Kepemimpinan, Beban Berat di Akhirat

Kepemimpinan Beban Berat di Akhirat

Kepemimpinan bukan sekadar hak atau kekuasaan, tetapi lebih sebagai tanggung jawab besar di hadapan Allah Swt.

Oleh. Yanti Novianti
(Kontributor Narasiliterasi.id)

Narasiliterasi.id-Kepemimpinan adalah sebuah hal yang wajib dipertanggungjawabkan. Tanggung jawab yang bukan hanya ditujukan di hadapan rakyat, melainkan juga di hadapan Allah kelak di akhirat. Karena itu, kepemimpinan harus dijalankan dengan penuh kedisiplinan, kejujuran, dan ketulusan.

Beberapa hari yang lalu pelantìkan Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sebagai pasangan baru pemimpin negeri ini sudah dilaksanakan di Gedung Nusantara MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (20/10/2024). Keduanya pun telah disumpah dengan kitab suci Al-Qur'an.

Momen ini tak luput dari sorotan sejumlah media asing. Di antaranya media asing Reuters yang mengangkat isu politik dinasti dan patronase (dukungan) lama yang disebut-sebut membayangi pemerintahan Prabowo.

Dengan tekad dan semangat membara, Prabowo menyampaikan pidato yang sangat panjang. Salah satunya ia berjanji akan memberantas segala macam bentuk korupsi. Namun, betapa mirisnya bahwa fakta korupsi justru disinyalir dilakukan oleh banyak menteri di dalam Kabinet Merah Putihnya. Hal ini berdasarkan sumber dari radiosilaturahim.com (18-10-2024) yang diutarakan oleh Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2005-2013 Abdullah Hehamahua. Selain itu, Prabowo juga tidak menyinggung tentang pertanggungjawaban kepemimpinan di akhirat, khususnya di hadapan Allah Swt.

Kepemimpinan Islami untuk Kemaslahatan Rakyat

Berkuasanya seorang pemimpin dalam suatu negara seharusnya tidak hanya mengejar kepentingan pribadi, tetapi mengutamakan kesejahteraan dan kemaslahatan rakyat. Dengan berlandaskan nilai-nilai Islam, kepemimpinan semacam ini bertujuan menciptakan masyarakat yang damai, adil, dan sejahtera. Kekuasaan pemimpin juga haruslah berlandaskan kejujuran, kemampuan komunikasi, dan pengambilan keputusan yang baik. Itu karena setiap orang sangat berkesempatan untuk bisa menjadi pemimpin teladan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Swt.:

إِنَّ ٱللَّهَ يَأۡمُرُكُمۡ أَن تُؤَدُّواْ ٱلۡأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهۡلِهَا

"Sungguh Allah menyuruh kalian menyerahkan amanah kepada orang yang berhak menerima amanah itu." (QS. An-Nisa’ [4]: 58)

Menurut prinsip Islam, pemimpin harus mengutamakan kepentingan rakyat dan menerapkan syariat dalam pemerintahan. Ia juga wajib melindungi hak-hak rakyat serta mewujudkan keadilan sosial.

Hal di atas didasarkan pada keyakinan bahwa pemerintahan yang adil dan sesuai dengan ajaran Islam akan membawa keberkahan dan kesejahteraan bagi rakyat. Sejarah di masa pemerintahan Rasulullah dan para khalifah sepeninggal beliau sebagai bukti otentiknya. Oleh karena itu, kekuasaan tanpa tanggung jawab untuk menegakkan keadilan dan menjalankan syariat dianggap tidak bernilai dalam Islam.

Amanah Kepemimpinan di Sistem Kapitalisme Sekuler

Tugas kenegaraan idealnya diamanahkan kepada individu yang berkarakter kuat dan bermoral, terutama yang memiliki kejujuran. Nabi saw. menegaskan bahwa kejujuran akan membuahkan kebaikan. Sebaliknya, kedustaan akan menghasilkan kejahatan.

Saat ini banyak rakyat merasakan dampak kerusakan dan kebobrokan atas kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah selama berkuasa. Itu semua karena sistem rusak yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan golongan semata, yakni sistem kapitalisme yang berasas sekuler yakni menjauhkan agama dari pengaturan kehidupan dan bernegara.

