
Dengan tertanamnya akidah yang kokoh, jelas umat akan menjadikan puasa sebagai suatu ibadah dengan penuh totalitas. Ramadan ramah di kantong hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam.
Oleh Arda Sya'roni
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Bulan Ramadan tinggal menghitung hari. Bulan yang ditunggu-tunggu umat Islam sedunia. Bulan di mana ibadah terasa begitu nikmat karena suasana keimanan yang menggelora di lingkungan masyarakat. Lantunan Al-Qur'an bergema di mana-mana. Umat pun seakan mendadak saleh dan salihah. Bahkan, beberapa umat nonmuslim pun turut tersuasana oleh Ramadan, turut berpuasa juga menyamar dengan memakai jilbab dan kerudung hanya untuk takjil war.
Suasana Ramadan memang berbeda dengan bulan-bulan lainnya. Namun, sangat disayangkan, mengapa kenaikan harga sembako selalu menyertai di setiap Bulan Ramadan. Alhasil, sebagian kaum papa dipaksa puasa tanpa berbuka karena Ramadan yang tak ramah di kantong ini.
Seperti yang dikutip dari Rubicnews.com (07-02-2025), Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan peringatan dini terkait adanya potensi kenaikan harga sejumlah komoditas pangan menjelang bulan Ramadan 2025. Mulai dari: telur ayam ras, daging ayam ras, minyak goreng, cabai merah, dan cabai rawit. Komoditas pangan tersebut diprediksi akan mengalami lonjakan harga akibat meningkatnya permintaan selama bulan Ramadan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Harga Tak Ramah di Kantong Saat Ramadan
Harga yang tak ramah di kantong saat Ramadan sudah menjadi sajian rutin tiap tahunnya. Kenaikan harga sembako dan bahan pangan lainnya menjelang Ramadan terus berulang. Entah mengapa kenaikan ini tidak kunjung teratasi padahal tiap tahun terjadi. Pertanyaannya, mengapa hal ini terus berulang? Terkadang terlintas di benak, bukankah saat Ramadan frekuensi makan berkurang satu kali, tapi mengapa anggaran belanja semakin membengkak?
Baca juga: Kenaikan Harga, Tradisi Jelang Ramadan
Kenaikan harga beberapa komoditas ini jelas menunjukkan masalah pendistribusian barang yang berpotensi adanya kelangkaan di pasar. Hal ini membuat kenaikan harga barang terjadi di banyak pasar. Jumlah permintaan yang meningkat menjadi alasan klise yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga bahan makanan pokok jelang Ramadan.
Diakui atau tidak, bahwa di balik kenaikan harga ini ada faktor lain yang yang memengaruhi, yaitu berupa jaminan kelangsungan produksi barang kebutuhan serta problem pada rantai pasok (mafia impor, kartel, monopoli, ihtikar, dan semisal itu). Faktor-faktor ini tidak memandang halal haram maupun kesulitan rakyat, bahkan meskipun daya beli masyarakat yang makin menurun, tidak menjadi alasannya untuk tidak mempermainkan harga.
Keniscayaan di Sistem Kapitalisme
Sistem kapitalis meniscayakan hal tersebut karena asas yang melandasi kapitalisme adalah prinsip ekonomi kapitalis, yaitu memperoleh keuntungan sebesar mungkin dengan modal sekecil mungkin. Kapitalisme tidak menjadikan halal haram sebagai landasan dalam aktivitasnya. Maka wajar, bila permainan stok barang terjadi di sistem ini.
Para pemilik modal dan pelaku utama alur perdagangan tentu tidak peduli dengan nasib rakyat kecil. Selama cuan banyak masuk di kantong pribadi, why not? Alhasil, lagi-lagi rakyat yang menjadi korban, terpaksa antre untuk sekadar membeli paket murah yang diselenggarakan oleh aksi sosial masyarakat. Mereka rela berpanas-panasan mengantre bansos, bahkan hingga bermaksiat demi sesuap nasi.
Tanggung Jawab Negara
Berbeda dengan sistem Islam. Islam menjamin ketersediaan pangan di masyarakat dan menjaga alur pendistribusiannya merata di seluruh wilayah. Islam juga akan memastikan tidak ada penimbunan, kecurangan, dan permainan harga. Masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan-kebutuhannya dengan harga yang terjangkau.
Dalam sistem Islam, sudah menjadi tugas negara untuk bertanggung jawab akan pemenuhan kebutuhan rakyatnya. Hal ini karena kepala negara atau khalifah dalam Islam akan bertindak sebagai raa'in yang mengurus kebutuhan rakyat. Karenanya, negara akan menjamin ketersediaan bahan pangan itu. Hal ini disebabkan negara menyadari bahwa pangan merupakan salah satu kebutuhan hidup primer yang wajib dijaga ketersediaannya dengan harga yang mampu dibeli oleh rakyatnya.
Islam bukan hanya sebuah agama yang mengatur ibadah ritual. Islam mengatur segala lini kehidupan, begitu pula dengan ekonominya. Sistem ekonomi Islam secara komplet membahas bagaimana seharusnya perekonomian berputar di masyarakat. Hanya dengan pengaturan sistem ekonomi Islam, kesenjangan sosial tidak akan terjadi berupa ketimpangan yang mencolok layaknya sekarang.
Solusi atas tingginya harga di saat Ramadan bila Islam diterapkan adalah:
Pertama, dengan pemantauan stok barang.
Kedua, memberi sanksi pada para pelaku penimbun serta pelaku yang mempermainkan harga barang.
Ketiga, meningkatkan produksi barang yang banyak dibutuhkan rakyat dan menyediakan barang yang mengalami kelangkaan dengan mendatangkan dari wilayah lain.
Keempat, negara juga pastinya akan mengontrol komoditas-komoditas tersebut dan antisipasinya sesuai hukum syarak. Sistem ekonomi Islam meniscayakan adanya pengaturan yang dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat atas pangan dengan harga murah dan mudah diakses.
Saat Rasulullah berkuasa sebagai kepala negara Daulah Islam, Rasulullah tidak pernah mematok harga di pasaran. Meski sebagai kepala negara pada saat itu, Rasulullah saw. merasa takut menzalimi rakyatnya bila beliau yang menetapkan harga pasar.
Hal itu tertuang dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Yang Maha Tinggi adalah yang menetapkan harga, melapangkan rezeki. 'Sesungguhnya aku berharap akan bertemu dengan Allah, dan tidak ada di antara kalian yang menuntutku atas darah atau harta yang kurang adil.'." (HR. Abu Dawud)
Selain pemenuhan ketersediaan bahan pangan di pasar-pasar, negara juga akan menjadikan syariat Islam sebagai landasan segala aktivitas dalam kehidupan. Oleh karena itu, pemahaman akan makna, tata cara, dan hakikat puasa itu sendiri akan ditanamkan dengan kokoh dalam jiwa setiap muslim sehingga puasa tidak digunakan sebagai ajang balas dendam seperti saat ini dimaknai oleh banyak umat. Berbuka puasa hanya dijadikan ajang balas dendam setelah seharian menahan lapar dahaga sehingga saat berbuka banyak menu disajikan, takjil war, juga acara berbuka bersama di berbagai komunitas.
Dengan tertanamnya akidah yang kokoh, jelas umat akan menjadikan puasa sebagai suatu ibadah dengan penuh totalitas. Sahur dan berbuka sewajarnya dengan menu seadanya, sesuai dengan sunah Rasulullah. Dengan demikian Ramadan ramah di kantong hanya bisa diwujudkan dengan sistem Islam. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Padahal saat bulan puasa umat muslim memiliki keinginan besar untuk bersedekah, buat makanan untuk dibagikan kepada yang berpuasa serasa menyenangkan,, sayangnya ini dimanfaatkan oleh para kapital untuk meraup keuntungan lebih dengan menaikkan harga2 kebutuhan pokok
[…] Baca juga: Ramadan Ramah di Kantong, Why Not? […]
[…] Baca juga: Ramadan Ramah di Kantong, Why Not? […]