Represifitas Aparat, Mampukah Demokrasi Mengenyahkannya ?

Represifitas Aparat Mampukah Demokrasi Mengenyahkannya?

Selama masih ada sistem demokrasi, represifitas aparat akan terus terjadi demi menjaga langgengnya kekuasaan para penguasa.

Oleh. Erdiya Indrarini 
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Demokrasi telah dicederai. Aparat yang harusnya menjaga negara dan bangsa, malah hanya menjadi abdi penguasa. Jika sudah demikian itu, mampukah demokrasi menghilangkan represifitas aparat sebagaimana yang terjadi hari ini?

Dilansir dari tempo.co (21-9-2024), beberapa lembaga masyarakat sipil, yang tergabung pada Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD), mengadakan diskusi publik pada Kamis, 19 September 2024. Diskusi itu bertujuan untuk pendampingan dan pemantauan HAM atas tindakan kekerasan serta brutalitas aparat keamanan selama pengamanan aksi demonstrasi. Selain itu, juga untuk memperkuat seruan pada penegakan hukum yang adil dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dalam situasi yang makin kritis di Indonesia.

Diskusi tersebut dipicu adanya aksi demonstrasi antara 22 hingga 26 Agustus 2024 di berbagai daerah. Alih-alih menerima para demonstran untuk berdialog, pemerintah malah mengadangnya dengan kekerasan serta tindakan brutal aparat. Laporan dari hotline Pusat Data Kekerasan Nasional (PDKN), ditemukan bukti-bukti kekerasan aparat keamanan yang terjadi di 13 kota/kabupaten.

Di antara 13 kota itu seperti di Aceh, Bandung, Banjarmasin, Jakarta, Kediri, Makassar, Palu, Pekanbaru, Purwokerto, Samarinda, Semarang, Mataram, dan Tarakan. Dari berbagai kejadian tersebut, setidaknya ada 254 orang mengalami luka-luka, sementara 380 orang ditangkap dengan sewenang-wenang oleh aparat kepolisian.

Aksi itu bermula dari keputusan kontroversial yang diambil oleh pemerintah dan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR). Pada 21 Agustus 2024, mereka berusah mengubah dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan sehari sebelumnya. Pemerintah dan Baleg DPR malah menyelipkan pasal-pasal baru yang menyelisihi putusan MK.

Rakyat pun menilai hal tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Tindakan ini pun disinyalir sebagai manuver politik untuk melanjutkan kekuasaan dinasti keluarga Jokowi serta koalisi partai pendukungnya. Lantas, akankah demokrasi mampu mengenyahkan represifitas para aparatnya?

Demokrasi Antikritik

Demokrasi digadang-gadang sebagai sistem pemerintahan yang mengagungkan musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan. Sistem ini juga berasaskan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Mampukah demokrasi merealisasikannya? Dalam praktiknya, aparatnya yang harusnya menjaga negara dan bangsa hanya menjadi abdi penguasa. Tak jarang setiap ada demonstrasi, mereka menyemprotkan water canon, menembakkan gas air mata secara brutal, melakukan pemukulan, penangkapan, juga tindakan represif lainnya.

Baca: Pesantren Kilat, Tingkatkan Kinerja Aparat

Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya demokrasi tidak menerima kritik maupun koreksi dari rakyat. Padahal yang dipropagandakan selama ini adalah suara rakyat sebagai suara Tuhan yang harus diutamakan. Namun, ketika rakyat menyampaikan aspirasinya, penguasa bungkam seribu bahasa, bahkan justru menerjunkan aparat untuk mengadang dengan sikap garang. Tindakan represif penguasa ini tidak kali ini saja, tetapi terus berulang setiap ada aksi demonstrasi.

Tidak hanya itu, tindakan represif aparat juga terjadi di media-media sosial. Kritikan di dunia maya pun malah dijerat dengan UU ITE. Padahal, hak mengemukakan pendapat telah dijamin oleh undang-undang. Oleh sebab itu, apa yang menjadi tuntutan rakyat seharusnya didiskusikan dengan adil agar tidak terjadi kesewenang-wenangan dan kekacauan. Namun inilah sistem demokrasi, sejatinya benar-benar tidak ada tempat bagi suara rakyat.

