Pemberian gelar terhadap TNI AL sebagai angkatan laut terbesar keempat di dunia seharusnya sejalan dengan terjaganya kedaulatan laut negeri ini.
Oleh. Sartinah
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah sangat luas. Selain potensi alamnya yang melimpah, negeri ini juga memiliki tentara nasional dari angkatan laut yang cukup besar. Baru-baru ini, Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL) bahkan dinobatkan sebagai tentara dengan kekuatan angkatan laut terbesar keempat di dunia.
TNI AL Indonesia bahkan berada di atas AL Korea Selatan dan Jepang yang masing-masing berada di peringkat keempat dan kelima. Sementara itu, peringkat pertama, kedua, dan ketiga masing-masing ditempati oleh Amerika Serikat, Cina, dan Rusia. Hal ini diketahui setelah Direktori Dunia tentang Kapal Perang Militer atau World Directory of Modern Military Warships (WDMMW) merilis daftar Peringkat Kekuatan Angkatan Laut Global 2023. (cnnindonesia.com, 16-8-2024)
Sebelumnya, WDMMW melakukan survei terhadap 36 negara untuk menilai kekuatan AL negara-negara di dunia. Hasil survei tersebut telah menempatkan Indonesia pada peringkat keempat dengan mendapatkan True Value Rating (peringkat nilai sejati/TvR) sebesar 137,3 poin. Sementara itu, kriteria yang ditetapkan WDMMW untuk membuat peringkat sejumlah armada laut negara-negara di dunia dilakukan berdasarkan perhitungan kuantitas kekuatan tempur, kualitas total, dan cadangan umum.
Berdasarkan data yang diperoleh WDMMW per Juli 2023, Indonesia memiliki armada tempur sebanyak 243 yang terdiri dari kapal tempur frigate, penyapu ranjau laut, corvette, kapal selam, kapal kelas amfibi, hingga kapal patroli besar. Data yang dikeluarkan WDMMW menunjukkan bahwa kekuatan armada laut Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata. Lantas, seberapa penting angkatan laut yang besar dan kuat bagi Indonesia untuk menjaga kedaulatan laut negeri ini?
Peran Laut dan Urgensi AL
Laut memiliki peran penting dalam menopang suksesnya perdagangan internasional, termasuk bagi Indonesia. Diketahui, hampir 90 persen ekspedisi barang ekspor dan impor menggunakan moda transportasi laut dan sekitar 50 persennya dilakukan melalui perairan Indonesia. Kondisi tersebut bisa memberikan dua potensi secara bersamaan, yaitu keuntungan bagi ekonomi Indonesia sekaligus ancaman navigasi di wilayah perairan.
Pada kondisi inilah peran TNI AL sangat penting dalam menjaga kedaulatan laut, apalagi dengan kondisi lautan Indonesia yang sangat luas. Sebagai negara maritim terbesar kedua di dunia, Indonesia memiliki wilayah perairan seluas 6,4 juta kilometer persegi. Selain wilayah lautnya yang luas, Indonesia juga memiliki sekitar 17.504 pulau yang terhampar di seluruh wilayah negeri ini. Sayangnya, luasnya wilayah lautan juga memiliki ancaman faktual di perairan.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Badan Keamanan Laut (Bakamla) Republik Indonesia. Menurut pengamatan Bakamla, setidaknya ada delapan bentuk ancaman faktual yang berpotensi terjadi di perairan Indonesia. Ancaman tersebut berupa pelanggaran wilayah, kecelakaan, perompakan bersenjata, penangkapan ikan ilegal, kejahatan terorganisasi lintas negara, pencemaran, terorisme, dan invasi. (voaindonesia.com)
Dari semua ancaman tersebut, kejahatan terorganisasi lintas negara seperti perbudakan, penyelundupan, narkoba, dan komoditas minerba menjadi ancaman yang paling berbahaya. Sementara itu, kejahatan laut yang sering terjadi adalah penangkapan ikan ilegal. Dengan potensi ancaman kejahatan tersebut, sudah seharusnya negeri ini memiliki armada laut yang kuat sehingga mampu menjaga kedaulatan dan keamanan maritim Indonesia.
Di antara peran TNI AL adalah menjaga kedaulatan wilayah maritim Indonesia, misalnya dengan melakukan patroli, pengawasan, dan pengamanan wilayah perairan, termasuk di zona ekonomi eksklusif (ZEE) dan teritorial laut. Peran penting lainnya adalah menjaga keamanan laut Indonesia dari ancaman berbagai kejahatan, seperti penyelundupan, dll. Untuk memaksimalkan perannya di wilayah lautan, TNI AL seharusnya dibekali dengan berbagai peralatan canggih, seperti kapal perang, dll.
Terganjal Anggaran
Sayangnya, penjagaan dan pengawasan wilayah kelautan Indonesia oleh TNI AL masih terganjal minimnya beberapa peralatan, salah satunya alat deteksi bawah laut. Alat tersebut sangat penting karena berfungsi untuk mencegah penyelundupan kendaraan-kendaraan asing yang masuk tanpa izin. Minimnya pendeteksi bawah laut ditunjukkan dengan ditemukannya kendaraan nirawak bawah laut (seaglider) milik negara lain yang masuk tanpa izin. Seaglider biasanya digunakan untuk mengambil data oseanografi di lautan. Sepanjang 2019—2020 saja, setidaknya sudah tiga seaglider yang ditemukan di perairan Indonesia. (bbc.com)
Minimnya ketersediaan peralatan canggih, lagi-lagi karena terganjal anggaran pertahanan yang disediakan oleh pemerintah. Sebelumnya, TNI AL menargetkan capaian minimum essential force(MEF) sebesar 80—85 persen pada 2024. Namun, hingga 2023 lalu, capaian MEF TNI AL baru mencapai 60 persen. MEF sendiri merupakan standar kekuatan minimal TNI yang wajib disiapkan sebagai prasyarat utama demi memaksimalkan tugas dan fungsi AL dalam menjaga kelautan. Sekali lagi, keterbatasan anggaran membuat efektivitas tugas AL belum terlaksana dengan baik.
Permasalahan anggaran pula yang membuat alutsista AL tak lekas diganti. Hingga saat ini, banyak kapal perang TNI AL yang sudah tua dan sebagiannya sedang diperbaiki. Seharusnya kapal-kapal yang sudah tua atau rusak segera diganti dengan yang baru demi memaksimalkan tugas-tugas TNI AL di perairan, bukan sekadar diremajakan. Di sisi lain, luasnya wilayah perairan Indonesia tidak sebanding dengan jumlah alutsista yang dimiliki AL.
Alutsista Tak Imbang
Mengutip data World Population Review, sampai tahun 2023 lalu, Indonesia baru memiliki 282 kapal perang. Jumlah tersebut bisa dibilang tidak sebanding dengan luas wilayah perairan yang dimiliki Indonesia (6,4 juta kilometer persegi). Idealnya, negeri ini harus memiliki sekitar 400 kapal perang. Jumlah kapal perang Indonesia masih kalah jauh dari Rusia yang memiliki 603 kapal perang, padahal negara itu tidak memiliki laut yang luas.
Meski survei terbaru dari WDMMW telah menempatkan AL Indonesia pada posisi keempat di dunia, rekor tersebut tidak mengubah fakta tidak imbangnya jumlah persenjataan dengan wilayah perairan yang harus dijaga. Jika serius ingin menjaga kedaulatan lautnya, seharusnya pemerintah memprioritaskan kebutuhan alutsista AL dengan menyediakan anggaran maksimal, bukan anggaran seadanya.
baca: Penyanderaan Pilot dan Separatis Papua
Tanpa sistem persenjataan canggih dan penegakan hukum yang tegas, pelanggaran di wilayah perairan Indonesia akan terus terjadi, baik penyelundupan, pencurian ikan, maupun pelanggaran perbatasan sebagaimana yang terjadi di Laut Cina Selatan. Konflik Laut Cina Selatan menjadi bukti nyata lemahnya negeri ini dalam menjaga kedaulatan lautnya. Lantas, masihkah negeri ini menggembar-gemborkan terwujudnya kedaulatan maritim, jika negara lain masih bebas mengacak-acak batas wilayah kelautan negeri ini?
Armada Laut pada Masa Khilafah
Menjaga kedaulatan laut dari rongrongan negara lain adalah "harga mati" yang tidak bisa ditawar lagi. Pasalnya, menjaga wilayah perairan sama artinya dengan menjaga kedaulatan negara. Membiarkan negara lain melakukan pelanggaran di wilayah perairan, menunjukkan bahwa negara telah kehilangan kedaulatannya. Untuk menjaga kedaulatan laut, dibutuhkan armada militer yang tangguh dan besar. Sementara itu, armada yang tangguh membutuhkan anggaran yang memadai.
Pembangunan armada laut yang tangguh pernah dilakukan pada era Kekhilafahan Islam. Pada masa itu, armada angkatan laut tidak hanya menjaga kedaulatan perairan, tetapi juga sebagai penopang dalam penyebaran Islam dan jihad. Pasalnya, untuk mencapai wilayah-wilayah di luar Jazirah Arab dibutuhkan angkatan laut yang mumpuni, baik untuk menyebarkan dakwah maupun mengalahkan musuh-musuh Islam. Dengan alasan tersebut, armada angkatan laut pun dibentuk. Pembentukan armada angkatan laut Islam pertama kali terjadi pada masa Kekhalifahan Muawiyah.
Muawiyah tak hanya berhasil membentuk armada laut saat sudah menjadi khalifah. Sebelum memimpin Kekhilafahan Islam pun, Muawiyah sudah berhasil membentuk 50 armada laut yang tangguh, yakni saat Kekhilafahan Islam dipimpin oleh Khalifah Utsman bin Affan. Kekhilafahan Islam benar-benar ingin membangun kekuatan militernya untuk mengalahkan musuh-musuh Islam. Sebelum armada angkatan laut Khilafah menjadi kekuatan yang ditakuti, kekaisaran Romawi menjadi salah satu kekuatan militer terkuat di dunia saat itu.
Untuk menandingi kekuatan armada angkatan laut Romawi, kaum muslim mempelajari banyak hal, mulai dari teknik perkapalan, navigasi dengan astronomi maupun kompas, dan mempelajari teknik pembuatan mesiu. Pada saat yang sama, kaum muslim juga mempelajari ilmu astronomi yang nantinya akan bermanfaat untuk navigasi. Navigasi sendiri berfungsi untuk menjangkau negeri-negeri yang letaknya cukup jauh dari wilayah kekuasaan Islam dan digunakan untuk menentukan arah kiblat saat kapal berada di tengah laut.
Membangun Kekuatan
Kaum muslim sangat serius mempelajari berbagai teknik tersebut. Sekitar 40 tahun kemudian, armada angkatan laut Islam telah menjelma menjadi kekuatan yang tak terkalahkan selama dua abad berikutnya. Setelah memiliki kekuatan mumpuni, pasukan kaum muslim kemudian menyatakan perang dengan Romawi dan berhasil menguasai Laut Tengah.
Hebatnya, tradisi membangun kekuatan di laut terus berlanjut pada masa kekhilafahan selanjutnya hingga pada masa Kekhilafahan Turki Utsmani. Ketangguhan armada angkatan laut Utsmani juga telah mendunia. Terbukti, mereka berhasil mengalahkan pasukan Romawi, yakni dengan menaklukkan Konstantinopel pada 29 Mei 1453 M. Tak hanya itu, saat Sultan Selim I memegang tampuk kekuasaan sebagai khalifah, Kesultanan Turki Utsmani berhasil memodifikasi pusat persenjataan maritim di Istanbul.
Sultan Selim I juga memerintahkan membuat beberapa kapal besar. Beberapa tahun kemudian, kapal-kapal tersebut sudah terkumpul sampai 150 unit kapal. Pasukan Turki Utsmani pun menjadi pasukan yang memiliki armada kapal laut terbesar di dunia. Saking hebatnya, Turki Utsmani sering kali disebut sebagai kerajaan yang bermarkas di atas laut.
Demikianlah, tekad Sultan Selim I untuk memiliki angkatan laut yang besar dan kuat agar dapat menguasai laut akhirnya terwujud. Sejarah hebat tentang armada angkatan laut Islam seharusnya menjadi pelajaran bagi negeri ini bahwa membangun angkatan laut yang besar dan kuat harus dilakukan dengan sungguh-sungguh demi menjaga kedaulatan dan menggentarkan musuh.
Allah Swt. pun menegaskan dalam firman-Nya pada surah Al-Anfal ayat 60, "Dan Persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, tetapi Allah mengetahuinya."
Khatimah
Pemberian gelar terhadap TNI AL sebagai angkatan laut terbesar keempat di dunia, seharusnya sejalan dengan terjaganya kedaulatan laut negeri ini. Namun, berbagai problem yang harus dihadapi TNI AL membuat aktivitas penjagaan kedaulatan laut belum mampu dilakukan secara maksimal. Penjagaan kedaulatan terbaik hanya akan terwujud jika negeri ini kembali pada aturan Sang Pencipta dan menerapkannya dalam kehidupan. Jika hal itu dilakukan, TNI AL akan berjaya di lautan dan menjaga negeri ini dari berbagai ancaman pelanggaran teritorial Indonesia.
Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com