Ilusi Sekolah Gratis di Alam Kapitalisme

ilusi sekolah gratis di alam kapitalisme

Pendidikan gratis di era kapitalisme hanya lip service untuk melambungkan dan menjatuhkan harapan rakyat dalam waktu yang sama.

Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Janji kampanye semanis madu kembali terlontar. Bacagub Jatim Tri Rismaharini berjanji akan menggratiskan biaya sekolah tingkat SMA/SMK. Hal ini seperti yang pernah dilakukannya saat menjabat menjadi Wali Kota Surabaya. Risma mengatakan hal ini akan terwujud kembali jika ia menjadi Gubernur Jawa Timur.

Sayangnya janji ini ternyata bukan sesuatu yang baru. Menurut Kepala Dinas Pendidikan (Kadindik) Jawa Timur Aries Agung Paewai sebagaimana dilansir detikjatim.com (20-9-2024), SMA/SMK Negeri seluruh Jawa Timur gratis alias tidak dipungut biaya SPP. Program sekolah gratis ini sudah lama dilakukan pada masa Gubernur Khofifah. Biaya gratis SPP karena sekolah mendapat dana BOS dari pusat juga BOPP dari Gubernur Jatim.

Sekolah Gratis di Era Kapitalis Hanya Lip Service

Sekolah gratis bukan sesuatu hal yang baru di negeri ini. Program wajib belajar 9 tahun dicanangkan di era Soeharto tepatnya 2 Mei 1984, disusul pada tahun ajaran baru 2015/2016 dalam Nawacita diamanatkan program wajib belajar 12 tahun. Dengan wajib belajar 12 tahun ini diharapkan warga negara Indonesia dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat menengah umum sehingga dapat menjadi bekal untuk bekerja pada kehidupannya kelak. Sayangnya setelah hampir 9 tahun berjalan, program ini tak menuai hasil maksimal.

Masalah pendidikan kian bertambah. Sekolah gratis yang didengungkan nyatanya jauh dari harapan. Anak-anak mendapatkan gratis biaya pendidikan atau SPP tetapi untuk biaya yang lain tetap dikenakan tarif yang tak sedikit. Dana BOS yang digadang-gadang bisa membiayai pendidikan hingga jenjang menengah umum, ternyata penggunaannya sudah ditentukan.

Penggunaan Dana Bos

Penggunaan dana BOS diatur untuk 12 komponen, yaitu PPDB, pengembangan perpustakaan, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, pelaksanaan asesmen dan evaluasi pembelajaran, pelaksanaan administrasi kegiatan sekolah, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, pembiayaan langganan dan jasa, pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, penyediaan alat multimedia pembelajaran, penyelenggaraan kegiatan peningkatan kompetensi keahlian, pelaksanaan kegiatan mendukung keterserapan lulusan, dan pembayaran honor. Dengan besarnya dana BOS berkisar Rp900 ribu sampai Rp1,9 juta per siswa, mampukah memenuhi keduabelas komponen pembiayaan tersebut?

Nyatanya untuk media belajar semacam LKS, kegiatan luar sekolah seperti study tour, rekreasi berkedok belajar di luar kelas dan sebagainya, orang tua harus merogoh kocek yang dalam. Begitu juga untuk prosesi kelulusan semisal wisuda dan pernak perniknya. Maka tetap saja menjadi beban bagi orang tua yang menyekolahkan anak-anaknya.

Pendidikan gratis di era kapitalisme hanya lip service untuk melambungkan harapan rakyat, meski pada akhirnya harus menelan semua kecewa. Pemerintah yang berorientasi materi tak akan dengan suka hati memberikan layanan pendidikan gratis untuk rakyatnya. Kendala dana selalu menjadi alasan utama. Padahal, pemerintah bisa memberikan pendidikan gratis bahkan hingga level pendidikan tinggi dengan pengelolaan SDA di Indonesia.

Sekolah Gratis Hanya Ada di Sistem Islam

Berharap sekolah gratis di era kapitalisme ibarat pungguk merindukan bulan. Karena sistem pendidikan erat kaitannya dengan sistem ekonomi dan politik. Islam mampu mewujudkan pendidikan gratis pada semua tingkatan hingga level sekolah tinggi dan universitas. Hal ini karena Islam memandang pendidikan warga negaranya adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi dan akan menentukan nasib negara Islam kelak. Penguasaan tsaqofah Islam, ilmu-ilmu teknologi dan terapan di masyarakat akan membentuk masyarakat mandiri tanpa bergantung pada negara lain, terdepan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, dan menjadi negara maju dengan tingkat pendidikan yang tinggi.

Sebagaimana yang terdapat dalam Kitab Muqadimah Dustur karangan Syekh Taqiyuddin An-Nabhani sebagai rancangan Undang-Undang Dasar Daulah Islam di masa mendatang, disebutkan pada pasal 173 negara wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan masyarakat di kancah kehidupan. Negara wajib menyelenggarakan pendidikan secara cuma-cuma dan memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan ke pendidikan tinggi dengan gratis pula. Inilah salah satu faktor yang menjadikan warga negara Daulah Islam bersemangat dalam menuntut ilmu karena ilmu untuk amal. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Qashash ayat 77 :

وَابۡتَغِ فِيۡمَاۤ اٰتٰٮكَ اللّٰهُ الدَّارَ الۡاٰخِرَةَ‌ وَلَا تَنۡسَ نَصِيۡبَكَ مِنَ الدُّنۡيَا‌ وَاَحۡسِنۡ كَمَاۤ اَحۡسَنَ اللّٰهُ اِلَيۡكَ‌ وَلَا تَبۡغِ الۡـفَسَادَ فِى الۡاَرۡضِ‌ؕ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الۡمُفۡسِدِيۡنَ

“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi. Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”

Kenikmatan duniawi bisa kita rasakan jika kita memiliki kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan dengan mudah dan ini tergantung pada ilmu yang kita miliki.

Sistem pendidikan Islam ini akan ditopang dengan sistem ekonomi Islam. Pemasukan negara Islam dari berbagai pos seperti jizyah, fai, kharaj, dan sawafi, yang lainnya akan mampu memenuhi pembiayaan warga negara. Pemasukan dari SDA yang merupakan milik rakyat, dikelola oleh negara, dan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk pelayanan pendidikan dan kesehatan juga akan mampu memenuhi biaya pendidikan yang diperlukan.

Tidak heran, pada masa kejayaan Islam ilmu pengetahuan berkembang pesat, sekolah-sekolah negeri dan swasta dengan fasilitas sama baiknya bertebaran di penjuru negara hingga ke pelosok-pelosok desa.

Jejak Peradaban Islam di Bidang Pendidikan

Ketika Islam berkuasa selama 1400 tahun, jejak-jejak dunia pendidikan tampak nyata. Negara Islam begitu memperhatikan pendidikan warga negaranya. Sebagaimana di masa Daulah Abasiyyah Khalifah Harun Ar-Rasyid membangun Baitul Hikmah sebagai pusat pendidikan negara Islam saat itu. Pada masa Khalifah Mahmud II tahun 1830, beliau mendirikan sekolah kebidanan Tibhane-i Amire Mektebi agar para wanita mendapatkan kemudahan dalam persalinan hingga sekarang.

Berbagai sekolah tinggi dan universitas terkemuka juga berkembang di sejumlah wilayah seperti Gundishapur, Baghdad, Kufah, Isfahan, Cordoba, Alexandrea, Kairo, dan Damaskus. Masyarakat yang memiliki kemampuan mendirikan sekolah, berlomba-lomba mendedikasikan hidup dan hartanya untuk mengembangkan pendidikan di Daulah Islam.

Fatimah al Fihri seorang muslimah kaya raya yang mewarisi harta dari orang tuanya membangun universitas pertama di dunia yang dikenal dengan Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko. Universitas ini tercatat dalam Guinness Book of World Records sebagai lembaga tertua yang memberi gelar akademik dan mengenalkan toga pada masyarakat. Universitas ini menggratiskan seluruh pembiayaannya hingga asrama bagi mahasiwa yang belaajr di universitas tersebut.

Khatimah

Selama negara menerapkan sistem kapitalisme dalam mengatur rakyatnya, maka sekolah gratis tak akan terwujud nyata. Karena setiap kebijakan akan diukur dengan besar keuntungan yang akan diraih. Negara juga tidak benar-benar berfungsi sebagai pengurus rakyat tetapi lebih pada fasilitator saja. Kendala dana selalu menjadi alasan utama. Berbeda dengan sistem Islam yang mampu mewujudkan sekolah gratis hingga level universitas karena ditopang dengan sistem ekonomi dan sistem politik. Hanya Islam satu-satunya yang mampu mewujudkan sekolah gratis dan berkualitas untuk rakyatnya.

Wallahu a'lam bish-shawaab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Netty al Kayyisa Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Kala Tindak Kriminal Remaja Dianggap Biasa!
Next
Kegagalan Membayangi Proyek Lumbung Pangan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram