
Maternal Filicide Suicide adalah bukti negara tidak pernah hadir untuk rakyatnya. Negara terbukti gagal untuk melindungi rakyat akibat sikap abai dan kelalaiannya dalam mengurus rakyatnya.
Oleh. Aryndiah
Kontributor NarasiLiterasi.Id
NarasiLiterasi.Id--Kasih ibu sepanjang masa, itulah peribahasa yang mampu menggambarkan sosok seorang ibu. Ia adalah pribadi yang mulia, penuh kasih sayang, sabar, bahkan mampu mengorbankan hidupnya untuk buah hatinya. Namun, tidak dengan kisah seorang ibu dan kedua anaknya di Banjaran, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Tragis, ketiganya ditemukan tak bernyawa di sebuah rumah kontrakan oleh sang suami ketika ia pulang kerja.
Istrinya ditemukan dalam posisi gantung diri, sedangkan kedua anaknya tergeletak di lantai. Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi menemukan surat wasiat sang ibu yang berisi ungkapan rasa kesalnya kepada suaminya terkait tekanan utang dan impitan ekonomi. Diduga sang ibu meracuni anaknya terlebih dahulu sebelum mengakhiri hidupnya. (antaranews.com, 8-9-2025)
Kejahatan atau Keputusasaan
Kasus tragis tersebut memunculkan berbagai reaksi di kalangan publik tentang penyebab utama sang ibu memilih melakukan hal itu. Ada yang beranggapan tindakannya adalah suatu kejahatan, ada juga yang beranggapan tindakannya adalah bentuk keputusasaan. Dalam perspektif forensik, kasus ini disebut sebagai maternal filicide suicide, yaitu kondisi saat seorang ibu menghabisi nyawa anaknya, kemudian mengakhiri dirinya.
Menurut A. Kasandra Putranto, ahli Psikologi Klinis Forensik, kasus ini tidak dapat dilihat sebagai tindak kriminal semata, karena bersifat multidimensional yang dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kondisi psikologis, sosial-ekonomi, dan akses kesehatan mental yang terbatas.
Pertama, kondisi psikologis.
Gangguan psikologis sudah banyak dijumpai dan dialami oleh para ibu saat ini seperti stres, depresi, atau kondisi mental lain. Kondisi semacam ini jika terlambat penanganannya akan berpengaruh pada menurunnya daya pikir rasional seseorang yang menyebabkan munculnya distorsi kognitif (pikiran salah yang terasa benar).
Kedua, faktor sosial-ekonomi.
Kondisi ekonomi yang kian lesu dan tak menentu seperti hari ini dapat memicu berbagai persoalan hidup, misal hutang keluarga. Masalah ini bukan sekadar aspek materi belaka, namun persoalan ini dapat menimbulkan rasa malu, tekanan sosial, hingga perasaan gagal menjalankan peran sebagai istri dan ibu.
Mengutip dari Interpersonal Theory of Suicide, kondisi seperti ini dapat memunculkan dua keadaan psikologis berbahaya, yaitu perceived burdensomeness (perasaan menjadi beban) dan thwarted belongingness (perasaan menjadi terasing). Kombinasi keduanya berpotensi meningkatkan risiko bunuh diri.
Ketiga, akses kesehatan mental yang terbatas.
Akses layanan kesehatan mental di Indonesia masih terbilang sangat terbatas. Berdasarkan Data Profil Kesehatan Indonesia pada tahun 2023, setidaknya hanya ada sekitar 450 psikolog klisnis untuk populasi lebih dari 270 juta jiwa. Di lain sisi, muncul juga stigma sosial yang menganggap bahwa seseorang yang memiliki gangguan mental akan dicap sebagai orang lemah atau gila. Hal ini menyebabkan seseorang enggan untuk mencari pertolongan.
Karena sifatnya yang multidimensional, Kasandra juga menyampaikan bahwa penting untuk melakukan otopsi psikologis (psychological autopsy). Hal ini untuk mengevaluasi penyebab kematian agar kasus serupa tidak hanya dipandang dari sisi kriminal saja. Namun, untuk menunjukkan kegagalan sistem kesehatan mental di Indonesia. (metrotvnews.com, 9-9-2025)
Kapitalisme Sumber Masalah
Kasus maternal filicide di Bandung sejatinya bukan yang pertama, karena telah banyak kasus serupa yang terjadi. Namun, penanganan dan pencegahan dari pemerintah sangat minim. Jika kasus serupa telah banyak terjadi, bukankah ini alarm bagi masyarakat bahwa ada yang salah dalam sistem kehidupan ini?
Tidak dapat dimungkiri bahwa munculnya beragam masalah kehidupan akibat penerapan sistem kapitalis-sekuler dalam kehidupan saat ini. Sistem kapitalis, menjadikan kehidupan hanya berpihak pada pemilik modal, sehingga wajar perputaran ekonomi di masyarakat melemah. Rakyat kesulitan bertahan hidup akibat biaya hidup yang makin tinggi, sementara akses pendidikan dan kesehatan makin mahal. Ditambah, tidak adanya peningkatan pendapatan bahkan terancam gelombang PHK. Jika pendapatan rakyat saja tidak mampu menutupi kebutuhan dasarnya, maka jalan pintas yang mereka lakukan untuk bertahan hidup adalah berutang, sekalipun ada riba di dalamnya. Jika tidak mampu membayar, mereka akan mencari pinjaman lain. Ibarat gali lubang tutup lubang.
Selain itu, penerapan sistem sekuler yang memisahkan nilai agama dari kehidupan menyebabkan seseorang tidak mampu membedakan halal-haram sehingga menurunkan kemampuan seseorang dalam berpikir rasional. Akibatnya, muncul anggapan bahwa mengakhiri hidup adalah jalan keluar dari kesulitan hidup saat ini. Padahal kelak di hari akhir setiap perbuatan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya dan kehidupan akhirat adalah kehidupan yang hakiki.
Tidak hanya individu atau masyarakat, kerusakan akibat sistem kapitalis-sekuler juga berdampak pada negara. Sungguh ironi, negara tidak pernah hadir untuk rakyatnya, karena negara terbukti gagal untuk melindungi rakyat akibat sikap abai dan kelalaiannya dalam mengurus rakyatnya. Tidak heran jika pada akhirnya rakyat memilih jalan tragis akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pernah berpihak pada rakyat. Kebijakan tersebut seringkali hanya menguntungkan oligarki. Dan pada akhirnya rakyat yang selalu menelan pil pahit.
Baca juga: Filisida Maternal dalam Genggaman Kapitalisme
Paradigma Islam
Sejatinya, Islam sangat memuliakan perempuan. Perempuan berhak memperoleh pendidikan, harta (warisan, nafkah, dan kepemilikan), memilih pasangan, serta berperan dalam masyarakat sesuai syariat. Perempuan juga dimuliakan dalam kapasitasnya sebagai ibu. Islam juga menjamin kebahagiaan seorang ibu dalam menjalankan fungsi keibuannya. Ibu tidak dituntut mencari nafkah, bahkan nafkahnya dijamin oleh suami atau wali. Saat hamil dan menyusui pun, Islam memberi keringanan untuk tidak berpuasa demi menjaga kesehatan ibu dan bayi.
Agar jaminan ini berjalan sempurna, negara berkewajiban memastikan ketersediaan lapangan kerja bagi para ayah dan suami sehingga mereka bisa mencari nafkah untuk keluarganya. Selain itu, negara menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Jika negara menyediakan pendidikan dan kesehatan gratis dengan fasilitas memadai serta kebutuhan pokok dengan harga yang terjangkau, maka beban kehidupan ibu akan berkurang. Alhasil, naluri keibuan dapat berkembang sempurna dan ibu bisa lebih fokus mendidik serta merawat anak dan suami, sekaligus mengatur rumah tangganya.
Negara juga wajib menerapkan sistem pendidikan Islam berbasis akidah Islam. Hal ini untuk membentuk pemahaman bahwa Allah Swt. telah mengatur rezeki setiap hambanya. Tugas seorang hamba hanya berusaha dan berdoa, sisanya diserahkan kepada Allah Swt. Dengan ini, kasus maternal filicide tidak akan terjadi lagi. Allah telah berfirman:
“Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra [17]: 31)
Khatimah
Dengan demikian, hanya Islam yang mampu menjamin berjalannya peran seorang ibu karena didukung oleh sistem kehidupan yang menyeluruh. Namun, penerapan syariat Islam secara sempurna hanya dapat terwujud melalui negara yang berdiri di bawah naungan Khilafah Islamiyyah. Wallahualam bissawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
