Tepis Ancaman Krisis Paruh Baya pada Gen Z

Tepis Ancaman Krisis Paruh Baya pada Gen Z

Berbagai beban dan persoalan hidup yang dialami gen Z dan menyebabkan krisis paruh baya terjadi pada mereka tidak lepas dari cara pandang kehidupannya.

Oleh. Elsa Siti Fauziah
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Berganti pemimpin negara, visi Indonesia dalam mencapai visi Indonesia Emas 2045 tak lantas berakhir begitu saja. Tentu visi ini harus terwujud meski berganti estafet kepemimpinan presiden yang baru. Peluang besar Indonesia dalam mencapai visi Indonesia emas didukung dengan puncak demografi bonus yang dialami Indonesia pada periode 2020 hingga 2035. Di mana populasi Indonesia didominasi oleh penduduk usia produktif yang berasal dari kalangan gen Z sebesar 28%.

Gen Z merupakan generasi yang lahir di antara 1997—2021 yang kerap disapa sebagai generasi digital natives. Di balik potensi emas yang dimilikinya, ternyata studi mengungkapkan sebesar 38% gen Z tengah menghadapi krisis paruh baya (midlife crisis) lebih awal dari yang seharusnya akibat tekanan finansial sebagaimana diungkapkan oleh Vice President Metlife Todz Katz. Sebesar 60% perempuan dan 45% laki-laki kalangan gen Z merasa khawatir akan tingginya biaya hidup yang menghalangi keamanan finansial di masa mendatang. (lifestyle.okezone.com, 25-1-2025)

Krisis Paruh Baya pada Gen Z

Kecemasan dan kekhawatiran akan masa depan kalangan gen Z berdampak pada kesehatan mental. Hal ini ditunjukkan dari hasil survei Harmony Healthcare IT di tahun 2022 bahwa 42% gen Z terdiagnosis mengalami masalah kesehatan mental. Laporan lainnya datang juga dari American Psychological Association (APA) bahwa hampir 90% gen Z di Amerika Serikat setidaknya mengalami satu gejala stres, seperti merasakan cemas berlebihan. (mediaindonesia.com, 25-1-2025)

Jika menilik kondisi gen Z di Indonesia, merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2024, sebanyak 9,89 juta atau 22,5% gen Z di Indonesia menganggur terkategori NEET (Not in Employment, Education, or Training) atau sedang tidak bekerja, sedang tidak sekolah, atau tidak mengikuti pelatihan. Persentase tersebut masih dianggap terlalu tinggi dari NEET global yaitu 21,6%. Selain itu, terdapat 3,6 juta gen Z yang menganggur tahun 2024 berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas). Maka sebesar 50,29% gen Z menyumbang angka pengangguran terbuka Indonesia. Jika ditambah dengan kategori NEET, jumlah pengangguran mencapai 9,9 juta. (dpr.go.id, 17-8-2024)

Berbagai beban dan persoalan hidup yang dialami gen Z dan menyebabkan krisis paruh baya terjadi pada mereka tidak lepas dari cara pandang kehidupannya. Gen Z dianggap sebagai generasi yang lahir di era digital. Ini menjadikannya sebagai generasi yang terbuka dan kritis yang sering kali menghabiskan waktunya hanya dengan screen time di media sosial. Namun, gen Z pun dikenal dengan generasi instan, skeptis, dan kerap dilanda overthinking. Hal ini disebabkan yang mereka kejar hanyalah kebahagiaan semu demi memenuhi ambisi berupa peraihan materi. Maka dari itu, masalah kesehatan mental akan selalu melekat pada sosok gen Z yang tidak berdaya.

Problematik Lainnya

Ambisi yang tidak diiringi dengan pemberdayaan potensi dan kesalahan cara pandang tentang kehidupan berupa kebahagiaan materialistis dilahirkan oleh ideologi kapitalisme sekularisme. Kondisi ini tentu menjadi perusak potensi emas gen Z. Orientasi hidup pada akhirnya hanya mengedepankan kebahagiaan materi dengan mengabaikan tolok ukur perbuatan pada rida Allah. Tak ayal akan memudahkan gen Z terjebak dalam kekalutan mental terkait permasalahan hidup. Padahal sejatinya hal ini merupakan masalah cabang yang dikarenakan ketiadaan syariat Allah dalam kehidupan.

Dalam ranah pendidikan, gen Z merasakan beban pendidikan yang sangat mahal sehingga tidak merasa mampu mengenyam pendidikan tinggi. Sedangkan guna mendapatkan pekerjaan yang layak, tak dimungkiri betapa jenjang pendidikan menjadi patokannya. Hal ini diperparah dengan ketidakpastian kondisi ekonomi dan politik yang plin-plan, hanya berpihak pada korporasi dan oligarki.

Di samping itu, terdapat penumpukan jumlah antrean gen Z pencari kerja disebabkan berlepas tangannya penguasa terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan yang dialihkan kepada pihak pengusaha. Selain keterbatasan lapangan pekerjaan, kultur gen Z yang memiliki mental instan yang kerap mau bekerja hanya pada lingkungan yang dianggapnya nyaman, menambah keruwetan tersendiri. Alhasil, gen Z dikenal dengan generasi malas berjuang. Namun di sisi lain, ia akan berupaya keras untuk mengejar nilai sosial di masyarakat terutama kalangan netizen dengan tuntutan feed aestetik di media sosial yang tak sedikit berakhir pada jeratan pinjaman online (pinjol).

Penyebab Krisis Paruh Baya pada Gen Z

Hal demikian terjadi tidak lepas dari realitas kehidupan saat ini. Di mana aturan yang diterapkan dalam kehidupan bukanlah aturan Allah Sang Pencipta dan Pengatur (Al-Khalik Al-Mudabbir), melainkan aturan manusia yang lemah dan terbatas yaitu sistem kapitalisme sekularisme.

Sistem kapitalisme sekularisme menghendaki adanya pemisahan aturan agama dari kehidupan. Tolok ukur kebahagiaannya hanyalah sebatas menumpuk sebanyak-banyaknya materi. Sementara tolok ukur perbuatan mengabaikan aturan agama. Mereka pada akhirnya merasa bebas untuk menghasilkan materi meski dengan cara yang tidak Allah halalkan.

Mencermati realitas saat ini, maka gen Z perlu memahami betul akidahnya sebagai muslim, hakikat penciptaannya di dunia, serta potensi hidup yang dimilikinya. Tak ketinggalan betapa mereka juga butuh untuk memahami aturan Islam secara kaffah serta kewajiban akan penerapannya.

Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan (kāffah) dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 208)

Solusi Komprehensif

Penerapan Islam yang sempurna dalam kehidupan meniscayakan terwujudnya peradaban Islam yang telah berjaya selama 13 abad dalam naungan Khilafah. Islam telah berhasil mencetak generasi pejuang dan ulama yang menorehkan tinta emas peradaban. Begitulah seharusnya gen Z mampu memberdayakan potensi yang dimilikinya untuk memahami hakikat diri sebagai muslim dan mengontribusikannya dalam meneruskan estafet kegemilangan peradaban Islam.

Baca juga: Gen Z untuk Perubahan Hakiki

Dengan demikian, gen Z akan terhindar dari krisis paruh baya dan bertumbuh dalam kesehatan mental islami sebagai pejuang Islam kaffah. Allah Swt. berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Wallahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Elsa Siti Fauziah Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Pembiayaan Pelayanan Umum oleh Swasta
Next
Ironi Negeri Bahari
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram