
Giant discovery, dengan sifat keberlimpahannya ini pun jelas keharamannya, jika pengelolaannya diserahkan pada individu maupun korporasi.
Oleh. Witta Saptarini, S.E.
(Kontributor Narasiliterasi.Id)
Narasiliterasi.Id-“Hutan, sawah, gunung, dan lautan, simpanan kekayaan.
Kini ibu sedang lara, merintih dan berdoa.
Air matanya berlinang, emas intannya terkenang.”
Ya, itulah beberapa penggal lirik lagu “Ibu Pertiwi”. Salah satu lagu nasional populer bergenre patriotik ini, bisa disebut sebagai personifikasi keindahan dan kekayaan alam Indonesia yang melimpah. Namun, sedang dilanda kesusahan. Pasalnya, segala keberlimpahan hanya dirasakan elite semata, sementara sebagian besar rakyat tetap berjuang hidup dalam nestapa.
Tak diragukan, kekayaan alam negeri ini pun di dalamnya meliputi wilayah perawan migas yang luas. Sebagaimana kabar bombastis dari industri hulu migas Indonesia belum lama ini, yakni temuan terbaru ladang gas raksasa alias giant discovery, secara persisten sepanjang tahun 2023. Bahkan, potensi gas bumi ini diklaim sebagai temuan eksplorasi migas terbesar ketiga di dunia. Di antaranya, temuan ladang gas yang signifikan pada Desember 2023, dengan potensi 6 Trillion Cubic Feet (TCF) gas-in-place, dari sumur eksplorasi Layanan-1 Blok South Andaman. Tepatnya sekitar 100 km lepas pantai di bagian utara Pulau Sumatra, di bawah operator perusahaan energi internasional yakni Mubadala Energy, berkantor pusat di Abu Dhabi, UEA.
Selanjutnya, pada Oktober 2023 temuan besar gas di Geng North-1, zona kerja atau Blok Ganal Kalimantan Timur, di bawah operator raksasa migas asal Italia, Eni. Adapun dengan perkiraan awal potensi gas-in-place 5 TCF, dan menjadi salah satu giant discovery yang akan turut berkontribusi besar, meningkatkan cadangan gas RI secara signifikan. (ekonomi.bisnis.com, 6/1/2023)
Angin Segar bagi Pemerintah dan Investor
CEO Mubadala Energy, Mansoor Mohammed Al Hamed, mengatakan bahwasanya selain membuka peluang monetisasi dan komersialisasi yang signifikan bagi perusahaannya, di tengah momentum transisi energi saat ini, temuan ini pun mencatat sejarah besar bagi ketahanan energi Indonesia. Hal senada dinyatakan oleh CEO Eni, Claudio Descalzi. Bahwasanya, setelah penemuannya ini, pihaknya akan melakukan fast track seperti halnya dengan semua proyeknya. Eni ingin segera menyampaikan kepada otoritas terkait rencana pengembangan, berbagi di semua area yang dimilikinya antara 80% dan 100%. Melihat peluang besar ini, Eni yang notebene operator sekaligus investor, akan bergerak cepat untuk membuat proposal, serta membangun platform pembangkit gas besar baru di Indonesia.
Tak ketinggalan, Sekretaris SKK Migas, Shinta Damayanti, pun menyampaikan apresiasinya. Bahwa SKK Migas optimis atas giant discovery ini, nantinya dapat mendorong investasi serta eksplorasi yang lebih masif dan agresif di masa yang akan datang. Mengingat potensi migas nasional masih menjanjikan. Pasalnya, dari 128 cekungan, masih terdapat 68 cekungan yang belum dilakukan pengeboran. Selain itu, temuan tersebut diyakini bakal meningkatkan cadangan gas, serta mendukung peningkatan produksi gas nasional secara signifikan, sebanyak 12 miliar standar kaki kubik per hari di tahun 2030. Tentu saja, afirmasi positif para CEO migas ini pun menjadi promotion tools pada perusahaan migas global, untuk menggaet Indonesia kembali sebagai portofolio investasinya, yang memiliki future potential di sektor gas bumi.
Tancap Gas Lakukan Percepatan
Tak diragukan lagi, giant discovery ini pun menjadi suatu momentum untuk menarik banyak lagi perusahaan asing, untuk melakukan eksplorasi, bahkan berinvestasi di sektor migas negeri ini. Karenanya, menurut Shinta Damayanti, kuncinya perlu memahami appetite investor. Bahwasanya ketika berinvestasi, para investor ingin secepatnya bisa onstream alias beroperasi, serta mendapatkan revenue. Pasalnya, jalan menuju komersialitas bukanlah hal yang mudah.
Maka, SKK Migas dan Kementerian ESDM sebagai lead, bersama lintas kementerian lainnya, telah berkomitmen melakukan percepatan alias tancap gas menempuh jalur cepat, dengan memberlakukan antimainstream process, yakni tidak sequentially. Artinya, tanpa skip proses dan menunggu persetujuan plan of development secara keseluruhan alias persetujuan parsial. Namun, bisa memulai tahapan proses yang sudah fixed tak ada perubahan perencanaan. Seiring diharapkan dukungan dari sisi regulasi, agar tercapai good governance-nya. Sehingga, diperkirakan dapat berproduksi dan dimonetisasi dalam waktu 2 tahun. Artinya, ada pemangkasan waktu yang luar biasa. Pasalnya, secara normatif proyek migas bisa 4 sampai 5 tahun untuk bisa onstream. SKK Migas pun memandang, bahwasanya hal ini merupakan satu proses perbaikan, agar investor global memiliki appetite lagi untuk berinvestasi di Indonesia.
Investasi “ It’s a Must”
Begitulah karakter penguasa di haribaan sistem kapitalisme. Dengan dalih memajukan perekonomian negara berbasis investasi, merupakan bentuk kebijakan yang tak adil dan diskriminatif bagi rakyat. Sebab negara selalu memperluas ruang usaha bagi kapitalis. Salah satunya, dengan memberlakukan kebijakan eksklusif yakni golden visa, sebagai karpet merah bagi WNA berkualitas alias investor perorangan dan korporasi, dengan tujuan untuk mengembangkan ekonomi, meraup banyak investor, hingga mendorong inovasi. Tak heran, negara pun memiliki kecenderungan berpihak pada pemilik modal, baik lokal maupun asing. Walhasil, berimplikasi pada sempitnya ruang usaha rakyat yang tak bermodal.
Pasalnya, perekonomian negara dalam navigasi sistem kapitalisme bertumpu pada investasi, selain utang. Padahal, simpanan kekayaan alam negeri ini melimpah, yang meniscayakan kemampuannya memiliki kemandirian ekonomi. Namun, lagi-lagi SDA negeri ini dikelola dan dieksploitasi keuntungannya yang didominasi asing. Faktanya, dalam konteks ini banyak lokasi tambang dikuasai dan dikelola oleh individu, korporasi asing maupun domestik. Secara otomatis, berimplikasi negatif pada risiko fiskal dan makroekonomi, seperti boom and bust cycle, yakni fluktuasi ekonomi yang cepat.
Perlu dicermati, makin masifnya investasi asing, jelas berbahaya bagi negara dan generasi. Kebijakan negara akan mudah dinavigasi oleh mereka berkat kekuatan monopolinya. Alhasil, penentuan harga barang atau jasa yang notabene objek investasi, seperti listrik, migas, tarif tol, serta layanan publik lainnya ditetapkan asing. Bahkan, termasuk bidang pendidikan dan kesehatan. Pun, bahayanya investasi bagi generasi, yakni akan mewariskan utang, membajak potensi, serta menjajah tiada henti.
Pengelolaan Tambang dan Investasi dalam Islam
Islam sebagai agama yang paripurna, memiliki hukum syariat terkait pengelolaan tambang. Secara garis besar, sejatinya semua orang memiliki hak yang sama atas tambang, sehingga statusnya dianggap sebagai milik umum. Kendatipun demikian, status umum ini sifatnya terbatas. Jika depositnya kecil, maka tidak ada larangan diprivatisasi. Termasuk, bila tambang berada di area miliknya. Namun, jika depositnya melimpah, bahkan tak terbatas. Maka, haram dimonopoli oleh individu, baik asing maupun domestik. Dalam konteks giant discovery, dengan sifat keberlimpahannya ini pun jelas keharamannya, jika pengelolaannya diserahkan pada individu maupun korporasi. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad, “Manusia dapat bersama-sama (berserikat) hanya dalam tiga perkara yakni air, padang, dan api.”
Baca juga: Subsidi BBM dan Listrik Jadi BLT, Solusikah?
Maka, hanya negara yang melandaskan sistem pemerintahannya pada syariat Islam secara kaffah yakni Khilafah, mempunyai otoritas penuh untuk mengatur, mengelola, mengizinkan atau tidak, individu atau kelompok, untuk mengeksploitasi tambang atau pertambangan ini. Tentu saja, proteksi yang dilakukan negara Khilafah ini, bukan untuk kepentingan pribadi khalifah, pejabat atau wali, melainkan demi kemaslahatan publik.
Investasi Asing
Pun, Islam tidak menafikan keberadaan investasi dan investor, baik lokal maupun asing. Sebab, ada mekanisme yang mengaturnya, sebagai bagian politik luar negeri negara Khilafah. Hanya saja, tidak dibenarkan jika melanggar rambu-rambu hukum syariat.
Adapun Islam membolehkan investasi asing dengan 3 syarat. Pertama, tidak dalam ranah pengelolaan SDA milik umum, yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan primer rakyat dan orang banyak. Kedua, steril dari unsur riba. Ketiga, tidak menjadi media monopoli dan penjajahan. Kemudian, jika investasi dalam skala harta milik individu yang tidak melanggar rambu syariat. Maka, khalifah melarang berserikat dengan WNA yang terkategori negara kafir harbi fi’lan, yakni terang-terangan memerangi negara Khilafah secara fisik.
Adapun dari sisi pendapatan, negara Khilafah tak bergantung pada investasi semata. Sumber pemasukan Khilafah dikumpulkan oleh lembaga negara, yaitu baitulmal. Pertama, hasil pengelolaan negara atas kepemilikan umum. Kedua, hasil pengelolaan fa’i, kharaj, ganimah, jizyah, serta harta milik negara. Ketiga, harta zakat.
Penutup
Maka, mekanisme Islam inilah yang menjadikan sistem ekonomi Islam tangguh dan mandiri. Tentu saja, diiringi dengan kebijakan yang membawa kemaslahatan. Alhasil, rakyat sejahtera, “Ibu Pertiwi” pun tertawa.
Wallahu a’lam bish-shawwab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
