Kegagalan Membayangi Proyek Lumbung Pangan

kegagalan membayangi proyek lumbung pangan

Proyek lumbung pangan gagal karena tanpa perencanaan yang matang. Sementara itu, warga sudah kehilangan tanah dan mata pencaharian.

Oleh. Novianti
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Proyek lumbung pangan atau food estate di Merauke, Papua, akan digarap oleh duet Presiden Joko Widodo dan presiden terpilih Prabowo Subianto. Ini adalah bagian dari program besar yang katanya demi memperkuat ketahanan pangan. Tidak tanggung-tanggung, lahan yang digarap seluas 2,29 juta hektare. Proyek yang dimulai sejak 2020 ini dimasukan ke dalam Proyek Strategis Nasional (PSN).

Meski bareng-bareng, Jokowi dan Prabowo berbagi tugas. Diwartakan tempo.co (25-09-2024), Jokowi memegang proyek perkebunan tebu terpadu seluas 1,11 juta hektare, sedangkan Prabowo akan mengampu program cetak sawah seluas 1,18 juta hektare. Lahan yang digunakan akan membentang di antara 19 distrik dari 22 distrik di Merauke.

Proyek cetak sawah melibatkan pengusaha asal Kalimantan, Andi Syamsudin Arsyad alias Haji Isam. Demi menggarap proyek ini, Haji Isam membeli alat berat ekskavator dari SANY Group, perusahaan global yang fokus pada penjualan alat berat. Jumlah pembelian sebanyak 2.000 ekskavator yang diperkirakan mencapai Rp4 triliun sehingga menjadi pembelian alat berat terbanyak di dunia saat ini.

Sedangkan di proyek swasembada gula dan bioetanol, salah satu investor adalah PT Global Papua Abadi (GPA) yang didirikan pada 2012.  Saham perusahaan ini sebagian besar di tangan PT Mega Makmur Semesta yang dimiliki oleh Sulaidy dan Hui Tin.

Wajar publik bertanya, proyek ini untuk siapa? Ini karena aroma bagi-bagi proyek kepada para kapitalis sangat kental. Siapa yang akan diuntungkan? Apakah rakyat akan memperoleh manfaatnya?

Penyebab Gagalnya Proyek Lumbung Pangan

Megaproyek di Merauke ini bukan yang pertama. Pada 2010, proyek pertanian Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) sudah dilakukan di lahan seluas 1,2 juta hektare. Program tersebut dinyatakan gagal karena lahannya tidak cocok untuk pertanian. Pengalaman buruk, kepedihan, dan penderitaan akibat dari kegagalan program MIFEE masih membekas dalam ingatan warga. Tuntutan keadilan, termasuk pemulihan para korban kekerasan belum terselesaikan hingga sekarang.

Proyek food estate juga sudah dilakukan di tiga tempat di Kalimantan dan semuanya berakhir dengan kegagalan. Di Bulungan, Kalimantan Utara, terdapat proyek penanaman kedelai dan jagung di atas lahan 50.000 hektare. Sedangkan proyek di Kalimantan Tengah dilakukan di bekas proyek lahan gambut seluas 30.000 ribu hektare. Kemudian ada proyek serupa di Gunung Mas di atas lahan seluas 31.000 hektare.

Apa kata penguasa tentang kegagalan ini? Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo Subianto, Drajad Wibowo mengatakan bahwa Prabowo mengalihkan program lumbung pangan nasional atau food estate dari Kalimantan ke Merauke karena program yang dikembangkan di Kalimantan gagal karena tanah yang tidak subur dan tidak cocok untuk beberapa hal.

Ini menunjukkan bahwa proyek food estate dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Sementara itu, warga setempat sudah kehilangan tanah dan mata pencaharian. Keseimbangan ekosistem juga terancam. Proyek mangkrak ditinggalkan begitu saja, lalu sekarang merambah ke Papua dengan pola yang sama. Banyak pihak sudah memprediksi proyek akan gagal sebagaimana proyek pendahulunya dan mengakibatkan kerugian negara.

Warga Menderita karena Proyek Lumbung Pangan

Sejak awal, proyek food estate sudah menuai banyak kritikan karena dianggap bukan solusi untuk ketahanan pangan jangka panjang. Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai proyek food estate di Merauke menyimpan risiko besar, yaitu konflik sosial dan kerusakan lingkungan.

Papua memiliki tutupan hutan terluas se-Indonesia, sekitar 34,4 juta hektare terdiri dari hutan gambut, konservasi, dan bakau. Pada periode 2001-2021, hutan menyusut seluas 663.443 hektare. Dalam periode Januari-Februari 2024, Papua mengalami deforestasi 765,71 hektare. Laju deforestasi akan makin meningkat seiring pengembangan industri gula dan bioetanol serta industri lain.

Di Papua Selatan tempat lokasi proyek, kemiskinan mencapai 20,24% dari 513.617 penduduk dan 92.988 anak tidak sekolah SD, SMP, dan SMA/SMK. Sebanyak 6.240 masyarakat Merauke miskin ekstrem dan 15.000 orang menganggur. Birokrasi juga berantakan sehingga rawan korupsi.

Daripada berbicara tentang proyek, jika sungguh-sungguh ingin membantu Papua, masih banyak hal yang seharusnya diprioritaskan. Antara lain pengentasan kemiskinan, membuka akses pendidikan, memastikan hak masyarakat adat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, dan penanganan korupsi. Warga Papua bisa difasilitasi keterlibatannya dalam menanam di lahan-lahan mereka.

Akan tetapi, penguasa dalam sistem kapitalisme tidak mau repot sehigga memilih jalan pintas. Proyek diserahkan kepada swasta sehingga mereka makin kaya, sedangkan warga setempat tetap miskin dan tidak akan mencapai tujuan ketahanan pangan. Penguasa dan pengusaha tidak peduli pada dampak kegagalan proyek lumbung pangan.

Hukum Mengambil Tanah Rakyat

Terkait tanah, hukum asalnya adalah milik Allah, siapa pun boleh memanfaatkannya. Tanah dikategorikan menjadi dua yaitu yang terkait dengan kemaslahatan umum seperti jalan raya dan yang tidak terkait dengan kemaslahatan umum. Individu boleh memiliki tanah kategori kedua.

Negara mengatur pemanfaatan tanah milik umum untuk kepentingan umum. Tanah tersebut digunakan masyarakat secara umum seperti jalan raya. Sesuai dengan sabda Rasulullah saw.,“Tidaklah halal bagi tiga orang yang berada di sebidang tanah, kecuali mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya.” (HR Ahmad).

Gurun, gunung, pantai, tanah penaklukan, tempat bangunan, atau instansi negara adalah beberapa tanah milik negara. Pengelolaan tanah diserahkan kepada pandangan dan ijtihad penguasa, yaitu seorang khalifah. Hasil pengelolaannya menjadi pemasukan untuk baitulmal yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umat.

Tanah milik negara boleh dijual atau disewakan, dimanfaatkan bagi lahan peternakan atau pertanian, tempat untuk mendirikan pabrik, dan lain-lain. Jika berupa tanah pertanian, hanya boleh dijual kepada individu.

Adapun tanah milik individu adalah di luar tanah-tanah milik umum dan negara dengan kepemilikan yang sah menurut syariat. Pemiliknya boleh menjual tanah miliknya atau mengelolanya.

baca: Harga Beras Makin Mahal, Petani Untung?

Tanah-tanah milik individu haram diambil alih oleh negara atau siapa pun tanpa seizin pemiliknya, atau tanpa kerelaannya. Rasulullah mengingatkan bahwa tidak halal bagi seseorang untuk mengambil tongkat saudaranya tanpa kerelaan hatinya. Tongkat saja tidak boleh diambil paksa, apalagi tanah

Cara-cara yang dibolehkan untuk membeli tanah individu bisa dengan dibeli, ditukar guling, atau dengan cara lain sesuai syariat. Haram apabila pengambilan tanah individu menggunakan kekerasan, teror, dan intimidasi karena termasuk perampasan dan meneror pemiliknya.

Khatimah

Dalam program food estate telah terjadi pelanggaran hak kepemilikan warga oleh negara. Proyek seharusnya dibatalkan dan negara mengembalikan hak warga. Akan tetapi, perampasan tanah akan terus terjadi selama negara masih menerapkan sistem kapitalisme. Rakyat selalu menjadi bulan-bulanan demi ambisi segelintir orang-orang rakus dan ambisius. Hanya dengan penerapan sistem Islam, hak rakyat atas tanah akan terlindungi dan paling utama meraih rida Allah Swt. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Novianti Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Ilusi Sekolah Gratis di Alam Kapitalisme
Next
Repatriasi Artefak, Menghapus Jejak Penjajahan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

5 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Tami Faid
Tami Faid
1 month ago

Barakallah mbak Novianti... Beginilah hidup di jaman kapitalisme.. Semua dikuasai oleh para oligarki

Novianti
Novianti
1 month ago
Reply to  Tami Faid

Wa fiik barokallohu

Yuli Sambas
1 month ago

Lumbung pangan, kalau memang untuk rakyat, lha kenapa gandeng investor? Pastinya itung-itungannya seputar untung rugi dan bisnis oriented

Novianti
Novianti
1 month ago
Reply to  Yuli Sambas

Jaka sembung alias tidak nyambung memang. Demi rakyat tapi yang digandeng swasta

trackback

[…] Baca: Kegagalan Membayangi Proyek Lumbung Pangan […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram