Sistem keuangan dunia yang saat ini bertumpu pada selain emas, hanya akan menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Emas adalah lambang kemewahan, kecantikan, kejayaan, kemakmuran, kekayaan, kekuatan, bahkan keabadian. Tak heran, setiap orang ingin memiliki sebanyak-banyaknya. Sayangnya, kekayaan logam mulia yang melimpah di negeri ini dibiarkan hingga orang asing merampas tanpa batas. Kini, harga emas kian kemilau mampukah rakyat menjangkau?
Harga emas dunia diprediksi akan terus mengalami kenaikan. Analis mata uang dan komoditas, Lukman Leongarga mengatakan bahwa harga emas PT. Aneka Tambang Tbk. (Antam), saat ini sangat dipengaruhi oleh situasi di Timur Tengah yang kian memanas. Lukman pun menambahkan bahwa jika keadaan Timur Tengah masih memanas, pekan depan bisa melampaui US$2.700 per ounce. Harga Antam tertinggi terjadi pada Sabtu, 13 Oktober 2024, yaitu mencapai Rp1.495.000 per gram. Sebelumnya, harga sempat turun beberapa hari yang kemudian naik lagi. (tempo.co, 13-10-2024)
Harga Emas Naik Turun
Emas merupakan logam mulia yang menjadi pilihan untuk berinvestasi. Hal ini dikarenakan sangat minim risiko dalam berinvestasi logam mulia ini. Di samping itu, tidak seperti pada properti atau instrumen lainnya yang tidak mudah diuangkan, emas justru mudah dicairkan kapan saja jika dibutuhkan. Tak heran, logam mulia ini sangat disukai untuk berinvestasi atau untuk digunakan sehari-hari.
Harga logam mulia ini selalu naik turun dan bersifat fluktuatif. Dikutip dari logammulia.com, naik turunnya harga emas didorong oleh beberapa faktor di antaranya:
Pertama, ketidakpastian kondisi global. Ketika terjadi gejolak politik, krisis ekonomi, maupun konflik antarnegara, biasanya harga emas akan melambung tinggi. Hal sebaliknya terjadi pada mata uang, pada situasi yang sama nilainya justru turun. Karena itu, logam mulia ini sesungguhnya menjadi aset yang mampu melindungi nilai tanpa risiko.
Kedua, dipengaruhi oleh jumlah penawaran dan permintaan barang, yakni makin banyak permintaan dari pada penawaran, maka harga logam mulia ini makin tinggi. Sebaliknya, harga akan turun jika penawaran lebih banyak dari yang dibutuhkan pasar.
Ketiga, faktor kebijakan moneter The Fed AS. Jika The Fed Amerika Serikat menurunkan suku bunga, orang akan meninggalkan dolar dan harga emas berpotensi naik. Jika The Fed AS menaikkan suku bunga, akan berdampak pada turunnya harga.
Keempat, dipengaruhi adanya inflasi. Ketika terjadi inflasi, maka nilai mata uang akan turun. Karena itu, orang akan berbondong-bondong menyelamatkan nilai uangnya dengan memborong emas. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa makin tinggi inflasi maka harga logam mulia ini makin tinggi pula.
Kelima, dipengaruhi oleh nilai tukar dolar Amerika Serikat. Kita ketahui bahwa harga emas dalam negeri berlandaskan pada harga internasional yang dikonversi dari dolar AS ke dalam uang rupiah. Jika nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS, maka harga emas dalam negeri naik. Namun, apabila nilai tukar rupiah menguat, maka harga lokal akan turun.
Meskipun harga emas selalu naik turun, tetapi secara agregat harga sebenarnya terus menanjak naik. Kita bisa melihat harganya di tahun 1990. Waktu itu harganya hanya 20.000-an rupiah per gram, tetapi sekarang sudah mencapai 1.495.000 rupiah per gram. Artinya, harga emas itu telah mengalami kenaikan, bahkan hingga 7.375 persen dan itu berarti pula bahwa kesejahteraan ekonomi rakyat telah menurun 7.375 persen
Pengaruh Naik Turunnya Harga Emas
Naik turunnya harga emas, tentu akan berimplikasi pada perekonomian secara riil. Jika harga turun, orang akan berlomba-lomba membeli emas, tetapi jika harga naik orang cenderung akan menjualnya. Oleh karena itu, setiap kali terjadi gejolak moneter, pasti akan mengundang perhatian berbagai kalangan. Para pakar mengatakan bahwa bergantungnya dunia pada dolar Amerika Serikat telah mengakibatkan krisis yang terus berulang di berbagai negara, tak terkecuali Indonesia.
Dari segi ekonomi, cendekiawan muslim Ustaz Ismail Yusanto mengatakan bahwa selama berbagai transaksi global tidak menggunakan standar emas dan masih menggunakan denominasi dolar, maka hegemoni Amerika Serikat akan terus berlangsung. Contohnya pada kegiatan ekspor impor bahan tambang seperti migas yang jumlahnya tentu tidak pernah sedikit. Selama masih bertransaksi menggunakan dolar, maka dolar Amerika akan menjadi hegemonik, alias berjaya dan berkuasa.
Sedangkan pengaruhnya dari segi politik, maka sebagaimana yang telah terjadi terhadap Raja Farouk di Mesir, Presiden Gaddafi di Libya, juga di Irak pada saat kepemimpinan Raja Husein. Dikutip dari tirto.id, disebutkan bahwa pada saat itu, Amerika Serikat meradang ketika Irak dengan berani meminta penjualan minyaknya dibayar dengan euro alias bukan dolar.
Baca juga: Mata Uang Zimbabwe Menuju Standar Emas
Bahkan, ada literasi juga mengatakan bahwa Amerika Serikat merasa geram karena Irak meminta dibayar dengan emas. Karena inilah Amerika marah disebabkan dolar AS miliknya tidak dianggap. Pemimpin-pemimpin itu pun dianggap membahayakan dominasi dolar Amerika Serikat. Walhasil, negara pencetak dolar AS itu meluluhlantakkan Irak. Sadam Husain diburu dan dijadikan pesakitan dengan alasan menyimpan senjata kimia pemusnah masal, meski tuduhan itu pun tidak terbukti.
Dampak pada bidang ekonomi dan politik itu menunjukkan bahwa sistem keuangan dunia yang saat ini bertumpu pada uang kertas, hanya akan menimbulkan kezaliman dan ketidakadilan. Menjadikan dolar AS sebagai acuan dalam transaksi global tentu mengakibatkan Amerika Serikat bisa mencetak dolarnya sekehendak hati. Mereka pun tidak takut mengalami inflasi, karena berapa pun yang ia cetak, akan terserap oleh negara-negara lain.
Hal yang mendasar atas naik turunnya harga emas adalah akibat emas hanya dianggap sebagai komoditas ekonomi yang bisa dijual atau dibeli. Sementara itu, dolar AS yang notabene hanya uang kertas, malah dijadikan sebagai tolok ukur kurs. Hal ini menjadikan hegemoni Amerika Serikat seolah di atas angin, congkak, dan pantang terusik. Terbukti, Amerika Serikat acap kali memaksa negeri-negeri lain agar menggunakan atau membeli dolar mereka. Melalui organisasi global, mereka menciptakan berbagai krisis seperti perang, dan lain-lain.
Akibat pada bidang ekonomi dan politik itu menunjukkan ketidakadilan dari sistem keuangan dunia saat ini yang mengacu pada uang kertas. Indonesia yang mengacu pada dolar AS juga terpaksa harus tunduk patuh pada aturan Amerika Serikat. Salah satunya, tunduk patuh untuk tidak memakai mata uang emas, bahkan harus melaporkan ketika ada penemuan ladang logam mulia ini.
Oleh karena itu, selama sebuah negeri masih menggunakan dolar AS sebagai acuan moneternya, maka sejatinya negeri tersebut tidak berdaulat. Yang demikian itu akan berbeda jika emas yang dijadikan sebagai mata uang, maka akan membuat ekonomi negeri itu menjadi stabil.
Islam Memandang
Dalam sistem Islam, emas tidak diperdagangkan, tetapi justru dijadikan mata uang. Islam juga melarang menimbun harta, dan yang dimaksud adalah menimbun emas dan perak. Selain itu, jika jumlah emas telah melebihi nisab, maka harus dikeluarkan zakatnya. Di samping jumlahnya terbatas, logam mulia ini juga merupakan alat tukar dan transaksi perekonomian, alat membayar diat atau tebusan, alat pembayaran yang sahih, juga sebagai standar transaksi internasional.
Allah Swt. telah mengingatkan agar menggunakan emas pada jalan yang sudah ditetapkan, sebagaimana firman-Nya :
يَكْنِزُونَ ٱلذَّهَبَ وَٱلْفِضَّةَ وَلَا يُنفِقُونَهَا فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَبَشِّرْهُم بِعَذَابٍ أَلِيمٍ
"Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih." (QS. At-Taubah : 34)
Islam membolehkan negara menggunakan atau mencetak uang selain emas dan dirham. Namun, nilainya tetap harus di-back up, yaitu didasarkan pada ketersediaan emas dan perak yang dimiliki.
Dalam sistem moneter Islam, hal yang wajib dipahami adalah bahwasanya negara wajib menggunakan mata uang berbasis emas dan perak, yaitu dinar dan dirham. Sehingga, negara tidak lagi dikendalikan oleh dolar AS yang dicetak oleh Bank Sentral Amerika atau The Fed AS. Dengan demikian, emas benar-benar menjadi logam yang kemilau, bukan harganya yang kian tak terjangkau.
Wallahualam bishawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
Terbayangnya oleh saya adalah karena uang yang beredar sekarang tidak distandarkan pada emas, uang itu hanyalah kertas. Lalu dalam sistem kapitalis, semua dibuat mengejar kertas tersebut. Beli ini itu pakai kertas. Demikian mudahnya mencetak uang kertas, mendorong manusia juga menjadi konsumtif dan hedonis.