Kemerdekaan Semu Rakyat Masih Terbelenggu

Kemerdekaan semu

Kemerdekaan semu adalah realitas pahit ketika simbol kemenangan dipertontonkan, sementara rakyat masih terperangkap dalam struktur penindasan dan ketidakadilan.

Oleh. Tutik Haryanti
Kontributor NarasiLiterasi.Id

NarasiLiterasi.Id--Pada momentum kemerdekaan, kita acap merayakan dengan semarak. Upacara, bendera berkibar, retorika merdeka yang seolah semua telah merdeka sejatinya. Namun, di bawah lapisan simbolisme itu, masyarakat masih bergumul dengan berbagai bentuk penjajahan modern. Seperti, ketimpangan ekonomi, penindasan ideologis, standar ganda dalam demokrasi, hingga kebebasan yang dikendalikan.

Kemerdekaan secara formal telah diraih, tetapi demikian banyak rakyat tetap terbelenggu oleh lilitan utang, tekanan politik oleh tirani modern dalam bentuk ideologi dominan, diskriminasi sosial. Kebebasan tetap dicap sebagai hak, tetapi dalam praktiknya dibatasi oleh regulasi represif, korupsi sistemis, konsentrasi kekayaan, dan minimnya akses terhadap layanan publik. Simbol merdeka tanpa realitas merdeka hanyalah kemerdekaan maya, atau kenangan kosong yang tak menyentuh sebagian besar rakyat.

Kemerdekaan Semu

Hari ini rakyat sudah mulai menyadari bahwa kemerdekaan itu benar-benar semu. Seperti realitas yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Menjelang HUT RI diwarnai dengan huru hara demonstrasi. Masyarakat melakukan demontrasi besar-besaran di alun-alun depan Kantor Bupati Pati (13-08-2025). Masyarakat menuntut agar Bupati Sudewo dilengserkan. Hal ini dikarenakan kebijakan Bupati yang menaikkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga 250 persen di tahun 2026.

Kemudian, demonstrasi juga dilakukan oleh ratusan massa di depan Gedung DPR RI. Salah satu tuntutan mereka yakni batalkan kebijakan tunjangan rumah dan kenaikan gaji anggota DPR. (cnbcindonesia.com, 25-08-2025)

Dari kedua demonstrasi di atas menjadi bukti, bahwa rakyat merasa terus dizalimi. Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah jelas sangat tidak adil, mengingat perekonomian masyarakat yang makin sulit. Pemerintah yang diharapkan mampu memberikan kesejahteraan, nyatanya justru mengambil kebijakan yang membuat rakyat makin tercekik.

Rakyat Terbelenggu

Ketimpangan ekonomi di tengah masyarakat makin tampak nyata. Rakyat miskin tak memiliki akses yang layak di dalam pendidikan, kesehatan, perumahan, maupun lapangan pekerjaan. Sementara, kekayaan terkonsentrasi di tangan segelintir orang sehingga menimbulkan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin.

Kebebasan berpikir dan berpendapat dibatasi oleh kebijakan represif, seperti kriminalisasi wacana dan sensor berlebihan. Pemerintah seolah anti kritik, siapa pun yang mengkritik kebijakannya langsung dibungkam. Banyak individu atau organisasi yang dipersekusi dan menjadi korban kesewenang-wenangan penguasa.

Keadilan hukum juga tumpul ke atas tajam ke bawah, lemah terhadap para penguasa, pejabat, atau orang kaya, tetapi keras terhadap rakyat biasa. Contohnya, pelaku korupsi besar yang merugikan negara dihukum ringan, sedangkan rakyat kecil yang mencuri bisa dipenjara bertahun-tahun.

Begitu pun dengan kebijakan pemberian data warga negara Indonesia kepada pihak asing (AS). Ini menjadi polemik bagi masyarakat luas. Pasalnya, dengan data yang sudah diberikan akan membuka celah terjadinya penipuan, peretasan, penyalahgunaan data dan sebagainya. Intinya data rakyat berada pada posisi tidak aman.

Jeratan utang negara yang kian melambung juga menjadi beban rakyat. Sebab, negara tak mampu melunasinya sehingga rakyat harus menanggungnya dengan dipungutnya berbagai jenis pajak. Jeratan utang ini juga mengakibatkan kedaulatan negara tergadaikan. Oleh karenanya, negara tidak mampu mandiri dan akan ketergantungan dan tunduk terhadap pemberi utangan. Kemerdekaan rakyat makin terbelenggu dengan berbagai alasan kepentingan negara.

Akibat Demokrasi Kapitalisme

Ini semua diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme yang berpihak pada segelintir orang. Perekonomian dikendalikan oleh oligarki. Kekayaan alam yang melimpah, yang seharusnya menjadi sumber bagi terwujudnya kesejahteraan rakyat, tidak dikelola secara penuh oleh negara, tetapi diserahkan kepada korporasi, baik lokal maupun asing. Akibatnya, keuntungan sebesar-besarnya diraup oleh korporasi, sedangkan negara mendapatkan sebagian kecil saja.

Pemerintah dan institusi dalam demokrasi melegitimasi merayakan simbol tanpa menyentuh realitas rakyat. Demokrasi tidak diikuti keadilan substantif sehingga menjadi topeng semu batas kebebasan hukum, suara rakyat yang tereduksi, dan korupsi yang mengakar.

Baca: Indonesia, 80 Tahun Merdeka Rakyat masih Terjajah

Islam Melahirkan Kemerdekaan Sejati

Lain halnya dengan arti kemerdekaan yang sesungguhnya dalam Islam. Islam mengajarkan bahwa kemerdekaan sejati mencakup kebebasan spiritual, moral, sosial, dan tindakan yang selalu berada pada koridor ketaatan, keadilan, dan tanggung jawab.

Islam meneguhkan pentingnya keadilan sosial. Allah Swt. berfirman,
Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu … supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu…” (QS. An-Nisa’ 4:105)

Ini menjadi panggilan membongkar ketimpangan melalui redistribusi ekonomi, reformasi struktural, dan kebijakan pro-rakyat.

Kemudian, kemerdekaan spiritual dan moral adalah kemerdekaan sejati bukan semata fisik, tetapi bebas dari hawa nafsu dan tirani batin. Oleh karena itu, kemerdekaan hakiki juga saat manusia tidak menghamba kepada manusia, tetapi hanya menghamba dan tunduk kepada hukum dan aturan Sang Pencipta. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS. Al-Maidah ayat 50,
"Apakah hukum jahiliah yang mereka inginkan? Siapa yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?"

Ini berarti menunjukkan setiap memutuskan suatu perkara haruslah sesuai dengan hukum dan aturan Allah. Bila tidak berhukum kepada Allah maka mereka termasuk orang yang zalim dan fasik.

Islam juga mengajarkan kebebasan intelektual dan pendidikan. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap Muslim. Oleh karenanya, muslim dituntut untuk mendapatkan pendidikan yang kuat dan inklusif, agar selalu dapat berpikir dan kritis terhadap persoalan. Ini menunjukkan masyarakat yang merdeka, tidak mudah dibodohi dan ditipu oleh siapa pun, termasuk penguasa.

Masyarakat Islam juga harus berpartisipasi, bertanggung jawab sosial, dan selalu membela kebenaran. Nabi saw. bersabda, "Siapa yang melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan tangan, lisan, atau hati…" Artinya, rakyat mesti aktif membebaskan diri dari struktur penindasan advokasi, reformasi, dan partisipasi konstruktif.

Umat Islam juga harus menjaga persatuan dan memberikan manfaat kepada umat. Menciptakan keamanan dan kebebasan dalam bingkai syariat, yang membawa umat pada kesejahteraan dan saling manfaat.

Khatimah

Kemerdekaan semu adalah realitas pahit ketika simbol kemenangan dipertontonkan, sementara rakyat masih terperangkap dalam struktur penindasan dan ketidakadilan. Islam hadir menawarkan solusi komprehensif mulai dari kebebasan spiritual hingga pembebasan sosial struktural.

Jika rakyat bahkan dalam masa yang katanya merdeka, tetapi masih terbelenggu, maka kemerdekaan itu tidak lain hanyalah fiksi. Saatnya kita ambil kembali hak kodrati kita sebagai manusia merdeka, dengan spirit pembebasan yang sejati ala Islam. Membebaskan diri dari ketidakadilan, menegakkan keadilan, hidup bermartabat, dan berkiprah untuk kesejahteraan bersama dalam daulah Islamiah. Wallaahualam bissawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Tutik Haryanti Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Zakat Yes, Pajak No
Next
Tunjangan Dewan Fantastis, Rakyat Menangis
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback

[…] Baca juga: Kemerdekaan Semu Rakyat Masih Terbelenggu […]

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram