
Islam menganggap memperjualbelikan manusia sebagai bentuk kezaliman besar. Mereka yang menjadikan bayi sebagai komoditas akan dikenai sanksi keras oleh negara.
Oleh. Nani Sumarni
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id--Di tengah hiruk pikuk modernitas dan teknologi digital, kita dikejutkan oleh realitas yang sangat memilukan di mana bayi-bayi yang tak berdosa dijual seperti barang dagangan. Bukan di pasar tradisional atau lorong gelap, melainkan di media sosial sebagai ladang transaksi manusia. Dengan dalih "open adopsi" atau mencari orangtua angkat. Faktanya, puluhan juta rupiah berpindah tangan seiring berpindahnya bayi, bukan melalui jalur hukum, melainkan melalui transaksi gelap yang mengabaikan seluruh aspek perlindungan dan kemanusiaan.
Sebagaimana dilansir Nasional Kompas, 18 Juli 2025, Polda (Kepolisian Daerah) Jawa Barat berhasil membongkar sindikat perdagangan bayi lintas negara. Sindikat yang bermarkas di Kota Bandung ini menjadikan wilayah tersebut sebagai lokasi penampungan awal bayi sebelum dikirim ke Singapura.
Pada awalnya bayi disetorkan ke rumah penampungan di wilayah Kabupaten Bandung untuk dirawat sementara usai dilahirkan selama tiga bulan. Kemudian mereka dibawa ke Jakarta lalu ke Pontianak, Kalimantan Barat, sebagai titik transit sebelum diberangkatkan ke Singapura. Dalam sindikat tersebut, bayi diperjual belikan dengan harga Rp16-19 juta per bayi.
Data menunjukkan kasus penjualan bayi terjadi di beberapa wilayah Jabar. Modus yang digunakan hampir selalu serupa, perempuan yang hamil di luar nikah atau dalam tekanan ekonomi menjadi sasaran para calo. Mereka ditawari bantuan adopsi, dan setelah bayi lahir, sang bayi langsung diambil oleh pembeli atau calo tanpa proses hukum.
Bahkan yang lebih ironis, dalam beberapa kasus, oknum tenaga kesehatan, pengurus yayasan, bahkan keluarga sendiri ikut terlibat.
Dalam kasus ini, menurut anggota komisi IX DPR Netty Prasetiyani, negara harus berperan aktif dalam mengurus tuntas dan membenahi sistem perlindungan terhadap bayi, ibu rentan, dan perempuan yang mengalami tekanan sosial maupun ekonomi.
Mengapa Ini Terjadi?
Persoalan ini bukan sekadar masalah hukum, melainkan buah dari sistem yang cacat yaitu sistem sekuler kapitalisme yang telah menciptakan kemiskinan struktural. Negara abai terhadap hak rakyat untuk memperoleh pekerjaan layak, perlindungan hukum, serta kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.
Kemiskinan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari kebijakan politik dan arah pembangunan ekonomi yang keliru. Maka tak mengherankan jika sindikat penjualan bayi kini merajalela, bahkan melibatkan jaringan internasional yang diduga kuat terkait tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Hal ini muncul dari habitat kemiskinan yang membelenggu perempuan. Realitas ini menunjukkan bahwa pendekatan ekonomi kapitalis dan politik demokrasi yang ada belum mampu menyelesaikan persoalan mendasar masyarakat, terutama perlindungan bagi perempuan dan anak.
Kemiskinan bukan sekadar angka statistik, ini adalah kerentanan nyata yang membuka jalan bagi kejahatan, termasuk perdagangan manusia yang melibatkan perempuan. Di tengah ekosistem TPPO yang menggurita, banyak perempuan terjerumus, kehilangan martabatnya sebagai ibu, dan tak mampu melindungi anaknya, bahkan sebelum sang anak lahir ke dunia.
Di saat yang sama, pergaulan bebas merajalela akibat lemahnya benteng agama, hingga marak kehamilan di luar nikah. Kurangnya pemahaman terhadap adopsi secara syar’i pun membuat banyak orang terjerumus pada solusi instan yang menyesatkan. Sementara negara hadir terlambat atau bahkan absen sama sekali.
Dalam sistem ini, agama dipinggirkan dari kehidupan. Maka tak heran, tindak kejahatan seakan tak terkendali, termasuk perdagangan bayi, bahkan oleh orang tua kandungnya sendiri. Lebih parah, ketika aparatur negara yang seharusnya menjadi pelindung justru menjadi bagian dari kejahatan.
Islam Menjawab dengan Solusi Menyeluruh
Di balik maraknya praktik jual beli bayi, terdapat kerusakan sistemik dalam tatanan hidup manusia saat ini . Bukan hanya soal individu yang salah langkah, tapi juga sistem yang gagal mencegah, membina, dan melindungi. Islam hadir bukan hanya memberi fatwa, tapi solusi yang menyentuh akar masalah.
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanah dari Allah yang harus dijaga dan dididik dengan benar oleh orang tua, bukan sebagai barang dagangan. Menjual anak, apalagi bayi adalah bentuk kezaliman yang bertentangan dengan fitrah manusia dan syariat Islam. Dalam konsep kafalah (pengangkatan anak secara syar’i), menekankan agar tidak memutus nasab, menjaga hak anak, dan tidak menjadikan anak sebagai komoditas.
Maka dari itu, Islam menutup jalan menuju zina seperti mengatur pakaian yang menutup aurat, dilarangnya berkhalwat, mengatur media dan hiburan yang tidak mendidik. Dan membangun pondasi masyarakat berupa mempermudah pernikahan, mendorong ketahanan keluarga, dan menempatkan peran ibu dalam posisi mulia. Negara Islam akan memastikan ibu dan anak tidak terlantar, bahkan jika mereka berada dalam kondisi sulit. Maka tak ada lagi alasan seorang ibu menjual bayinya karena tidak mampu merawat. Negara Islam hadir untuk membantu, bukan menonton.
Adopsi Legal dan Sanksi Tegas
Diberlakukan aturan adopsi yang legal dan sesuai syariat (kafalah), bukan adopsi model Barat. Dalam kafalah, anak tetap mempertahankan nama ayah kandungnya, tidak otomatis menjadi ahli waris. Dan tidak boleh ada transaksi uang dalam prosesnya. Negara Islam mengatur proses kafalah dengan ketat, demi menjaga hak anak dan menghindari manipulasi.
Baca juga: Maraknya Perdagangan Bayi, Lemahnya Sistem Kapitalisme
Dan dengan sistem Islam, akan memberlakukan hukuman tegas untuk pelaku perdagangan manusia. Karena Islam menganggap memperjualbelikan manusia sebagai bentuk kezaliman besar. Mereka yang menjadikan bayi sebagai komoditas akan dikenai sanksi keras oleh negara. Calo, pembeli, penyalur, bahkan tenaga medis yang ikut bermain. Hukuman diberikan oleh qadhi (hakim syar’i) sesuai tingkat kejahatannya, untuk memberi efek jera.
Islam memandang anak sebagai aset strategis umat. Generasi penerus yang akan membangun dan menjaga peradaban Islam yang mulia. Negara juga menjamin kesejahteraan dan memenuhi semua kebutuhan pokoknya dengan baik. Sistem pendidikan yang berbasis akidah akan menjadikan semua individu bertanggung jawab melindungi anak-anak, termasuk orang tuanya dan semua pihak termasuk aparat negara. Dengan sistem sanksi yang tegas dan menjerakan, kejahatan seperti ini tak akan terjadi lagi.
Maka dari itu, negara dalam Islam sebagai penjaga dan pelayan rakyat. Demikian sebagaimana sabda Nabi saw., “Pemimpin (kepala negara) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus.” (HR Al-Bukhari)
Solusi sejati dari Islam tidak akan berjalan tanpa peran negara yang menerapkan seluruh syariat. Inilah yang dulu dilakukan oleh Khilafah, dan inilah yang akan menyelesaikan persoalan seperti ini secara tuntas.
Penutup
Perdagangan bayi adalah cermin dari sistem sekuler kapitalisme. Hanya Islam yang mampu menjawab kejahatan sindikat penjualan bayi di tengah masyarakat. Islam bukan hanya mengutuk kejahatan itu, tapi juga menawarkan jalan keluar yang komprehensif, yang melindungi akidah, akhlak, ekonomi, hingga hukum. Sudah saatnya umat kembali menjadikan Islam bukan hanya sebagai ibadah pribadi, tapi jalan hidup yang utuh, dari ruang keluarga hingga kebijakan negara.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