Baca juga: Kepemimpinan Baru Perubahan atau Pengulangan Kebobrokan?

Penyalahgunaan kekuasaan dan jabatan yang marak terjadi saat ini lebih dikarenakan pandangan kapitalistik sekuler yang diemban. Hal ini sejatinya disebabkan oleh kurangnya rasa takut pemangku kekuasaan terhadap Allah Swt. dan pertanggungjawaban di akhirat. Sebaliknya, kekuasaan yang diemban sering kali membuat individu lupa diri, sehingga keserakahan dan kemungkaran makin sulit dihentikan. Sekali lagi bahwa inilah buah dari diberlakukannya sistem hidup kapitalisme sekuler.

Meskipun demikian pemimpin yang berkuasa pada saat ini kerap mengatasnamakan kepentingan rakyat ketika memberlakukan kebijakan apa pun termasuk yang zalim sekali pun. Hal ini secara gamblang dan berani ditampakkan dengan mempertaruhkan diri demi jabatan. Kenyataan yang sebenarnya terjadi adalah jauh panggang dari api. Bagaikan bumi dan langit! Apalagi, pemimpin yang baru saja dilantik beberapa hari yang lalu dipandang banyak kalangan terlalu sering mengumbar janji. Sungguh sangat miris. Rakyat nyata sekali butuh untuk bersiap dibohongi dengan janji-janji manis yang mungkin akan lebih menyengsarakan kehidupan.

Sebagaimana dalam hadis Rasulullah saw. telah menegaskan bahwa:

"Sungguh kalian akan berambisi terhadap kekuasaan. Padahal kekuasaan itu bisa berubah menjadi penyesalan pada hari kiamat kelak." (HR. Al-Bukhari)

Kepemimpinan adalah Amanah dan Tanggung Jawab

Para pemimpin Islam atau khalifah di masa lalu sering kali memandang posisi kepemimpinan sebagai amanah yang sangat berat. Mereka memahami bahwa kepemimpinan bukan sekadar hak atau kekuasaan, tetapi lebih sebagai tanggung jawab besar di hadapan Allah Swt. Hal ini mendorong mereka untuk menjalankan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya, agar kekuasaan yang diemban tidak berujung pada penyesalan di akhirat.

Di antara para sahabat nabi yang terbaik, seperti Khalifah Umar bin Khattab menjalankan sistem pemerintahan Islam berdasarkan akidah dan syariat Islam. Meskipun demikian, ia dan khalifah lainnya tetap merasa khawatir akan pertanggungjawaban atas kepemimpinan mereka. Sebelum Umar bin Khattab, Abu Bakar Siddiq juga merasakan kekhawatiran setelah dibaiat sebagai khalifah. Dirinya merasa takut jika sesudahnya menyimpang dalam menjalankan pemerintahannya.

Karena kekhawatiran tersebut, ia dan para khalifah selainnya menjalankan amanah kepemimpinan dengan sebaik-baiknya agar kekuasaan yang diemban di dunia tidak berujung pada penyesalan di akhirat. Kekhawatiran yang mereka rasakan di saat menjalankan tugas sebagai pemimpin tidak lain hanyalah karena rasa takut tak dapat menjalankan ketaatan pada Allah dalam perkara kepemimpinannya. Hal itu mereka tunjukan tiada lain hanya mengharapkan rida Allah Swt. semata.

Khatimah

Seandainya para pemimpin saat ini meneladani sifat-sifat dan tanggung jawab Rasulullah saw. dan para khalifah yang terdahulu, seperti keadilan, kejujuran, perhatian terhadap rakyat, dan menerapkan syariat Islam kaffah, niscaya akan tercipta suasana yang lebih harmonis dan sejahtera. Maka, yakinlah rahmat Allah akan turun di muka bumi ini.

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor Narasiliterasi.id
Yanti Novianti Kontributor Narasiliterasi.id
Previous
Di Balik Kabinet "Gemoy" Ada Bagi-Bagi Kekuasaan
Next
Perguruan Tinggi Terbaik Versi The WUR, Bagaimana Indonesia?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Sambas
18 days ago

Alhamdulillah barakallah Bu Yanti Novianti. Naskah perdana tembus media super keren Narasiliterasi.id

Semangat Bu

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram