Aku adalah manusia yang memiliki beribu-ribu ego hingga tiga kata ajaib yang seharusnya kusampaikan pada istriku tidak pernah kulakukan.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Pagiku berantakan. Pagi yang seharusnya tenang, mempersiapkan diri pergi bekerja dengan full semangat, kini tidak lagi kudapat. Baru selesai menjemur baju, aku harus menyiapkan sarapan untuk anak-anak. Suara melengking itu terdengar, “Ayah, seragamku masih kusut belum disetrika,” protes si sulung sambil menunjukkan seragam yang harus digunakannya pagi ini.
“Iya, Kak. Ayah masih masak, setelah masak Ayah setrika ya,” jawabku lesu. Sementara itu, telur mata sapi di penggorengan hampir saja gosong gara-gara drama seragam belum disetrika.
“Ayah, adik bangun minta pipis,” teriak si tengah yang sedang rebahan di samping adik bungsunya.
“Mbak, bisa enggak adik diantarkan ke kamar mandi? Ayah masih masak. Ini sudah mau matang,” pintaku berusaha menyabarkan diri dan melapangkan dada.
“Ayah kok telurnya gosong?”
“Ayah, kapan seragamku disetrika?”
“Yah, adek pipis sembarangan.”
“Ayah….”
Tak Sanggup
Aarggh kepalaku terasa mau pecah. Aku berlari masuk ke kamar mandi. Hanya tempat inilah yang bisa kugunakan untuk melarikan diri sejenak. Mau bagaimana lagi, rumah 40 meter persegi ini tidak banyak menyediakan ruangan untuk bisa merenung atau menyendiri. Semua harus berbagi kecuali kamar mandi ini yang bisa digunakan seorang diri.
Kepalaku kembali berdenging. Air mata tak sanggup kubendung lagi. Aku bukan seorang duda. Apalagi seorang gay yang menikah dengan sejenisku sendiri. Aku punya istri dan tiga anak-anak yang lucu. Istriku baik, tidak pernah mengeluh, tidak pernah berkata kasar, maupun menolak keinginanku. Dia istri yang mandiri. Tidak banyak merepotkanku sebagai suami. Bahkan dia mengasuh anak-anak kami sendiri tanpa pembantu. Dia juga istri yang pengertian. Tidak pernah menuntut ini itu yang berlebihan.
Dia tidak penah menuntut pelesiran ke Amerika naik pesawat jet pribadi. Dia juga tidak pernah menuntut dibelikan berlian atau tas Hermes berharga ratusan juta rupiah. Hanya kadang dia meminta kutemani belanja bulanan yang kadang uangnya juga telat kuberikan karena harus memenuhi kebutuhan sekolah anak-anak. Kadang dia hanya minta ditemani jalan pagi pada hari Minggu untuk sekadar menghilangkan gelambir lemak di perutnya yang lama tidak kunjung pergi. Itu pun kadang kutolak dengan alasan saatnya aku mengistirahatkan diri setelah enam hari bekerja. Aku ingin tidur. Aku ingin menekuni hobi. Apakah aku salah?
Istriku Pergi
Namun, semalam dia bilang, “Aku lelah. Aku ingin pergi.”
Aku hanya diam saja mendengar gumamannya. Tidak peka bahwa itu adalah ambang batas kesabarannya. Pagi ini, aku tidak menemukannya di sisiku. Ingin aku egois melupakan semua dan mengurusi diriku sendiri. Namun, tatapan polos anak-anak kami menyadarkanku tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan mereka pagi ini. Beginilah aku sekarang. Aku berusaha menjadi bapak rumah tangga yang baik. Mengurus jemuran, memasak, menyetrika yang tidak kunjung rapi, memandikan anak-anak, dan segudang tugas lainnya yang selama ini dikerjakan oleh istriku sendiri. Aku lelah. Badanku terasa remuk redam. Di tengah kesibukan, kembali terdengar teriakan anak-anak saling berebut makanan, mainan, kebutuhan yang belum terselesaikan, dan banyak hal lainnya.
Kepalaku terasa mau pecah. Aku menangis tergugu. Seperti inilah hari-hari yang dilalui istriku. Tanpa aku peduli, tanpa aku membantu, tanpa pernah aku apresiasi. Dia tetap waras dan bersabar hingga pada titik kulminasi, dia memilih pergi.
baca: Noktah Tak Bernilai
Ya Allah, kesadaran betapa berartinya dia di sisiku datang terlambat. Betapa pengorbanannya selama ini sungguh di luar kesanggupanku sebagai seorang suami. Selama ini aku hanya berpikir tugasku sebagai seorang suami adalah memenuhi nafkahnya, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 233, “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu dengan cara yang makruf.”
Aku merasa telah memenuhinya dan bereslah tugasku. Aku terlupa Rasululah pernah bersabda, “Orang yang terbaik di antara kalian adalah yang paling baik kepada istri-istri mereka.” (HR At-Tirmidzi)
Tiga Kata untuk Istriku
Aku tidak pernah marah, tidak melakukan KDRT, serta memenuhi tugas dan kewajibanku sebagai suami. Namun, ternyata itu tidak cukup membuat istriku bertahan. Dia lelah atas ketidakpekaan yang kutunjukkan. Istriku juga manusia yang punya batas kesabaran. Sedangkan aku tetaplah manusia yang memiliki beribu-ribu ego yang kupertahankan hingga tiga kata ajaib yang seharusnya kusampaikan pada istriku tidak pernah kulakukan.
Ya, tiga kata ajaib yang bisa membuat hatinya bahagia. Tiga kata ajaib yang akan membuatnya sabar dan terus bertahan. Jika kalian kira tiga kata itu adalah “I Love You”, kalian salah besar. Dalam kehidupan rumah tangga yang sudah berlangsung lama, kadang tidak cukup hanya dengan makan cinta.
Tiga kata ajaib yang bisa membuatnya bahagia adalah "tolong, maaf, dan terima kasih". Aku tidak pernah mengucapkan kata tolong ketika meminta sesuatu padanya. Bahkan ketika memintanya melayani, aku tidak pernah perhatian dengan perasaannya. Aku juga lupa tidak pernah mengucapkan maaf ketika ada salah. Bahkan jika tidak melakukan kesalahan pun, aku seharusnya meminta maaf padanya karena telah menanggung derita akibat perbuatanku.
Dia harus melahirkan, menyusui dan mengurus anak-anakku. Seandainya aku tidak menidurinya dan membuatnya hamil, bisa jadi dia akan tetap menjadi gadis molek yang tidak perlu ribet mengurus anak-anak. Jadi, aku pantas meminta maaf atas semua derita yang dia tanggung. Meski bagi sebagian perempuan itu bukan derita, tanpa kepekaan kita sebagai suaminya, akan pupus juga kesabarannya.
Dan terakhir aku tak pernah mengucapkan terima kasih atas apa yang dia lakukan selama ini. Aku terlalu meremehkan dan menganggap itu biasa. Kuanggap itu adalah tugasnya. Aku telah membuatnya menjadi seorang ibu. Harusnya dia bangga, 'kan? Status menjadi ibu katanya adalah impian setiap wanita. Jadi aku merasa wajar jika membiarkan dia melakukan seluruh tugasnya sebagai ibu dan pengatur rumah.
Tersadar
Aku menganggap semuanya wajar hingga hari ini aku merasakan sendiri betapa berat menjadi istri dan seorang ibu. Aku kembali menangis tersedu. Mengingat betapa naif pemikiranku selama ini dan betapa berat beban mental dan fisik yang diderita istriku.
“Sayang, tolong jangan pergi. Tolong segera kembali.”
Di tengah sedu sedan aku berharap istriku kembali. Aku janji akan memperbaiki semuanya. Aku janji akan selalu membantunya dan janji akan lebih peka. Penyesalan itu selalu datang pada akhirnya. Tangisku makin keras, membayangkan hidup sendiri tanpa dirinya sungguh aku tidak sanggup.
Di tengah tangisku yang makin menggila, kurasakan tamparan di pipi. Ah, apa malaikat maut pun kini turun tangan untuk mengembalikan kesadaranku? Apakah memang tidak ada kesempatan kedua untukku? Aku berjanji akan mengucapkan tiga kata ajaib setiap hari. Di tengah renunganku, kembali kurasakan tamparan keras di pipi. Aku menyipitkan mata dan perlahan membukanya. Kulihat istriku ada di depan mata. Aku terlonjak bahagia.
“Bangun! Sudah Subuh masih saja tidur. Sambil nangis pula,” kata istriku dingin.
Aku tak peduli lagi. Kupeluk dirinya erat-erat sambil meneruskan tangisku yang tertunda.
“Sayang, tolong jangan pergi. Aku tidak bisa hidup tanpamu. Maafkan aku yang selama ini tidak peka. Aku janji setelah ini akan menjadi suami yang peka dan siaga. Sayang, terima kasih telah mengurus aku dan anak-anak selama ini. Terima kasih atas semua pengorbananmu.”
Aku ucapkan kalimat-kalimat itu dengan sungguh-sungguh. Aku berpikir pasti istriku akan terharu dan ikut larut dalam tangis bahagia.
Perlahan dia lepas pelukanku, mendorong pelan dadaku, menatapku dengan wajah keheranan, dan mengulurkan tangan menyentuh dahiku seraya bergumam, “Tidak demam. Apa mengigau? Ayah 'kok bertingkah aneh begini? Ada apa?"
Aku biarkan istriku dalam kebingungannya. Kembali aku peluk erat dia dan tidak akan kubiarkan dia pergi karena sikap masa bodohku. Mulai sekarang, aku akan mengucapkan tiga kata ajaib agar dia bahagia. Aku akan berubah, pasti! []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Maasyaa Allah, alhamdulillah hanya mimpi. Tapi bagus ceritanya, mba. KEREN.
Matur nuwun mb sudah mampir.
Matur nuwun mb sudah mampir
Jazakillah khoir tim NaLi
Kisah dalam cerpen ini banyak terjadi di kehidupan nyata. Kesetiaan, kesabaran dan pengorbanan seorg istri yg tdk dihargai suami. Suami yg ego sangat mahal memberi apresiasi kpd istrinya. Tak peduli tentang perasaannya. Maunya dimengerti dipuja dan dilayani kadang sekadar mengucapkan terima kasih pun ia enggan.
Iya dimaklumi jika ada nemu pasangan yg begitu, so ia juga korban sistem sekuler hari ini.
Naskah Mb Netty Keren. Jujurly kok sama dg kisah imajinasiku yg belum sempat kutuangkan ya..hihi ...aaah dunia ternyata emang sempit. Hahaha
Matur nuwun akak sudah mampir
MasyaAllah,. Keren mbak
Barakallah mbak netty... keren ceritanya
Maa sya Allah keren naskahnya hebat nich seru!!!!
Kirain ditinggal ke pasar atau bantu tetangga hajatan. Ternyata cuma mimpi. Mimpinya bawa hikmah pula. Kerennnn.
Kita menemukan bakat cerpenis baru nih di NP. Uhuyyy
Masya Allah. Keren Mba ... Beruntung Masnya sadar sebelum terlambat ... ☺️
He he mas nya. Matur nuwun mb sudah mampir
Untung hanya mimpi, lucu, keren, cerpennya. Lanjutkan mbak
Matur nuwun mb sudah mampir
Alhamdulillah. Ternyata hanya mimpi. Tetapi semoga mimpi tersebut bisa menginspirasi para suami untuk peka dengan kondisi istri.
Barakallah mba @Netty. Cerpennya okey punya
Matur nuwun mbak sudah mampir
Ya begitulah kehidupan sesok aksn sangat berharga jika tak lagi ada disisinya. Kehidupan rumah tangga yang sering terjadi di dunia nyata.
Keren Bunda Netty
MasyaAllah.. untung cuma mimpi..
Semoga banyak suami² di luar sana yg tersadarkan sebelum menyesal di kemudian hari..