Pajak dalam Kapitalisme vs Islam

Pajak dalam Kapitalisme vs Islam

Penerapan pajak menggunakan sistem Islam berbeda dan lebih baik daripada di sistem kapitalisme. Islam tidak memaksa rakyat untuk membayarnya.

Oleh. Dara Millati Hanifah, S.Pd.
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Kenaikan PPN hari ini sudah bukan wacana lagi, melainkan telah diberlakukan . Lebih tepatnya di awal tahun 2025, sekitar 12% akan naik meski tidak semua barang akan dinaikkan pajaknya oleh pemerintah. Namun, hampir semua lapisan masyarakat mengeluhkan dengan adanya kenaikan tersebut.

Pajak Sudah Ada Sejak Dulu

Penerapan pajak di Indonesia ternyata sudah ada sejak dulu. Dari masa klasik sampai masa kerajaan. Hal tersebut ditandai dengan banyaknya prasasti yang menandai adanya penarikan pajak pada masa Hindu dan Buddha.

Begitu pun di masa kolonial, pajak menjadi pemasukan bagi negara. Hal yang sama juga dilakukan oleh Inggris ketika menjajah Indonesia yakni saat pemerintahan Hindia Belanda. Tentu penetapannya pada masa itu juga mendapatkan perlawanan dari masyarakat. Karena hal tersebut sangat menyengsarakan rakyat, hingga terjadi perlawanan antara masyarakat dengan pemerintah, seperti perang Jawa dan perang Kamang. (Tirto.id, 21-12-2024)

Penerapan pajak juga sudah terjadi pada masa Rasulullah saw. yang diambil dari beberapa sumber yaitu harta rampasan perang (ganimah), harta kekayaan yang diambil dari musuh tanpa melakukan perang (fai), pajak tanah (kharaj), dan zakat juga pajak kepala (jizyah).

Tak hanya itu, di masa khulafaurasyidin juga sudah diterapkan pajak. Di masa Umar bin Khattab telah mulai ditertibkan sistem pembayarannya terutama pada kharaj.

Pajak dalam Jeratan Kapitalisme

Dalam kapitalisme pajak merupakan sumber pemasukan utama bagi negara sebagai sumber dalam pembangunan. Hampir semua masyarakat diwajibkan untuk membayarnya. Baik dari kalangan atas, menengah, maupun kalangan bawah.

Namun, yang paling mencekik dengan kenaikan PPN ini adalah kalangan bawah. Karena, rata-rata masyarakatnya tidak memiliki penghasilan yang tetap atau di bawah standar UMR (upah minimum regional). Lain halnya dengan masyarakat menengah yang penghasilannya sesuai UMR. Adapun bagi kalangan atas tentu tidak perlu pusing untuk membayarnya.

Kenaikan Pajak menurut Ekonom

Faisal Basri selaku ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memaparkan bahwa kenaikan PPN 12% hanya menyengsarakan rakyat. Akan tetapi, hal demikian tidak menambah pendapatan negara. Ia menilai, kenaikan PPN tidak adil karena pemerintah masih memberikan insentif fiskal pada korporasi besar.

Deni Friawan, Peneliti Senior Centre for strategic and International Studies (CSIS) juga memaparkan bahwa PPN 12% akan mengimpit rakyat kecil. Menurutnya ada cara yang baik untuk penarikan PPN, yakni dengan mengevaluasi pemberian intensif fiskal terutama pada industri pertambangan. (CNBCIndonesia.com, 12-08-2024)

Lalu bagaimana pajak bisa naik ketika masyarakat masih sulit dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari? Hal itu disebabkan sistem yang diterapkan saat ini masih kapitalisme. Di mana pada sistem ini para penguasa lebih memikirkan keuntungan dibandingkan dengan kemaslahatan masyarakatnya. Tanpa memedulikan dampak dari adanya kenaikan PPN.

Mungkin bagi mereka yang memiliki harta berlebih tidak akan terlalu masalah dengan adanya kenaikan PPN. Namun, berbeda dengan masyarakat kecil yang setiap hari harus mengais rezeki untuk memenuhi kebutuhannya yang semakin hari semakin meningkat harganya.

Ditambah fakta betapa negara dalam sistem kapitalisme hanya berperan sebagai regulator. Lebih miris lagi ketika regulasi yang dihasilkan lebih pro pada para pengusaha sementara abai dengan keadaan masyarakatnya. Bantuan sosial yang digadang-gadang akan menjadi solusi alternatif bagi mereka yang terdampak pada kenaikan PPN ini apakah akan terealisasi sesuai harapan? Sepertinya itu hanya sebuah ilusi untuk menenangkan masyarakat agar tidak perlu risau dengan kenaikan PPN ini. Begitulah penerapan pajak dalam sistem kapitalisme.

Pajak Rakyat vs Perusahaan, Ironi Kebijakan Kapitalisme

Pengelolaan Pajak dalam Islam

Pajak (dharibah) adalah harta yang diwajibkan oleh Allah kepada kaum muslimin untuk membiayai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang diwajibkan atas mereka. Itu pun ketika kondisi baitulmal kosong atau tidak cukup.

Adapun sumber pemasukan baitulmal terdiri dari fai, kharaj, 'usyur, serta kepemilikan umum. Semua pos tersebut cukup untuk membiayai kebutuhan rakyatnya seperti pembangunan fasilitas umum, biaya pendidikan dan yang lainnya.

Kewajiban membayar pajak hanya dibebankan kepada kaum muslimin yang memiliki harta lebih. Sedangkan yang tidak memiliki kelebihan harta tidak akan dipungut. Sesuai sabda Rasulullah saw., "Sebaik-baiknya sedekah adalah yang berasal dari orang-orang kaya." (HR. Bukhari)

Dalam sistem Islam, ketika ingin mengambil pajak kepada rakyatnya tidak boleh ada paksaan. Karena hal itu sama saja zalim kepada rakyatnya sendiri. Orang yang zalim akan mendapat ganjaran siksa dari Allah kelak di akhirat.

Negara tidak boleh mewajibkan pajak tanpa adanya kebutuhan yang memang mendesak atau darurat atas transaksi jual beli tanah dan pengurusan suratnya, gedung, timbangan, atau yang bukan bagian dari pajak. Itu karena yang demikian termasuk dalam cukai (al-maksu).

Rasulullah saw. bersabda, "Tidak akan masuk surga orang-orang yang memungut cukai." (HR. Ahmad, Ad-Darami, dan Abu Ubaid)

Pajak Memaksa dalam Sistem Kapitalisme

Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pajak dengan menggunakan sistem Islam berbeda dan lebih baik daripada di sistem kapitalisme. Islam tidak akan memaksa rakyatnya untuk membayar pajak. Sedangkan dalam kapitalisme, rakyat dipaksa untuk membayarnya tanpa memikirkan dampak dari ditetapkan PPN di tengah-tengah ekonomi masyarakat sedang sulit.

Maka dari itu tentu sebuah kebutuhan bagi umat untuk mencampakkan sistem kapitalisme dan beralih pada sistem Islam. Ini karena sistem Islam mampu membuat masyarakat sejahtera sementara kapitalisme membawa pada kesempitan. Wallahuallam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Dara Millati Hanifah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Hentikan Penderitaan Anak-Anak Gaza!
Next
Pembebasan Palestina Hanya dengan Jihad dan Khilafah
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Pajak dalam Kapitalisme vs Islam […]

trackback

[…] Baca juga: Pajak dalam Kapitalisme vs Islam […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram