
Dilantiknya presiden baru menjadi harapan baru menuju rakyat yang lebih baik dan maju. Bagaimana tidak, telah enam kali berganti pemimpin, tetapi keadaan tak jua beranjak, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, keamanan, budaya, dan lain-lain.
Oleh. Erdiya Indrarini
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Presiden Indonesia telah dilantik. Rakyat berharap akan mengentaskan masalah bangsa dan negara yang penuh polemik. Lantas, akankan presiden baru mampu mengangkat ekonomi dan kesejahteraan masyarakat menjadi lebih baik? Ataukah justru segala persoalan hidup rakyat menjadi kian pelik?
Sebagaimana diwartakan oleh liputan6.com (20-10-2024), Prabowo Subiyanto resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia yang ke-8, dan Gibran Rakabuming sebagai wakil presiden ke-14. Acara dilakukan di Gedung Nusantara Komplek Parlemen (MPR/DPR/DPD RI), Senayan, Jakarta (20-10-2024). Adapun kebijakan yang akan diterapkan Presiden Prabowo selama lima tahun ke depan, di antaranya adalah meningkatkan rasio penerimaan pajak pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dari 10% menjadi 23%. Namun, Presiden Prabowo akan mengurangi pajak penghasilan (PPh) badan usaha dari 22% menjadi 20% untuk meningkatkan kepatuhan mereka membayar pajak.
Sebaliknya, pajak pertambahan nilai (PPN) akan dinaikkan dari 11% menjadi 12%. Sementara itu, pajak properti yang 16% akan dihapuskan agar daya beli rumah masyarakat meningkat. Selain itu, Presiden Prabowo akan mengejar pendapatan negara dari pengemplang pajak dengan estimasi penerimaan hingga 300 triliun rupiah. Selama pemerintahannya, Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi sebesar 8% yaitu dengan cara menarik investasi senilai 1.900-2.000 triliun rupiah. Dengan berbagai kebijakan baru di bidang pajak ini, akankah mengantarkan pada harapan Indonesia yang lebih maju?
Presiden Baru, Rakyat Menggantungkan Harapan
Tidak dimungkiri, dilantiknya presiden baru menjadi harapan baru menuju rakyat yang lebih baik dan maju. Bagaimana tidak, telah enam kali berganti pemimpin, tetapi keadaan tak jua beranjak, baik di bidang ekonomi, politik, sosial, keamanan, budaya, dan lain-lain. Hal ini tecermin dari biaya pendidikan yang makin mahal, inflasi terus menjulang tinggi, biaya kesehatan yang tidak terjangkau, sepetak tanah untuk tempat tinggal pun sulit terbeli. Tak hanya itu, lapangan pekerjaan susah didapat, bahkan PHK di mana-mana, krisis akhlak semakin memiriskan hati. Tak ketinggalan kerusakan lingkungan dan generasi pun terus terjadi. Bahkan, kini politik dinasti dan balas budi kian menjadi-jadi.
Padahal, berbagai latar belakang para pemimpin telah dicoba, mulai dari politikus, TNI, ulama, cendekiawan, bahkan dengan presiden perempuan pun telah dilakukan. Namun, keadaan tak jua membaik, berbagai persoalan pun menjadi kian pelik. Dari fakta-fakta ini harusnya umat menyadari bahwa tidak bisa menggantungkan harapan pada kualitas dan kehebatan pribadi seorang presiden. Namun, sistem yang menjalankan roda pemerintahan itulah yang paling penting dan sangat berpengaruh.
Saat ini, roda pemerintahan dijalankan dengan sistem demokrasi yang merupakan anak kandung dari ideologi kapitalisme buatan Barat alias penjajah. Sistem pemerintahan yang bermula dari Yunani ini memiliki landasan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat atau manusia. Akibatnya, semua orang merasa memiliki kedaulatan penuh, bisa bebas berbuat tanpa batas, bertindak semaunya, dan sesuka hati.
Akhirnya, semua manusia merasa bisa membuat aturan dan hukum-hukum sendiri agar dijalankan manusia. Walhasil, kerusakan demi kerusakan terjadi di segala bidang dan kekacauan terus melebar. Inilah langkah tidak tepat yang diambil yaitu menerapkan sistem kapitalisme demokrasi yang mengakui bahwa kedaulatan membuat hukum ada di tangan rakyat. Padahal, Allah Swt. telah mengingatkan dalam firman-Nya,
أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS. Al-Maidah: 50)
Tak Sekadar Presiden Baru
Dengan diterapkannya hukum buatan manusia alias hukum jahiliah maka telah nyata kerusakan di segala bidang kehidupan. Sebagaimana terbitnya Undang-Undang Ciptaker yang merugikan kelompok masyarakat dan hanya menguntungkan korporasi. Undang-Undang Minerba juga dengan gampangnya memberi wewenang kepada setiap daerah untuk mengizinkan usaha pertambangan.
Bahkan, rakyat baru saja dicekoki getirnya RUU Pilkada yang membuka jalan penguasa untuk melakukan praktik nepotisme sehingga lahir politik dinasti. Itu baru sekelumit contoh undang-undang yang tidak berpihak pada rakyat dan masih banyak lagi peraturan yang justru merusak tatanan kehidupan rakyat.
Oleh karena itu, tak sekadar presiden baru, selama negeri ini menerapkan sistem pemerintahan kapitalisme demokrasi maka siapa pun presidennya harapan itu seolah hanya mimpi di siang bolong. Sehebat apa pun pemimpinnya, selama negara dijaga dengan hukum jahiliah dan tidak menerapkan hukum-hukum yang datang dari Allah Swt. maka tak akan mampu mengantarkan pada meningkatnya harkat dan martabat kehidupan rakyat.
Hal ini karena segala problem bangsa dan negara yang dialami saat ini justru akibat diterapkannya sistem pemerintahan batil kapitalisme demokrasi. Sebuah sistem pemerintahan yang diadopsi dari penjajah. Sebagaimana watak penjajah, bagaimana pun juga akan tetap menjajah, baik dengan fisik maupun melalui pemikiran dan perekonomian. Allah Swt. berfirman,
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا
"Jikalau sekiranya penduduk bumi beriman dan bertakwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami)." (TQS. Al-Araf: 98)
Kebijakan Pajak Presiden Baru
Selain pemerintahan mengadopsi hukum buatan manusia, Presiden Prabowo juga akan menetapkan kebijakan yang sejatinya jauh dari kata bijak. Di antaranya dengan mengejar pendapatan negara yang bersumber dari pajak. Dalam negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi, pajak merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Akibatnya, barang-barang kebutuhan pokok yang mestinya dipenuhi oleh negara, rakyat malah kudu mengusahakan sendiri, bahkan harus dipalak oleh negara atas nama pajak.
Padahal, negeri ini memiliki sumber daya alam (SDA) yang luar biasa besar. Jika SDA ini dikelola dengan benar sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt., niscaya bangsa dan negara ini tidak akan pernah kekurangan hingga harus memalak rakyatnya. Masalahnya, negeri ini telah menyerahkan kekayaan SDA kepada swasta maupun asing. Hal ini merupakan kesalahan fatal dalam mengelola pemerintahan.
Tak heran, di negeri yang mengadopsi ideologi kapitalisme demokrasi ini, ditemui slogan "kerja, kerja, kerja, dan kerja". Maksudnya adalah negara berlepas tangan dan rakyat harus banting tulang mencari kehidupan sendiri. Setelah itu, hasil kerja rakyat akan dipalak melalui pajak. Begitulah potret hidup di bawah naungan sistem kapitalisme demokrasi. Oleh karena itu, siapa pun pemimpinnya, jika berharap negeri ini maju dalam ekonomi, keadilan, dan kesejahteraan, maka bagaikan pungguk merindukan bulan.
Sistem Kepemimpinan Islam
Pemimpin yang lahir dari sistem kapitalisme demokrasi tentu sangat berbeda dengan pemimpin dalam sistem Islam. Islam telah mengatur kepemimpinan tidak hanya untuk mendatangkan kebaikan dan kesejahteraan di dunia saja, tetapi juga akan mengantarkan pada keselamatan hidup di akhirat kelak. Sistem Islam memiliki kualifikasi yang mumpuni bagi setiap calon pemimpin. Dalam beberapa kitab fikih tentang siyasah, disebutkan bahwa kriteria untuk seorang pemimpin pada umumnya sama hanya beda dalam rinciannya.
Dalam kitab Ajhizah Dawlah Al-Khilafah disebutkan bahwa ada 7 syarat pengangkatan seorang pemimpin. Di antaranya adalah muslim, laki-laki, balig, berakal, merdeka (maksudnya bahwa ia bukanlah budak atau orang yang sedang dalam kekuasaan orang lain). Syarat selanjutnya yaitu harus adil yang berarti bahwa ia bukan orang fasik atau ahli maksiat. Adapun syarat yang ke-7 adalah mampu. Mampu di sini bahwasanya ia harus memiliki kapasitas yang mumpuni, seperti mampu menjalankan perintah dan larangan Allah Swt., mampu berpikir cemerlang, andal dalam menyusun strategi berbangsa dan bernegara, mampu menyejahterakan dan mengangkat harkat kehidupan rakyatnya, mampu mengendalikan keadaan, dan sebagainya. Semua ini demi tercapainya kehidupan yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur, terwujudnya Islam sebagai rahmat bagi seluruh makhluk, dan seluruh alam semesta.
Yang demikian itu seperti tertuang dalam kitab Al-Ahkam as-Sulthaniyyah karya Al-Mawardi. Hal ini juga dikupas secara rinci dalam kitab Al-Khilafah dan Asy-syahsyiah Al-Islamiyah karya Syekh Taqiyuddin an-Nabhani. Yang mesti dipahami bahwa tugas utama seorang pemimpin adalah menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Caranya yaitu dengan menerapkan sistem ideologi Islam juga menerapkan hukum-hukum yang berasal dari Allah Swt., bukan hukum yang dibuat manusia. Hal ini pun dinyatakan dalam kitab Nizham al-Hukmi fil Islam karya Syekh Abdul Qadim Zallum.
Pemimpin adalah Raa'in dan Junnah
Dalam Al-Qur'an surah Al-Maidah ayat 49 juga dijelaskan bahwa Allah Swt. memerintahkan kepada manusia untuk memutuskan segala perkara sesuai apa yang telah Allah Swt. turunkan. Hal itu mencakup bagaimana mengatur SDA maupun pajak. Bahkan, dalam ayat yang lain Allah Swt. sebagai orang yang fasik, zalim, bahkan kafir bagi siapa saja yang tidak mengindahkan perintah Allah tersebut.
Di samping itu, pemimpin dalam sistem Islam bukanlah regulator yang hanya memberi tandatangan perizinan kepada investor sebagaimana dalam sistem kapitalisme demokrasi. Namun, banyak hadis yang menjelaskan bahwa pemimpin dalam Islam berkedudukan sebagai raa'in dan junnah yang bertugas mengurusi segala kebutuhan rakyat serta melindunginya.
Dengan demikian, hanya dalam metode Islam maka akan ada harapan untuk menuju Indonesia lebih baik dan maju. Hal ini karena standar menetapkan kriteria pemimpin dan sistem yang mengatur pemerintahan juga berasal dari Tuhan, Allah Swt. Oleh karena itu, selama masih menggunakan sistem pemerintahan kapitalisme demokrasi, siapa pun pemimpinnya tidak akan mampu mengantarkan pada Indonesia yang lebih baik dan maju. Wallahualam bissawab.[]
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
