anak yang dipangkas demi mendanai program tertentu. Pemerintah di berbagai negara sering kali menerapkan skema asuransi kesehatan, tetapi tidak semua rakyat mampu membayar premi sehingga layanan tetap tidak merata.

Sebaliknya, dalam Islam, negara wajib menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau bagi rakyatnya. Pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab, rumah sakit dibiayai oleh negara dan memberikan layanan gratis kepada rakyat. Tenaga medis diberikan gaji yang layak sehingga mereka bisa fokus pada pelayanan tanpa tekanan mencari keuntungan.

Sistem Islam memastikan bahwa kesehatan bukanlah barang mewah, melainkan hak setiap individu. Negara berperan sebagai pelindung dan pengayom rakyat, bukan sekadar fasilitator bisnis kesehatan.

Pekerjaan, Jaminan Vs Eksploitasi

Dalam kapitalisme, pekerjaan hanya tersedia bagi mereka yang dianggap "produktif" oleh pasar. Hal ini menyebabkan banyak tenaga honorer dirumahkan akibat kebijakan efisiensi anggaran. Sistem ini lebih menitikberatkan pada keuntungan bagi pemilik modal dibandingkan kesejahteraan pekerja. Akibatnya, banyak pekerja menghadapi ketidakpastian, kontrak kerja yang tidak jelas, serta upah yang tidak sebanding dengan beban kerja mereka.

Pemerintah seharusnya memprioritaskan penciptaan lapangan kerja dan kesejahteraan tenaga kerja, bukan malah menambah jumlah lembaga dan kementerian yang memperbesar beban anggaran. Namun, kenyataannya, alih-alih memberikan solusi atas tingginya angka pengangguran, kebijakan yang diterapkan justru sering kali berpihak pada kepentingan pemilik modal. Fleksibilitas tenaga kerja yang dikampanyekan dalam sistem kapitalisme sering kali berujung pada eksploitasi tenaga kerja tanpa adanya jaminan sosial yang memadai.

Dalam Islam, negara bertanggung jawab untuk memastikan rakyatnya mendapatkan pekerjaan yang layak. Negara wajib menyediakan sumber daya dan fasilitas untuk mendukung keberlanjutan ekonomi masyarakat. Setiap individu pun memiliki kesempatan yang sama untuk bekerja dan memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara yang halal.

Rasulullah saw. bersabda, "Seorang imam (pemimpin) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Mengorbankan Hak Rakyat

Efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah seharusnya tidak mengorbankan hak dasar rakyat atas pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan. Sistem kapitalisme telah membuktikan bahwa kebijakan efisiensi sering kali hanya menguntungkan segelintir elit, sementara rakyat kecil semakin terpinggirkan.

Islam menawarkan sistem yang lebih adil, di mana negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin hak-hak dasar rakyatnya. Oleh karena itu, solusi jangka panjang bagi kesejahteraan rakyat bukanlah efisiensi yang menekan sektor esensial, melainkan perubahan sistemis yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial. Wallahualam bissawab.[]