Represifitas Aparat Langgengkan Kekuasaan

Dalam sistem demokrasi, hukum bisa dijual beli melalui lembaga legislasi. Melalui demokrasi pula rezim menyusun strategi untuk melanggengkan kekuasaan dengan politik dinasti. Demi memuaskan syahwatnya, semua keturunannya diberi posisi walau dengan menghalalkan berbagai cara. Lembaga peradilan seperti Mahkamah Agung maupun Mahkamah Konstitusi pun, bisa diubek-ubek demi memuluskan ambisi penguasa.

Tak sekadar itu, dalam sistem demokrasi para politisi bukan bekerja untuk umat, tetapi justru berlomba-lomba untuk meraih kedudukan dan materi. Inilah wajah sistem demokrasi yang merupakan anak kandung dari ideologi kapitalisme buatan penjajah. Mampukah demokrasi menutupi kenyataan ini? Sedangkan para aparat di negeri demokrasi layaknya robot yang bisa dikendalikan dengan remot kontrol oleh para pemilik kapital termasuk penguasa.

Pada akhirnya, kedudukan penguasa maupun aparatnya tidak sesuai fungsi yang sebenarnya. Padahal, penguasa harusnya mengurusi dan melayani rakyat dengan memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Namun, mereka hanya mencari kedudukan dan materi, serta kesenangan pribadi dan kelompoknya. Mereka akan terus berusaha bagaimana melanggengkan kedudukan dan kekuasaannya, termasuk menyetir para aparat.

Wajar jika dalam sistem demokrasi, baik penguasa maupun aparatnya tidak mampu mendengar aspirasi rakyatnya. Karena dalam sistem ini, rakyat hanya dimanfaatkan ketika pemilihan suara. Setelah keluar dari bilik suara, mereka hanya akan diperah keringat dan darahnya baik melalui aneka pajak, maupun berbagai pungutan. Oleh karena itu, berharap keadilan di negeri demokrasi, bagaikan mimpi di siang bolong.

Solusi Hakiki Mengenyahkan Represifitas Aparat

Jika sebuah kehidupan diatur dengan sistem buatan Sang Pencipta kehidupan, tentu segalanya akan aman. Namun, ketika kehidupan diatur dengan sistem buatan manusia, sebagaimana sistem kapitalisme demokrasi, tentu kerusakan dan kekacauan setiap sisi akan terus terjadi. Islam bukan sekadar agama, tetapi sistem kehidupan sempurna karena berasal dari Tuhan, Allah Swt.

Dalam Islam, betapa pentingnya berinteraksi dengan sesama, melakukan dialog, dan saling mengingatkan. Bahkan mengingatkan penguasa yang melenceng dari aturan syariat, merupakan jihad yang paling utama. Rasulullah saw. bersabda :

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَراً فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِلِسَانِهِ، فَإِنْ لَمْ يَستَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيْمَانِ

"Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, dan itu selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Padahal, Allah tidak suka dengan orang yang lemah imannya. Untuk itu, jika negara menerapkan sistem pemerintahan Islam, maka tidak akan ada penguasa yang antikritik. Hal ini karena pemimpinnya menyadari bahwa kritikan dari rakyat akan menjaga kekuasaan supaya tidak tersesat dari koridor syariat.

Dampaknya, negeri yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur akan menjadi nyata. Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam pun, bukan hanya slogan semata. Sebaliknya, selama masih ada sistem demokrasi, represifitas aparat akan terus terjadi. Mampukah demokrasi mengehentikannya? Dengan demikian, akankah kita mempertahankan sistem kapitalisme demokrasi yang represif?

Wallahu a'lam bisshawaab. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Erdiya Indrarini Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
"Kiamat" Bakteri dan Problem Kesehatan Global
Next
Tawuran Pelajar, Kapan Bubar?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
novianti
novianti
1 month ago

Gaji dari rakyat, tapi represif pada rakyat. Kasihan sekali nasib kita. Demokrasi memang tak akan pernah berpihak para rakyat

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram