Doa, Ka’bah, dan Rezeki

Doa, Ka'bah, dan Rejeki

Napas seorang muslim adalah doa. Doalah yang menguatkan. Dengan berdoa, kita menyadari akan kelemahan diri dan meyakini bahwa Allah adalah sumber kekuatan.

Oleh. Mawar Putri
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Dua tahun terakhir ini kami begitu intensif mengobrolkan tentang niat untuk bisa berangkat umrah bersama-sama.

"Kami juga mau pergi salat di depan Ka'bah," kata mereka menimpali setiap mendengar rencana kami berdua untuk berangkat umrah. Niat serius itu mereka tunjukkan lewat kegigihannya menahan diri tidak membelanjakan uang pemberian dari keluarga yang diperoleh setiap hari raya.

"Tolong dimasukkan ke rekening kami, ya, Umi. Insyaallah mau dipakai untuk pergi umrah."

"Iya, Nak, jangan lupa doanya juga dikencangkan!"

Namun, rezeki berkunjung ke Baitullah belum juga menghampiri. Demikianlah, Allah menetapkan segala sesuatu sesuai kehendak-Nya. Manusia hanya berencana dan Allah yang Maha Berkehendak. Kalimat ini begitu sering saya dan suami ulang-ulang saat anak-anak bertanya, kenapa kita belum jua berangkat ke sana.

Waktu berlalu, kami dan anak-anak perlahan sudah jarang mengobrolkan tentang perkara ini lagi secara intensif. Meskipun sesekali, Panglima, anak kedua kami bertanya bagaimana kabar uangnya di rekening.

“Apakah uangku di tabungan masih ada, Umi?”

“Masih Nak, masih ada. Insyaallah aman. Uangnya masih tersimpan di rekening.”

Hingga di suatu pagi saat saya berpikir, mungkin anak kami yang kedua ini sudah tidak lagi bersemangat dengan cita-citanya. Saya mengingat-ingat isi tabungan sambil membatin kapan Allah akan mencukupkan saldo di rekening untuk bisa pergi umrah. Dengan penghasilan tetap dan pengeluaran setiap bulannya yang terus membesar, otak akuntan saya berputar, bagaimana kira-kira rencana Allah akan mencukupkan tabungan ini. Saya membuka obrolan dengan Panglima.

"Nak, nanti kalau umi punya rezeki tetapi hanya cukup untuk dua orang, tidak apa-apa ya kalau umi berangkat lebih dulu dengan Kakak. Kakak 'kan sudah balig. Insyaallah, kalau ada rezeki di waktu lain, kita berangkat bersama-sama.”

Keyakinan dalam Doa

Tidak butuh waktu beberapa lama setelah deretan-deretan kalimat ini meluncur dari mulut saya, Panglima segera memberikan respons. Sungguh di luar dugaan saya, tiba-tiba dari leher sampai wajahnya tampak memerah, padahal kulitnya sekarang tidak lagi putih seperti dulu. Pelan-pelan netranya berembun diiringi suara gemuruh mengguncang dadanya. Bulir-bulir air berjatuhan tumpah ruah di pipinya. Dia tak bisa lagi menahan luapan emosi yang sedari tadi ia simpan.

"Apa Umi tahu, sampai salat subuh tadi saya masih berdoa supaya kita bisa berangkat umrah bersama-sama?”

Saya kaget. Betapa saya tidak menyangka kalau kalimat yang saya ucapkan barusan akan dia tanggapi dengan kalimat yang dipenuhi keyakinan akan kuasa Rabb-nya. Suara saya tercekat di kerongkongan setelah melihat respons Panglima. Saya menjadi tersadar kembali kalau baru saja mengusik cita dan doa anak saya.

Bukankah kami juga yang selalu menasihatinya agar saat memiliki keinginan, apa pun itu, mintalah kepada Allah? Beberapa kali saya beristigfar. Kalimat anak saya barusan membuat saya tersadar bahwa ada yang cacat dari keyakinan saya selama ini. Keyakinan bahwa Allah itu Maha Mengabulkan doa hamba-Nya.

Rezeki untuk Setiap yang Bernyawa

Siapa yang bilang untuk pergi umrah, rezeki anak harus lewat penghasilan kami, orang tuanya? Siapa yang bilang kalau hanya kami yang bisa memberangkatkan anak ini umrah? Allah sendiri yang menyampaikan dalam Al-Qur’an pada surah As-Syura ayat 19 yang artinya: “Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya, Dia memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki. Dia Maha Kuat lagi Maha Perkasa.”

Kami memang orang tua yang memiliki tanggung jawab atas nafkah anak-anak. Namun, betapa keliru jika berpikir bahwa kami adalah satu-satunya pintu keluarnya rezeki untuk anak-anak. Mereka yang bernyawa berjalan di atas muka bumi ini telah Allah hadiahkan masing-masing rezeki yang tidak saling mengurangi satu sama lain. Astagfirullah. Semoga Allah mengampuni setiap rasa angkuh yang menyelinap di hati kami.

Doa yang Menguatkan

Saya juga kembali mengingat ayat dalam Al-Qur’an yang memberikan kabar gembira kepada mereka yang berdoa. Dalam surah Al-Baqarah ayat 186, yang artinya: “Dan apabila hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka jawablah bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia meminta kepada-Ku.”

Ayat ini sesungguhnya memberikan garansi bahwa tidak ada seorang pun yang sia-sia dalam berdoa. Kata dekat dalam ayat ini menggambarkan bahwa begitu mudahnya Allah mengabulkan doa hamba-Nya. Karena itu, sesuatu yang keliru jika kita tidak berdoa meminta kepada Allah setiap menginginkan sesuatu.

Napas seorang muslim adalah doa. Doalah yang menguatkan. Dengan berdoa, itu artinya kita menyadari akan kelemahan diri dan meyakini bahwa Allah adalah sumber kekuatan bagi seorang hamba. Sungguh, Allah Maha Mengabulkan doa dan Allah Maha Kaya. Demikian Allah menyematkan kedua sifat ini pada nama-Nya.

Baca: berkata-saat-marah-doa-cepat-diijabah/

Kalimat anak saya yang mengatakan bahwa sampai subuh tadi masih berdoa, seolah ingin menekankan bahwa dia belum berputus asa dari rahmat Allah atas doa yang dilantunkan selama dua tahun terakhir ini. Saya merasa masih perlu terus belajar dan muhasabah sebagai orang tua.

Saya sering mengucapkan kalimat bahwa apa pun itu mintalah kepada Allah, tugas kita hanyalah berusaha dan berdoa. Mengenai hasil dari apa yang telah kita usahakan biarlah menjadi urusan Allah.

Nasihat ini ternyata begitu merasuk ke dalam hatinya, sedangkan saya hanya menjadikannya sebagai kalimat sesaat di bibir yang tidak merasuk ke hati saya. Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada kami dalam mendidik dan mendampingi anak-anak.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Mawar Putri Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Untuk Apa Aku Hidup
Next
Rasa Malu, Fitrah untuk Menjaga Iman
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram