
Kerukunan antarumat beragama tidak memerlukan rumah moderasi beragama yang justru berpotensi merusak akidah umat. Sebaliknya Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat.
Oleh. Ummu Aura
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Indonesia dikenal sebagai negara dengan keberagaman yang luar biasa terutama dalam hal agama dan kepercayaan masyarakatnya. Namun, di balik keindahan mosaik keberagaman ini kerap kali muncul isu-isu yang memicu konflik antarumat beragama. Isu agama sering kali menjadi bahan bakar yang dapat memecah harmoni sosial, terutama di wilayah-wilayah yang rawan konflik. Untuk mengatasi persoalan ini Kementerian Agama (Kemenag) telah mencanangkan pendirian Rumah Moderasi Beragama (RMB) di sejumlah kampus Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). (jawapos.com)
Menurut Kemenag, RMB diharapkan menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama. Dengan dukungan sivitas akademika yang memiliki pengetahuan dan keterampilan agama yang mendalam, RMB diharapkan mampu mencegah potensi konflik sejak dini. Dalam hal ini RMB dianggap sebagai terobosan besar yang dapat menjadi jalan keluar dari persoalan-persoalan yang terkait dengan isu agama di Indonesia. Namun, apakah pendirian RMB benar-benar solusi yang tepat? Atau justru ada agenda lain di balik proyek ini yang perlu dikritisi?
Moderasi Beragama: Antara Gagasan dan Realitas
Moderasi beragama sering dipahami sebagai cara pandang untuk tidak bersikap ekstrem dalam menjalankan ajaran agama. Namun, implementasi gagasan ini di Indonesia kerap kali menimbulkan kontroversi. Kritik utama yang muncul adalah bahwa moderasi beragama sering kali menyasar umat Islam sebagai target utama, sementara agama-agama lain cenderung tidak menjadi subjek dari kebijakan ini. Hal ini memunculkan anggapan bahwa moderasi beragama adalah upaya untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran agamanya secara kaffah atau menyeluruh.
Baca Juga: Moderasi Beragama dan Generasi Muda
Sejarah munculnya moderasi beragama di tingkat global tidak lepas dari peran Cheryl Bernard, seorang peneliti di RAND Corporation, lembaga think tank asal Amerika Serikat. Bernard mengklasifikasikan umat Islam ke dalam beberapa kelompok, yaitu tradisionalis, fundamentalis, sekularis, dan modernis. Dari klasifikasi ini kelompok sekularis dan modernis dianggap sebagai mitra strategis untuk menyukseskan proyek moderasi beragama. Di sisi lain, kelompok fundamentalis yang ingin menerapkan ajaran Islam secara menyeluruh justru menjadi sasaran utama untuk dilemahkan.
Moderasi beragama dalam konteks ini dipandang sebagai cara untuk menyelaraskan ajaran Islam dengan nilai-nilai Barat yang cenderung sekuler. Padahal pandangan hidup Barat sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam, terutama dalam aspek pemerintahan, ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial lainnya. Maka, pendirian RMB di kampus-kampus perguruan tinggi perlu dilihat dengan kritis. Apakah benar langkah ini bertujuan murni untuk menciptakan kerukunan ataukah ada agenda lain yang ingin meminggirkan penerapan syariat Islam secara menyeluruh?
Waspadai Pengaruh Moderasi Beragama di Kampus
Baru-baru ini Universitas Islam Negeri Profesor Kiai Haji Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto meraih penghargaan sebagai Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) yang aktif dalam menyukseskan Program Rumah Moderasi Beragama (radarbanyumas.disway.id, 2-1-2025).
Pendirian RMB di lingkungan perguruan tinggi harus mendapatkan perhatian serius dari masyarakat, terutama umat Islam. Kampus merupakan tempat berkumpulnya para intelektual muda yang akan menjadi pemimpin masa depan. Jika mereka terpapar ide-ide yang menjauhkan mereka dari ajaran Islam secara kaffah, maka dampaknya akan dirasakan oleh masyarakat luas. Dengan kata lain RMB dapat menjadi alat untuk membentuk pola pikir yang menganggap Islam sebagai agama yang intoleran dan sumber konflik sehingga perlu dimoderasi.
Baca Juga: Proyek Moderasi Makin Gencar, Generasi Kian Ambyar
Padahal, dalam sejarahnya Islam telah memberikan contoh gemilang tentang toleransi dan kerukunan antarumat beragama. Pada masa Rasulullah saw. toleransi beragama diterapkan dengan sangat baik di Madinah. Bahkan, pada masa kekhalifahan Islam di Andalusia (Spanyol), umat Islam, Yahudi, dan Kristen hidup berdampingan selama berabad-abad dalam kedamaian. Hal ini menunjukkan bahwa kerukunan dapat tercipta tanpa perlu moderasi yang didikte oleh nilai-nilai Barat.
Solusi Islam untuk Kerukunan
Dalam pandangan Islam kerukunan antarumat beragama tidak memerlukan moderasi beragama yang justru berpotensi merusak akidah umat. Sebaliknya, Islam menawarkan solusi yang komprehensif untuk menciptakan harmoni di tengah masyarakat. Dalam sistem Islam seorang pemimpin bertanggung jawab untuk memberikan nasihat takwa dan menerapkan aturan syariat dalam mengatur seluruh aspek kehidupan. Dengan cara ini, akidah umat terjaga dan toleransi antarumat beragama dapat tercipta secara alami.
Islam juga mengajarkan pentingnya membangun masyarakat yang kuat dan berakhlak mulia. Negara Islam memiliki kewajiban untuk membina masyarakat agar memiliki kepribadian yang lurus dan menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Dengan pembinaan yang berkelanjutan, potensi konflik dapat diminimalkan dan kerukunan dapat terwujud tanpa perlu intervensi dari ide-ide yang bertentangan dengan prinsip Islam.
Kesimpulan
Pendirian Rumah Moderasi Beragama di kampus-kampus perguruan tinggi perlu ditinjau ulang dengan kritis. Meskipun langkah ini diklaim sebagai solusi untuk menciptakan kerukunan antarumat beragama, ada banyak indikasi bahwa program ini memiliki agenda yang lebih besar, yaitu melemahkan penerapan syariat Islam secara kaffah. Oleh karena itu, umat Islam harus waspada dan tidak mudah menerima gagasan ini tanpa analisis yang mendalam.
Kerukunan antarumat beragama sejatinya dapat terwujud melalui penerapan sistem Islam yang menjaga akidah umat dan membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam mampu menciptakan harmoni di tengah keberagaman. Maka, alih-alih membangun Rumah Moderasi, negara seharusnya fokus pada pembinaan masyarakat yang berlandaskan nilai-nilai Islam. Dengan cara ini toleransi dan kedamaian dapat diraih tanpa harus mengorbankan prinsip-prinsip agama. Wallahualam bissawab []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
