Banyaknya keburukan pada sistem demokrasi seharusnya membuat rakyat sadar bahwa wakil rakyat yang tugasnya mengurus urusan umat tidaklah lahir dari sistem demokrasi buatan manusia.
Oleh. Ummu Ahsan
(Kontributor Narasiliterasi.id)
Narasiliterasi.id-Wakil rakyat sejatinya adalah orang-orang yang dipilih rakyat untuk mewakili tersampaikannya aspirasi mereka di tengah kehidupan. Namun, apakah pada hari ini sudah terjadi demikian? Media tirto.id melansir bahwa pada hari Selasa tanggal 1 Oktober 2024 sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi dilantik untuk masa bakti periode 2024-2029. Lima tahun ke depan, ratusan anggota dewan di Senayan diharapkan mampu untuk berpihak dan mewakili kepentingan rakyat luas.
Wakil Rakyat, Antara Harapan dan Kenyataan
Harapan besar yang muncul bahwa para wakil rakyat tidak boleh tunduk dan tersandera oleh kepentingan parpol, elite politik, dan kekuasaan eksekutif. Apalagi menjadi anggota DPR hanya demi meraup untung pribadi dan keluarga, ini tidak boleh terjadi. Namun demikian, kenyataannya tampak dari sekian banyak anggota DPR RI yang terpilih ternyata ada yang mempunyai ikatan kekerabatan dengan pejabat publik, elite politik, hingga sesama anggota dewan terpilih lainnya.
Diketahui relasi kekerabatan DPR 2024-2029 beragam mulai dari suami, istri, anak, keponakan, dan lain-lain. Hubungan kekerabatan vertikal tercatat yang paling banyak yakni dari anak pejabat. Misalnya anak anggota DPR atau mantan anggota, gubernur atau mantan gubernur, bupati atau wali kota, dan lain-lain. Dari hasil riset Litbang Kompas ditemukan ada 220 anggota DPR RI per 2024-2029 terindikasi mempunyai ikatan kekerabatan dengan pejabat publik atau tokoh politik nasional.
Wakil Rakyat di Sistem Demokrasi
Demokrasi adalah sistem perpolitikan yang digunakan oleh beberapa negara salah satunya adalah Indonesia. Sejak negeri ini mengadopsi sistem demokrasi dalam mengatur seluruh sistem perpolitikan, terjebak dalam dinasti politik pun tak terelakkan. Bicara dinasti politik fakta menunjukkan saat ini hampir semua jabatan diduduki oleh orang-orang tertentu saja yang memiliki ikatan kekerabatan dari penguasa.
Jauh panggang dari api, faktanya fungsi wakil rakyat mustahil berjalan baik dan benar karena politik dinasti memiliki pengaruh yang besar dalam keputusan wakil rakyat untuk kemaslahatan umat. Apalagi dalam sistem demokrasi wakil rakyat diberikan hak membuat undang-undang yang tentunya akan disesuaikan dengan kepentingan segelintir kelompok tertentu atau kepentingan pribadi. Salah satu contohnya revisi UU Pilkada yang lalu. Ditambah realita pada hari ini, bisa dikatakan tidak ada oposisi sama sekali, faktanya semua menjadi koalisi.
Pelayan Rakyat, Pelayan Sang Pemberi Mandat
Lantas siapa yang akan berpihak pada rakyat jika semua berada pada satu barisan? Barisan yang pada faktanya justru membela kepentingan oligarki yang telah memberikan akses bagi yang bersangkutan mendapatkan kursi jabatan. Dampaknya rakyat akan terabaikan dan tak mampu melawan kekuatan yang terorganisasi tersebut.
Nestapa politik dinasti tidak sampai di situ. Wakil rakyat dipilih bukan karena kemampuannya, tetapi karena kekayaannya ataupun jabatan dalam mekanisme politik transaksional. Pada akhirnya Senayan seolah hanya menjadi tempat arisan dan piknik bersama keluarga. Bukan lagi menjadi tempat menyuarakan aspirasi rakyat yang harusnya didengar wakil rakyat.
Inilah akibat penerapan sistem batil bernama demokrasi yang dipilih sebagai sistem politik pemerintahan. Wakil rakyat dalam sistem demokrasi diberikan kewenangan untuk membuat hukum, di mana ini adalah problem yang sangat serius. Ketika manusia diberikan kewenangan membuat aturan maka keputusan akan lebih condong menguntungkan sang pemberi mandat.
Sungguh hal ini telah menipu umat, terkhusus umat Islam yang notabene para wakil rakyat adalah muslim. Banyaknya keburukan pada sistem demokrasi seharusnya membuat rakyat sadar bahwa wakil rakyat yang tugasnya mengurus urusan umat tidaklah lahir dari sistem demokrasi buatan manusia.
Butuh Perubahan Sistem
Demokrasi adalah sistem kufur yang bertentangan dengan Islam karena meletakkan hukum di tangan wakil rakyat. Berbeda dengan Islam, sistem politik Islam meletakkan hukum di tangan syarak. Adapun perihal kekuasaan di tangan umat. Dalam hal ini adalah terkait pemilihan pemimpin yang diserahkan sepenuhnya kepada umat melalui proses pembaiatan tanpa melihat jumlah kekayaan dan kekerabatan.
Baca juga : Gadai SK, Tradisi Miris Abdi Negara
Konstitusi dan undang-undang wajib berasal dari hukum syarak yang diadopsi oleh pemimpin tertinggi yaitu seorang khalifah. Islam memberikan hak kepada khalifah untuk memutuskan hukum, berijtihad, dan melegalisasi undang-undang. Sistem politik Islam dapat menjauhkan kesewenang-wenangan penguasa karena standar yang digunakan oleh rakyat dan penguasa adalah hukum syarak. Keimanan dan ketakwaan kepada Allah menjadi kunci dari arah perubahan.
Wakil Umat dalam Sistem Islam
Dalam Islam wakil rakyat disebut dengan majelis umat. Orang-orang yang ada di dalamnya adalah mereka yang dipilih oleh umat. Mereka pun menjadi rujukan bagi khalifah untuk dimintakan masukan dan nasihat dalam berbagai urusan.
Tugas majelis umat mewakili umat melakukan muhasabah dalam setiap pengurusan umat. Sebagaimana dari kebiasaan Rasulullah saw. yang sering meminta pendapat atau bermusyawarah dengan beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Anshar yang mewakili kaum mereka. Rasulullah saw. juga meminta pandangan dari beberapa sahabat yang ahli dalam bidang-bidang tertentu.
Meskipun demikian, majelis umat tidak memiliki wewenang untuk membuat aturan. Namun saran dan masukan bersifat mengikat pada hal seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Pun tak ada kewenangan atasnya membuat aturan dalam hal terwujudnya prasarana seperti perbaikan jalan, jembatan, bangunan sekolah, dan lainnya.
Jika ada perbedaan pendapat antara majelis umat dengan khalifah, maka perkara itu diserahkan kepada mahkamah mazalim. Mahkamah mazalim adalah mahkamah peradilan yang mengurusi sengketa antara penguasa seperti khalifah, wali, dan amil dengan rakyatnya. Inilah adilnya hukum Allah, tidak ada yang dikhususkan atau dispesialkan dalam peradilan.
Penutup
Wakil rakyat dalam Islam sejatinya hanya bertugas menyampaikan aspirasi rakyat, tidak memiliki kewenangan membuat aturan. Dalam sistem Islam hanya Allah Swt. satu-satunya Zat yang berhak membuat hukum. Adapun manusia sekadar menjalankan aturan. Jika umat mampu taat pada syariat Islam dengan menaati wakil rakyatnya, maka dinasti politik pun akan berakhir.
Wallahualam bishawab. []
Disclaimer
www.Narasiliterasi.id adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. www.Narasiliterasi.id melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan www.Narasiliterasi.id. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com
[…] Baca Juga: Wakil Rakyat, Benarkah Melayani Rakyat? […]
[…] Baca juga: Wakil Rakyat Benarkah Melayani Rakyat […]