Kapitalisme Menjerat, Ibadah Haji Makin Berat

ibadah haji makin berat

Dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat. Oleh karena itu, penguasa akan memudahkan urusan rakyat terlebih dalam penunaian ibadah, termasuk haji dan umrah.

Oleh. Cicik Herlina Yulianti, M.Si
(Kontributor Narasiliterasi.id & Dosen di Surabaya)

Narasiliterasi.id-Haji dan umrah adalah dua ibadah yang memiliki nilai spiritual yang tinggi bagi umat Islam. Ibadah ini mensyaratkan kemampuan dalam pelaksanaannya, karena melibatkan perjalanan ke tanah suci. Melaksanakan haji dan umrah adalah impian setiap muslim sehingga sebagian dari mereka rela menabung agar dapat menunaikan ibadah haji dan umrah. Akan tetapi, sangat disayangkan spirit umat Islam dalam melaksanakan ibadah haji dihadapkan pada fakta antrean haji yang sangat panjang. Seperti diberitakan di harian tempo.co, daftar tunggu keberangkatan ibadah haji di Indonesia terbilang mencengangkan. Antreannya ada yang nyaris setengah abad (50 tahun). (tempo.co, 6-01-25)

Fakta Keberangkatan Ibadah Haji

Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), hingga saat ini daftar tunggu haji mencapai lima juta orang. Di sisi lain, pemerintah hanya dibolehkan memberangkatkan 221.000 jemaah per tahun. Buntutnya, calon jemaah haji harus bersabar menunggu giliran, bahkan hingga berpuluh-puluh tahun untuk bisa pergi berhaji ke tanah suci. Kementerian Agama yang memprioritaskan pemberangkatan jemaah haji reguler dengan batas usia paling rendah 65 tahun dengan persentase hingga 10 persen. Akan tetapi, persentase ini sangatlah kecil jika dibandingkan dengan jumlah calon jemaah haji yang kebanyakan berusia lanjut.

Tidak hanya antrean keberangkatan yang lama, ongkos naik haji (ONH) yang ditanggung calon jemaah haji pun cukup tinggi. Biayanya sebesar Rp55.431.750,78 per orang atau setara 62 persen dari BPIH. Di mana biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) reguler pada tahun ini rata-rata sebesar Rp89.410.258,79. Nominal ini berkurang Rp4.000.027,21 dibandingkan BPIH tahun 2024 yang mencapai Rp93.410.286 (cnnindonesia.com, 06-05-25).

Akhirnya, tidak sedikit calon jemaah haji yang mendapat giliran berangkat haji tahun kemarin, membatalkan keberangkatannya karena tidak mampu melunasi biaya naik haji terutama bagi jemaah dengan kondisi ekonomi menengah ke bawah. Padahal sebelumnya mereka sudah menunggu bertahun-tahun dan berharap bisa berangkat pada tahun keberangkatannya. Memang haji ada ketentuan bagi yang mampu, tetapi dengan banyaknya kendala yang dihadapi umat Islam saat ini, baik dari segi biaya maupun waktu antrean yang sangat panjang, menjadikan para jemaah yang sebelumnya terkategori mampu menjadi tidak mampu.

Pengaturan Ibadah Haji dalam Kapitalisme

Disinyalir bahwa mahalnya ongkos naik haji ini akibat dari pengaturan ibadah haji yang tidak profesional, pengaturan secara teknis, dan administrasi yang lama dan bertele-tele. Meskipun pemerintah telah berusaha menekan biaya haji dengan melobi kepada pemerintah Arab, dengan rencana membangun perkampungan haji di Arab Saudi hingga pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH (beritanasional.com, 8-05-25). Pemindahan pengurusan dana haji ke BPKH juga menjadi bukti nyata kapitalisasi ibadah oleh negara pada rakyatnya. Kapitalisme mengubah fungsi negara yang seharusnya mengurus kebutuhan rakyat menjadi berbisnis dengan rakyat.

Paradigma Penyelenggaraan Haji dalam Islam

Dalam Islam, penguasa adalah pengurus rakyat. Oleh karena itu, penguasa akan memudahkan urusan rakyat terlebih dalam penunaian ibadah, termasuk haji dan umrah. Sejarah mencatat betapa besarnya perhatian yang diberikan oleh khalifah dalam melayani para tamu Allah Swt. Khalifah akan menjalankan tugasnya dengan serius karena kesadaran akan perannya sebagai raa’in (pengurus rakyat) yang dibebankan kepadanya dan akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah Swt. kelak. Khalifah beserta pejabat dan petugas penyelenggara haji akan menjalankan amanah dengan spirit keimanan. Alhasil, penyelenggaraan haji dan umrah jauh dari orientasi bisnis, tidak seperti yang terjadi dalam sistem kapitalis hari ini.

Biaya

Ongkos naik haji (ONH) akan ditetapkan berdasarkan jarak wilayahnya dengan tanah suci. Kalaupun dibutuhkan biaya akomodasi (makan, minum, transportasi dan penginapan), akan dibebankan sebatas mengganti biaya operasionalnya saja. Pemerintah tidak mengambil keuntungan karena sejatinya itu semua menjadi tugas dan kewajiban negara dalam memfasilitasi pelaksanaan ibadah haji yang aman dan nyaman.

Jemaah haji dan umrah pun tidak akan dikenakan biaya visa, karena negara Khilafah adalah sebuah kesatuan wilayah yang berada dalam satu kepemimpinan sehingga visa haji dan umrah akan dihapuskan. Tidak seperti saat ini, di mana negeri-negeri muslim dipisahkan oleh sekat-sekat nasionalisme. Alhasil, ketika memasuki wilayah negara lain, akan dikenakan biaya visa oleh negara yang bersangkutan.

Baca: Kenikmatan Berhaji

Kuota Haji

Khalifah akan memberikan kebijakan terhadap kuota haji karena keterbatasan tempat di tanah suci sehingga perlu pengaturan. Berdasarkan hukum syarak, kewajiban melaksanakan ibadah haji dan umrah hanya sekali seumur hidup. Akan diprioritaskan bagi kaum muslimin yang mampu dan belum pernah melaksanakan haji dan umrah untuk bisa menjalankan kewajiban tersebut. Pengaturan ini akan bisa berjalan dengan baik, jika negara Khilafah mempunyai database seluruh rakyat di wilayahnya sehingga pengaturan ini bisa dilaksanakan dengan baik dan mudah.

Prinsip pelayanan haji dan umrah negara Khilafah terhadap rakyat adalah sederhana dalam sistemnya, eksekusinya cepat, dan ditangani oleh instansi yang profesional. Maka, tidak akan ada antrean haji yang sangat panjang seperti saat ini. Tidak ada dana haji yang mengendap begitu banyak. Sekalipun ada, khalifah tidak diperkenankan menginvestasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur.

Transportasi

Dalam membangun sarana transportasi massal yang bisa digunakan oleh para jemaah haji, pembiayaannya murni dari baitulmal, bukan dari dana haji, sebagaimana Khalifah Harun Ar-Rasyid, yang saat itu membangun jalur haji dari Irak hingga Hijaz (Makkah-Madinah) di mana di setiap masing-masing titik dibangun pos layanan umum yang menyediakan logistik bagi yang kehabisan bekal.

Ada juga Khalifah ‘Abdul Hamid II, Khilafah Utsmaniyah yang membangun sarana transportasi massal dari Istambul, Damaskus, hingga Madinah untuk mengangkut jemaah haji. Dengan demikian, hanya dengan hidup dalam naungan Khilafah yang mampu menjamin muslim dapat memenuhi panggilan Rabb-nya dengan kemudahan dalam bingkai ketaatan. Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Cicik Herlina Yulianti, M.Si Kontributor NarasiLiterasi.Id
Previous
Tugu Biawak Viral Mendadak
Next
Generasi Muda Jadi Sasaran Judol
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Kapitalisme Menjerat, Ibadah Haji Makin Berat […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram