Buruknya Perlindungan bagi PMI

Buruknya Perlindungan bagi PMI

PMI di sistem kapitalisme sekuler senantiasa berada pada posisi dilema, baik maju atau mundur tetap merekalah yang akan menjadi korban. Jika bukan materi yang hilang, nyawalah taruhannya.

Oleh. Ummu Ahsan
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Belum lama ini seorang warga Indonesia dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di Perairan Tanjung Riau, Selangor Malaysia pada Jumat dini hari (24/1) Kementerian Luar Negeri RI menginformasikan peristiwa tersebut bahwa kejadiannya melibatkan kapal patroli milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM). (https://www.cna.id/asia, 27-1-2025)

Kasus penembakan pekerja migran Indonesia (PMI) sudah berulang, tetapi belum ada penanganan lebih serius dari pemerintah. Kasus ini menjadi bukti buruknya perlindungan pekerja migran. Banyak pihak LSM menuntut penyelidikan pada pemerintahan Malaysia, tetapi mereka lupa akan kelalaian negara sendiri dalam memberikan perlindungan kepada PMI.

LSM Migrant Care mencatat setidaknya 75 pekerja migran Indonesia telah meninggal selama 20 tahun terakhir, karena diduga ekstrajudicial killing atau pembunuhan oleh aparat tanpa proses peradilan di Malaysia. (BBC.com)

Polemik PMI

Secara administratif segala hal yang berkaitan dengan PMI telah diatur dalam undang-undang. Sistem yang mengatur PMI di Malaysia adalah nota kesepahaman (MoU) tentang Penempatan dan Perlindungan PMI Sektor Domestik di Malaysia. MoU ini ditandatangani oleh pemerintah Indonesia dan Malaysia pada 1 April 2022.

Isi dari kesepakatan MoU tersebut di antaranya:

  1. Memastikan PMI terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial di Indonesia sebelum berangkat ke Malaysia.
  2. Memfasilitasi pemulangan PMI secara aman setelah berakhirnya perjanjian kerja.
  3. Memastikan PMI terdaftar di Skim Bencana Kerja Pekerja Asing di Malaysia.

Selain MoU, pemerintah Indonesia memiliki regulasi untuk melindungi PMI dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri.

Kronologi kejadian penembakan WNI oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia, WNI tersebut sedang keluar dari Malaysia dengan cara ilegal lalu ditembak saat dikejar. Keempat orang itu telah membayar kepada agen yang diduga WNI agar bisa keluar dari Malaysia secara ilegal.

Dari kronologi tersebut, jika dikaitkan dengan isi kesepahaman MoU harusnya penembakan pekerja migran tidaklah terjadi. Apakah pekerja migran Indonesia tidak memahami hukum sebelum memilih menjadi pekerja migran?

Usut punya usut, sejauh ini pada umumnya pekerja migran telah mengetahui undang undang imigran. Namun, kebanyakan di antara mereka dibebani dengan beragam syarat administrasi yang tidak mudah dan mahalnya dalam pengurusan sebagaimana yang tercantum dalam MoU.

Padahal jika dikaji, isi dari MoU tersebut harusnya mampu melindungi pekerja, baik jiwa, harta, dan kehidupannya. Sayangnya di seluruh dunia saat ini sistem yang dipergunakan dalam mengatur urusan umat adalah sistem sekuler kapitalisme. Pandangan sistem ini mengerucut pada asas manfaat berupa materi yang harus menjadi tujuan akhir dari penyediaan sarana dan prasarana.

Baca juga: PMI Bernasib Tragis di Perbatasan Malaysia

Akhirnya WNI berani mengambil langkah melabrak segala aturan yang berlaku agar mereka tidak terjebak pada kerumitan administratif. Mereka sangat paham akan konsekuensi memilih pemberangkatan secara ilegal bahwa nyawa adalah taruhannya. Akan tetapi, seperti itulah posisi PMI, dilema pada aturan, baik maju atau mundur tetap merekalah yang akan menjadi korban. Jika bukan materi yang hilang, nyawalah taruhannya. Betapa mirisnya.

Kapitalisme Gagal Sejahterakan Rakyat

Terkuaknya kasus penembakan PMI menjadi dilema untuk WNI yang memiliki keinginan mencari penghidupan di negara lain, tak terkecuali di negeri Jiran. Kesejahteraan WNI pun jauh panggang dari api hingga berani bertaruh nyawa demi sesuap nasi. Abainya negara pada kesejahteraan masyarakat bisa dilihat dari minimnya ketersediaan lapangan pekerjaan di negara Indonesia.

Tidak hanya dari sisi lapangan pekerjaan yang sulit, lemahnya hukum terhadap sindikat perdagangan orang menambah deretan masalah bagi PMI. Liberalisasi ketenagakerjaan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja juga menjadikan kesejahteraan buruh makin sulit diraih sehingga peluang kerja di luar negeri seolah mampu memberikan kesejahteraan walaupun dengan bertaruh nyawa.

Adanya sistem pengaturan yang lahir dari kapitalisme semakin menjadikan negara gagal dalam memberikan kesejahteraan pada rakyatnya. Rakyat dianggap sebagai alat keuntungan yang menghasilkan remitansi (pengiriman uang dari luar negeri) yang menguntungkan perdagangan internasional.

PMI Terlindungi dalam Daulah Islam

Daulah Islam sebagai negara yang memberlakukan sistem pemerintahan Islam, pekerja dipandang sebagai bagian dari jemaah (masyarakat). Segala pemenuhan kebutuhan dasar jemaah wajib diberikan oleh negara tanpa adanya pembebanan biaya yang mempersulit akses pekerja. Hal ini sebagaimana dalam seruan Allah bagi penguasa, "Allah menghendaki kalian kemudahan dan tidak menghendaki kesulitan." (QS. Al-Baqarah ayat 185)

Tidak akan ada kesulitan, yang ada hanyalah kemudahan karena semua amanah urusan masyarakat wajib diurus oleh penguasa dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. Jauh berbeda dari sistem saat ini bahwa segala sesuatunya dipersulit oleh sistem yang diterapkan. Hal ini disebabkan sistem sekuler kapitalisme demokrasi berorientasi pada keuntungan, tanpa ada rasa takut kepada Allah Swt. ketika abai dari amanah.

Daulah Islam dalam memberikan perlindungan dan aturan terkait PMI cukup dengan menjalankan sistem politik luar negeri yang khas mengikuti syariat Islam. Sebagai pelaksana utama dari aturan negara, Daulah Islam mesti memastikan keamanan, kenyamanan, serta terjaganya hak dan kewajiban warga negaranya di negara tujuan.

Maka dari itu, daulah wajib mengikat perjanjian luar negeri dengan wilayah-wilayah atau negara-negara luar untuk tujuan politik Islam. Berikutnya adalah memberikan ruang kerja sama antara negara satu dengan negara lain, juga antara pekerja dari negara lain untuk mengembangkan potensi minat mereka. Tentunya perjanjian atau politik luar negeri ini wajib terikat pada syariat.

Penutup

Dikarenakan hari ini syariat Islam kaffah tidak begitu dipahami oleh umat, sebagai aktivis dakwah adalah sebuah kewajiban untuk terus berdakwah. Hal ini dalam rangka memperkenalkan aturan Rabbnya yang akan memanusiakan manusia.

Di samping itu, betapa dakwah pun akan menjadikan seorang mukmin bermanfaat bagi orang lain. Rasulullah saw. bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Ath-Thabrani dan Ad-Daruqutni)

Alhasil permasalahan PMI yang semakin berlarut-larut tak kunjung memiliki penyelesaian disebabkan oleh penerapan sistem sekuler kapitalisme demokrasi oleh negara. Maka, untuk keluar dan mendapatkan solusi konkret hanya bisa dengan cara negara menjalankan sistem Islam secara kaffah. Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Ummu Ahsan Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Jaminan Kesehatan Gratis Tanpa Syarat
Next
PPDB Vs SPMB, Apalah Arti Sebuah Nama
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram