Indonesia Menjadi Negara Maju, Antara Mampu ataukah Halu?

Indonesia Menjadi Negara Maju Antara Mampu ataukah Halu?

Jika Indonesia masih memiliki paradigma negara maju ala kapitalisme, maka kemajuannya sekadar halu sampai kapan pun.

Oleh. Yeni Marliani
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan bahwa Indonesia akan mencapai status negara kelas menengah atas alias negara maju dalam waktu dekat, bagaikan angin segar. Bahkan, menurut beliau negara ini akan menyamai Korea Selatan, mengejar Tiongkok, dan lainnya. (Liputan6.com, 24–9–24).

Mendag juga menyampaikan bahwa Indonesia memiliki semua syarat untuk menjadi negara maju. Pasalnya, dari pengalaman pada tahun 1984 saat ke Tiongkok, Indonesia lebih unggul. Hal ini karena Indonesia sudah memiliki Palapa, Batan (Badan Tenaga Atom Nasional), IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang telah memproduksi pesawat terbang, serta Pindad (Perindustrian Angkatan Darat) yang dapat membuat senjata. Juga telah mampu mengembangkan nuklir.

Lantas apakah cukup dengan adanya infrastruktur tersebut Indonesia mampu menjadi negara maju?

Karakteristik Negara Maju

Menurut Wikipedia, negara maju adalah negara berdaulat yang memiliki kualitas hidup yang tinggi, ekonomi yang maju, dan infrastruktur teknologi yang relatif canggih dibandingkan negara-negara yang kurang maju lainnya.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) menjadi tolok ukur kualitas hidup yang tinggi, yakni ukuran perbandingan antara harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup. Ekonomi maju dilihat dari ukuran tingkat pembangunan ekonomi negara meliputi produk domestik bruto (PDB), pendapatan nasional bruto (PNB), pendapatan per kapita, tingkat industrialisasi, serta jumlah infrastruktur yang tersebar luas.

Lebih rinci, karakteristik negara maju dapat dilihat dari lima hal:

Pertama, pesatnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya pendapatan per kapita.

Kedua, angka pengangguran rendah.

Ketiga, kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang berkembang dengan pesat dan cepat.

Keempat, sistem pendidikan dan kesehatan yang baik.

Kelima, infrastruktur yang sudah berkembang.

Saat ini, yang tergolong negara maju sebagian besar berada di kawasan Eropa Barat, Amerika Utara, Australia, Selandia Baru, dan Asia Timur (Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Taiwan).

Status Negara Indonesia

Antara karakteristik dan realitas, rasanya Indonesia masih jauh dikatakan sebagai negara maju. Sebab, banyak persoalan yang membelit negeri ini.

Angka pengangguran di Indonesia terbilang tinggi. Bahkan menempati peringkat pertama se-Asean, apalagi ditambah peningkatan gelombang PHK. Pun masih terdapat penduduk dengan miskin ekstrem, dan juga angka putus sekolah yang belum terselesaikan. Daya beli masyarakat melemah, ditambah jumlah penduduk kelas menengah mengalami penurunan. Pinjol dan judol marak, UKT terbilang mahal. Angka defisit APBN kian melebar. Utang luar negeri (ULN) makin menumpuk, dan masih banyak lagi persoalan lainnya.

Jika secara angka dikatakan per Maret 2024 persentase penduduk miskin menurun 0,33 persen poin terhadap Maret 2023. ULN masih terkendali dengan rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang terjaga sebesar 30,2%. Pada triwulan kedua 2024, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,05 persen. IPM 2023-2024 meningkat di urutan 112 dengan angka 0,713. Maka, seharusnya kesejahteraan mampu dirasakan rakyat secara nyata.

Namun, faktanya rakyat masih dalam kondisi serba sulit dan terimpit. Bahkan, data Kepolisian Negara Republik Indonesia, sejak awal tahun hingga 19 Agustus 2024 menyebut ada 849 kasus bunuh diri. Tak hanya itu, tingginya angka kasus depresi mencapai 15,6 juta jiwa, serta kriminalitas masih puluhan ribu kasus setiap bulannya.

Maju ala Kapitalisme, Bikin Indonesia Halu

Antara perhitungan angka dan realitas tampak kontradiktif, itu hal pasti dalam kapitalisme yang mewarnai kehidupan hari ini.

Sebab dalam kapitalisme, tujuan ekonomi terfokus pada pencapaian pertumbuhan, mengatasi pengangguran, inflasi, dan deflasi. Akibatnya, ekonomi kapitalisme ditujukan pada satu tujuan, yaitu meningkatkan kekayaan dan standar hidup di negeri secara agregat dan bekerja untuk mencapai tingkat produksi setinggi mungkin, serta membuat tercapainya kesejahteraan sebesar-besarnya bagi individu anggota masyarakat dengan memungkinkan mereka mengambil kekayaan secara bebas.

Alhasil, dalam kapitalisme tidak ada jaminan pemenuhan semua kebutuhan pokok untuk setiap individu dengan pemenuhan secara menyeluruh dan memungkinkannya memenuhi kebutuhan pelengkap sesuai kemampuan.

Kapitalisme memberikan kemakmuran relatif kepada sekelompok individu juga menciptakan kemiskinan dan kemelaratan bagi sekelompok yang lain. Orang miskin harus memikul tanggung jawab atas kemiskinannya karena dialah penyebabnya.

Jika Indonesia masih memiliki paradigma negara maju ala kapitalisme, maka kemajuannya sekadar halu sampai kapan pun. Terbukti, apa yang digadang sebagai modal menjadi negara maju, yang disebutkan oleh Mendag Zulkifli Hasan di awal, mulai dari Palapa, Batan, hingga infrastruktur pengembangan nuklir, sekalipun dimiliki hampir seusia kemerdekaan, belum juga mendorong negeri ini menjadi negara maju. Indonesia masih saja menjadi negeri dunia ketiga, pengekor dan pembebek negara-negara maju. Berapa lama lagi harus menunggu waktu?

Indonesia Maju dengan Islam

Jika Indonesia bertekad menjadi negara maju, maka harus melepaskan diri dari kapitalisme. Beralih kepada sistem kehidupan yang mampu mewujudkan negara maju yang sebenarnya, yakni negara yang mampu menjamin kesejahteraan individu per individu, si Fulan dan Fulanah, bukan kebutuhan sekelompok manusia atau kelompok umat dan bangsa. Kesejahteraan yang tak sekadar hitungan angka. Namun, menjadi hal yang terindra.

Sistem Islam adalah rahmatan lil 'alamiin. Wahyu Allah yang Maha Benar dan Maha Adil bagi kehidupan manusia menjadi sumber hukum yang mampu menyolusikan berbagai persoalan hidup, menyejahterakan, dan memuliakan manusia.

Islam, telah mensyariatkan hukum-hukum yang menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan pokok setiap individu rakyat secara keseluruhan, seperti hukum-hukum kebolehan kepemilikan, kebolehan bekerja, dan peningkatan produksi. Islam juga menjamin pendistribusian kekayaan kepada semua individu rakyat orang per orang yang dalam pendistribusian ini menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok (pangan, sandang, dan papan) secara keseluruhan, serta memungkinkan setiap individu rakyat dapat memenuhi kebutuhan pelengkap sesuai kemampuannya.

Islam mampu menjaga keseimbangan ekonomi dalam suatu masyarakat melalui penyebaran kekayaan dan mencegah konsentrasinya di tangan sekelompok kecil. Kepemilikan di dalam Islam tidak terbatas pada kepemilikan pribadi, melainkan hakikatnya terbagi menjadi tiga, yakni kepemilikan pribadi, kepemilikan publik, dan kepemilikan negara.

Islam tidak memandang sebagaimana kapitalisme, bahwa sumber daya ekonomi sebagai subjek yang dapat diprivatisasi. Indonesia memiliki banyak sumber kepemilikan umum, meliputi tambang emas, minyak dan gas, batu bara, besi baja, dan tambang lainnya. Jika semua yang disediakan Allah Swt. ini dikelola negara dan swasta atau asing dilarang untuk memiliki dan berinvestasi, dapat dipastikan hasilnya lebih dari cukup untuk menyejahterakan rakyat.

Baca: Anggaran Pendidikan Dipermainkan Negara Makin Abai

Islam menetapkan baitulmal memiliki tiga pos pemasukan:

Pertama, bagian fai dan kharaj.

Kedua, bagian pemilikan umum, meliputi minyak dan gas, listrik, pertambangan, laut, sungai, perairan dan mata air, hutan, padang rumput gembalaan, dan hima (yang dipagari negara dan dikuasai negara).

Ketiga, bagian sedekah, meliputi zakat mal dan perdagangan, zakat pertanian dan buah-buahan, serta zakat unta, sapi, dan kambing.

Melalui tiga pos pemasukan baitulmal tersebut, negara akan mampu mencukupi kebutuhan rakyat secara keseluruhan, serta mampu mewujudkan pendidikan, kesehatan, dan keamanan, serta ketahanan berkualitas penopang negara maju.

Khatimah

Demikianlah, sungguh Indonesia akan mampu menjadi negara maju sekaligus kuat dan mandiri yang sebenarnya. Di mana kesejahteraan rakyat secara nyata terasa dan merata. Tentu hanya jika beralih kepada sistem Islam, yang bersumber dari wahyu Allah Swt. sebagai Pencipta dan Pengatur manusia, kehidupan dan alam semesta.

"Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta." (QS. Taha 20: Ayat 124).

Wallahu a'lam. []

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Yeni Marliani Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Utang, Alat Penjajahan dalam Kapitalisme
Next
Covid-19 XEC Merebak di Eropa, Bagaimana Solusinya?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram