
Dalam sistem Islam, kapabilitas calon pemimpin akan betul-betul diperhatikan karena pemimpin adalah junnah (pelindung) dan ra'in (pemelihara) sehingga bisa membawa rakyatnya ke dalam rida Allah Swt.
Oleh. Ummu Naufal
(Kontributor Narasiliterasi.id dan Praktisi Pendidikan)
Narasiliterasi.id-Pemimpin adalah pengemban amanah Allah Swt. untuk mengurus rakyat yang pelaksanaannya harus sesuai dengan syariat Islam. Seorang pemimpin mempunyai amanah yang berat dengan pertanggungjawaban yang luar biasa di hadapan Allah Swt.
Dirilis dari detikJabar.com, founder dan peneliti utama Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi meriset kelemahan dan pekerjaan rumah (PR) yang harus dikerjakan empat bakal pasangan calon (bapaslon) di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jabar 2024. Hal itu ia ungkapkan dalam rilis Lembaga Survei Indikator Politik Indonesia tentang prediksi suara pada empat bakal pasangan calon (bapaslon) Pilgub Jabar 2024.
Dalam survei yang Indikator lakukan pada 2-8 September 2024, nama Dedi Mulyadi muncul dalam top of mind warga Jabar. Namanya disebut langsung oleh 40,7 persen partisipan. Itu disebabkan Kang Dedi Mulyadi (KDM) dianggap mampu memanfaatkan segala platform media sosial dan mampu membangun komunikasi dengan masyarakat sejak lama.
Sedangkan balon (bakal calon) Syaikhu, basis pemilihnya mayoritas dari relawan PKS atau dari Bekasi karena pernah jadi Wakil Wali Kota Bekasi. Pemilih Syaikhu itu dari basis Bekasi dan PKS karena dia presidennya, jadi sifatnya masih sangat lokal.
Adapun bapaslon Jeje-Ronal popularitasnya memang cukup baik. Namun, segmennya baru dalam tataran khusus. Jeje dikenal di wilayah Pangandaran dan sekitarnya, sedangkan Ronal dikenal karena keartisannya.
Sama halnya dengan Acep-Gita yang punya ketenaran, tetapi lagi-lagi segmennya masih terbatas. Proses saat ini sampai masa kampanye. Keempat pasangan tersebut kekuatannya akan sangat ditentukan dari komunikasi politik, branding, dan pemasaran mereka. (detikJabar.com, 13/09/2024)
Apabila dilihat sepintas dari keempat pasangan calon memang belum ada yang melejit untuk diunggulkan atau belum terlihat kapabilitasnya. Pasangan cagub-cawagub yang ada saat ini berdasar pada elektabilitas semata. Oleh karenanya, suara rakyat sangat dibutuhkan sehingga para calon mempunyai PR, yaitu meningkatkan popularitas untuk menggaet suara pendukung sebanyak-banyaknya.
Kapabilitas Calon Pemimpin
Jika diselisik, pelaksanaan pilkada di negara kita seolah formalitas belaka. Bapaslon maju ke ajang pilkada dengan hanya mengandalkan popularitas, baik itu melalui medsos atau menggaet kelompok selebritas. Bisa juga dengan mempunyai tim sukses yang hebat di seluruh pelosok. Bahkan tak jarang mereka menggunakan cara instan melalui serangan fajar.
Ada hal lain yang lebih membingungkan, bapaslon kerap dipilih tanpa mengedepankan kapabilitas atau kemampuan dan kepantasan sebagaimana seharusnya sosok pemimpin. Itu karena yang ada dalam benak mereka hanya keinginan untuk menang dalam pilkada.
Kenyataan ini tentunya sangat mungkin akan mengakibatkan beragam dampak karena pilkada bukan hanya untuk segelintir orang, tetapi melibatkan rakyat yang akan memilih. Apabila kapabilitas calon tidak jelas maka akan membingungkan rakyat. Dalam hal ini, pemikiran rakyat dalam memilih calon pemimpin akan terbagi dalam tiga golongan.
Golongan pertama adalah rakyat yang berpikir bahwa mereka harus tetap berpartisipasi dalam pilkada. Keterlibatannya diharapkan dapat memainkan peran dalam membentuk pemimpin yang mewakili kepentingan rakyat. Mereka lebih memahami dan mewakili keragaman perspektif masyarakat. Dengan ikut pilkada diharapkan kebijakan yang diimplementasikan akan mencerminkan kebutuhan dan aspirasi sebagian besar masyarakat. Walaupun kapabilitas paslon belum diketahui, masyarakat tetap melakukan hak pilihnya, karena ingin mendapatkan pemimpin yang dapat mewakili kepentingan rakyat. Akhirnya, popularitas bapaslon menjadi andalan untuk dipilih oleh mereka.
Golongan kedua adalah masyarakat yang paham bahwa paslon harus memiliki kapabilitas untuk menjadi seorang pemimpin. Ketika tidak ditemukan sosok yang diinginkan maka mereka akan memilih golput daripada ikut-ikutan memilih sosok yang dinilai nantinya akan merugikan masyarakat setelah dipilih.
Golongan ketiga adalah masyarakat yang memilih karena asas manfaat. Mereka mau memilih ketika ada iming-iming. Misalnya paslon tertentu membagikan materi seperti sembako maka akan dipilih walaupun kapabilitasnya tidak seberapa. Hal ini karena masyarakat masih banyak yang sangat miskin sehingga pemikirannya pun dangkal.
Pemimpin di Sistem Kapitalisme
Sesungguhnya, sikap masyarakat itu terwujud karena penerapan sistem hidup kapitalisme sekuler saat ini. Sudah menjadi mafhum bersama bahwa di sistem kapitalisme, materi adalah urusan yang dinomorsatukan. Semua pihak akan memandang peraihan materi dan kesenangan jasadi sebagai tolok ukur dalam melakukan atau meninggalkan sebuah perbuatan.
Asas demokrasi sekuler yang dianut memosisikan agama sekadar menjadi ranah pribadi yang tidak boleh turut serta mengatur urusan kehidupan. Dalam urusan kenegaraan dan politik tidak usah membawa-bawa agama. Dari sini lahirlah sistem politik yang jauh dari agama. Penguasa terlarang untuk membawa aturan agama dalam pengaturan negara. Akhirnya, syarat-syarat para pasangan calon pun ditetapkan dengan tidak jelas dan tidak memenuhi kapabilitas.
Pemimpin dalam Perspektif Islam
Ini sangat berbanding terbalik dengan perspektif Islam. Sesuai dengan pesan Rasulullah saw., umat Islam harus mengangkat seorang pemimpin, sekalipun dalam suatu kelompok kecil perjalanan. Namun, tentunya muslim perlu memahami sikap yang tepat ketika memilih seorang pemimpin. Ditambah lagi seorang pemimpin di suatu wilayah nantinya akan menjadi seorang ululamri sebagaimana dijelaskan dalam surah An-Nisa ayat 59. Dalam ayat ini seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk menaati ululamri yang tunduk pada Allah dan rasul-Nya.
Imam Al-Ghazali dalam kitabnya berjudul Fadhaih al-Bathiniyah memaparkan bahwa terdapat empat kriteria utama yang wajib ada dalam sosok pemimpin. Pertama nadjat yakni mempunyai kekuatan dan kewibawaan. Kedua kifayah yaitu dapat menyelesaikan setiap persoalan yang ada. Ketiga wara’ adalah memiliki sikap hidup yang apik. Keempat berilmu luas.
Rasulullah saw. secara khusus pernah memberi pengajaran terkait kepemimpinan kepada Abu Dzar Al-Ghifari. “Wahai Abu Dzar, kamu ini lemah (untuk memegang jabatan), padahal jabatan merupakan amanah. Pada hari kiamat ia adalah kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan benar dan melaksanakan tugas dengan baik.” (HR. Muslim). Sikap inilah yang wajib diingat ketika seseorang akan memilih atau dipilih menjadi pemimpin.
Sikap lain yang perlu dimiliki muslim ketika memilih pemimpin adalah dilakukan dengan ikhlas sebagai bentuk tanggung jawab kepada Allah Swt., bukan pengaruh ancaman. Tidak diperkenankan ketika memilih pemimpin berdasarkan tata cara suap karena pelakunya diancam dengan azab neraka.
Terakhir, sikap muslim ketika memilih pemimpin adalah menyerahkan segalanya kepada Allah Swt. Hal ini sesuai dengan Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 26, “Katakanlah (Nabi Muhammad), ‘Wahai Allah, Pemilik Kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu-lah segala kebaikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.'” Penyerahan diri secara totalitas pada Allah adalah kuncinya.
Baca juga : https://narasiliterasi.id/opini/08/2024/pemimpin-yang-dirindukan/
Sikap yang Butuh Diwujudkan
Selain segala sikap yang wajib diperhatikan oleh pemilih, di pihak pemimpin pun butuh untuk ditanamkan sikap sesuai dengan apa yang dijabarkan Al-Qur’an dan hadis. Bagi seorang pemimpin atau calon pemimpin, hal-hal yang wajib ditanamkan adalah sebagai berikut.
Pertama, wajib memiliki keikhlasan, yakni ikhlas dalam menjalankan tugas kepemimpinan. Semua disandarkan hanya demi meraih rida-Nya. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah An-Nisa ayat 125.
Kedua, memiliki sikap sabar dalam memimpin. Ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surah As-Sajdah ayat 24.
Ketiga mempunyai sikap istikamah dalam lisan, sikap, keadaan, hingga niat. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Sayidina Umar bin Khaththab, “Istikamah artinya engkau teguh hati pada perintah dan larangan serta tidak menyimpang seperti jalannya rubah.”
Keempat, senantiasa memiliki keinginan untuk memberi pelayanan paripurna disertai pengabdian terbaik sesuai dengan yang diperintahkan Allah Swt.
Kelima, sikap bertawakal kepada Allah Swt. sesuai dengan firman surah Ali Imran ayat 159.
Penutup
Dengan demikian, setiap muslim (baik yang memilih pemimpin maupun calon pemimpin yang akan dipilih) mempunyai konsekuensi bahwa semua perbuatannya akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Sistem Islam akan mengatur pelaksanaan pemilihan pemimpin sesuai syariat Islam. Hal ini akan terselenggara dengan sempurna ketika diterapkan oleh negara yang berlandaskan wahyu Ilahi. Dalam sistem Islam, kapabilitas calon pemimpin akan betul-betul diperhatikan karena pemimpin adalah junnah (pelindung) dan ra'in (pemelihara) sehingga bisa membawa rakyatnya ke dalam rida Allah Swt. Betapa luar biasanya sistem Islam. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

[…] Baca juga: Kapabilitas Calon Pemimpin dalam Islam […]