Harga Beras Makin Mahal, Benarkah Petani Untung?

harga beras makin mahal

Dengan menguasai distribusi dari hulu ke hilir ini, perusahaan mampu mempermainkan harga dan pasokan beras. Beras ditahan di gudang sehingga harganya naik dan dilepaskan ke pasar ketika harga tinggi.

Oleh. Syahraeni, S.P
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Bank Dunia (BI) mengungkapkan bahwa harga beras di Indonesia 20 persen lebih mahal dibanding harga beras di pasar global. Bahkan saat ini harga beras dalam negeri konsisten tertinggi di kawasan ASEAN. Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Carolyn Turk menyoroti tingginya harga beras dalam negeri tak sebanding dengan pendapatan petani lokal. Terlihat dari hasil Survei Pertanian Terpadu, Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa pendapatan rata-rata petani kecil kurang dari 1 dolar AS atau Rp15.199 per hari. Sementara, pendapatan petani per tahun hanya mencapai 341 dolar AS atau Rp5,2 juta.Yang artinya angka ini jauh di bawah rata-rata Upah Minimum Provinsi (UMP) di RI pada tahun 2024 yang seharusnya 37,36 juta per tahun atau 3,11 juta per bulan (kompas.com, 20-09-2024).

Beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat Indonesia. Harga beras yang mahal tentu menjadi beban. Kenaikan ini akan memengaruhi daya beli kebutuhan lainnya. Meski negara adalah wilayah agraris penghasil beras. Namun, pada kenyataannya kenaikan harga beras terus terjadi dan mirisnya kenaikan tersebut tidak selaras dengan apa yang didapatkan oleh petani, mengapa demikian?

Harga Beras Mahal Tak Berimbas pada Petani

Sesungguhnya, salah satu penyebab tingkat pendapatan petani masih rendah dikarenakan input produksi yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Meski saat ini harga gabah di tingkat petani naik, tetapi dengan tingginya biaya produksi tersebut tetap tidak menaikkan pendapatan, bahkan petani dapat mengalami kerugian. Sebut saja dalam permasalahan penyediaan pupuk misalnya, dikarenakan subsidi pupuk dari pemerintah yang masih terbatas menjadikan petani harus merogoh kocek karena harus membeli pupuk dengan harga normal. Belum lagi, tidak adanya dukungan teknologi dan inovasi yang juga menjadi penghambat produktivitas petani dan efisiensinya dalam pengurangan tenaga kerja. Seperti peningkatan efisiensi dengan teknologi drone, yang dapat mengotomatiskan tugas-tugas pertanian seperti penyemprotan pestisida dan pupuk.

Hal demikian tentu menjadi beban berat bagi petani jika tidak ada bantuan dan campur tangan negara di dalamnya. Petani masih berjuang secara mandiri dalam mengelola pertaniannya. Belum lagi, petani yang hanya memiliki sedikit modal. Di sisi lain, negara sedang melakukan pembatasan impor beras. Mengakibatkan ketersediaan beras menjadi lebih sedikit sehingga harga makin mahal. Apalagi, adanya ritel-ritel yang menguasai bisnis beras yang dapat memainkan harga. Saat ini, rantai distribusi beras dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar dengan omzet triliunan rupiah.

Sektor Hulu

Pada sektor hulu, perusahaan besar memonopoli gabah petani dengan harga yang lebih tinggi hingga menggulingkan para penggilingan kecil, sebab tidak mendapatkan pasokan gabah. Pada sektor hilir, perusahaan menggiling padi dengan teknologi canggih, sehingga menghasilkan padi kualitas premium dan menguasai pasar dengan memproduksi beras dengan berbagai merek. Dengan menguasai distribusi dari hulu ke hilir ini, perusahaan mampu mempermainkan harga dan pasokan beras. Beras ditahan di gudang sehingga harganya naik dan dilepaskan ke pasar ketika harga tinggi. Hal ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga merugikan petani. Alhasil, tingginya harga beras di tingkat masyarakat tidak berarti petani memperoleh untung besar. Yang mendapatkan untung besar adalah perusahaan yang memonopoli distribusi beras dari hulu hingga ke hilirnya.

Baca: Proyek Moderasi Makin Gencar Generasi Kian Ambyar

Kapitalis Memainkan Harga

Monopoli beras maupun komoditas lainnya, merupakan hal yang lumrah terjadi dalam sistem kapitalisme. Konsep invisible hand dan akumulasi modal dalam kebebasan ekonomi ala kapitalisme, telah melahirkan persaingan bebas yang akhirnya selalu dimenangkan oleh para pemilik modal besar.
Negara dengan sistem kapitalismenya, melakukan liberalisasi pangan, yaitu berlepas tangannya negara dari pengelolaan pangan, dan hanya menyerahkannya pada swasta/perusahaan kapitalis.

Mekanisme Islam

Beras adalah salah satu komoditas strategis karena menyangkut hajat hidup masyarakat. Oleh sebab itu, dalam sistem Islam, negara wajib mengelola beras dari hulu hingga hilir. Yaitu, sejak di produksi, distribusi, hingga sampai ke tangan masyarakat. Negara wajib memastikan rantai distribusi ini sehat, yaitu terbebas dari penimbunan, monopoli, dan berbagai praktik bisnis lainnya yang merusak rantai distribusi. Pun pada sektor produksi, negara akan memberikan bantuan pertanian kepada rakyat, berupa lahan untuk ekstensifikasi, pupuk, benih, pestisida, alat pertanian dan lain-lain.

Penyediaan pangan dalam Islam merupakan wujud peran negara sebagai pelindung (junnah) semua rakyatnya. Didasarkan pada hadist dari Abu Hurairah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya al-imam (pemimpin) itu adalah perisai yang (orang-orang) akan berperang mendukungnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya.” (HR. Muttafaqun ‘alayh).

Terkait dengan mekanisme pembentukan harga, dalam Islam tidak terdapat pematokan harga. Harga dibiarkan terbentuk secara alami, sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. Islam hanya menurunkan harga melalui kebijakan, membenahi sektor hulu dan hilir, sehingga harga dapat terjangkau dan stabil. Selain itu, sebab Islam tidak mengizinkan praktik monopoli dan menimbun beras, serta komoditas lainnya. Sehingga, apabila ada yang kedapatan melakukan penimbunan akan dikenakan sanksi yang tegas dan menjerakan. Dengan begitu, tidak akan ada mafia pangan. Sebab, baik pelaku maupun aparat yang terlibat akan dihukum dengan adil. Semua mekanisme ini, akan menyelesaikan persoalan kenaikan harga beras dan kesejahteraan petani pada umumnya.

Itulah serangkaian mekanisme pengaturan pangan dalam Islam. Namun, semua aturan tersebut hanya dapat terealisasi apabila Islam diterapkan dalam aturan sebuah negara secara komprehensif. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Syahraeni Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Penista Agama Mesti Diredam
Next
Men-challenge Diri dalam Dunia Literasi
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Tami Faid
Tami Faid
1 month ago

Sistem kapitalisme semakin menyengsarakan umat

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram