MBG: Kapitalisme Gagal Lindungi Gizi Rakyat

MBG kapitalisme gagal

Alih-alih menyehatkan generasi, program MBG justru menambah daftar kegagalan sistem kapitalis.

Oleh. Riani Andriyantih
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id-Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan program prioritas yang dibuat oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Sejak masa kampanye hingga terpilihnya pasangan ini, banyak kritik dilayangkan terhadap program tersebut. Ya, program ini menuai polemik sejak awal perencanaan hingga pelaksanaannya kini, termasuk dalam hal pendanaan dan keefektifannya.

Program MBG berjalan secara resmi pada 6 Januari tahun ini. Namun, baru berjalan sekitar sepuluh hari, sudah terjadi kasus keracunan yang menimpa siswa Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03, Sukoharjo, Jawa Tengah. Kasus serupa pun kembali terjadi di berbagai wilayah Indonesia.

Keracunan Massal MBG

Kasus keracunan MBG kembali terjadi. Kali ini menimpa ratusan siswa di Bogor. Para siswa mengalami sakit perut, mual, muntah, hingga demam setelah mengonsumsi MBG. Kasus keracunan massal yang menimpa 223 siswa dari tingkat taman kanak-kanak hingga menengah atas di Kota Bogor ini bahkan dicatat sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan jumlah korban terbanyak (Kompas.id, 05-2025).

Kejadian keracunan berulang ini seharusnya menjadi alarm peringatan bahwa program prioritas pemerintah ini perlu segera dievaluasi dan ditingkatkan pengawasannya agar tidak menimbulkan korban lebih banyak di masa depan.

Banyak pihak yang meminta agar program MBG ini ditelaah dan dibenahi, salah satunya datang dari anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi. Menurutnya, perlu evaluasi seluruh pihak terkait, khususnya Badan Gizi Nasional (BGN), mulai dari bahan baku, distribusi, hingga pengawasan keamanan pangan. Ia juga mendorong dilakukannya audit menyeluruh terhadap vendor penyedia MBG (cnnindonesia.com, 23-04-2025).

Industri Kapitalis

Kasus keracunan yang terus berulang merupakan dampak dari sistem industri kapitalis yang lebih mengutamakan keuntungan daripada keselamatan dan kesehatan masyarakat. Alih-alih memberikan makanan bergizi tinggi, justru makanan berbahaya yang dikonsumsi. Ini menjadi kekhawatiran besar, apalagi jika program MBG tetap dipertahankan tanpa perbaikan mendasar.

Program ini dinilai hanya menguntungkan segelintir pihak dan sarat kepentingan, sementara penerimanya kurang mendapatkan manfaat secara optimal. Meski disebut dibiayai oleh APBN, program MBG nyatanya tidak mempertimbangkan kemampuan negara secara realistis. Sebab, tampak keterlibatan pihak swasta bahkan asing dalam pendanaan padahal ada UMKM dan pemasok lokal yang dapat diperdayakan.

Negara Gagal Menjamin Pemenuhan Gizi Rakyat

Kemunculan usul asuransi MBG juga menunjukkan negara tengah mengomersialisasikan risiko. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) dan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) sedang menyusun proposal awal penyelenggaraan produk asuransi untuk program MBG. Asuransi ini ditujukan untuk mengantisipasi risiko seperti keracunan makanan terhadap penerima maupun pelaksana program MBG (bisnis.com, 11-05-2025).

Jika ditelaah, mengasuransikan program ini sejatinya bukanlah solusi preventif, justru mencerminkan kegagalan negara dalam menjamin kualitas gizi generasi. Pasar bebas membiarkan produk-produk berbahaya beredar tanpa kontrol ketat, sehingga makanan yang halal dan tayib jauh dari harapan. Generasi Emas 2045 yang dicita-citakan pun tampak menjadi angan-angan belaka.

Baca juga: Benarkah MBG untuk Cegah Stunting?

Kapitalisme juga gagal menyejahterakan rakyat. Alih-alih menyehatkan generasi, program MBG justru menambah daftar kegagalan sistem kapitalis: tingginya pajak, maraknya PHK, mahalnya harga kebutuhan pokok, biaya pendidikan yang terus naik, serta minimnya lapangan kerja. Semua ini memperlebar jurang kesenjangan sosial.

Solusi yang dihadirkan selama ini hanya tambal sulam, dan lebih mengedepankan pencitraan daripada perbaikan nyata.

Islam Hadir sebagai Solusi

Pada dasarnya, makanan bergizi adalah hak setiap warga negara. Siapa yang tidak ingin mengonsumsi makanan sehat setiap hari? Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan banyak kepala keluarga bekerja keras, tetapi tetap tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Program MBG pun belum sepenuhnya memenuhi kebutuhan gizi masyarakat secara merata. Anak-anak mungkin mendapat makanan bergizi sekali sehari di sekolah, tetapi di rumah mereka kembali makan seadanya. Alhasil, makin jauh terwujud jaminan keadilan di tengah rakyat. Selama akar masalah tidak disentuh, solusi yang diambil hanya menimbulkan persoalan baru.

Islam hadir menjadi solusi komprehensif dan sistemik yang mengatur seluruh aspek kehidupan rakyat berasaskan syarak yang berorientasi pada kemaslatan. Masalah gizi buruk berawal dari kemiskinan yang berdampak pada kualitas SDM. Maka, akar masalahnya harus diurai. Di sinilah Islam menawarkan solusi komprehensif.

Dalam sistem Islam, pemimpin adalah raa’iin (pengurus) sekaligus junnah (pelindung). Ia bertanggung jawab menjamin lapangan pekerjaan melalui pengelolaan sumber daya alam, menjaga stabilitas harga, mendistribusikan barang dengan adil, serta mengawasi setiap kebijakan yang diambil. Pemimpin dalam Islam bukan hanya regulator, tetapi pelaksana kebijakan secara langsung.

Sistem pemerintahan Islam bertanggung jawab penuh atas keamanan pangan dan gizi masyarakat, tidak menyerahkannya kepada pasar atau korporasi, sehingga bebas dari intervensi dan korupsi.

Khatimah

Islam memandang pemenuhan gizi sebagai tanggung jawab negara, bukan beban individu atau ladang bisnis. Solusi yang diberikan jelas menyentuh hingga akar persoalan, bukan berorientasi pada untung dan rugi, melainkan pada kesadaran bahwa setiap kepemimpinan akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah.

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada pemiliknya. Apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan secara adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang paling baik kepadamu. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (TQS. An-Nisa: 58). Wallahualam bissawab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Riani Andriyantih Kontributor Narasiliterasi.Id
Previous
Palestina, Butuh Kekuatan Global (Khilafah)
Next
Nasib Nonmuslim Ketika Khilafah Tegak
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram