
Sindikat adopsi ilegal tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan penindakan hukum atau regulasi tambahan. Solusi jangka panjang harus menyentuh sistem.
Oleh. Ummu Syuhada
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id-Pengungkapan sindikat penjualan bayi oleh Kepolisian Daerah Jawa Barat menunjukkan praktik kejahatan yang tak hanya melibatkan perdagangan manusia, tetapi juga mencerminkan kegagalan sistemik dalam melindungi kelompok rentan. Dalam penggerebekan tersebut, sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai tersangka, dengan enam bayi berhasil diselamatkan.
Lima di antaranya ditemukan di Pontianak dan satu di Tangerang. Semuanya diduga akan dijual ke Singapura. Kasus ini terungkap dari laporan penculikan bayi di Jawa Barat yang kemudian berkembang menjadi penyelidikan lebih dalam terhadap sindikat internasional.
Terorganisir
Modus yang dijalankan sindikat ini begitu terorganisir. Mereka memiliki pembagian peran yang rapi mulai dari merekrut ibu hamil, merawat bayi, hingga memalsukan dokumen seperti akta kelahiran dan paspor. Setelah semua dokumen dipalsukan, bayi-bayi tersebut dikirim ke tempat penampungan di Tangerang sebelum diberangkatkan ke luar negeri. Aktivitas ini dilaporkan telah berlangsung sejak tahun 2023. (detik.com, 15-07-2025)
Dilansir dari nasional.kompas.com (18-07-2025), Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani, menanggapi kasus ini dengan keras. Ia menuntut agar pemerintah tidak hanya mengusut tuntas pelaku, tapi juga memperkuat sistem perlindungan bagi ibu dan anak. Deteksi dini terhadap praktik adopsi ilegal pun perlu diperkuat agar kasus serupa tidak terulang.
Solusi Instan Finansial
Namun, jika ditelusuri lebih dalam, praktik perdagangan bayi ini tak berdiri sendiri. Ia lahir dari tanah subur kemiskinan struktural yang menghimpit perempuan-perempuan lemah secara ekonomi. Banyak dari mereka adalah ibu hamil yang tidak memiliki dukungan keluarga, kehilangan akses terhadap layanan sosial, dan hidup dalam tekanan ekonomi yang kronis. Situasi ini membuat mereka mudah dimanfaatkan oleh jaringan perdagangan manusia yang menawarkan “solusi instan” atas masalah finansial mereka.
Kemiskinan yang dialami perempuan ini bukanlah hasil dari kelalaian pribadi, budaya malas, atau sekadar takdir buruk. Ia muncul dari penerapan sistem ekonomi dan politik yang timpang. Politik yang menciptakan ketidakadilan struktural.
Sistem yang tidak menjamin pemerataan pendidikan, layanan kesehatan, dan lapangan kerja layak telah menciptakan kelompok yang sangat rentan terhadap eksploitasi. Diskriminasi terhadap etnis minoritas dan ketiadaan perlindungan hukum makin memperparah situasi mereka.
Tekanan ekonomi membuat sebagian orang menghalalkan segala cara demi bertahan hidup. Saat negara absen dalam menjamin kesejahteraan, banyak individu yang mencari jalan keluar sendiri, meskipun harus menabrak hukum dan moral. Perdagangan bayi pun menjadi opsi terakhir bagi mereka yang terjebak dalam ketidakberdayaan.
Baca juga: Maraknya Perdagangan Bayi, Lemahnya Sistem Kapitalisme
Penyalahgunaan Teknologi
Lebih parah lagi, perkembangan teknologi dan media sosial dimanfaatkan sindikat untuk memperluas jaringan mereka. Permintaan terhadap bayi dari luar negeri meningkat, begitu pula penawarannya. Dalam laporan investigasi The Straits Times, harga adopsi bayi asal Indonesia di Singapura bisa mencapai antara 15.000 hingga 20.000 dolar Singapura, setara dengan Rp180–240 juta.
Lemahnya Sistem Hukum
Sementara itu, sistem hukum di Indonesia belum mampu memberikan efek jera yang cukup. Hukuman bagi pelaku adopsi ilegal masih tergolong ringan. Sebagai contoh, dalam kasus penjualan bayi di Jakarta pada tahun 2021, para pelaku hanya dijatuhi hukuman dua hingga tiga tahun penjara. Hukuman seperti ini tidak sebanding dengan kerusakan yang ditimbulkan, baik terhadap korban maupun terhadap tatanan sosial.
Aturan Islam
Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia memiliki nilai yang sangat tinggi, bahkan sejak berada dalam kandungan. Setiap jiwa adalah amanah dari Allah yang wajib dijaga, baik oleh individu, masyarakat, maupun negara. Dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah), negara memiliki tanggung jawab utama untuk memastikan bahwa seluruh kebutuhan dasar warga seperti makanan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan, dan keamanan, terpenuhi secara layak.
Sejarah mencatat bahwa dalam pemerintahan Islam, tidak pernah terdengar kisah seorang ibu terpaksa menjual bayinya karena kelaparan atau kemiskinan. Negara dalam sistem Islam tidak hanya hadir sebagai pengatur, tetapi juga sebagai pelindung yang aktif menyelesaikan masalah rakyatnya. Seorang pemimpin bahkan bisa dicopot dari jabatannya jika terbukti lalai memenuhi kebutuhan masyarakatnya.
Selain itu, Islam tidak mengenal sistem adopsi yang menghapus identitas asli anak seperti di Barat. Dalam sistem Islam, anak asuh tetap mempertahankan nama dan garis keturunannya, serta tidak mendapatkan hak waris seperti anak kandung. Hal ini merupakan bentuk perlindungan agar identitas anak tetap jelas, sekaligus mencegah praktik pemalsuan identitas yang kerap terjadi dalam kasus adopsi ilegal.
Khatimah
Permasalahan perdagangan bayi dan sindikat adopsi ilegal tidak akan bisa diselesaikan hanya dengan penindakan hukum atau regulasi tambahan. Solusi jangka panjangnya harus menyentuh akar persoalan yaitu, sistem ekonomi, sosial, dan hukum yang melahirkan ketidakadilan. Selama sistem yang diterapkan tidak berpihak pada manusia dan tidak menjamin perlindungan menyeluruh, praktik-praktik kejahatan semacam ini akan terus bermunculan.
Potret memilukan dari seorang ibu yang menyerahkan anaknya secara ilegal karena himpitan ekonomi seharusnya menjadi tamparan keras bagi kita semua. Ini adalah bukti nyata bahwa sistem hari ini telah gagal memberikan rasa aman, adil, dan sejahtera bagi warganya. Sudah saatnya kita membuka mata terhadap sistem alternatif yang terbukti mampu menjaga kehormatan, kehidupan, dan masa depan manusia, yakni sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyah.
Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
