Setiap manusia diberikan kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Kita harus ikhlas menerima takdir hidup ini, dengan begitu hidup kita akan bahagia.
Oleh. Mahyra Senja
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Allah Swt. tidak melarang kita menitikkan air mata, tetapi kita tidak boleh berlebihan dalam hal duniawi, cukup sewajarnya saja. Berduka secukupnya dan bahagia pun secukupnya sebab Allah Swt. tidak menyukai umat-Nya yang melampaui batas.
Kehilangan sosok ibu dalam kehidupan seorang anak adalah kesedihan yang luar biasa. Bagaimana tidak, ibuku seorang penyandang skizofrenia yang telah pergi dari rumah dan hilang tanpa jejak. Peristiwa itu terjadi ketika aku sedang mengandung anak pertama, tepatnya bulan April 2007. Kandunganku kala itu baru memasuki trimester pertama. Aku mendapat kabar yang mengejutkan dari keluargaku.
Cerita yang kudengar, ibu diusir oleh adik perempuannya. Aku tidak tahu persis apa penyebabnya, tetapi ibu memang sering membuat orang naik darah karena ucapan dan sikapnya yang kadang menguji kesabaran orang lain. Ibu sering kali menceracau, melamun, menangis, tertawa sendiri, dan emosinya tidak terkendali.
Berbagai masalah telah dihadapi oleh keluarga dari ibu. Nenek, bibi, dan paman sering kali tersulut emosi karena kelakuan ibu yang kadang menjadi bumerang. Wajar jika mereka mudah tersulut api emosi.
Sejujurnya saat itu aku tidak menyalahkan bibi, apalagi benci dengannya. Hal yang aku khawatirkan adalah nasib ibu karena sejak saat itu ibuku tak pernah kembali pulang.
Sudah 18 tahun ibu meninggalkan kami tanpa kabar berita. Berbagai cara telah kami lakukan untuk mencarinya, tetapi usaha kami selalu gagal. Mencari orang yang mempunyai penyakit gangguan mental tentu tidak mudah. Meskipun begitu, doa untuknya selalu kupanjatkan di setiap sujudku.
Sejak kepergian ibu, aku sering murung, tetapi suamiku selalu memberi semangat. Di tengah rasa putus asa, aku pun berusaha untuk bangkit, tepatnya pada saat usia kehamilanku 30 minggu. Aku berusaha menghibur diri dengan mendengarkan murottal Al-Qur’an, mengaji, dan salat tahajud. Terkadang suamiku mengajak healing ke puncak atau berburu kuliner.
Tantangan terbesarku saat itu, aku tengah berbadan dua dan punya kesibukan yang padat yaitu mengajar di tiga lembaga sekolah swasta. Pada saat perutku bertambah besar dan memasuki usia kandungan 37 minggu, satu per satu kegiatan tersebut kukurangi karena akan melahirkan. Aku memilih resign dan hanya mengajar di dua lembaga pendidikan.
Semua itu kulakukan demi berdamai dengan keadaan yang menuntutku agar siap menjadi seorang ibu. Aku berjuang untuk mengikhlaskan semua yang telah terjadi.
Pada usia kehamilan ke-38 minggu, aku melahirkan secara normal. Salah satu temanku memberi saran agar aku tidak cuti kuliah, jadi aku hanya mengambil cuti melahirkan di sekolah. Setelah satu bulan melahirkan, aku kembali kuliah karena saat itu aku sedang menghadapi semester akhir.
Tantangan baru mulai muncul, kukira setelah kehilangan ibu dan Allah ganti dengan kehadiran anak pertama, hidupku akan bahagia, tetapi ternyata tidak. Justru saat itulah awal jiwaku porak poranda.
Dua bulan setelah melahirkan, aku disibukkan oleh skripsi dan ujian. Sedangkan aku juga harus kembali mengajar. Pekerjaan rumah tangga dan mengasuh bayi membuatku kelimpungan. Hampir tak ada waktu untuk me time sehingga aku merasa jenuh.
Apalagi sering kudengar banyak komentar dari keluarga dan tetangga yang menghakimi kalau aku bukan ibu yang baik karena tidak bisa memberikan ASI eksklusif pada buah hatiku. Akhirnya aku terkena baby blues syndrome.
Penyakit mental ini adalah suatu bentuk kesedihan atau kemurungan yang dialami ibu setelah melahirkan. Baby blues syndrome juga dipahami sebagai suatu sindrom gangguan ringan yang sering muncul dalam minggu pertama setelah persalinan dan berkelanjutan dalam rentang waktu 14 hari terhitung setelah persalinan.
Tanda-tanda yang kurasakan saat masalah mental itu datang salah satunya aku merasa cemas tanpa sebab, mudah tersinggung, tiba-tiba menangis tanpa sebab, menjadi tidak sabar, tidak percaya diri, sensitif, dan merasa khawatir dengan keadaan si bayi. Aku diserang oleh rasa overthinking dan perasaan berdosa karena bayiku tidak mau disusui karena bingung puting.
Sebagai ibu muda yang belum berpengalaman, aku hampir kalah oleh keadaan. Namun, aku berusaha mencari tahu dan bertanya pada orang lain. Namun, bukannya informasi yang kudapatkan, melainkan kata-kata yang membuat aku makin gelisah.
Aku khawatir jika bayiku akan sakit-sakitan, tidak cerdas, dan cacat secara mental karena tidak mendapat ASI. Inilah yang membuat aku kesulitan tidur, berkurangnya nafsu makan, tidak memperhatikan keadaan anak, dan takut untuk menyentuh anak sehingga anakku lebih banyak diasuh oleh sang nenek.
Kesibukan yang padat membuatku harus membayar utang pengasuhan pada si sulung dan itu membuatku hidup dengan rasa bersalah. Aku bertekad jika suatu hari nanti dianugerahi anak kedua, aku akan berusaha menyiapkan diri menjadi ibu yang lebih baik. Pada saat itu aku mulai mencari cara agar sembuh dari masalah baby blues syndrome dengan cara healing secara mandiri.
Semua pengalaman buruk pasti membuat batin kita kecewa dan marah pada keadaan, tetapi kita harus berdamai dengan keadaan itu dan menerima dengan ikhlas semua yang telah terjadi. Saat itu aku tetap berpikir positif dengan takdir yang kujalani. Memang tak mudah memaafkan masa lalu dan keluar dari peristiwa traumatis. Namun, dengan keyakinan akan kesembuhan dan hidup yang baru, aku yakin pasti bisa melewatinya.
Allah telah menjelaskan di dalam Al-Qur’an yang artinya,
“Maka sesungguhnya setelah kesulitan akan datang kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan itu akan datang kemudahan.” (Al-Insyirah ayat 5 dan 6).
Ayat tersebut berisi hikmah bahwa dalam setiap kesulitan apa pun yang kita hadapi, pasti Allah Swt. akan memberikan kemudahan sebagai bentuk solusi atas permasalahan yang terjadi. Begitu pula dengan masalah penyakit gangguan mental yang kualami, pasti ada obat penawarnya dan ada kemudahan saat menjemput ikhtiar sehat ini. Asalkan kita yakin, maka semua pasti bisa diatasi.
Aku menjalankan healing secara mandiri dengan terapi menulis ekspresif di buku diari. Aku juga menyampaikan afirmasi positif pada diri sendiri setiap hari. Selain itu, untuk menambah kedekatan diri pada Allah Swt., aku selalu menautkan hati pada Allah taala, menjaga pikiran tetap positif, dan menjauhi segala larangan-Nya.
Adapun ibadah dan amalan yang kulakukan di rumah di antaranya: menjalankan salat lima waktu, tilawah Al-Qur'an sambil menadaburinya, melaksanakan salat malam, salat duha, atau berzikir setiap pagi dan petang.
Pada saat semua ikhtiar telah kulakukan dan aku telah pasrah dengan semua hal yang terjadi, tiba-tiba Allah menjawab doaku dan memberikan kado terindah. Aku lulus kuliah dan menjadi sarjana pendidikan setelah berjuang selama tiga bulan untuk menyusun skripsi.
Di dalam Al-Qur'an, Allah Swt. berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai kesanggupannya.”(TQS. Al-Baqarah ayat 286).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah Swt. memberikan ujian hidup pada setiap hamba-Nya karena kesanggupannya. Artinya, Allah sudah tahu aku akan mampu melewati badai ujian hidup ini. Namun, mengapa aku merasa takut, lemah, dan bingung.
Maksud dari ayat ini sudah jelas yaitu setiap manusia diberikan kemampuan dalam menyelesaikan masalah. Buktinya kita memiliki akal, tubuh yang sehat, dan organ tubuh yang normal yang bisa kita gunakan untuk mencari solusi atas semua ujian hidup ini. Kita harus ikhlas menerima takdir hidup ini, dengan begitu hidup kita akan bahagia. https://narasipost.com/motivasi/07/2022/ikhlas-syarat-diterimanya-amal/
Jika Anda juga mengalami apa yang menimpa diriku, jangan merasa putus asa dan berpikir negatif karena semuanya terjadi atas kehendak Allah. Kita adalah manusia yang tidak sempurna. Jadi, kita tidak bisa menuntut diri sendiri untuk terlihat sempurna.
Wajar apabila kita pernah melakukan suatu kekhilafan. Namun, sebaiknya kita menjadi pribadi yang tidak salah arah dan selalu berpedoman terhadap apa yang kita yakini yaitu Sang Pencipta. Dengan rasa yakin kepada Tuhan itulah, maka kita akan menjadi pribadi yang taat. Semoga tulisan ini bisa memberikan inspirasi. Wallahua'lam bi al-shawab.
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Kak Mahyra, kesabaran yang luar biasa, tak terbayangkan sedihnya kehilangan ibu.
Peluk jauh untuk Kakak yang tabah.
Semoga ibu Mbak baik2 saja.. yakinlah, beliau pasti dalam penjagaanNya..
musibah yang menimpa InsyaAllah bisa menguatkan kita, dan bisa menjadi bekal untuk membantu orang lain ketika mengalami hal serupa.. karena kita pernah mengalaminya sendiri..
Ya Allah sedih sekali Mba.. semoga Ibunya bisa ditemukan dalam keadaan sehat. Aamiin
Semoga ibu mbak dalam kondisi baik-baik saja dan segera ditemukan. Benar, ujian hidup tiap manusia berbeda-beda, namun tetap dekat dengan-Nya dan mencari cara agar solusi kita dapatkan.
Ibu belum ditemukan? Semoga Allah melindungi keberadaannya.
Ya Allah, bisa membayangkan kehilangan ibu yang sangat kita sayangi. Semoga ibunya ditemukan dan dalam kondisi sehat.
Ya, Allah. Semoga takdir Allah mempertemukan mbak dan ibunda.
[…] Aku tumbuh dan berkembang layaknya anak-anak lain, merasakan kasih sayang penuh dari kedua orang tua hingga pada suatu hari, ujian pertama itu datang menghampiriku. Tahun 1986 ayahku dipanggil "pulang" oleh Yang Maha Kuasa. Sedangkan sepekan lagi aku akan ujian kelulusan SMA. Betapa sedih kehilangan orang yang begitu menyayangiku, begitu pun dengan ibuku, beliau bahkan sampai menangis berhari-hari.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/indahnya-berdamai-dengan-ikhlas/ […]
[…] Hal ini membuat saya merenung bahwa musibah kematian sungguh membuat manusia mendapatkan pelajaran berharga yaitu bila ajal telah datang tiada satu pun orang yang mengetahuinya, apalagi lari. Meskipun, kondisi awalnya seseorang terlihat baik-baik saja, tetapi jika ajal sudah memanggil, tidak ada yang bisa menyangkal.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/indahnya-berdamai-dengan-ikhlas/ […]