
Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi berulang menandakan bahwa penyebabnya tidak hanya terletak pada individu, melainkan juga pada sistem yang diterapkan.
Oleh. Titi Raudhatul Jannah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Dilansir dari tirto.id (06-03-2025), seorang pengajar PJOK di Sekolah Dasar Kecamatan Doreng, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) ditahan karena melakukan pencabulan terhadap anak didiknya. Korban berjumlah delapan orang dengan usia 8—13 tahun. Pelaku melakukan pencabulan dengan cara mencium pipi dan bibir korban, serta meraba payudara dan kemaluan.
Kasus ini terungkap setelah para korban saling bercerita dan melaporkan kejadian tersebut kepada kepala sekolah. Keluarga korban dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Sikka melaporkan kejadian ini ke polisi.
Pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak. Pelaku terancam hukuman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun penjara. Selain itu, pelaku juga akan dipecat dari statusnya sebagai pegawai PPPK.
UPTD PPA Sikka melakukan pendampingan, konseling, dan edukasi terkait kasus kekerasan yang dialami oleh korban. Korban juga tetap beraktivitas dan bersekolah seperti biasa.
Isu Serius Pelecehan Seksual
Pelecehan seksual di sarana pendidikan masih menjadi isu yang sangat serius dan memprihatinkan. Meskipun telah banyak upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengatasi masalah ini, tetapi pelecehan seksual masih terus terjadi di banyak sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Pelecehan seksual di lingkungan pendidikan yang terjadi berulang menandakan bahwa penyebabnya tidak hanya terletak pada individu, tetapi juga pada sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan.
Seorang pendidik seharusnya menjadi sosok teladan yang baik bagi generasi muda. Keberadaan pendidik di tengah masyarakat tidak hanya sekadar pengajar ilmu, tetapi pembentuk generasi dengan kepribadian yang baik. Namun, kenyataan yang terjadi menjadi pil pahit yang sering kali kita saksikan sebagian pendidik melakukan tindakan asusila terhadap peserta didiknya.
Berulangnya tindakan pelecehan seksual antara pendidik terhadap siswa menunjukkan
bahwa pengaruh media liberal, lingkungan pergaulan yang tidak baik, dan sistem pendidikan sekuler telah gagal dalam membentuk karakter mulia dan berakhlak baik.
Dampak Sistem Kapitalisme
Sistem kapitalisme sekuler yang diterapkan membawa dampak buruk bagi sarana pendidikan yang cenderung menekankan kebebasan individu dan HAM. Masyarakat pada akhirnya terbiasa mengabaikan halal dan haram, bahkan menuruti hawa nafsunya dalam beraktivitas.
Oleh karena itu, pelecehan seksual menjadi fenomena. Hal ini menjadi alarm bagi masyarakat bahwa sistem yang diterapkan tidak layak dalam upaya pembentukan kepribadian masyarakat.
Sistem pendidikan yang ada dibangun atas dasar sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Dalam sistem ini, agama hanya boleh mengatur ranah ibadah ritual individu saja, bukan mengatur seluruh aspek kehidupan. Akibatnya, individu yang dihasilkan tidak memiliki kesadaran yang kuat dalam menjaga kehormatan dirinya.
Selain itu, sistem ini menghasilkan media yang liberal, yaitu mengandung pornografi dan pornoaksi. Di mana dua hal ini sangat mudah diakses oleh setiap kalangan. Menayangkan tontonan yang bebas memperlihatkan auratnya dan hawa nafsu menjadi dampak dari kebebasan yang telah meracuni pemikiran masyarakat. Sayangnya, negara harusnya memblokir semua situs yang menjadi pemicu tindakan asusila. Sayangnya, negara justru seolah tak berdaya dalam mengatasi ini. Capaian profit materilah yang menjadi alasannya. Moral generasi bangsa pun dikorbankan dalam hal ini.
Terkait dengan hukum yang diberlakukan di negeri ini tampak tidak memberikan efek jera terlebih pencegah keberulangan kasus. Kasus-kasus pelecehan seksual pun menjadi marak terjadi, tak terkecuali di sarana pendidikan.
Islam Menjadi Solusi
Islam menjadi solusi yang sahih dalam mengatasi problematika kehidupan. Satu di antaranya adalah kasus pelecahan seksual. Syariat Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah ritual saja, melainkan mengatur segala sistem kehidupan. Mulai dari, sistem pendidikan, pergaulan, sanksi, dan lainnya.
Baca juga: Solusi Pelecehan Seksual di Sekolah
Dalam menyolusikan kasus pelecehan seksual khususnya di institusi pendidikan, Islam memiliki mekanisme sebagai berikut:
Pertama, sistem pendidikan yang berlandaskan akidah Islam menjadi fokus utama pembelajaran pada amal perbuatan, bukan terbatas pada aspek teori. Islam dipelajari untuk dipahami dan diterapkan, bukan sekadar nilai akademis. Bentuk ketaatan pada aturan Islam semata-mata bukan karena takut terhadap sanksi, akan tetapi karena taatnya pada aturan Sang Pencipta.
Kedua, Islam pun memiliki panduan terkait sistem pergaulan. Islam menetapkan beberapa aturan tertentu berupa perintah dan larangan terkait hubungan pergaulan laki-laki dan perempuan.
Dikutip dari kitab Nizamu al Ijtima'i fi al Islam karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, panduan Islam terkait sistem pergaulan adalah:
- Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangannya. Pandangan ini menjadi awal mula pelecehan seksual itu terjadi. Dengan perintah menundukkan pandangan, maka pintu menuju zina akan tertutup.
- Islam melarang khalwat (berduaan) antara laki-laki dan perempuan.
- Perempuan diwajibkan menutup aurat secara sempurna yaitu berupa jilbab dan kerudung.
- Kehidupan jemaah laki-laki dan perempuan diatur terpisah dalam pandangan Islam.
Dengan aturan sistem pergaulan Islam yang rinci akan membuat individu dan masyarakat terhindar dari perbuatan maksiat dan terjaga kesuciannya. Aturan Islam tidak hanya disampaikan sebagai bahan ajar di sekolah, akan tetapi diterapkan secara praktis oleh negara.
Ketiga, sistem sanksi. Terhadap kasus pelecehan seksual ini akan diberlakukan sistem sanksi yang tegas. Berupa dicambuk sebanyak seratus kali bagi pelaku zina yang belum menikah, baik itu laki-laki dan perempuan. Sedangkan pelaku zina yang sudah menikah akan dirajam sampai mati. Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur'an surah An-Nur ayat 2 yang artinya, "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera. Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah."
Penerapan sistem sanksi tersebut akan memberikan efek jera juga sebagai penebus dosa atas maksiat yang telah dilakukan. Sistem hukum Islam memiliki dua fungsi yaitu, sebagai jawabir (penebus dosa) dan zawajir (pencegah). Jawabir atas dosa pelanggaran yang dilakukan pelaku. Adapun zawajir (pencegah), yaitu mencegah agar tidak ada orang lain yang melakukan perbuatan yang serupa.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
